Memutar waktu sedikit ke belakang, beberapa jam sebelum
acara penobatan Presiden Direktur Taesan yang baru..
Pagi itu, Maru bersiap-siap memulai hari.Dengan handsfree di
telinga, ia mengucapkan kata-kata yang kita pernah dengar dan diucapkan oleh
Eun Gi di podium.
Di tempat lain, Eun Gi menirukan semua kata-kata Maru sambil
berdandan di depan cermin. Ia sedang menghafalkan pidato. Di belakangnya,
Sekretaris Hyun sedang memilih-milih baju untuk Eun Gi pakai.
Maru tiba di rumah Eun Gi, dan memilihkan sepatu untuknya. Saat Eun Gi keluar menyambutnya, tampak Eun Gi yang tak berbeda dengan Eun Gi lama saat pra-kecelakaan.
Maru tersenyum dan berkata, “Ayo pergi, Direktur Seo Eun Gi.”
Maru sudah ada di auditorium Taesan, tempat penobatan Jae Hee. Ia tersenyum sinis melihat leaflet yang dibagikan, leaflet tentang Jae Hee sebagai Presiden Direktur Taesan yang baru. Maru juga kelihatan bosan dengan pidato Jae Hee. Tapi ia tetap duduk manis di kursinya.
Jae Hee mengungkapkan keberuntungannya membangun Taesan walaupun ia sedang berkabung akan kehilangan suaminya. Dan sekarang ia pun berjanji kalau ia akan membuat Taesan menjadi perushaan global.
Semuanya bertepuk tangan, dan Maru juga bertepuk tangan dengan malas. Namun belum selesai Jae Hee mengakhir pidatonya, pintu ballroom terbuka dan muncullah Eun Gi yang didiampingi Sekretaris Hyun. Maru tersenyum dan menatap Jae Hee, ingin tahu bagaimana reaksinya.
Suara Jae Hee gemetar karena hanya dia, yang menghadap ke pintu ballroom, tahu siapa yang datang. Tapi ia tetap menegarkan suaranya, “Walaupun sayangnya ada pihak-pihak yang tak menyetujui pengangkatan saya sebagai Presiden Direktur. Direktur Go Soo Jeong dan..”
Tapi suara Jae Hee semakin gemetar. Min Young menyadari perubahan itu dan melihat arah pandangan mata Jae Hee. Betapa terkejutnya dia melihat Eun Gi. Begitu juga seluruh undangan yang hadir, termasuk jajaran direksi. Bahkan Eun Suk pun berteriak gembira, “Eun Gi noona..”
Kalimat Jae Hee benar-benar terhenti, matanya hampir keluar melihat Eun Gi berdiri di depannya dan menyapa, “Maafkan aku. Aku telah datang terlambat, kan?” Jae Hee benar-benar menahan nafas saat itu, apalagi mendengar kata-kata lembut Eun Gi, “Apakah kau baik-baik saja,.. Bu?”
Jae Hee menatap Eun Gi tak percaya. Tapi disaksikan seluruh
tamu undangan dan wartawan yang akan merekam setiap gerakannya, ia tak dapat
diam di atas panggung. Ia turun dan bertanya kemana saja Eun Gi selama ini? “Apaka
kau tahu betapa khawatirnya ibumu ini?”
Air mata Jae Hee bukan air mata buaya. Itu air mata tulus. Jae Hee tulus menangis karena posisi Presdir, yang hampir digenggamnya, terlepas.
Mendengar kata-kata Jae Hee yang lembut, Eun Gi pun juga meneteskan air mata dan meminta maaf pada ibunya.
Jae Hee sekarang duduk di kursi di samping para direksi. Namun ia seperti duduk di kursi paku, karena para direktur sesekali meliriknya sambil menatap Eun Gi yang berdiri di podium, menggantikannya berbicara.
Eun Gi mengucapkan pidato persis seperti yang ia latih bersama Maru sebelumnya. Dan ia menutup pidato dengan memperkenalkan orang yang akan membantunya dalam menjalankan perusahaan.
Jae Hee yang masih belum pulih kekagetannya, lebih kaget lagi karena mendengar Eun Gi menyebut nama, “Kang Maru-ssi.” Ia mencari-cari sosok Maru. Apakah dia ada di ruangan ini?
Semua undangan mencari orang yang dimaksud dan mendapat jawabannya saat ada sosok yang berdiri. Sontak seluruh fotografer berlari mendekati orang itu dan berlomba-lomba memotretnya.
Jae Hee menatap tak percaya. Apalagi saat Eun Gi memperkenalkan Maru sebagai tungangannya dan melihat Maru membungkuk pada seluruh tamu undangan. Tanpa sadar air matanya merebak melihat senyum Maru yang hanya tertuju pada Eun Gi yang juga membalas senyumannya.
Di ruangannya, ruangan Presdir, Jae Hee duduk sambil
bertanya-tanya, apa yang sebenarnya terjadi? “Bagaimana mungkin Eun Gi bisa
datang kembali? Bukankah oppa telah..”
Min Young menatap Jae Hee curiga, jadi Jae Hee buru-buru
menghentikan ucapannya. Ia juga tak percaya kalau Maru juga muncul kembali.
Apakah itu benar-benar Kang Maru? Apakah ia sedang bermimpi?
Dan Min Young mengulang semua kenyataan yang ada di hadapan
mereka. Eun Gi telah kembali dan Maru menemaninya. Karena Eun Gi belum pulih
maka ia menempatkan Maru untuk menangani masalah perusahaan, menggantikan Eun
Gi.
Jae Hee berteriak tak mungkin. Mana mungkin Eun Gi mau
setelah tahu apa tujuan Maru. Apalagi bertunangan. Apakah Eun Gi sudah gila?
Mendengar luapan emosi Jae Hee, Min Young bertanya apa yang
sebenarnya membuat Jae Hee marah? “Apakah karena Eun Gi yang kita duga tak akan
kembali, ternyata kembali.." Min Young menatap tajam pada Jae Hee, “.. atau karena
Kang Maru yang telah kau cari kemana-mana, ternyata muncul sebagai tunangannya?”
Ouch.. hati-hati Jae Hee, Min Young bukan terbuat dari batu.
Ia juga mempunyai hati yang bisa cemburu.
Eun Gi berada di ruang kerjanya, tapi ia merasa seperti
asing. Maru tahu kalau semua ini pasti berat bagi Eun Gi. Maka yang dapat ia
berikan sekarang hanyalah memeluknya dan memujinya karena telah melakukan
semuanya dengan baik.
Eun tak habis pikir, kenapa mereka harus melawan ibu
tirinya. Sepertinya Eun Gi tersentuh dengan pelukan Jae Hee yang lembut. Tapi
Maru menjelaskan kalau Jae Hee-lah yang menyerang lebih dulu. Jae Hee dulu yang
mencoba merampas apa yang bukan haknya.
Eun Gi khawatir kalau kemunculannya terlalu cepat padahal ia
belum pulih benar. Bagaimana jika penyakit yang sebenarnya ketahuan? Tidak.
Menurut Maru mereka tak dapat menunggu lebih lama lagi resikonya lebih kecil
jika Eun Gi muncul kembali.
Tapi Eun Gi masih khawatir akan kemungkinan menang mereka.
Tapi Maru menenangkannya. Ia tersenyum dan meyakinkan Eun Gi, “Aku yang akan
bertempur. Kau cukup terus berada di belakangku.”
Aww… so sweet banget nggak sih? Sekarang yang muncul di
kepala saya hanyalah Pangeran Maru menunggang kuda. Dengan pedang di tangan dan
Putri Eun Gi yang memeluk dari belakang, Pangeran Maru menumpas semua musuh
yang menghadang mereka.
Maru teringat akan pertemuannya dengan Joon Ha. Joon Ha
meminta Maru untuk pergi dari hidup Eun Gi setelah tujuan Eun Gi tercapai. Lagipula
tak mungkin ada tempat yang tersisa untuk Maru jika ingatan Eun Gi kembali. Eun
Gi akan ingat bagaimana Maru sebenarnya.
Namun jika ingatan Eun Gi tak kembali, maka Joon Ha akan menyarankan sebuah perjanjian. Ia akan memberikan apapun yang Maru minta. Maru menyindir, “Uang lagi?” Tapi Joon Ha tak terpengaruh akan sindiran itu. Lagi pula sebelumnya Maru juga tak melakukannya demi cinta, kan?
Maka Joon Ha akan mencegahnya. Ia mengingatkan Maru kalau ia
memiliki dokumen tentang kebusukan Maru. Jika ia menunjukkan dokumen itu pada
Eun Gi, maka tamatlah riwayatnya. Bagaimana Maru menggunakan Eun Gi,
mencemoohnya dan menipunya.
Namun jika ingatan Eun Gi tak kembali, maka Joon Ha akan menyarankan sebuah perjanjian. Ia akan memberikan apapun yang Maru minta. Maru menyindir, “Uang lagi?” Tapi Joon Ha tak terpengaruh akan sindiran itu. Lagi pula sebelumnya Maru juga tak melakukannya demi cinta, kan?
“Sekarang.. kalau ini adalah cinta, apa yang akan kau lakukan?” |
Maka Maru memberikan jawaban. Ia minta separuh dari Taesan.
Joon Ha terkejut mendengarnya. Separuh dari Taesan akan diberikan padanya jika
Eun Gi mencapai tujuannya. Jika tidak, ia tak akan mau menerimanya.
Sekarang, Joon Ha pun juga teringat akan percakapannya
dengan Maru saat itu. Sekretaris Hyun duduk di sebelahnya, mengagetkannya
karena terlihat serius berpikir.
Sekretaris Hyun kagum akan kekuatan sebuah cinta. Selama setahun mereka berusaha sedemikian kerasnya namun sia-sia. Tapi hanya butuh 2 bulan bagi Maru untuk mengubah semuanya. Maru bisa menyelamatkan Eun Gi dan membuatnya tersenyum.
Jika bukan karena Maru, mereka tak mungkin bisa mencapai seperti yang sekarang ini. Hanya karena cintalah sebuah mukjizat yang mustahil dapat terjadi.
Joon Ha mengangguk, tapi wajahnya menampakkan kekhawatiran. Ia teringat bagaimana ia mengabulkan permintaan Maru di malam itu. Jika semunya selesai nanti, ia akan memberitahukan syarat Maru ini pada Eun Gi.
Tapi ia mengatakan ini tanpa melihat pada Maru yang telah berdiri membelakanginya. Ia tak melihat betapa tak bahagianya Maru akan syarat itu.
Jae Hee pulang kantor dan tak dinyana kalau Maru dan Eun Gi sudah ada di dalam lift. Kesal, enggan, semua perasaan yang tadi ia rasakan, muncul kembali. Tapi ia memaksakan diri masuk ke dalam lift.
Di dalam lift, ia menyapa Eun Gi ramah, mengajaknya untuk pulang ke rumah. Tapi yang menjawab adalah Maru. Sambil meraih tangan Eun Gi dan menggenggamnya, Maru berkata kalau Eun Gi akan pulang bersamanya.
Gerakan Maru itu tak luput dari mata Jae Hee. Ia mengalihkan pandangannya dari Maru dan memusatkan perhatiannya hanya pada Eun Gi dan mengajaknya makan malam bersama. Lebih dari semua orang, ialah orang yang paling ingin merayakan kepulangan Eun Gi. Ia ingin tahu bagaimana kabar Eun Gi setahun ini.
Eun Gi menatap sesaat pada Maru dan bertanya pada Jae Hee, “Apakah
dia juga bisa ikut?”
Jae Hee menghela nafas tapi langsung tersenyum pada Eun Gi kalau ia dapat melakukannya. Namun senyum itu hilang saat ia keluar lift terlebih dulu. Sementara Maru menggenggam tangan Eun Gi semakin erat.
Seperti sebelumnya saat ia akan bertemu Maru, Jae Hee berdandan dan mengoleskan lipstick ke bibirnya. Namun sesaat kemudian, ia mendesah kesal dan menghapus lipstick itu dengan marah.
Maru dan Eun Gi datang ke rumah Jae Hee. Eun Gi melihat rumahnya seperti pertama kali melihatnya. Kata Maru, ayahnya telah meninggal. Dan ia ingin melihat seperti apa almarhum ayahnya yang sebenarnya.
Di dalam rumah, Jae Hee menyambut Eun Gi dengan senyuman dan pelukan. Ia mengajak Eun Gi untuk makan malam. Tapi Eun Gi bertanya di mana kamar ayahnya? Jae Hee terkejut. Apakah Eun Gi tak tahu di mana kamar ayahnya sendiri?
Maru yang menyadari kalau rahasia Eun Gi akan terbongkar sebentar lagi, langsung maju dan bertanya balik, “Apa mungkin kau telah mengosongkan kamar Eun Gi dan kamar ayahnya, ketika Eun Gi tak ada di sini?”
Jae Hee membantah kalau ia tak pernah melakukan hal itu. Ada
beberapa barang yang ia meman pindahkan karena mengingatkannya pada almarhum ayah Eun
Gi. Tapi ia membiarkan kamar kerjanya seperti sebelumnya.
Maru tahu kalau ia menebak dengan benar, karena Jae Hee meneruskan dengan gugup karena Jae Hee memberitahukan kalau kamar Eun Gi sekarang sudah menjadi kamar bermain Eun Suk dan ia beralasan kalau perubahan ini terjadi karena Eun Suk sangat merindukan kakaknya dan sering bermain di kamar kakaknya.
Eun Gi meminta untuk pergi ke kamar kerja ayahnya dulu, ia akan menyusul nanti. Jae Hee menyetujuinya. Banyak yang harus dilakukan Eun Gi di kamar itu, seperti meminta maaf akan kesalahannya yang tak mendampingi ayahnya saat ia meninggal karena saat itu ia sedang tergila-gila dengan seorang pria.
Jae Hee mengajak Maru untuk membuka anggur terlebih dulu,
karena malam ini tak ada asisten rumah tangga yang membantunya.
Itu hanya alasan Jae Hee semata. Saat berdua di meja makan, Jae Hee menyalak pada Maru. Mengapa Maru kembali? Bukankah Maru mengatakan tak akan berurusan dengan dirinya lagi? “Tak peduli langkah apa yang aku tempuh, tak peduli bagaimana hidupku akan berkahir, katamu kau sudah tak peduli lagi.”
Di kamar kerja ayahnya, Eun Gi menatap foto ayahnya pilu. Kata-kata Jae Hee yang tadi terus terngiang-ngiang di telinganya.
Menghadapi emosi Jae Hee, Maru terlihat kalem. Sambil membuka tutup botol anggur, Maru menjawab kalau ia sudah tak tertarik lagi pada hidup Jae Hee. Ia sudah tak ingat pada gadis yang bernama Han Jae Hee, apa yang ia lakukan untuk gadis itu, dan ia juga sudah tak ingat akan cintanya pada gadis itu.
“Aku sekarang tertarik pada gadis yang sekarang memenuhi pikiranku, yang membuatku bertekuk lutut dan membuatku gila. Alasan aku tak dapat tidur sekarang bukan karena Han Jae Hee. Tapi Seo Eun Gi.” |
Jae Hee terpana mendengar kata-kata Maru. Maru menuang
anggur dan melanjutkan kalau ia harus membasmi monster yang ingin membunuh Eun
Gi. Ia mengambil makanan dan memakannya dengan alasan, “Aku harus memakannya
sebelum Eun Gi memakannya. Siapa yang tahu apa yang ada di dalamnya.”
Jae Hee tak percaya mendengar kata-kata Maru. Apa Maru pikir ia akan meracuni Eun Gi? Untuk apa ia melakukannya?
Maru tersenyum dan membenarkan kata-kata Jae Hee dan seolah mencemoohnya, “Apa yang bisa membuatmu takut sehingga harus meracuni Eun Gi?”
Dengan nada menantang, Maru mengatakan kalau ia yang menjadikan Eun Gi seperti sekarang ini. Ia benar-benar sudah tergila-gila karena demi Eun Gi, ia akan melakukan segalanya untuk mengembalikan posisinya kembali.
Ia juga menyarankan Jae Hee agar segera meninggalkan semuanya ini dan pergi, “Jabatanmu sekarang, jabatan Presiden Direktur, bahkan titel Nyonya Rumah ini, semuanya ini bukanlah milikmu.”
Jae Hee sangat marah mendengar cemooh Maru. Ia sudah tak berkata sopan lagi. Ia berteriak memanggil Maru dengan bajingan dan berkata kalau ia tak takut dengan ancaman Maru,
Merasakan kehadiran Maru, Eun Gi yang terus meneteskan
air mata bertanya apakah yang dikatakan Jae Hee itu benar? Karena ia
tergila-gila pada seorang pria, ia tak berada di sisi ayahnya yang akan
meninggal. Apakah ia dulu seperti itu? Apakah pria itu adalah Maru?
Maru meminta maaf karena semua itu benar. Tapi Eun Gi meminta Maru untuk tak menyesal, “Karena itu malah membuktikan betapa aku menyukaimu,” kata Eun Gi, walau air matanya tak dapat berhenti turun.
Ia akhirnya menundukkan muka, menyembunyikan isakan tangisnya. Maru merasa bersalah, tapi nasi sudah menjadi bubur. Ayah Eun Gi tak dapat hidup kembali.
Yang dapat Maru lakukan hanyalah menghampiri Eun Gi dan mengusap punggungnya. Ia mengajak Eun Gi untuk pulang dan makan di rumah. Hari ini sangat melelahkan dan cukup sudah Eun Gi berakting dan mengistirahatkan otaknya.
Dan Jae Hee duduk sendirian di meja makan dengan botol anggur dan piring yang penuh makanan, tapi tak tersentuh sama sekali.
Di kantor, Min Young mengamati buku tulis anak-anak yang sekarang dipegangnya. Buku itu seperti buku latihan menulis.
Ia teringat bagaimana ia menemukan buku itu di balik lemari saat ia berkunjung ke rumah Sekretaris Hyun.
Dan di sampul belakang buku, ia menemukan tulisan Semangatlah, kau pasti sembuh. Aku menunggu
hari dimana kau benar-benar mengingatku. J.H
Min Young teringat pidato Eun Gi yang menyatakan kalau ia mengidap prosopagnosia karena kecelakaan mobil. Dan ia menebak-nebak, siapa J.H itu.
Apa mungkin Min Young menebak Jae Hee? Dia tak sebodoh itu, kan?
Tentu saja tidak, karena Min Young kemudian menelepon Sekretaris Jo, “Aku ingin melihat tulisan tangan Pengacara Park. Apakah kau bisa memberikannya padaku?”
Yuk, kita menebak. Apa yang sebenarnya dipikirkan oleh Joon
Ha? Apapun itu, ia hanya duduk di mobil di depan rumah Eun Gi, merenung. Dan
setelah itu ia menjalankan mobilnya pergi.
Padahal, tak lama berselang, Eun Gi keluar rumah dan
memandangi langit. Choco yang disuruh Maru untuk mencari Eun Gi untuk makan
malam, pergi ke halaman dan bertanya pada Eun Gi, apa yang ada di langit yang
sedang dilihat Eun Gi?
“Ayahku,” jawab Eun Gi sambil tetap memandangi langit.
Choco mengatakan kalau ayahnya juga ada di langit. Ia
berteriak pada ayahnya di langit, meminta ayah untuk membantu Eun Gi agar
segera sembuh, “Aku akan mengesampingkan harapanku, jadi bantulah kak Eun Gi
terlebih dahulu, ya.”
Eun Gi menatap penuh tanya pada Choco, maka Choco
menjelaskan kalau ayahnya adalah apoteker. Walau sifat ayahnya sangat keras,
tapi ayahnya selalu mengabulkan semua permintaannya pada saat ia sakit. Dan ia
merasa kalau ayahnya masih mempunyai kekuatan itu di surga.
Lantas, apa sebenarnya harapan Choco? Mata Choco
berbinar-binar saat menjawab pertanyaan Eun Gi, “Kakakku selalu sehat dan tak
pernah sakit.Tapi sekarang harapan kak Eun Gi adalah harapanku yang pertama.”
Eun Gi tersenyum dan mengiyakan ketika Choco mengajaknya
makan sebelum ramennya dingin. Mereka pun masuk rumah dengan berangkulan.
Min Young membandingkan tulisan tangan Joon Ha dengan
tulisan tangan di buku tulis Eun Gi. Ternyata sama. Sekretaris Jo yang melihat
buku itu heran, apakah yang dipegang bosnya itu adalah buku tulis anak-anak?
Min Young menjawab kalau buku ini bukanlah milik seorang anak dan inilah
alasannya mengapa Eun Gi tak dapat kembali ke perusahaan.
Sudah larut malam, Choco pun sudah tertidur. Tapi tidak
dengan Eun Gi. Ia masih memikirkan ayahnya,
Hatinya masih berat akan penyesalan. Dan semua itu ia tulis di buku,
lengkap dengan karikatur dirinya yang bertanduk.
Aku, Seo Eun Gi,
jahat, sombong, terlalu percaya diri, manja. Aku tergila-gila pada seorang pria hingga aku dapat menjaga Ayah. Ayah,
aku bersalah. Maafkan aku. Ayah..
Ayah..
Ternyata Maru dan Eun Gi tinggal bersama (meja belajar Maru
ada di ruang depan tempat Maru memberikan sepatu untuk Eun Gi). Maru
mempelajari semua dokumen Taesan. Tapi tiba-tiba kepalanya sakit luar biasa. Dan
ia berkeringat dingin.
Ia segera mengambil botol obat dan meminum satu. Namun obat
itu hanya terasa sesaat, karena sesaat kemudian sakit kepalanya datang lagi
dengan lebih hebat.
Haduh.. not good .. not good .. not good..
Joon Ha menemui Maru yang sedang bekerja di ruangannya.
Melihat Maru tekun membaca dokumen-dokumen, ia berkomentar kalau Maru kelihatan
pantas di sana. Joon Ha memberikan
dokumen yang dapat digunakan Maru untuk menyerang Jae Hee. Rapat berikutnya,
mereka akan membicarakan akuisisi Yesung Medical Group yang ditangani oleh Jae
Hee.
Terdapat beberapa kejanggalan, jadi Joon Ha meminta Maru
untuk menunjukkan kesalahan-kesalahan itu agar para direksi tak menyetujui
akuisisi itu. Semua informasi sudah tertulis di dalam dokumen, dan Maru hanya
perlu untuk membacakannya saja.
Maru melihat-lihat isi dokumen itu, dan mengangguk.
Saat Maru berjalan menuju ruang rapat, ia berpapasan dengan
Jae Hee yang menyapanya ramah. Tapi Maru membalas sapaan itu dengan penuh
kesopanan tapi tak ramah. Jae Hee menyindir Maru yang akan menghadiri rapat
mewakili Eun gi, apa Maru pikir manajemen perusahaan itu sebuah permainan?
Maru tak merasa tersinggung, malah mengembalikan pertanyaan
itu pada Jae Hee, “Apakah itu yang kau pikirkan? Manajemen perusahaan adalah
sebuah permainan?” Tanpa menunggu jawaban Jae Hee yang terlihat marah, Maru
memberi hormat lagi dan berlalu pergi.
Dengan diantar oleh Sekretaris Jo, Min Young mencegat Eun Gi
dan Sekretaris Hyun saat mereka keluar rumah dan akan masuk mobil. Min Young
meminta waktu sebentar dan mengajak mereka berbincang-bincang.
Tapi yang ia ingin ajak untuk berbincang-bincang hanyalah Eun
Gi saja, dan Min Young minta Sekretaris Hyun untuk minggir sebentar. Eun Gi yang
sedari tadi sudah sedikit was-was melihat orang, yang masih cukup asing
baginya, melirik pada Sekretaris Hyun yang ingin menolak tapi tak tahu harus
berkata apa.
Situasi seperti ini, hanya Pangeran Maru yang dapat
menyelamatkannya. Tapi sayang si Pangeran sedang melawan si ibu tiri, Sang Ratu
Jahat.
Hei.. Jae Hee, Ja Hat. Ternyata dua kata itu adalah kata
yang sama!
Sekretaris Hyun menunggu di luar dengan khawatir sambil
sesekali mencuri pandang ke dalam café. Tanpa basa-basi, Min Young menyodorkan buku
tulis biru itu pada Eun Gi dan bertanya, buku siapakah ini?
Tahu kalau ia tak dapat berkelit, Eun Gi menjawab kalau buku
itu miliknya. Min Young merasa aneh karena buku itu berisi latihan mengeja
untuk anak SD, dan Eun Gi melakukan banyak kesalahan dalam mengeja. Eun Gi
menjelaskan kalau ia menggunakan buku itu pada awal setelah ia mengalami
kecelakaan.
“Jadi apakah itu berarti Anda sekarang sudah benar-benar
sembuh?” tanya Min Young.
Eun Gi menjawab iya. Maka Min Young mengeluarkan pena dan
meminta Eun Gi untuk menuliskan sesuatu yang membuktikan dia telah sembuh. Ada
kasus yang mirip dengan Eun Gi.
Salah satu direktur mengalami perubahan mental
setelah kecelakaan, sehingga ia harus turun jabatan untuk mendapatkan
perawatan. “Kalau boleh jujur, sebenarnya banyak yang meragukan Anda. Saya
disini hadir karena permintaan Presdir Seo. Janganlah menyembunyikan sesuatu
dari saya, agar saya bisa tahu dengan pasti kesehatan Anda. Dengan begitu, saya
bisa melindungi Anda.”
Huh.. Bullsh*t
.
Eun Gi ragu dengan penjelasan Min Young. Apakah orang di
depannya ini berkata jujur atau tidak. Dan Min Young memberi pertanyaan untuk
ia jawab, “Anda tahu siapa saya, kan? Siapakah saya? Apakah Anda tidak ingat?”
Dengan pena di tangan, Eun Gi menatap buku tulisnya. Tapi
yang ia lihat adalah daftar pegawai Taesan yang menempel di tembok kamarnya.
Salah satunya adalah Min young. Ia membuka buku, menuliskan sesuatu di dalamnya,
dan menyerahkannya pada Min Young.
Min Young terkejut membaca tulisan Eun Gi dengan ejaan sempurna, Kau adalah orang yang jahat. Apakah
dugaannya salah?
Eun Gi tersenyum dingin dan berkata kalau sekretaris Hyun
akan marah padanya jika ia ngobrol dengan Min Young terlalu lama. Maka ia pamit
dan pergi.
Rupanya konfrontasi Min Young ini memicu timbulnya kenangan
masa lalunya. Ia teringat bagaimana marahnya dia saat Min Young mengkhianatinya
dan mengatai
Min Young sebagai anjing penjaga Jae Hee. Kenangan itu sangat
cepat hingga membuatnya sakit kepala yang sangat parah.
Sekretaris Hyun yang menunggu Eun Gi, langsung berlari dan
menolong Eun Gi yang terduduk di teras café sambil memegangi kepalanya. Mereka
tak menyadari kalau Min Young melihat kejadian itu, dan pandangannya
menampakkan kebingungan. Apakah dugaannya benar?
Ini adalah kali pertama Maru mengikuti rapat. Maru sudah
membuka dokumen Joon Ha dan bersiap-siap untuk menyerang. Tapi ternyata ia
kalah cepat.
Direktur Kim (yang dulu menolak pencopotan Eun Gi dari
jabatan direktur) mengungkit tentang akuisisi grup Yesung. Ia mempertanyakan
mengapa Taesan bisa memenangkan akuisisi ini. Padahal Yesung telah mengumumkan
kalau mereka akan menjual pada Grup Jae-il. Bahkan MOU sudah ditandatangani
antara kedua perusahaan itu. Tapi kenapa Taesan bisa merebut tender ini?
Maru memberi tanda centang pada poin-poin di dalam dokumen
Joon Ha, yang berarti semua yang akan ia ungkapkan (berdasarkan dokumen itu)
telah dikemukakan oleh direktur Kim. Joon Ha pun mengirim SMS pada Maru untuk
tetap diam, karena Direktur Kim telah mengungkapkan semua.
Dengan percaya diri, Jae Hee mengatakan kalau Yesung
ternyata lebih menyukai tawaran yang ia berikan. Sesederhana itu.
Hmm.. dalam berbisinis, tetap ada etika yang harus dijaga,
kan?
Direktur Kim mengatakan kalau Taesan memiliki hubungan baik
dengan Jae-il. Dan jika Taesan membuat gara-gara dengan Jae-il, maka Direktur
Kim khawatir berdampak tak baik di kemudian hari.
Apalagi biaya akuisisi ini membutuhkan dana yang besar yang membuat
mereka harus meminjam ke bank.
Dihadapkan pada kenyataan ini, kepercayaan diri Jae Hee
mulai luntur. Tergagap-gagap ia mengatakan kalau ia akan meminta penjelasan
pada departemen yang berkepentingan akan hal ini.
Jae hee semakin berkeringat dingin saat Direktur Kim mengemukakan
kalau pinjaman ini akan membuat rangking kredit perusahaan menurun, yang
mengakibatkan biaya finansial akuisisi ini menjadi sangat besar. Jika ditarik kesimpulan, apakah Taesan memang
perlu jika terbebani dengan biaya finansial akuisisi ini?
Jae Hee tak dapat menjawab. Maka Maru pun angkat bicara.
Ia mengatakan kalau pantas memang dana sebesar itu
dikeluarkan, karena akuisisi ini akan memuluskan rencana Taesan untuk mendunia.
Dan tentang grup Jae-il, Maru mengungkapkan kenyataan kalau grup Jae-il pun pernah
melakukan hal yang serupa beberapa tahun yang lalu.
Joon Ha terkejut mendengar pembelaan Maru pada Jae Hee. Dan Jae
Hee pun menggunakan kesempatan itu untuk mengatakan kalau ia sebenarnya juga
akan mengatakan hal yang sama dengan Maru.
Ih.. plagiat ide.
Tapi Maru tak membela Jae Hee, dan berkata kalau Jae Hee
telah salah paham akan kata-katanya. Pada Direktur Kim ia berkata kalau ia
menemukan kenyataan yang akan ia beberkan ini, jauh lebih mengkhawatirkan
daripada yang dibeberkan Direktur Kim.
Maru menutup dokumen dari Joon Ha dan mulai menjelaskan. Proses
akuisisi grup Yesung ini bisa terjadi karena sebenarnya ada uang bawah tangan
yang harus diserahkan pada grup Yesung. Joon Ha dan Direktur Kim sepertinya
baru mendengar informasi ini.
Menurut Maru, akuisisi seperti ini pasti akan diselidiki
oleh badan yang berwenang. Jika uang bawah tangan itu ketahuan, maka penyelidikan
itu akan mengarah pada perusahaan mereka. “Dalam prosesnya, jika Taesan
diselidiki karena penggelapan pajak, apa yang akan Anda lakukan? Sebagai
pemilik perusahaan ini, Anda tak berpikiran sejauh itu, kan?”
Jae Hee yang tadinya sudah tenang kembali, menjadi panik
karena semua anggota rapat mulai berbisik-bisik dan menunggu jawaban darinya.
Ia menatap marah pada Maru dan meyakinkan semua orang kalau tak akan ada yang
dirugikan dalam proses akuisisi ini.
“Sampai berapa lama Anda ingin menutupi langit dengan
telapak tangan Anda?” sindir Maru yang maksudnya adalah Jae Hee tak dapat
menutupi rahasianya yang sangat banyak. “Apakah mereka akan melepaskan Anda
hanya karena Anda seorang Chaebol?”
Tatapan Maru menantang Jae Hee sambil bertanya pada anggota
rapat yang lain, “Jika kita diselidiki karena penggelapan pajak, apakah mungkin
kotoran-kotoran yang lainnya akan nampak jika mereka menggoyangkan Taesan?
Apakah yang ada di sini percaya kalau Presiden Han Jae Hee adalah orang yang
benar-benar bersih?”
Whoaaa… ini anak kedokteran? Bukan anak ekonomi?
Rupanya yang kagum pada Maru bukan hanya saya, tapi juga
Joon Ha. Ia bertanya darimana Maru mengetahui informasi uang bawah tangan itu?
Maru menjawab kalau ia mendengar gossip di bursa saham kemarin. Sebenarnya tadi
ia hanya mencoba-coba melempar umpan itu, eh.. ternyata berhasil.
Joon Ha tersenyum tak menyangka akan keberanian Maru.
Bagaimana kalau gossip itu tak benar? Dengan cuek Maru menjawab, “Kalau tidak
benar berarti .. tidak benar.”
Sekarang Joon Ha melihat Maru dengan perspektif baru, dan
bertanya, “Mengapa ia mencampakkanmu?” Maru bingung, siapa yang dibicarakan
Joon Ha sekarang? Yang Joon Ha maksud adalah Jae Hee. “Jika ia bersama orang
sepertimu, ia pasti mendapatkan lebih, lebih bahagia dari yang sekarang ini. Apa
terjadi sesuatu yang tiba-tiba?”
Maru tak menjawab pertanyaan Joon Ha dan bertanya balik, “Apa
ini pujian?” Joon Ha menjawab jujur, iya. Maru meminta agar pembicaraan ini tak
usah dilanjutkan, “Aku juga tahu bagaiamana diriku sebenarnya. Aku juga bangga
pada diriku sendiri.”
Ihh… narsisnya.
Eun Gi dan Sekretaris Hyun menunggu di ruang dokter.
Ternyata yang menjadi dokter Eun Gi adalah dokter Seo, dokter yang menjadi
dosen saat Maru ko-as dulu. Dokter Seo sangat gembira melihat hasil pemeriksaan
Eun Gi yang jauh membaik dari yang sebelumnya. Walau Eun Gi belum cukup mampu
untuk hidup normal seperti orang lain, tapi Agraphia dan Disleksia yang
diderita Eun Gi sudah berkurang banyak.
Dokter Seo menunjuk pada tunangan Eun Gi yang mampu membawa
perubahan Eun Gi sampai sebesar ini. Ia tahu kalau tunangan Eun Gi pernah
mempelajari ilmu kedokteran, dan ia menduga kalau tunangan Eun Gi pasti
berusaha keras untuk membantu Eun Gi, gadis yang ia cintai.
Eun Gi tersenyum malu mendengarnya. Dan Eun Gi pun
menceritakan kalau ia mulai mengingat sedikit demi sedikit kenangan akan
seseorang hanya karena mendengarkan sebuah lagu atau bertemu dengan orang itu.
Sekretaris Hyun berteriak gembira mendengar kata-kata Eun Gi.
Begitu pula Dokter Seo. Ia tahu kalau Eun Gi itu sangat
gigih tapi ita tak menyangka kalau Eun Gi segigih ini dalam berusaha. Ia menyarankan
Eun Gi untuk tak melarikan diri, buka mata lebar-lebar dan bawa kembali semua
memori itu.
Eun Gi tak mengerti maksud Dokter Seo, maka Dokter Seo perlahan-lahan
menjelaskan. Ia menduga kalau sebenarnya Eun Gi tak mau mengingat atau menerima
kenangan itu. Eun Gi tak ingin terluka karenanya, maka di bawah sadar Eun Gi menyembunyikan
diri dalam sebuah tempat yang aman yang bernama hilang ingatan.
Eun Gi tetap masih belum paham maksud Dokter Seo. Maka Dokter Seo
berkata, “Dalam hidupmu, ada sebuah kenangan yang sangat melukaimu hingga
membuatmu ingin mati. Kau harus bisa mengeluarkan kenangan itu. Jangan khawatir
dan janganlah takut. Karena jalan untuk menemukan kembali semua ingatanmu,
diawali dari situ.”
Pulang ke rumah, Maru teringat kata-kata Joon Ha, “Jika ingatan
Eun Gi kembali, Eun Gi akan ingat bagaimana dirimu yang sebenarnya. Tak mungkin
ada tempat yang tersisa untukmu.”
Maru masuk ke dalam rumah dan hampir saja matanya copot karena
mendengar kata-kata Choco tentang ia sudah mencium Jae Gil sebanyak tiga kali
tanpa sepengetahuan Jae Gil. Dan itu tak termasuk dengan pegang-pegangan yang
ia usahakan terjadi senormal mungkin. Dengan boneka binatang (kenapa bukan
giraffe?) ia mencontohkan pegang-pegangan yang telah ia lakukan seperti memeluk
leher atau memegang tangan .
Choco juga menyarankan pada Eun Gi untuk piknik berdua dengan
Maru agar mereka menjadi lebih dekat. Apakah Eun Gi pernah piknik dengan
kakaknya? Choco sangat terkejut saat Eun Gi menggelengkan kepalanya.
“Tak mungkin! Playboy seperti oppa sudah pernah ke Busan,
Hongkong..,” Choco langsung menutup mulutnya, menyadari ia sudah
menjelek-jelekkan kakaknya sendiri di hadapan Eun Gi.
Tapi Eun Gi juga tak menyadarinya. Ia berkata kalau ia tak
ingat apakah pernah pergi berdua atau belum. Mendengar hal ini Choco merasa
lebih kasihan lagi. Kata orang, kita bisa hidup lebih kuat karena kenangan dan
cinta yang mereka miliki. Dan Choco pun menyarankan agar Eun Gi membangun
kenangan itu dengan mengajak kakaknya pergi piknik.
Eun Gi hanya menggeleng. Maru penasaran dengan sikap Eun Gi.
Begitu juga dengan Choco. Mengapa Eun Gi tak mau?
“Karena aku malu,” Eun Gi menunduk dan tersipu. Sepertinya
mengajak pria itu di luar kemampuannya.
Maru tersenyum melihat Eun Gi. Well, Eun Gi yang lama pasti
telah melakukan saran Choco, langsung saat itu juga. Bahkan Eun Gi lama memang
pernah melakukannya dengan mengajak Maru ke pantai. Tapi tidak dengan Eun Gi
yang sekarang.
Jae Hee masih ada di ruangan kantornya, merenung. Min Young
datang dan mengatakan kalau ia telah mendengar kalau akuisisi Yesung telah
dihentikan.
Sedikit menyalahkan Jae Hee, ia bertanya apa Jae Hee pikir Maru tak
memiliki persiapan untuk menjatuhkan Jae Hee? Maru pasti sudah mempersiapkan berbagai
kartu As untuk mengacaukan Jae Hee.
Mmmhhh.. kenapa saya merasa kalau Jae Hee tak suka kalau Min
Young menjelek-jelekkan Maru?
Duduk di kegelapan, Jae Hee meminta Min Young, yang duduk di
kursi terjauh darinya, untuk tetap berada di tempat duduknya itu dan jangan
melangkah lebih dekat padanya, karena akan membahayakan Min Young. Ia akan
mengurus masalahnya sendiri.
Tapi Min Young malah berdiri dan mendekati Jae Hee, “Aku juga
akan mengurus masalahku sendiri. Dan sedekat inilah jarakku denganmu. Tetaplah
diam di sana dan jangan menjauh dariku.”
Kembali ke ruang kerjanya dengan perasaan kesal, Min Young
menelepon Sekretaris Jo untuk mulai melaksankan apa yang telah mereka
persiapkan. Berkaitan dengan Maru. O oh..
Eun Gi yang sekarang rupanya membuat Maru tak dapat tidur.
Ia tersenyum saat teringat betapa wajah Eun Gi tersipu-sipu saat mengatakan
kalau ia malu.
Apalagi ada suara siulan pelan yang terdengar dari balik
selimut. Ia membuka selimut dan melihat kalau Jae Gil sedang menyiulkan sebuah
lagu di handphone.
Maru dan Jae Gil duduk di meja makan dan Jae Gil tersedak
saat minum ketika Maru meminta sarannya, dimana tempat yang bagus untuk
berkencan dengan seorang gadis. Apa yang Jae Gil lakukan saat berkencan? Bermain
apa? Apakah gadis-gadis itu suka kalau ia menyiulkan sebuah lagu?
Jae Gil tertawa tak percaya, si playboy Kang Maru meminta
sarannya? Apakah Maru sudah gila?
Tapi Maru ini sedang serius. Dan Jae Gil langsung menebak
kalau Maru ingin mengajak Eun Gi piknik. Maru hanya bisa mengangguk. Jae Gil
menyadari kalau ketidaktahuan Maru ini karena ini adalah hubungan cinta yang
serius.
Maka Jae Gil menyarankan agar Maru melakukan apa yang dulu
pernah ia lakukan bersama Jae Hee. Mendengar saran itu, Maru terdiam dan
menjawab, “Aku tak ingat.”
Jae Gil mengira Maru bercanda. Tapi Maru serius. Ia sekarang
tak dapat mengingat apa saja yang pernah ia lakukan bersama Jae Hee dulu. Walau
begitu, Maru seperti tak menyesalinya.
Dan yang selanjutnya terjadi adalah Eun Gi terkejut saat ia
bangun tidur. Ia tak berada di tempat tidurnya, tapi sekarang berada di mobil,
bergulung selimut tebal yang berlapis. Dari jendela, ia melihat Maru yang duduk
di pinggir pantai. Ia pun buru-buru keluar dan memanggilnya.
Maru menoleh dan tersenyum sambil menyapa, “Good morning,
nona tukang tidur.”
“Bagaimana aku bisa sampai di sini?” tanya Eun Gi terkejut
tak percaya.
“Aku menggulungmu seperti bossam (gulungan selada yang
berisi daging bakar),” jawab Maru sambil tersenyum.
Setelah itu mereka berjalan-jalan bergandengan tangan pergi
ke berbagai tempat di sekitar pantai. Dan saat itu kita bisa mendengarkan
ucapan Maru pada ayahnya,
“Ayah ..
Suatu hari ada seorang gadis yang memasuki kehidupanku.
Aku melukainya dengan kata-kata yang kuucapkan sekejam mungkin.
Sebisa mungkin aku mendorongnya pergi
Tapi ia masih tetap kembali padaku.
Ia sangat mirip denganku.
Sering kali aku melihat diriku sendiri saat aku melihatnya.
Ia memiliki luka yang juga aku miliki.
Air mata yang mengisi otakku,
Juga mengalir melewati hatinya juga.
Aku yang memberinya luka itu.
Aku yang membuatnya menangis
Seharusnya aku tak bertemu dengannya.
Seharusnya aku tak boleh mengijinkannya untuk memasuki
kehidupan pria sepertiku."
Saat itu mereka memasuki terowongan. Masih berpegangan
tangan, Eun Gi menatap Maru. Tapi tatapannya teralihkan karena ada sebuah mobil
yang sinar lampunya membuatnya silau.
Dan silau
itu membawanya ke sebuah ingatan, dimana ia menginjak gas dan
menabrakkan mobilnya ke mobil yang melaju kencang ke arahnya.
Ingatan itu mengagetkannya. Ia hanya bisa menatap Maru, yang
sekilas melirik dirinya. Tapi wajah Maru sangat tenang, walau Eun Gi menatapnya
dengan pandangan berbeda.
Ayah.. aku menyesalinya.
Untuk pertama kalinya dalam hidupku, aku menyesalinya.
source : http://www.kutudrama.com/2012/10/sinopsis-nice-guy-episode-12-2.html
re-posted and re-edited by : dianafitriwidiyani.blogspot.com
No comments:
Post a Comment