Maru terpaku melihat Eun Gi yang
berdiri di hadapannya. Ia tak kuasa menyembunyikan air matanya yang sudah
merebak di matanya, melihat Eun Gi yang menatapnya polos dan berkata, “Aku
sekarang ingat siapa dirimu. Kita sangat saling mencintai, benar kan?”
Untung saja terdengar langkah dan
teriakan Sekretaris Hyun yang bersyukur karena menemukan Eun Gi. Sekretaris
Hyun panik sampai menangis karena kehilangan Eun Gi. Ia telah mencarinya ke
mana-mana. Bahkan ia tadi juga menanyai orang yang lewat (Jae Shik) untuk menemukan Eun
Gi.
Sekretaris Hyun langsung
mengenali Maru. Mereka pernah bertemu di rumah sakit dulu setelah kejadian
balap motor. Ia memperkenalkan diri sebagai
sekretaris Direktur Seo.
Masih tetap memandang Maru, Eun
Gi berkata pada Sekretaris Hyun kalau ia berhasil menemukannya, “Kang Maru, aku
menemukannya terlebih dulu.”
Di rumah, Maru memandangi Eun Gi
yang mencoba mengenali semua benda yang ia pegang. Dengan bangga ia berkata
kalau ia tahu ia pernah datang kemari, “Aku akan mengingat semuanya, jadi
jangan beritahu aku. Jangan ajari aku karena sebentar lagi aku akan mengingat
semuanya. Tunggu saja.”
Sekretaris Hyun menceritakan
kalau otak Eun Gi terluka parah setelah kecelakaan itu. Tak hanya lupa akan seluruh
kejadian dalam hidupnya, tapi ia juga lupa apa yang pernah ia pelajari sejak
kecil. Ia masih kesulitan membaca dan menulis, membedakan kiri dan kanan, juga
berhitung.
Eun Gi duduk di kursi dan
menghitung dengan tangannya. Perhatiannya teralih pada pohon jeruk yang sedang
berbuah, dan ia memetik salah satu daunnya.
Setelah daun itu di tangan, Eun Gi
bingung dan hanya memandangi daun itu. Putus asa, akhirnya Eun Gi duduk
tertunduk sambil memegangi kepalanya.
Menurut Sekretaris Hyun, kepribadiannya
pun juga berubah, “Karena itulah saya membawanya pergi, menyembunyikannya saat
tak ada orang yang melihat kami. Jika Tae San, terutama Han Jae Hee,
mengetahuinya, maka posisi Direktur Seo di Tae San akan terancam. Han Jae Hee
akan mencoba segala cara untuk menjatuhkan Direktur Seo. “
Sekretaris Hyun yakin kalau kematian
Presdir Seo bukan hanya karena penyakit semata, tapi berkaitan dengan Jae Hee.
Tak sengaja, Eun Gi menemukan kameranya (yang tertinggal setelah ia dijemput
Sekretaris Hyun dari Aomori) dan menemukan foto Maru di sana. Sejak saat itu ia
terus menanyakan tentang siapa Maru.
Menurut dokter, pertemuannya akan membantu
proses kesembuhan Eun Gi, “Jadi saya ke sini ingin meminta bantuanmu. Eun Gi
perlu untuk segera sembuh dan mengambil kembali posisinya..”
“Kenapa saya?” potong Maru
dingin, mengagetkan Sekretaris Hyun.
“Karena kaulah orang yang paling
dipercaya dan dicintai oleh Direktur Seo,” jawab Sekretaris Hyun.
Tapi menurut Maru, itu bukan
masalahnya. Ia menghampiri Eun Gi dan berlutut di hadapannya.
Dengan sedikit kasar, ia
menyentakkan kedua tangan Eun Gi, memaksa Eun Gi untuk melihat ke arahnya, “Kau
salah orang, Nona. Kita tak memiliki hubungan apapun. Hanya karena kita pernah
berfoto bersama, bukan berarti kita adalah pasangan kekasih.”
Eun Gi hanya terdiam, kaget akan
respon Maru. Begitu pula dengan Sekretaris Hyun saat Maru memberitahu kalau ia
tak ingin ingin membantu Eun Gi dalam perebutan kekuasaan. Sekretaris Hyun
emosi mendengarnya. Eun Gi bukan akan merebut, tapi ia mengambil kembali apa
yang memang menjadi miliknya.
Tapi apapun itu, Maru tak
tertarik. Ia beranjak pergi, tapi terdengar suara Jae Shik yang mencarinya. Jae
Shik mengenali Sekretaris Hyun yang tadi menanyainya tentang gadis yang hilang.
Apakah ia sudah menemukannya? Sekretaris Hyun menjawab sopan kalau ia telah
menemukannya. Jae Shik jadi ingin tahu siapa tamu Maru ini.
Eun Gi berbalik, ingin melihat
lawan bicara Sekretaris Hyun. Tapi ditahan oleh Maru. Kedua pipinya dipegang
oleh maru, membuat Eun Gi kaget. Apalagi saat suara pria yang baru masuk itu
mendekatinya, Maru malah memeluknya erat, tak mengijinkannya untuk bergerak
sedikitpun. Bahkan menolehpun tidak.
Hatinya berdebar-debar, apalagi
saat Maru menyuruh pria itu untuk keluar karena ia ada urusan dengan nona yang
ada di pelukannya.
Jae Shik kesal melihat Maru
bermesraan dengan seorang gadis di siang bolong. Tapi ia mengerti, ia akan
pergi. Sambil berjalan ke arah gerbang, ia menepuk Sekretaris Hyun untuk ikut
pergi, agar membiarkan Maru dan pacarnya berdua. Tapi Jae Shik heran dengan
tanggapan Sekretaris Hyun yang tak mau meninggalkan mereka, malah akan
menunggu.
Setelah Jae Shik pergi, Maru
segera melepaskan pelukannya dan mendorong Eun Gi menjauh, mengagetkan gadis
itu. Ia menyuruh Eun Gi dan Sekretaris Hyun untuk tinggal di sini selama 30
menit, baru setelah itu mereka dapat pergi.
Pelukan itu meyakinkan Eun Gi. Ia
menahan Maru dengan memegangi lengan bajunya. Apakah mereka selalu berbicara
secara banmal (informal) sebelumnya? Maka ia akan bicara banmal pada Maru,
“Apakah kau malu? Kau malu karena aku menjadi seperti ini? Hilang ingatan seperti orang bodoh? Apakah aku begitu mengecewakan sampai kau tak mau bicara padaku?” |
Eun Gi meminta Maru untuk bersabar dan sedikit mengajarinya dan ia
akan cepat mengingatnya dan cepat sembuh.
Sedikit mencemooh, Maru menjawab,
“Karena kecelakaan itu, kupikir kau tak dapat berpikir secara benar. Kita hanya
dua orang yang pernah bertemu sebentar di masa lalu. Dan hubungan kita bukan
hubungan cinta.”
Maru mengedikkan tangannya agar
lepas dari pegangan Eun Gi. Tapi Eun Gi kembali memegangi tangannya, dan kali
ini kata-katanya lebih yakin, “Hatiku mengenali. Hatiku mengingatmu.”
Eun Gi
memegang dadanya dan meneruskan, “Yang ada disini.. mengingat.. dirimu.”
Maru mengaku sibuk, dan ia meminta Sekretaris Hyun
untuk membantu Eun Gi untuk menulis novel. Dan dengan kasar, ia menarik
tangannya dan berlalu pergi.
Sekretaris Hyun kesal, tak
percaya pada pilihan pria yang disukai Eun Gi. Tapi kekesalannya berubah
menjadi khawatir karena melihat Eun Gi memukul-mukul kepalanya, marah pada diri
sendiri.
Sekretaris Hyun menenangkannya, mencoba berbohong kalau Maru yang mereka
cari itu bukanlah pria itu.
Tidak, Eun Gi mengenalnya, “Aku
mengenal orang itu. Percayalah padaku!”
Maru berjalan tanpa menoleh ke
belakang. Hanya ketika ia duduk di mobil, topengnya terbuka. Entah perasaan apa
yang berkecamuk di kepalanya, tapi ia memikirkan Eun Gi.
Jae Shik ternyata menunggu
kemunculan dua tamu Maru. Ia teringat betapa paniknya wanita yang lebih tua
itu saat kehilangan gadis berbaju putih yang ia panggil Direktur Seo. Ia
kemudian mengeluarkan selebaran yang menampilkan foto Eun Gi dan menyimpulkan sesuatu.
Ia lantas menelepon Min Young,
namun Min Young tak mengangkatnya. Min Young mengacuhkan telepon dari Jae Shik,
dan menatap Jae Hee yang sedang mengikuti rapat di kantor.
Rapat ini membahas tentang
perkembangan resor Tae San di Pulau Jeju. Saat melihat presentasi itu, ia
melihat kalau penanggungjawab proyek ini adalah Eun Gi. Ia marah karena nama
Eun Gi masih muncul walaupun Eun Gi sudah menghilang selama setahun ini.
Ia minta untuk menghentikan
proyek ini yang rencananya sebagai hotel bertaraf internasional dan memindahkan
proyek ini di salah satu tempat di daratan Korea.
Tentu saja hal ini ditentang
oleh para anggota rapat. Eun Gi telah bersusah payah melobi pemda dan
masyarakat sekitar, masa semua usaha itu akan percuma. Lagi pula penghentian
proyek ini harus ada ijin..
“Ijin? Ijin dari siapa? Ijin dari
Seo Eun Gi yang sudah hilang selama hampir setahun ini?” tanya Jae Hee sinis,
membuat lawan bicaranya terdiam. Tapi semua anggota rapat menatap Jae Hee
dengan ketidaksetujuan.
Merasa keputusannya ditentang, Eun Gi pun berdiri dan
berkata, “Walaupun saya adalah Presiden Direktur Tae San, tanpa seijin Direktur
Seo saya tak dapat melakukan apapun yang saya inginkan. Rapat hari ini telah
selesai.”
Aihh… Jae Hee lebay banget, deh.
Hanya karena ada nama Eun Gi, masak ia membubarkan sebuah mega proyek?
Memindahkan hotel bertaraf internasional dari pulau strategis ke daratan Korea?
Pantas saja semua anggota rapat tak setuju dengan keputusan Jae Hee.
Jae Hee keluar rapat dengan tekad
baru untuk menghapus nama Eun Gi dari seluruh jabatan di perusahaan Tae San. Dan
ia akan melakukannya pada rapat pemegang saham berikutnya.
Min Young dan
sekretaris Eun Gi terkejut dengan rencana Jae Hee, menganggap hal itu tak
mungkin karena semua para pemegang saham berada di pihak Eun gi.
Tapi bagi Jae Hee, mungkin atau
tidak mungkin rencana itu, semuanya patut untuk dicoba.
Eun Gi pulang ke rumahnya bersama
Sekretaris Hyun. Tapi Eun Gi masih belum ingin masuk dan meminta Sekretaris
Hyun untuk masuk terlebih dahulu.
Ditinggal oleh Sekretaris Hyun,
Eun Gi termenung di pinggir jalan, memikirkan kata-kata Maru yang sinis, yang
mengatakan kalau mereka bukanlah kekasih. Karena mereka hanya dua orang yang
kebetulan mengenal dan berfoto bersama.
“Bohong,” kata Eun Gi kesal dan sekali
lagi Eun Gi memegang dadanya yang berdebar.
Ia tak menyadari kalau di
seberang jalan, Jae Shik mengintai dari dalam mobil.. Rupanya ia mengikuti Eun
Gi pulang dan sekarang ia merekam gerak-gerik Eun Gi dengan handphone-nya.
Dengan video Eun Gi di handphone, Jae
Shik kembali menelepon Min Young. Tapi lagi-lagi Min Young tak mau menerima
teleponnya.
Dan siapa yang datang ke rumah Eun
Gi?
Aww.. ternyata Joon Ha datang
dengan membawa bunga mawar untuk Eun Gi.
Ia muncul di kamar Eun Gi yang lebih
mirip dengan kamar anak SD, lengkap dengan daftar perkalian, penjumlahan dan huruf
yang menutupi seluruh dinding kamar. Begitu pula tulisan huruf Seo Eun Gi dan
Kang Maru tertempel di sana.
Joon Ha melihat Eun Gi sibuk
menulis halus dan ia mengetuk pintu. Tanpa menoleh Eun Gi mempersilahkan masuk,
mengira yang datang adalah Sekretaris Hyun. Ia bertanya, “Sebelum kecelakaan,
kau bilang kalau aku gadis yang cerdas, kan?”
“Ya, dan bahkan kau dipanggil
jenius ribuan kali,” kata Joon Ha, membuat Eun Gi kaget. Senyum Eun Gi langsung
tersungging lebar melihat kehadiran Joon Ha.
Senyumnya semakin lebar saat menerima bunga
mawar dari Joon Ha dan berterima kasih akan bunga yang cantik itu.
Dan saya pun juga tersenyum lebar
melihat mereka berdua.
Joon Ha meminta Eun Gi untuk tetap
bersemangat walaupun sudah lelah belajar, “Kalau kau sudah kembali ke dirimu
yang dulu, ada banyak yang ingin kuceritakan padamu.”
Eun Gi malah penasaran, “Apa itu?
Tak dapatkah kau ceritakan padaku sekarang?”
Tidak, Joon Ha tak mau
menceritakan sekarang. Ketika Eun Gi sudah punya kekuatan untuk melawan apa
yang akan ia katakan, saat itu Joon Ha akan menceritakan semuanya, tanpa
satupun yang akan ia sembunyikan.
Eun Gi memandangi tulisan Seo Eun
Gi Kang Maru di dinding, “Apakah aku bisa sembuh? Apakah aku bisa kembali
menjadi diriku yang lama?” tanya Eun Gi ragu.
“Aku percaya kau akan kembali.
Dan aku akan memastikan hal itu akan terjadi,” jawab Joon Ha yakin.
Eun Gi pun mengangguk-angguk
gembira dan mulai belajar lagi.
Di karaoke bar, Jung menangis
terisak-isak. Ia tak rela memberikan rahasia perusahaannya yang ada di dalam
USB yang sedang ia genggam.
Karena Jung tak mau memberikan
USB itu, Marulah yang mengambil USB itu dari tangan Jung dan menawarkan untuk
karaoke. Tapi Jung masih tetap menangis. Dengan santai Maru menawarkan dirinya
untuk menyanyikan lagu untuk Jung. Atau kalau mau, ia akan memanggil
gadis-gadis penghibur untuk menari di depan Jung.
Tapi tidak, Jung mengungkapkan
kegalauan hatinya, “Aku bukan manusia. Demi keluargaku, demi mencukupi
kebutuhan anak-anakku, aku mengkhianati perusahaan..”
“Kau tak perlu merasa bersalah,”
sela Maru menenangkan. “Demi istrimu yang sakit parah, demi anak-anakmu, kau
boleh sekali-kali mengabaikan prinsip dan hati nuranimu.”
Hmm mmh.. persis yang sedang kau
lakukan saat ini, Maru?
Tapi bukan itu yang dikhawatirkan
Jung. Ia lebih mengkhawatirkan balasan dari Tuhan. Mendengar kekhawatiran Jung,
Maru mengembalikan kekhawatiran itu pada Jung. Apakah hukuman Tuhan itu benar-benar
ada? Apakah Tuhan itu benar-benar ada?
Maru tersenyum sinis dan berkata,
“Kupikir yang namanya Tuhan atau surga itu tak pernah ada. Jika Tuhan memang
ada, kupikir ia tak akan mengijinkan dunia menjadi seperti ini.”
Ia menenggak bir-nya, tapi ia
sudah kehilangan selera sekarang. Ia memberikan gelasnya pada Jung yang masih
termangu dan berdiri. Sebelum pergi ia berkata pada Jung, “Kalau kau mendengar
ada berita TV yang mengabarkan ‘Kang Maru tersambar petir’ maka kau boleh
percaya kalau Tuhan itu memang ada.”
Dalam perjalanan pulang, Maru
ditelepon seseorang yang marah-marah dan menyuruh Maru untuk segera datang ke
rumah sakit. Ia meminta Maru datang sekarang atau kalau tidak ia akan
menjelaskan kondisi kesehatannya pada Choco.
Mendengar ancaman itu, Maru tak
bisa berkelit dan mendatangi tempat praktek kakak kelasnya yang sekarang sudah
menjadi dokter spesialis. Tapi ia hanya mendengarkan penjelasan kakak kelasnya dengan
setengah hati.
Kakak kelas Maru memberitahukan
kalau hasil CT Scan menunjukkan kalau di dalam otak Maru terdapat epidural
hematoma akibat kecelakaan mobil yang lalu. Dan perdarahan itu semakin membesar
jika tak segera dioperasi.
Maru hanya mengangguk-angguk,
mendengar penjelasan itu. Masuk telinga kiri keluar telinga kanan, sehingga
membuat kakak kelas Maru kesal, “Kau sudah kusuruh untuk menjalani pemeriksaan,
kenapa kau tak mau mendengarku? Kenapa kepalamu separah ini? Kau sudah mengalami
gejala-gejala itu, kan? Kau seharusnya harus langsung ke rumah sakit saat kau
muntah dan sakit kepala! Apakah kau ingin penyakitmu tambah parah?”
Maru malah menjawab kalau ia akan
membuat laporan complain ke rumah sakit karena dokter menghina dan
berterial-teriak padanya.
Tapi kakak kelas Maru serius. Ia
menyuruh Maru untuk masuk ke rawat inap dan ia akan menjadwalkan operasi untuk
menghentikan perdarahan itu.
Kali ini Maru juga serius. Akan
ada efek samping yang mungkin ia alami karena operasi yang ia jalani: edema
otak, epilepsy, kelumpuhan, infeksi, bahkan ia mungkin tak akan sadar dari anestesi.
Jadi ia akan memikirkan hal ini dulu dan setelah itu ia akan memberikan
jawabannya. “Apakah aku harus mengambil resiko ini dan melakukan operasi?”
“Apakah kau ingin mati saat kau
sedang berpikir?” kakak kelas Maru ini mulai frustasi.
“Aku benar-benar akan menuntutmu.
Ini ada dokter yang memeras pasiennya,” kata Maru pura-pura serius.
“Kang Maru!” kakak kelas Maru ini
berkata serius.
Maru mengamati CT Scan di komputer dan mengatakan kalau kemungkinan hidupnya adalah
sekitar 20%. Dan ia adalah pria yang selalu sial. Maka ia tak akan melakukannya
sekarang, karena ia tak mungkin masuk dalam 20% itu, kan?
“Maru-ya!” kali ini kakak kelas
Maru mulai memohon.
Maru tersenyum menenangkan kakak
kelasnya. Ia hanya bercanda. Ia akan melakukan operasi. Ia pasti akan
melakukannya, tapi ia harus menyelesaikan beberapa hal terlebih dahulu.
“Dan aku akan datang kesini
setelah itu, hyung.” Ia menepuk bahu dokter itu, memintanya untuk tak
mengkhawatirkannya, “Kau berikan saja obat pereda sakit. Yang paling kuat.”
Eun Gi masih tekun menulis. Kali
ini ia menulis tentang pertemuannya hari itu di buku hariannya. Aku bertemu dengan Kang Maru hari ini. Aku
langsung dapat mengenalinya. Tapi ia tetap berbohong.
Eun Gi merobek sebagian
halamannya dan menunduk kesal.
Sama seperti kakaknya, Eun Suk
menulis buku harian. Jae Hee menemukan buku harian itu dan membacanya. Eun Suk menulis
Ibuku selalu sibuk setiap hari. Jadi ia
tak lagi bermain denganku. Ia tak membacakanku satu buku pun.
Di halaman berikutnya masih ada
tulisan Eun Suk. Aku kangen dengan Eun Gi
Noona.Senang rasanya jika ia kembali dan bermain monster game denganku.
Aww.. Eun Suk manis banget. Eun
Gi yang jahat padanya, ia anggap sebagai permainan monster-monsteran. Ia pun
juga menggambar wajah Eun Gi yang sangar.
Eun Suk yang baru saja mandi
untuk tidur malam, senang melihat ibunya ada di kamar. Apalagi kali ini ibunya
yang akan mempersiapkan semuanya.
Sambil duduk dan mengolesi lotion
ke pipi Eun Suk, Jae Hee bertanya apakah Eun Suk kangen dengan Eun Gi? Bukankah
Eun Gi suka jahat pada Eun Suk?
Jawaban Eun Suk polos sekali,
“Tapi dia kan kakakku. Bu, apa Ibu tak kangen pada Eun Gi Noona?”
Jawaban Eun Suk membuat Jae Hee
tak bisa berkata-kata untuk beberapa saat. Tapi kemudian ia tersenyum dan
mengatakan kalau ia juga kangen pada Eun Gi. Hanya saja jika Eun Gi muncul,
mereka berdua akan berada dalam bahaya.
Jae Hee memeluk Eun Suk dan
memintanya untuk tak menunggu Eun Gi lagi. Jika Eun Gi kembali, maka Eun Suk akan mendapat kesusahan. Dan dalam
hati ia berkata kalau ia akan melakukan segalanya untuk menghentikannya.
Maru pulang dan menemukan catatan
yang dituliskan Eun Gi untuknya, Kang
Maru, segera hubungi aku jika kau telah mengingatku. Aku akan menunggumu. Ia
menyimpan pesan itu dan masuk ke dalam rumah.
Di halaman, Jae Gil sedang
menunggunya. Ia melemparkan sekaleng bir untuk Maru dan bertanya apakah Maru
baru saja pulang dari menipu orang yang lemah dan mudah diserang? Maru tak
menjawab, hanya duduk di samping Jae Gil dan membuka kaleng bir. Ia malah
bertanya tentang Choco. Apakah Choco sudah tidur?
“Ia pergi meninggalkan rumah,”
Jawab Jae Gil pendek.
Maru kaget, ia tak jadi minum.
“Apa?”
“Ia mengemasi barang-barangnya dan meninggalkan
rumah. Ia tak mau menerima apapun darimu
lagi di masa yang akan datang. Ia tak mau memakai sepeserpun dari uang
kotormu itu.”
Maru semakin kaget karena menurut
Jae Gil, siang tadi Choco menguangkan semua tabungan dan asuransinya. Ia
kemudian memberikan semua uang itu pada ayah pelajar yang kemarin datang ke
rumah. Untungnya pria malang yang Maru tipu itu tidak mati. Uang itu akan digunakan
pria itu untuk mendapat perawatan rumah sakit dan membuka kios.
“Kenapa kau tak mencegahnya? Saat
ia melakukan kegilaan itu, kenapa kau tak mencegahnya?” tanya Maru marah.
“Untuk apa aku mencegahnya? Aku
bahkan memuji tindakannya,” jawab Jae Gil. “Aku tak tahu darimana adikmu
mempelajarinya. Tapi dia bisa berpikir benar. Aku tak tahu bagaimana kau bisa
memiliki adik sebaik itu.”
Maru mencengkeram kerah Jae Gil,
“Apakah kau tahu bagaimana payahnya aku mencari uang itu?”
Jae Gil tahu. Ia bahkan sangat
tahu bagaimana Maru mendapatkannya. Ia
bisa menutup mata saat Maru dulu mencari uang dengan menjual tubuhnya. Tapi
tidak sekarang saat Maru menjual jiwanya. “Karena aku tahu darimana uang itu
berasal. Choco juga tahu. Jika kau menjadi dia, apakah kau juga mau menggunakan
uang itu? Kalau aku, lebih baik aku mati saja!”
Jawaban Jae Gil yang diluar
dugaan Maru itu membuat Maru kehilangan kendali. Ia langsung memukul Jae Gil,
walau setelah itu ia kaget dengan tindakannya itu. Ia tak menyangka bisa
memukul sahabatnya sendiri.
Tapi Jae Gil tak marah dengan
pukulan Maru. Sama seperti Choco, ia juga akan pergi meninggalkan rumah, “Sejak
aku kembali dari rumah pria yang kau tipu itu, tiba-tiba nafasku terasa berat jika
harus menghirup udara yang sama denganmu.”
Dan Jae Gil pun meninggalkan Maru
yang duduk termangu sendiri.
Jae Gil menemui Choco di tempat
sauna. Walaupun wajah Choco pucat, tapi Choco masih sempat memijiti kaki
seorang nenek yang mengeluh tak bisa tidur karena sakit. Setelah nenek itu
tertidur, Choco mengikuti Jae Gil pindah ke tempat lain.
Choco bertanya tentang kabar
Maru. Apakah ia baik-baik saja? Ia berharap dengan kepergiaannya, Maru
menyadari kesalahannya dan kembali ke kehidupan normalnya.
Jika tadi Jae Gil membela Choco,
maka sekarang ia membela Maru di hadapan Choco. Ia mengatakan kalau semua yang
dilakukan Maru adalah demi Choco. Kakaknya itu bisa mati jika Choco tak ada di
sisi Maru, “Walaupun seluruh dunia menghina dan menyalahkannya, kau tak boleh
ikut melakukannya.”
Sama seperti Maru, Choco pun
marah pada Jae Gil karena memihak kakaknya. Namun sama seperti yang Jae Gil
lakukan pada Maru, ia meminta Choco untuk melihat dari posisi Maru. “Jika kau
menjadi dia, apakah ia senang melakukan hal ini? Ya. Kau memang malaikat dan
dia adalah setannya. Tapi bagaimana mungkin kau memberikan semua uang itu pada
pria itu?”
Hmm.. si Ashton Kutcher ini oke
juga.
Ditinggal sendiri, Maru hanya
bisa termangu. Saat mengambil handphone di saku, tak sengaja ia mengambil post
it dari Eun Gi. Dibacanya kembali pesan Eun Gi dan ia berbaring di luar rumah
sepanjang malam.
Sementara Eun Gi menempelkan
kembali lembar buku yang ia sobek.
Dan Jae Hee tertidur di samping
Eun Suk.
Keesokan paginya, Min Young
dikejutkan dengan kedatangan Jae Shik yang membuat keributan di kantor. Ia
hanya ingin menemui Min Young.
Di ruangan kantornya, Min Young
langsung mengeluarkan beberapa lembar uang untuk Jae Shik. Tapi Jae Shik
mencemoohnya, ia bukan pengemis (yang mau uang recehan). Ia berpikir untuk
meminta apartemen Tae San.
Haha.. kebayang oleh saya,
bagaimana sulitnya Jae Hee untuk mempertanggungjawabkan pada pemegang saham
jika apartemen itu benar-benar berpindah ke tangan Jae Shik.
Jae Shik meminta imbalan sebesar
itu, karena ia mengetahui sesuatu. Ia menunjukkan video rekaman Eun Gi di
handphonenya dan berkata kalau gadis itu kembali, pasti akan menyulitkan posisi
Jae Hee dan Min Young, kan?
Min Young kaget dengan penemuan
Jae Shik. Dimana Jae Shik menemukan Eun Gi? Jae Shik tertawa mendengar
pertanyaan konyol itu. Jika Min Young menjadi dirinya, apa mungkin Min Young
mau memberitahukan dengan mudahnya?
Jae Shik pun mengulang pertanyaannya lagi,
“Jadi apa kau mau memberikan apartemen Tae San?”
Sekretaris Jo memberikan
perkembangan terbaru dalam perusahaan. Para direktur sangat marah saat mengetahui
kalau Eun Gi memata-matai mereka dan menyimpannya dalam sebuah dokumen. Dokumen
itu berisi semua kesalahan dan kelemahan para direktur. Tapi walaupun begitu,
banyak juga pihak yang meragukan isi dokumen itu.
Handphone Sekretaris Jo berbunyi.
Dari Joon Ha. Jae Hee menyuruh Sekretaris Jo untuk mengangkatnya. Ternyata Joon
Ha ingin bertemu dengan Sekretaris Jo.
Namun yang datang ke ruangan Eun
Gi untuk metemui Joon Ha bukannya Sekretaris Jo, melainkan Jae Hee. Maka Joon
Ha pun bertanya pada Jae Hee, apakah Jae Hee yang menyuruh mengembalikan
dokumen mata-mata itu ke komputer Eun Gi? Jae Hee melakukan itu untuk menghapus
Eun Gi dari Tae San, kan? “Kau yang mengirimkan dokumen itu kepada para
direktur, kan?”
Jae Hee tersenyum dan berkata
kalau Eun Gi seharusnya lebih mempercayai direkturnya, bukannya malah
memata-matai bawahannya. Bayangkan jika dokumen itu sampai ke tangan media.
Joon Ha berteriak kalau Eun Gi
tak pernah melakukannya. Presdir Seo-lah yang memiliki dokumen itu. Saat ia
memberikan dokumen pada Eun Gi, Eun Gi marah besar dan langsung menghapus
dokumen itu ke recycle bin. Tapi sekarang dokumen itu muncul kembali ke dalam
komputer Eun Gi.
Jae Hee sadar kalau Joon Ha tak
dapat ditipu, maka ia menggunakan cara lain. Ia, yang telah duduk dengan
menyilangkan kaki di depan Joon Ha, bangkit dan menghampiri Joon Ha.
Walaupun Jae Hee tahu kalau Joon
Ha akan mengkhianatinya suatu saat nanti, tapi tahukah Joon Ha alasan mengapa
ia tetap mempekerjakan Joon Ha? “Kau adalah orang yang berani mengambil resiko,
menarik dan pintar. Kau juga tahu kalau yang sedang aku lakukan ini adalah
untuk mempermudah hidupku. Sama seperti ayahmu.”
Jae Hee mundur dan tak lagi
berbisik, ia berkata, “Dan jangan memanggilku ‘kau’. Aku ini adalah orang yang
bahkan tak boleh kau tatap, karena aku adalah pemilik Tae San. Lain kali
ucapkan dengan benar.”
Sepanjang malam hingga pagi, Maru tertidur di
luar rumah. Ia bermimpi saat terakhir ia mengejek Eun Gi yang mudah percaya dan
jatuh cinta padanya hanya karena ia mempertaruhkan nyawanya untuk menyelamatkan
boneka Barbie milik Eun Gi. Dengan keji Maru berkata kalau ia bisa melakukan
segalanya untuk mendapatkan Jae Hee kembali.
Dan saat melihat kembali tabrakan
di terowongan, dimana ia sempat melihat wajah Eun Gi yang menangis, itulah yang
membuat Maru terbangun berpeluh keringat, pucat seakan melihat hantu dalam mimpinya.
Tak dapat
disangkal kalau kejadian itu terus menghantui hidupnya.
Jae Shik mengintai rumah Eun Gi.
Saat melihat Sekretaris Hyun pergi, ia mulai bergerak.
Di halaman, Eun Gi memotret apa
yang bisa ia tangkap dengan kameranya. Ia melihat-lihat foto-foto di kameranya
dan mulai menyebutkan namanya dalam bahasa Inggris. Ia menyebut langit, dan
kemudian berkata ‘Sky’. Tapi ia kesulitan saat mengeja cloud dan film.
Melihat fotonya, ia menyebut Seo
Eun Gi. Dan melihat foto Maru, ia menyebut Kang Maru. Kemudian ia asyik
memandangi foto-foto Maru yang masih tersimpan di kameranya.
Keasyikannya itu terganggu oleh
suara seorang pria yang memencet bel rumah. Semula ia tak mempedulikan, hingga
pria itu mengatakan kalau ia adalah suruhan dari Kang Maru.
Buru-buru Eun Gi membukakan
pintu, dan di sana berdiri seorang pria yang mengaku adalah kakaknya Maru. Pria
itu berkata kalau Maru memintanya untuk menjemput Eun Gi, karena Maru ingin
berbicara dengannya.
Eun Gi yang lama pasti tahu kalau
ini adalah jebakan. Tapi tidak dengan Eun Gi baru yang masih polos seperti
anak-anak. Ia tersenyum girang dan meminta waktu satu menit saja untuk
bersiap-siap dan langsung masuk rumah. Eun Gi membongkar seluruh isi lemarinya
dan mulai mematut-matut dirinya di cermin, mencari baju yang cantik untuk
menemui Maru.
Ditinggal sendiri di depan, Jae
Shik tersenyum bangga akan dirinya sendiri, “Ahh.. mudahnya.”
Min Young menemui Jae Hee yang
termenung sendiri, stress akan tekanan yang sedang ia hadapi. Teringat
percakapannya dengan Jae Shik yang menawarkan untuk membuat Eun Gi tak akan
pernah kembali ke Tae San, Min Young memutuskan tak akan memberitahukan
kejadian ini pada Jae Hee.
Min Young malah memberitahukan perkembangan terkini
akan dokumen rahasia yang disebar ke para direktur. Usaha Jae Hee sepertinya
membuahkan hasil. Walau tak mudah membujuk orang yang setia pada Eun Gi, tapi jika
hal ini terus berlanjut, pemecatan Eun Gi akan mungkin terjadi.
Memang tak mudah, tapi aku selalu
berhasil,” kata Jae Hee bangga. “Seperti keajaiban aku sampai di posisi seperti
ini.”
Keajaiban? Membunuh dua orang dan
memasukkan satu orang ke dalam penjara, ia sebut sebagai keajaiban?
Yeah..right.. Wanita ini benar-benar delusional.
Eun Gi mengikuti Jae Shik pergi
dengan wajah sumringah. Di dalam mobil senyumnya tak pernah hilang. Bahkan Jae
Shik pun bisa melihat kalau Eun Gi sangat menyukai Maru. Jae Shik tak habis
pikir bagaimana mungkin Eun Gi bisa meyukainya? “Maru lebih jelek dariku.”
Senyum Eun Gi langsung hilang
saat itu juga, dan berkata, “Paman, dia lebih tampan daripada Paman.”
Bwahaha.. Jae Shik tak dapat
membalas kata-kata Eun Gi, maka ia pun menawarkan minuman untuknya. Eun Gi
tersenyum lagi dan berterima kasih karena sebenarnya ia sedikit haus.
Di rumah, Maru kedatangan
Sekretaris Hyun yang ingin menjemput Eun Gi. Maru tak tahu apa yang dimaksud
oleh Sekretaris Hyun, maka Sekretaris Hyun memberikan pesan yang ditulis Eun Gi
sebelum ia pergi,
“Kata Kang Maru, ada yang ingin ia katakan padaku dan meminta pria ini untuk menjemputku. Kurasa ia telah mengingatku. Aku akan segera kembali.” |
Tapi Maru tak pernah menyuruh
orang untuk menjemput Eun Gi. Mengetahui hal ini, Sekretaris Hyun menjadi
panik. Apa yang harus ia lakukan sekarang?
Membaca pesan itu lagi, Maru
merasa orang yang menjemputnya juga mengenal dirinya. Dan pikirannya langsung
tertuju pada Jae Shik. Ia pun menelepon Jae Shik, tapi Jae Shik tak mengangkatnya.
Saat itu Jae Shik sedang
menghubungi temannya, seorang germo, dan mengatakan kalau ia sedang menuju ke
sana dengan membawa calon gadis penghibur yang jauh lebih cantik dari
gadis-gadisnya yang biasa. Begitu melihat call in waiting dari Maru, Jae Shik
segera menyudahi pembicaraannya dengan temannya dan kemudian ia langsung
mematikan handphone itu.
Sekretaris Hyun teringat pada GPS
yang ia pasang di handphone Eun Gi setelah kecelakaan mobil lalu, dan
menunjukkannya pada Maru. Apakah mereka perlu meminta bantuan polisi?
Maru langsung menyambar handphone
Sekretaris Hyun dan berkata kalau mereka tak perlu menghubungi polisi, karena
ia akan menemukan Eun Gi dengan segera. Maru meminjam handphone itu dan akan mengabarik Sekretaris Hyun jika ada
kabar ia akan menghubungi nanti.
Sekretaris Hyun kaget karena
handphonenya disita, dan berteriak, “Bagaimana kau bisa menghubungiku?” Tapi
Maru sudah keburu pergi.
Maru segera melarikan mobilnya
untuk mengejar Eun Gi. Ia mencoba menelepon Jae Shik kembali, tapi handphone
Jae Shik benar-benar udah dimatikan.
Jae Shik ini ibaratnya kelinci di
perlombaan kelinci dan kura-kura. Tahu kalau keberadaannya tak dapat dikejar
dan Eun Gi pun juga tertidur (sepertinya minumannya diberi obat tidur), ia
berhenti di rest area dan menghabiskan banyak waktu di toilet, Setelah keluar
di toilet pun ia masih menyempatkan diri untuk melihat-lihat buku bacaan di
dalam minimarket.
Namun keleletan kelinci ini,
membuat harapan kita agar Maru menemukan Eun Gi semakin besar. Pada akhirnya
Maru menemukan lokasi rest area tempat mobil Jae Shik berada. Tapi ia masih
harus menemukan mobil Jae Shik. Maka ia turun dari mobil, melihat satu persatu
mobil yang parkir.
Ia mencoba menelepon handpone Eun
Gi, tapi Jae Shik, yang sudah ada di dalam mobil, mengambil handphone Eun Gi
dari tas dan kemudian mematikannya. Ia kemudian menjalankan mobilnya dan
meninggalkan rest area.
Maru semakin panik mendengar
voicemail yang muncul di handphone Eun Gi. Dia mencoba menelepon lagi..
Maru segera mengejarnya, tapi
mobil itu sudah berjalan dengan cepat. Maka Maru masuk ke dalam mobilnya dan
mengejar mobil Jae Shik.
Tak lama, ia dapat menyusul mobil
Jae Shik dan menjajari mobilnya. Dengan masih melaju kencang, Maru membuka
jendela dan mengklakson menyuruh Jae Shik untuk minggir.
Jae Shik kaget melihat Maru
tiba-tiba muncul di sampingnya. Ia semakin mempercepat laju mobilnya, mencoba
lepas dari kejaran Maru.
Tapi Maru tak mau melepaskan Jae
Shik. Ia menginjak gas lebih dalam, dan membelokkan mobilnya tepat ke hadapan
mobil Jae Shik yang melaju kencang, dan berhenti.
Jae Shik kaget dan otomatis
menginjak rem, hingga mobilnya berdecit dan berhenti.
Eun Gi yang terbangun karena mobil berhenti tiba-tiba, kaget melihat ada mobil yang ada di hadapannya.
Eun Gi yang terbangun karena mobil berhenti tiba-tiba, kaget melihat ada mobil yang ada di hadapannya.
Aww… my knight ini shining
armour.
Eh, salah.. Eun Gi’s knight
ini shining armour.
source : http://www.kutudrama.com/2012/10/sinopsis-nice-guy-episode-10-2.html#more
re-posted and re-edited by : dianafitriwidiyani.blogspot.com
No comments:
Post a Comment