Tuesday, January 22, 2013

Sinopsis Nice Guy Episode 10





Maru terpaku melihat Eun Gi yang berdiri di hadapannya. Ia tak kuasa menyembunyikan air matanya yang sudah merebak di matanya, melihat Eun Gi yang menatapnya polos dan berkata, “Aku sekarang ingat siapa dirimu. Kita sangat saling mencintai, benar kan?”


Untung saja terdengar langkah dan teriakan Sekretaris Hyun yang bersyukur karena menemukan Eun Gi. Sekretaris Hyun panik sampai menangis karena kehilangan Eun Gi. Ia telah mencarinya ke mana-mana. Bahkan ia tadi juga menanyai orang yang lewat (Jae Shik) untuk menemukan Eun Gi.
Sekretaris Hyun langsung mengenali Maru. Mereka pernah bertemu di rumah sakit dulu setelah kejadian balap motor. Ia memperkenalkan diri sebagai  sekretaris Direktur Seo.
Masih tetap memandang Maru, Eun Gi berkata pada Sekretaris Hyun kalau ia berhasil menemukannya, “Kang Maru, aku menemukannya terlebih dulu.”
Di rumah, Maru memandangi Eun Gi yang mencoba mengenali semua benda yang ia pegang. Dengan bangga ia berkata kalau ia tahu ia pernah datang kemari, “Aku akan mengingat semuanya, jadi jangan beritahu aku. Jangan ajari aku karena sebentar lagi aku akan mengingat semuanya. Tunggu saja.”
Sekretaris Hyun menceritakan kalau otak Eun Gi terluka parah setelah kecelakaan itu. Tak hanya lupa akan seluruh kejadian dalam hidupnya, tapi ia juga lupa apa yang pernah ia pelajari sejak kecil. Ia masih kesulitan membaca dan menulis, membedakan kiri dan kanan, juga berhitung.
Eun Gi duduk di kursi dan menghitung dengan tangannya. Perhatiannya teralih pada pohon jeruk yang sedang berbuah, dan ia memetik salah satu daunnya.
Setelah daun itu di tangan, Eun Gi bingung dan hanya memandangi daun itu. Putus asa, akhirnya Eun Gi duduk tertunduk sambil memegangi kepalanya.
Menurut Sekretaris Hyun, kepribadiannya pun juga berubah, “Karena itulah saya membawanya pergi, menyembunyikannya saat tak ada orang yang melihat kami. Jika Tae San, terutama Han Jae Hee, mengetahuinya, maka posisi Direktur Seo di Tae San akan terancam. Han Jae Hee akan mencoba segala cara untuk menjatuhkan Direktur Seo. “
Sekretaris Hyun yakin kalau kematian Presdir Seo bukan hanya karena penyakit semata, tapi berkaitan dengan Jae Hee. Tak sengaja, Eun Gi menemukan kameranya (yang tertinggal setelah ia dijemput Sekretaris Hyun dari Aomori) dan menemukan foto Maru di sana. Sejak saat itu ia terus menanyakan tentang siapa Maru.
Menurut dokter, pertemuannya akan membantu proses kesembuhan Eun Gi, “Jadi saya ke sini ingin meminta bantuanmu. Eun Gi perlu untuk segera sembuh dan mengambil kembali posisinya..”
“Kenapa saya?” potong Maru dingin, mengagetkan Sekretaris Hyun.
“Karena kaulah orang yang paling dipercaya dan dicintai oleh Direktur Seo,” jawab Sekretaris Hyun.
Tapi menurut Maru, itu bukan masalahnya. Ia menghampiri Eun Gi dan berlutut di hadapannya.
Dengan sedikit kasar, ia menyentakkan kedua tangan Eun Gi, memaksa Eun Gi untuk melihat ke arahnya, “Kau salah orang, Nona. Kita tak memiliki hubungan apapun. Hanya karena kita pernah berfoto bersama, bukan berarti kita adalah pasangan kekasih.”
Eun Gi hanya terdiam, kaget akan respon Maru. Begitu pula dengan Sekretaris Hyun saat Maru memberitahu kalau ia tak ingin ingin membantu Eun Gi dalam perebutan kekuasaan. Sekretaris Hyun emosi mendengarnya. Eun Gi bukan akan merebut, tapi ia mengambil kembali apa yang memang menjadi miliknya.
Tapi apapun itu, Maru tak tertarik. Ia beranjak pergi, tapi terdengar suara Jae Shik yang mencarinya. Jae Shik mengenali Sekretaris Hyun yang tadi menanyainya tentang gadis yang hilang. Apakah ia sudah menemukannya? Sekretaris Hyun menjawab sopan kalau ia telah menemukannya. Jae Shik jadi ingin tahu siapa tamu Maru ini.
Eun Gi berbalik, ingin melihat lawan bicara Sekretaris Hyun. Tapi ditahan oleh Maru. Kedua pipinya dipegang oleh maru, membuat Eun Gi kaget. Apalagi saat suara pria yang baru masuk itu mendekatinya, Maru malah memeluknya erat, tak mengijinkannya untuk bergerak sedikitpun. Bahkan menolehpun tidak.
Hatinya berdebar-debar, apalagi saat Maru menyuruh pria itu untuk keluar karena ia ada urusan dengan nona yang ada di pelukannya.
Jae Shik kesal melihat Maru bermesraan dengan seorang gadis di siang bolong. Tapi ia mengerti, ia akan pergi. Sambil berjalan ke arah gerbang, ia menepuk Sekretaris Hyun untuk ikut pergi, agar membiarkan Maru dan pacarnya berdua. Tapi Jae Shik heran dengan tanggapan Sekretaris Hyun yang tak mau meninggalkan mereka, malah akan menunggu.
Setelah Jae Shik pergi, Maru segera melepaskan pelukannya dan mendorong Eun Gi menjauh, mengagetkan gadis itu. Ia menyuruh Eun Gi dan Sekretaris Hyun untuk tinggal di sini selama 30 menit, baru setelah itu mereka dapat pergi.
Pelukan itu meyakinkan Eun Gi. Ia menahan Maru dengan memegangi lengan bajunya. Apakah mereka selalu berbicara secara banmal (informal) sebelumnya? Maka ia akan bicara banmal pada Maru,
“Apakah kau malu? Kau malu karena aku menjadi seperti ini? Hilang ingatan seperti orang bodoh? Apakah aku begitu mengecewakan sampai kau tak mau bicara padaku?”
Eun Gi meminta Maru untuk bersabar dan sedikit mengajarinya dan ia akan cepat mengingatnya dan cepat sembuh.
Sedikit mencemooh, Maru menjawab, “Karena kecelakaan itu, kupikir kau tak dapat berpikir secara benar. Kita hanya dua orang yang pernah bertemu sebentar di masa lalu. Dan hubungan kita bukan hubungan cinta.”
Maru mengedikkan tangannya agar lepas dari pegangan Eun Gi. Tapi Eun Gi kembali memegangi tangannya, dan kali ini kata-katanya lebih yakin, “Hatiku mengenali. Hatiku mengingatmu.”
Eun Gi memegang dadanya dan meneruskan, “Yang ada disini.. mengingat.. dirimu.”
Maru  mengaku sibuk, dan ia meminta Sekretaris Hyun untuk membantu Eun Gi untuk menulis novel. Dan dengan kasar, ia menarik tangannya dan berlalu pergi.
Sekretaris Hyun kesal, tak percaya pada pilihan pria yang disukai Eun Gi. Tapi kekesalannya berubah menjadi khawatir karena melihat Eun Gi memukul-mukul kepalanya, marah pada diri sendiri.
Sekretaris Hyun menenangkannya, mencoba berbohong kalau Maru yang mereka cari itu bukanlah pria itu. 
Tidak, Eun Gi mengenalnya, “Aku mengenal orang itu. Percayalah padaku!”
Maru berjalan tanpa menoleh ke belakang. Hanya ketika ia duduk di mobil, topengnya terbuka. Entah perasaan apa yang berkecamuk di kepalanya, tapi ia memikirkan Eun Gi.
Jae Shik ternyata menunggu kemunculan dua tamu Maru. Ia teringat betapa paniknya wanita yang lebih tua itu saat kehilangan gadis berbaju putih yang ia panggil Direktur Seo. Ia kemudian mengeluarkan selebaran yang menampilkan foto Eun Gi dan menyimpulkan sesuatu.
Ia lantas menelepon Min Young, namun Min Young tak mengangkatnya. Min Young mengacuhkan telepon dari Jae Shik, dan menatap Jae Hee yang sedang mengikuti rapat di kantor.
Rapat ini membahas tentang perkembangan resor Tae San di Pulau Jeju. Saat melihat presentasi itu, ia melihat kalau penanggungjawab proyek ini adalah Eun Gi. Ia marah karena nama Eun Gi masih muncul walaupun Eun Gi sudah menghilang selama setahun ini. 
Ia minta untuk menghentikan proyek ini yang rencananya sebagai hotel bertaraf internasional dan memindahkan proyek ini di salah satu tempat di daratan Korea.
Tentu saja hal ini ditentang oleh para anggota rapat. Eun Gi telah bersusah payah melobi pemda dan masyarakat sekitar, masa semua usaha itu akan percuma. Lagi pula penghentian proyek ini harus ada ijin..
“Ijin? Ijin dari siapa? Ijin dari Seo Eun Gi yang sudah hilang selama hampir setahun ini?” tanya Jae Hee sinis, membuat lawan bicaranya terdiam. Tapi semua anggota rapat menatap Jae Hee dengan ketidaksetujuan.
Merasa keputusannya ditentang, Eun Gi pun berdiri dan berkata, “Walaupun saya adalah Presiden Direktur Tae San, tanpa seijin Direktur Seo saya tak dapat melakukan apapun yang saya inginkan. Rapat hari ini telah selesai.”
Aihh… Jae Hee lebay banget, deh. Hanya karena ada nama Eun Gi, masak ia membubarkan sebuah mega proyek? Memindahkan hotel bertaraf internasional dari pulau strategis ke daratan Korea? Pantas saja semua anggota rapat tak setuju dengan keputusan Jae Hee.
Jae Hee keluar rapat dengan tekad baru untuk menghapus nama Eun Gi dari seluruh jabatan di perusahaan Tae San. Dan ia akan melakukannya pada rapat pemegang saham berikutnya.
Min Young dan sekretaris Eun Gi terkejut dengan rencana Jae Hee, menganggap hal itu tak mungkin karena semua para pemegang saham berada di pihak Eun gi. 
Tapi bagi Jae Hee, mungkin atau tidak mungkin rencana itu, semuanya patut untuk dicoba.
Eun Gi pulang ke rumahnya bersama Sekretaris Hyun. Tapi Eun Gi masih belum ingin masuk dan meminta Sekretaris Hyun untuk masuk terlebih dahulu.
Ditinggal oleh Sekretaris Hyun, Eun Gi termenung di pinggir jalan, memikirkan kata-kata Maru yang sinis, yang mengatakan kalau mereka bukanlah kekasih. Karena mereka hanya dua orang yang kebetulan mengenal dan berfoto bersama.

“Bohong,” kata Eun Gi kesal dan sekali lagi Eun Gi memegang dadanya yang berdebar.
Ia tak menyadari kalau di seberang jalan, Jae Shik mengintai dari dalam mobil.. Rupanya ia mengikuti Eun Gi pulang dan sekarang ia merekam gerak-gerik Eun Gi dengan handphone-nya.
Dengan video Eun Gi di handphone, Jae Shik kembali menelepon Min Young. Tapi lagi-lagi Min Young tak mau menerima teleponnya.
Dan siapa yang datang ke rumah Eun Gi?
Aww.. ternyata Joon Ha datang dengan membawa bunga mawar untuk Eun Gi.
Ia muncul di kamar Eun Gi yang lebih mirip dengan kamar anak SD, lengkap dengan daftar perkalian, penjumlahan dan huruf yang menutupi seluruh dinding kamar. Begitu pula tulisan huruf Seo Eun Gi dan Kang Maru tertempel di sana. 
Joon Ha melihat Eun Gi sibuk menulis halus dan ia mengetuk pintu. Tanpa menoleh Eun Gi mempersilahkan masuk, mengira yang datang adalah Sekretaris Hyun. Ia bertanya, “Sebelum kecelakaan, kau bilang kalau aku gadis yang cerdas, kan?”
“Ya, dan bahkan kau dipanggil jenius ribuan kali,” kata Joon Ha, membuat Eun Gi kaget. Senyum Eun Gi langsung tersungging lebar melihat kehadiran Joon Ha.
Senyumnya semakin lebar saat menerima bunga mawar dari Joon Ha dan berterima kasih akan bunga yang cantik itu.
Dan saya pun juga tersenyum lebar melihat mereka berdua.
Joon Ha meminta Eun Gi untuk tetap bersemangat walaupun sudah lelah belajar, “Kalau kau sudah kembali ke dirimu yang dulu, ada banyak yang ingin kuceritakan padamu.”
Eun Gi malah penasaran, “Apa itu? Tak dapatkah kau ceritakan padaku sekarang?”
Tidak, Joon Ha tak mau menceritakan sekarang. Ketika Eun Gi sudah punya kekuatan untuk melawan apa yang akan ia katakan, saat itu Joon Ha akan menceritakan semuanya, tanpa satupun yang akan ia sembunyikan.
Eun Gi memandangi tulisan Seo Eun Gi Kang Maru di dinding, “Apakah aku bisa sembuh? Apakah aku bisa kembali menjadi diriku yang lama?” tanya Eun Gi ragu.
“Aku percaya kau akan kembali. Dan aku akan memastikan hal itu akan terjadi,” jawab Joon Ha yakin.
Eun Gi pun mengangguk-angguk gembira dan mulai belajar lagi.
Di karaoke bar, Jung menangis terisak-isak. Ia tak rela memberikan rahasia perusahaannya yang ada di dalam USB yang sedang ia genggam.
Karena Jung tak mau memberikan USB itu, Marulah yang mengambil USB itu dari tangan Jung dan menawarkan untuk karaoke. Tapi Jung masih tetap menangis. Dengan santai Maru menawarkan dirinya untuk menyanyikan lagu untuk Jung. Atau kalau mau, ia akan memanggil gadis-gadis penghibur untuk menari di depan Jung.
Tapi tidak, Jung mengungkapkan kegalauan hatinya, “Aku bukan manusia. Demi keluargaku, demi mencukupi kebutuhan anak-anakku, aku mengkhianati perusahaan..”
“Kau tak perlu merasa bersalah,” sela Maru menenangkan. “Demi istrimu yang sakit parah, demi anak-anakmu, kau boleh sekali-kali mengabaikan prinsip dan hati nuranimu.”
Hmm mmh.. persis yang sedang kau lakukan saat ini, Maru?
Tapi bukan itu yang dikhawatirkan Jung. Ia lebih mengkhawatirkan balasan dari Tuhan. Mendengar kekhawatiran Jung, Maru mengembalikan kekhawatiran itu pada Jung. Apakah hukuman Tuhan itu benar-benar ada? Apakah Tuhan itu benar-benar ada?
Maru tersenyum sinis dan berkata, “Kupikir yang namanya Tuhan atau surga itu tak pernah ada. Jika Tuhan memang ada, kupikir ia tak akan mengijinkan dunia menjadi seperti ini.”
Ia menenggak bir-nya, tapi ia sudah kehilangan selera sekarang. Ia memberikan gelasnya pada Jung yang masih termangu dan berdiri. Sebelum pergi ia berkata pada Jung, “Kalau kau mendengar ada berita TV yang mengabarkan ‘Kang Maru tersambar petir’ maka kau boleh percaya kalau Tuhan itu memang ada.”
Dalam perjalanan pulang, Maru ditelepon seseorang yang marah-marah dan menyuruh Maru untuk segera datang ke rumah sakit. Ia meminta Maru datang sekarang atau kalau tidak ia akan menjelaskan kondisi kesehatannya pada Choco.
Mendengar ancaman itu, Maru tak bisa berkelit dan mendatangi tempat praktek kakak kelasnya yang sekarang sudah menjadi dokter spesialis. Tapi ia hanya mendengarkan penjelasan kakak kelasnya dengan setengah hati.
Kakak kelas Maru memberitahukan kalau hasil CT Scan menunjukkan kalau di dalam otak Maru terdapat epidural hematoma akibat kecelakaan mobil yang lalu. Dan perdarahan itu semakin membesar jika tak segera dioperasi.
Maru hanya mengangguk-angguk, mendengar penjelasan itu. Masuk telinga kiri keluar telinga kanan, sehingga membuat kakak kelas Maru kesal, “Kau sudah kusuruh untuk menjalani pemeriksaan, kenapa kau tak mau mendengarku? Kenapa kepalamu separah ini? Kau sudah mengalami gejala-gejala itu, kan? Kau seharusnya harus langsung ke rumah sakit saat kau muntah dan sakit kepala! Apakah kau ingin penyakitmu tambah parah?”
Maru malah menjawab kalau ia akan membuat laporan complain ke rumah sakit karena dokter menghina dan berterial-teriak padanya.
Tapi kakak kelas Maru serius. Ia menyuruh Maru untuk masuk ke rawat inap dan ia akan menjadwalkan operasi untuk menghentikan perdarahan itu.
Kali ini Maru juga serius. Akan ada efek samping yang mungkin ia alami karena operasi yang ia jalani: edema otak, epilepsy, kelumpuhan, infeksi, bahkan ia mungkin tak akan sadar dari anestesi. Jadi ia akan memikirkan hal ini dulu dan setelah itu ia akan memberikan jawabannya. “Apakah aku harus mengambil resiko ini dan melakukan operasi?”
“Apakah kau ingin mati saat kau sedang berpikir?” kakak kelas Maru ini mulai frustasi.
“Aku benar-benar akan menuntutmu. Ini ada dokter yang memeras pasiennya,” kata Maru pura-pura serius.
“Kang Maru!” kakak kelas Maru ini berkata serius.
Maru mengamati CT Scan di komputer dan mengatakan kalau kemungkinan hidupnya adalah sekitar 20%. Dan ia adalah pria yang selalu sial. Maka ia tak akan melakukannya sekarang, karena ia tak mungkin masuk dalam 20% itu, kan?
“Maru-ya!” kali ini kakak kelas Maru mulai memohon.
Maru tersenyum menenangkan kakak kelasnya. Ia hanya bercanda. Ia akan melakukan operasi. Ia pasti akan melakukannya, tapi ia harus menyelesaikan beberapa hal terlebih dahulu.
“Dan aku akan datang kesini setelah itu, hyung.” Ia menepuk bahu dokter itu, memintanya untuk tak mengkhawatirkannya, “Kau berikan saja obat pereda sakit. Yang paling kuat.”

Eun Gi masih tekun menulis. Kali ini ia menulis tentang pertemuannya hari itu di buku hariannya. Aku bertemu dengan Kang Maru hari ini. Aku langsung dapat mengenalinya. Tapi ia tetap berbohong.
Eun Gi merobek sebagian halamannya dan menunduk kesal.

Sama seperti kakaknya, Eun Suk menulis buku harian. Jae Hee menemukan buku harian itu dan membacanya. Eun Suk menulis Ibuku selalu sibuk setiap hari. Jadi ia tak lagi bermain denganku. Ia tak membacakanku satu buku pun.
Di halaman berikutnya masih ada tulisan Eun Suk. Aku kangen dengan Eun Gi Noona.Senang rasanya jika ia kembali dan bermain monster game denganku.
Aww.. Eun Suk manis banget. Eun Gi yang jahat padanya, ia anggap sebagai permainan monster-monsteran. Ia pun juga menggambar wajah Eun Gi yang sangar.   
Eun Suk yang baru saja mandi untuk tidur malam, senang melihat ibunya ada di kamar. Apalagi kali ini ibunya yang akan mempersiapkan semuanya.
Sambil duduk dan mengolesi lotion ke pipi Eun Suk, Jae Hee bertanya apakah Eun Suk kangen dengan Eun Gi? Bukankah Eun Gi suka jahat pada Eun Suk?
Jawaban Eun Suk polos sekali, “Tapi dia kan kakakku. Bu, apa Ibu tak kangen pada Eun Gi Noona?”
Jawaban Eun Suk membuat Jae Hee tak bisa berkata-kata untuk beberapa saat. Tapi kemudian ia tersenyum dan mengatakan kalau ia juga kangen pada Eun Gi. Hanya saja jika Eun Gi muncul, mereka berdua akan berada dalam bahaya.
Jae Hee memeluk Eun Suk dan memintanya untuk tak menunggu Eun Gi lagi. Jika Eun Gi kembali, maka  Eun Suk akan mendapat kesusahan. Dan dalam hati ia berkata kalau ia akan melakukan segalanya untuk menghentikannya.
Maru pulang dan menemukan catatan yang dituliskan Eun Gi untuknya, Kang Maru, segera hubungi aku jika kau telah mengingatku. Aku akan menunggumu. Ia menyimpan pesan itu dan masuk ke dalam rumah.
Di halaman, Jae Gil sedang menunggunya. Ia melemparkan sekaleng bir untuk Maru dan bertanya apakah Maru baru saja pulang dari menipu orang yang lemah dan mudah diserang? Maru tak menjawab, hanya duduk di samping Jae Gil dan membuka kaleng bir. Ia malah bertanya tentang Choco. Apakah Choco sudah tidur?
“Ia pergi meninggalkan rumah,” Jawab Jae Gil pendek.
Maru kaget, ia tak jadi minum. “Apa?”
“Ia  mengemasi barang-barangnya dan meninggalkan rumah. Ia tak mau menerima apapun darimu  lagi di masa yang akan datang. Ia tak mau memakai sepeserpun dari uang kotormu itu.”
Maru semakin kaget karena menurut Jae Gil, siang tadi Choco menguangkan semua tabungan dan asuransinya. Ia kemudian memberikan semua uang itu pada ayah pelajar yang kemarin datang ke rumah. Untungnya pria malang yang Maru tipu itu tidak mati. Uang itu akan digunakan pria itu untuk mendapat perawatan rumah sakit dan membuka kios.
“Kenapa kau tak mencegahnya? Saat ia melakukan kegilaan itu, kenapa kau tak mencegahnya?” tanya Maru marah.
“Untuk apa aku mencegahnya? Aku bahkan memuji tindakannya,” jawab Jae Gil. “Aku tak tahu darimana adikmu mempelajarinya. Tapi dia bisa berpikir benar. Aku tak tahu bagaimana kau bisa memiliki adik sebaik itu.”
Maru mencengkeram kerah Jae Gil, “Apakah kau tahu bagaimana payahnya aku mencari uang itu?”
Jae Gil tahu. Ia bahkan sangat tahu bagaimana Maru mendapatkannya.  Ia bisa menutup mata saat Maru dulu mencari uang dengan menjual tubuhnya. Tapi tidak sekarang saat Maru menjual jiwanya. “Karena aku tahu darimana uang itu berasal. Choco juga tahu. Jika kau menjadi dia, apakah kau juga mau menggunakan uang itu? Kalau aku, lebih baik aku mati saja!”
Jawaban Jae Gil yang diluar dugaan Maru itu membuat Maru kehilangan kendali. Ia langsung memukul Jae Gil, walau setelah itu ia kaget dengan tindakannya itu. Ia tak menyangka bisa memukul sahabatnya sendiri.
Tapi Jae Gil tak marah dengan pukulan Maru. Sama seperti Choco, ia juga akan pergi meninggalkan rumah, “Sejak aku kembali dari rumah pria yang kau tipu itu, tiba-tiba nafasku terasa berat jika harus menghirup udara yang sama denganmu.”
Dan Jae Gil pun meninggalkan Maru yang duduk termangu sendiri.
Jae Gil menemui Choco di tempat sauna. Walaupun wajah Choco pucat, tapi Choco masih sempat memijiti kaki seorang nenek yang mengeluh tak bisa tidur karena sakit. Setelah nenek itu tertidur, Choco mengikuti Jae Gil pindah ke tempat lain. 
Choco bertanya tentang kabar Maru. Apakah ia baik-baik saja? Ia berharap dengan kepergiaannya, Maru menyadari kesalahannya dan kembali ke kehidupan normalnya.
Jika tadi Jae Gil membela Choco, maka sekarang ia membela Maru di hadapan Choco. Ia mengatakan kalau semua yang dilakukan Maru adalah demi Choco. Kakaknya itu bisa mati jika Choco tak ada di sisi Maru, “Walaupun seluruh dunia menghina dan menyalahkannya, kau tak boleh ikut melakukannya.”
Sama seperti Maru, Choco pun marah pada Jae Gil karena memihak kakaknya. Namun sama seperti yang Jae Gil lakukan pada Maru, ia meminta Choco untuk melihat dari posisi Maru. “Jika kau menjadi dia, apakah ia senang melakukan hal ini? Ya. Kau memang malaikat dan dia adalah setannya. Tapi bagaimana mungkin kau memberikan semua uang itu pada pria itu?”
Hmm.. si Ashton Kutcher ini oke juga.
Ditinggal sendiri, Maru hanya bisa termangu. Saat mengambil handphone di saku, tak sengaja ia mengambil post it dari Eun Gi. Dibacanya kembali pesan Eun Gi dan ia berbaring di luar rumah sepanjang malam.
Sementara Eun Gi menempelkan kembali lembar buku yang ia sobek.
Dan Jae Hee tertidur di samping Eun Suk.
Keesokan paginya, Min Young dikejutkan dengan kedatangan Jae Shik yang membuat keributan di kantor. Ia hanya ingin menemui Min Young.
Di ruangan kantornya, Min Young langsung mengeluarkan beberapa lembar uang untuk Jae Shik. Tapi Jae Shik mencemoohnya, ia bukan pengemis (yang mau uang recehan). Ia berpikir untuk meminta apartemen Tae San.
Haha.. kebayang oleh saya, bagaimana sulitnya Jae Hee untuk mempertanggungjawabkan pada pemegang saham jika apartemen itu benar-benar berpindah ke tangan Jae Shik.
Jae Shik meminta imbalan sebesar itu, karena ia mengetahui sesuatu. Ia menunjukkan video rekaman Eun Gi di handphonenya dan berkata kalau gadis itu kembali, pasti akan menyulitkan posisi Jae Hee dan Min Young, kan?
Min Young kaget dengan penemuan Jae Shik. Dimana Jae Shik menemukan Eun Gi? Jae Shik tertawa mendengar pertanyaan konyol itu. Jika Min Young menjadi dirinya, apa mungkin Min Young mau memberitahukan dengan mudahnya?
Jae Shik pun mengulang pertanyaannya lagi, “Jadi apa kau mau memberikan apartemen Tae San?”
Sekretaris Jo memberikan perkembangan terbaru dalam perusahaan. Para direktur sangat marah saat mengetahui kalau Eun Gi memata-matai mereka dan menyimpannya dalam sebuah dokumen. Dokumen itu berisi semua kesalahan dan kelemahan para direktur. Tapi walaupun begitu, banyak juga pihak yang meragukan isi dokumen itu.
Handphone Sekretaris Jo berbunyi. Dari Joon Ha. Jae Hee menyuruh Sekretaris Jo untuk mengangkatnya. Ternyata Joon Ha ingin bertemu dengan Sekretaris Jo.
Namun yang datang ke ruangan Eun Gi untuk metemui Joon Ha bukannya Sekretaris Jo, melainkan Jae Hee. Maka Joon Ha pun bertanya pada Jae Hee, apakah Jae Hee yang menyuruh mengembalikan dokumen mata-mata itu ke komputer Eun Gi? Jae Hee melakukan itu untuk menghapus Eun Gi dari Tae San, kan? “Kau yang mengirimkan dokumen itu kepada para direktur, kan?”
Jae Hee tersenyum dan berkata kalau Eun Gi seharusnya lebih mempercayai direkturnya, bukannya malah memata-matai bawahannya. Bayangkan jika dokumen itu sampai ke tangan media.
Joon Ha berteriak kalau Eun Gi tak pernah melakukannya. Presdir Seo-lah yang memiliki dokumen itu. Saat ia memberikan dokumen pada Eun Gi, Eun Gi marah besar dan langsung menghapus dokumen itu ke recycle bin. Tapi sekarang dokumen itu muncul kembali ke dalam komputer Eun Gi.
Jae Hee sadar kalau Joon Ha tak dapat ditipu, maka ia menggunakan cara lain. Ia, yang telah duduk dengan menyilangkan kaki di depan Joon Ha, bangkit dan menghampiri Joon Ha.
Walaupun Jae Hee tahu kalau Joon Ha akan mengkhianatinya suatu saat nanti, tapi tahukah Joon Ha alasan mengapa ia tetap mempekerjakan Joon Ha? “Kau adalah orang yang berani mengambil resiko, menarik dan pintar. Kau juga tahu kalau yang sedang aku lakukan ini adalah untuk mempermudah hidupku.  Sama seperti ayahmu.”
Jae Hee mundur dan tak lagi berbisik, ia berkata, “Dan jangan memanggilku ‘kau’. Aku ini adalah orang yang bahkan tak boleh kau tatap, karena aku adalah pemilik Tae San. Lain kali ucapkan dengan benar.”
Sepanjang malam hingga pagi, Maru tertidur di luar rumah. Ia bermimpi saat terakhir ia mengejek Eun Gi yang mudah percaya dan jatuh cinta padanya hanya karena ia mempertaruhkan nyawanya untuk menyelamatkan boneka Barbie milik Eun Gi. Dengan keji Maru berkata kalau ia bisa melakukan segalanya untuk mendapatkan Jae Hee kembali. 
Dan saat melihat kembali tabrakan di terowongan, dimana ia sempat melihat wajah Eun Gi yang menangis, itulah yang membuat Maru terbangun berpeluh keringat, pucat seakan melihat hantu dalam mimpinya. 
Tak dapat disangkal kalau kejadian itu terus menghantui hidupnya.
Jae Shik mengintai rumah Eun Gi. Saat melihat Sekretaris Hyun pergi, ia mulai bergerak.
Di halaman, Eun Gi memotret apa yang bisa ia tangkap dengan kameranya. Ia melihat-lihat foto-foto di kameranya dan mulai menyebutkan namanya dalam bahasa Inggris. Ia menyebut langit, dan kemudian berkata ‘Sky’. Tapi ia kesulitan saat mengeja cloud dan film.
Melihat fotonya, ia menyebut Seo Eun Gi. Dan melihat foto Maru, ia menyebut Kang Maru. Kemudian ia asyik memandangi foto-foto Maru yang masih tersimpan di kameranya.
Keasyikannya itu terganggu oleh suara seorang pria yang memencet bel rumah. Semula ia tak mempedulikan, hingga pria itu mengatakan kalau ia adalah suruhan dari Kang Maru.
Buru-buru Eun Gi membukakan pintu, dan di sana berdiri seorang pria yang mengaku adalah kakaknya Maru. Pria itu berkata kalau Maru memintanya untuk menjemput Eun Gi, karena Maru ingin berbicara dengannya.
Eun Gi yang lama pasti tahu kalau ini adalah jebakan. Tapi tidak dengan Eun Gi baru yang masih polos seperti anak-anak. Ia tersenyum girang dan meminta waktu satu menit saja untuk bersiap-siap dan langsung masuk rumah. Eun Gi membongkar seluruh isi lemarinya dan mulai mematut-matut dirinya di cermin, mencari baju yang cantik untuk menemui Maru.
Ditinggal sendiri di depan, Jae Shik tersenyum bangga akan dirinya sendiri, “Ahh.. mudahnya.”
Min Young menemui Jae Hee yang termenung sendiri, stress akan tekanan yang sedang ia hadapi. Teringat percakapannya dengan Jae Shik yang menawarkan untuk membuat Eun Gi tak akan pernah kembali ke Tae San, Min Young memutuskan tak akan memberitahukan kejadian ini pada Jae Hee.
Min Young malah memberitahukan perkembangan terkini akan dokumen rahasia yang disebar ke para direktur. Usaha Jae Hee sepertinya membuahkan hasil. Walau tak mudah membujuk orang yang setia pada Eun Gi, tapi jika hal ini terus berlanjut, pemecatan Eun Gi akan mungkin terjadi. 
Memang tak mudah, tapi aku selalu berhasil,” kata Jae Hee bangga. “Seperti keajaiban aku sampai di posisi seperti ini.”
Keajaiban? Membunuh dua orang dan memasukkan satu orang ke dalam penjara, ia sebut sebagai keajaiban? Yeah..right.. Wanita ini benar-benar delusional.
Eun Gi mengikuti Jae Shik pergi dengan wajah sumringah. Di dalam mobil senyumnya tak pernah hilang. Bahkan Jae Shik pun bisa melihat kalau Eun Gi sangat menyukai Maru. Jae Shik tak habis pikir bagaimana mungkin Eun Gi bisa meyukainya? “Maru lebih jelek dariku.”
Senyum Eun Gi langsung hilang saat itu juga, dan berkata, “Paman, dia lebih tampan daripada Paman.”
Bwahaha.. Jae Shik tak dapat membalas kata-kata Eun Gi, maka ia pun menawarkan minuman untuknya. Eun Gi tersenyum lagi dan berterima kasih karena sebenarnya ia sedikit haus.
Di rumah, Maru kedatangan Sekretaris Hyun yang ingin menjemput Eun Gi. Maru tak tahu apa yang dimaksud oleh Sekretaris Hyun, maka Sekretaris Hyun memberikan pesan yang ditulis Eun Gi sebelum ia pergi,
“Kata Kang Maru, ada yang ingin ia katakan padaku dan meminta pria ini untuk menjemputku. Kurasa ia telah mengingatku. Aku akan segera kembali.”
Tapi Maru tak pernah menyuruh orang untuk menjemput Eun Gi. Mengetahui hal ini, Sekretaris Hyun menjadi panik. Apa yang harus ia lakukan sekarang?
Membaca pesan itu lagi, Maru merasa orang yang menjemputnya juga mengenal dirinya. Dan pikirannya langsung tertuju pada Jae Shik. Ia pun menelepon Jae Shik, tapi Jae Shik tak mengangkatnya.
Saat itu Jae Shik sedang menghubungi temannya, seorang germo, dan mengatakan kalau ia sedang menuju ke sana dengan membawa calon gadis penghibur yang jauh lebih cantik dari gadis-gadisnya yang biasa. Begitu melihat call in waiting dari Maru, Jae Shik segera menyudahi pembicaraannya dengan temannya dan kemudian ia langsung mematikan handphone itu.
Sekretaris Hyun teringat pada GPS yang ia pasang di handphone Eun Gi setelah kecelakaan mobil lalu, dan menunjukkannya pada Maru. Apakah mereka perlu meminta bantuan polisi?
Maru langsung menyambar handphone Sekretaris Hyun dan berkata kalau mereka tak perlu menghubungi polisi, karena ia akan menemukan Eun Gi dengan segera. Maru meminjam handphone itu  dan akan mengabarik Sekretaris Hyun jika ada kabar ia akan menghubungi nanti.
Sekretaris Hyun kaget karena handphonenya disita, dan berteriak, “Bagaimana kau bisa menghubungiku?” Tapi Maru sudah keburu pergi.
Maru segera melarikan mobilnya untuk mengejar Eun Gi. Ia mencoba menelepon Jae Shik kembali, tapi handphone Jae Shik benar-benar udah dimatikan.
Jae Shik ini ibaratnya kelinci di perlombaan kelinci dan kura-kura. Tahu kalau keberadaannya tak dapat dikejar dan Eun Gi pun juga tertidur (sepertinya minumannya diberi obat tidur), ia berhenti di rest area dan menghabiskan banyak waktu di toilet, Setelah keluar di toilet pun ia masih menyempatkan diri untuk melihat-lihat buku bacaan di dalam minimarket.
Namun keleletan kelinci ini, membuat harapan kita agar Maru menemukan Eun Gi semakin besar. Pada akhirnya Maru menemukan lokasi rest area tempat mobil Jae Shik berada. Tapi ia masih harus menemukan mobil Jae Shik. Maka ia turun dari mobil, melihat satu persatu mobil yang parkir.

Ia mencoba menelepon handpone Eun Gi, tapi Jae Shik, yang sudah ada di dalam mobil, mengambil handphone Eun Gi dari tas dan kemudian mematikannya. Ia kemudian menjalankan mobilnya dan meninggalkan rest area.

Maru semakin panik mendengar voicemail yang muncul di handphone Eun Gi. Dia mencoba menelepon lagi..

.. dan secara kebetulan ia melihat Eun Gi yang tertidur di dalam mobil hitam yang melewatinya.

Maru segera mengejarnya, tapi mobil itu sudah berjalan dengan cepat. Maka Maru masuk ke dalam mobilnya dan mengejar mobil Jae Shik.

Tak lama, ia dapat menyusul mobil Jae Shik dan menjajari mobilnya. Dengan masih melaju kencang, Maru membuka jendela dan mengklakson menyuruh Jae Shik untuk minggir.

Jae Shik kaget melihat Maru tiba-tiba muncul di sampingnya. Ia semakin mempercepat laju mobilnya, mencoba lepas dari kejaran Maru.

Tapi Maru tak mau melepaskan Jae Shik. Ia menginjak gas lebih dalam, dan membelokkan mobilnya tepat ke hadapan mobil Jae Shik yang melaju kencang, dan berhenti.

Jae Shik kaget dan otomatis menginjak rem, hingga mobilnya berdecit dan berhenti.

Eun Gi yang terbangun karena mobil berhenti tiba-tiba, kaget melihat ada mobil yang ada di hadapannya. 


Tapi senyumnya mengembang saat melihat Maru turun dari mobil.

Aww… my knight ini shining armour.
Eh, salah.. Eun Gi’s knight ini shining armour. 

source : http://www.kutudrama.com/2012/10/sinopsis-nice-guy-episode-10-2.html#more
re-posted and re-edited by : dianafitriwidiyani.blogspot.com

No comments:

Post a Comment