Tuesday, January 22, 2013

Sinopsis Nice Guy Episode 12


Memutar waktu sedikit ke belakang, beberapa jam sebelum acara penobatan Presiden Direktur Taesan yang baru..

Pagi itu, Maru bersiap-siap memulai hari.Dengan handsfree di telinga, ia mengucapkan kata-kata yang kita pernah dengar dan diucapkan oleh Eun Gi di podium.



Di tempat lain, Eun Gi menirukan semua kata-kata Maru sambil berdandan di depan cermin. Ia sedang menghafalkan pidato. Di belakangnya, Sekretaris Hyun sedang memilih-milih baju untuk Eun Gi pakai.


Maru tiba di rumah Eun Gi, dan memilihkan sepatu untuknya. Saat Eun Gi keluar menyambutnya, tampak Eun Gi yang tak berbeda dengan Eun Gi lama saat pra-kecelakaan.


Maru tersenyum dan berkata, “Ayo pergi, Direktur Seo Eun Gi.”


Maru sudah ada di auditorium Taesan, tempat penobatan Jae Hee. Ia tersenyum sinis melihat leaflet yang dibagikan, leaflet tentang Jae Hee sebagai Presiden Direktur Taesan yang baru. Maru juga kelihatan bosan dengan pidato Jae Hee. Tapi ia tetap duduk manis di kursinya.


Jae Hee mengungkapkan keberuntungannya membangun Taesan walaupun ia sedang berkabung akan kehilangan suaminya. Dan sekarang ia pun berjanji kalau ia akan membuat Taesan menjadi perushaan global.


Semuanya bertepuk tangan, dan Maru juga bertepuk tangan dengan malas. Namun belum selesai Jae Hee mengakhir pidatonya, pintu ballroom terbuka dan muncullah Eun Gi yang didiampingi Sekretaris Hyun. Maru tersenyum dan menatap Jae Hee, ingin tahu bagaimana reaksinya.


Suara Jae Hee gemetar karena hanya dia, yang menghadap ke pintu ballroom, tahu siapa yang datang. Tapi ia tetap menegarkan suaranya, “Walaupun sayangnya ada pihak-pihak yang tak menyetujui pengangkatan saya sebagai Presiden Direktur. Direktur Go Soo Jeong dan..”


Tapi suara Jae Hee semakin gemetar. Min Young menyadari perubahan itu dan melihat arah pandangan mata Jae Hee. Betapa terkejutnya dia melihat Eun Gi. Begitu juga seluruh undangan yang hadir, termasuk jajaran direksi. Bahkan Eun Suk pun berteriak gembira, “Eun Gi noona..”


Kalimat Jae Hee benar-benar terhenti, matanya hampir keluar melihat Eun Gi berdiri di depannya dan menyapa, “Maafkan aku. Aku telah datang terlambat, kan?” Jae Hee benar-benar menahan nafas saat itu, apalagi mendengar kata-kata lembut Eun Gi, “Apakah kau baik-baik saja,.. Bu?”


Jae Hee menatap Eun Gi tak percaya. Tapi disaksikan seluruh tamu undangan dan wartawan yang akan merekam setiap gerakannya, ia tak dapat diam di atas panggung. Ia turun dan bertanya kemana saja Eun Gi selama ini? “Apaka kau tahu betapa khawatirnya ibumu ini?”

Joon Ha dan Sekretaris Hyun yang mendengar kata-kata Jae Hee tak terharu sedikitpun.


Eun Gi meminta maaf pada Jae Hee, dan Jae Hee pun memeluknya dan mengelus punggungnya. Air matanya mengalir saat berkata, “Tak apa-apa karena kau sudah kembali.”

Air mata Jae Hee bukan air mata buaya. Itu air mata tulus. Jae Hee tulus menangis karena posisi Presdir, yang hampir digenggamnya, terlepas. 

Mendengar kata-kata Jae Hee yang lembut, Eun Gi pun juga meneteskan air mata dan meminta maaf pada ibunya. 


Jae Hee sekarang duduk di kursi di samping para direksi. Namun ia seperti duduk di kursi paku, karena para direktur sesekali meliriknya sambil menatap Eun Gi yang berdiri di podium, menggantikannya berbicara.


Eun Gi mengucapkan pidato persis seperti yang ia latih bersama Maru sebelumnya. Dan ia menutup pidato dengan memperkenalkan orang yang akan membantunya dalam menjalankan perusahaan.


Jae Hee yang masih belum pulih kekagetannya, lebih kaget lagi karena mendengar Eun Gi menyebut nama, “Kang Maru-ssi.” Ia mencari-cari sosok Maru. Apakah dia ada di ruangan ini?


Semua undangan mencari orang yang dimaksud dan mendapat jawabannya saat ada sosok yang berdiri. Sontak seluruh fotografer berlari mendekati orang itu dan berlomba-lomba memotretnya.


Jae Hee menatap tak percaya. Apalagi saat Eun Gi memperkenalkan Maru sebagai tungangannya dan melihat Maru membungkuk pada seluruh tamu undangan. Tanpa sadar air matanya merebak melihat senyum Maru yang hanya tertuju pada Eun Gi yang juga membalas senyumannya.
Di ruangannya, ruangan Presdir, Jae Hee duduk sambil bertanya-tanya, apa yang sebenarnya terjadi? “Bagaimana mungkin Eun Gi bisa datang kembali? Bukankah oppa telah..”
Min Young menatap Jae Hee curiga, jadi Jae Hee buru-buru menghentikan ucapannya. Ia juga tak percaya kalau Maru juga muncul kembali. Apakah itu benar-benar Kang Maru? Apakah ia sedang bermimpi?
Dan Min Young mengulang semua kenyataan yang ada di hadapan mereka. Eun Gi telah kembali dan Maru menemaninya. Karena Eun Gi belum pulih maka ia menempatkan Maru untuk menangani masalah perusahaan, menggantikan Eun Gi.
Jae Hee berteriak tak mungkin. Mana mungkin Eun Gi mau setelah tahu apa tujuan Maru. Apalagi bertunangan. Apakah Eun Gi sudah gila?
Mendengar luapan emosi Jae Hee, Min Young bertanya apa yang sebenarnya membuat Jae Hee marah? “Apakah karena Eun Gi yang kita duga tak akan kembali, ternyata kembali.." Min Young menatap tajam pada Jae Hee, “.. atau karena Kang Maru yang telah kau cari kemana-mana, ternyata muncul sebagai tunangannya?”
Ouch.. hati-hati Jae Hee, Min Young bukan terbuat dari batu. Ia juga mempunyai hati yang bisa cemburu.
Eun Gi berada di ruang kerjanya, tapi ia merasa seperti asing. Maru tahu kalau semua ini pasti berat bagi Eun Gi. Maka yang dapat ia berikan sekarang hanyalah memeluknya dan memujinya karena telah melakukan semuanya dengan baik.
Eun tak habis pikir, kenapa mereka harus melawan ibu tirinya. Sepertinya Eun Gi tersentuh dengan pelukan Jae Hee yang lembut. Tapi Maru menjelaskan kalau Jae Hee-lah yang menyerang lebih dulu. Jae Hee dulu yang mencoba merampas apa yang bukan haknya.

Eun Gi khawatir kalau kemunculannya terlalu cepat padahal ia belum pulih benar. Bagaimana jika penyakit yang sebenarnya ketahuan? Tidak. Menurut Maru mereka tak dapat menunggu lebih lama lagi resikonya lebih kecil jika Eun Gi muncul kembali.

Tapi Eun Gi masih khawatir akan kemungkinan menang mereka. Tapi Maru menenangkannya. Ia tersenyum dan meyakinkan Eun Gi, “Aku yang akan bertempur. Kau cukup terus berada di belakangku.”

Aww… so sweet banget nggak sih? Sekarang yang muncul di kepala saya hanyalah Pangeran Maru menunggang kuda. Dengan pedang di tangan dan Putri Eun Gi yang memeluk dari belakang, Pangeran Maru menumpas semua musuh yang menghadang mereka.

Maru teringat akan pertemuannya dengan Joon Ha. Joon Ha meminta Maru untuk pergi dari hidup Eun Gi setelah tujuan Eun Gi tercapai. Lagipula tak mungkin ada tempat yang tersisa untuk Maru jika ingatan Eun Gi kembali. Eun Gi akan ingat bagaimana Maru sebenarnya.


Namun jika ingatan Eun Gi tak kembali, maka Joon Ha akan menyarankan sebuah perjanjian. Ia akan memberikan apapun yang Maru minta. Maru menyindir, “Uang lagi?” Tapi Joon Ha tak terpengaruh akan sindiran itu. Lagi pula sebelumnya Maru juga tak melakukannya demi cinta, kan?

“Sekarang.. kalau ini adalah cinta, apa yang akan kau lakukan?”
Maka Joon Ha akan mencegahnya. Ia mengingatkan Maru kalau ia memiliki dokumen tentang kebusukan Maru. Jika ia menunjukkan dokumen itu pada Eun Gi, maka tamatlah riwayatnya. Bagaimana Maru menggunakan Eun Gi, mencemoohnya dan menipunya.
Maru tersenyum getir dan bertanya sendiri, “Apa aku melakukannya?”

Maka Maru memberikan jawaban. Ia minta separuh dari Taesan. Joon Ha terkejut mendengarnya. Separuh dari Taesan akan diberikan padanya jika Eun Gi mencapai tujuannya. Jika tidak, ia tak akan mau menerimanya.


Sekarang, Joon Ha pun juga teringat akan percakapannya dengan Maru saat itu. Sekretaris Hyun duduk di sebelahnya, mengagetkannya karena terlihat serius berpikir.


Sekretaris Hyun kagum akan kekuatan sebuah cinta. Selama setahun mereka berusaha sedemikian kerasnya namun sia-sia. Tapi hanya butuh 2 bulan bagi Maru untuk mengubah semuanya. Maru bisa menyelamatkan Eun Gi dan membuatnya tersenyum.

Jika bukan karena Maru, mereka tak mungkin bisa mencapai seperti yang sekarang ini. Hanya karena cintalah sebuah mukjizat yang mustahil dapat terjadi.


Joon Ha mengangguk, tapi wajahnya menampakkan kekhawatiran. Ia teringat bagaimana ia mengabulkan permintaan Maru di malam itu. Jika semunya selesai nanti, ia akan memberitahukan syarat Maru ini pada Eun Gi. 


Tapi ia mengatakan ini tanpa melihat pada Maru yang telah berdiri membelakanginya. Ia tak melihat betapa tak bahagianya Maru akan syarat itu.


Jae Hee pulang kantor dan tak dinyana kalau Maru dan Eun Gi sudah ada di dalam lift. Kesal, enggan, semua perasaan yang tadi ia rasakan, muncul kembali. Tapi ia memaksakan diri masuk ke dalam lift.


Di dalam lift, ia menyapa Eun Gi ramah, mengajaknya untuk pulang ke rumah. Tapi yang menjawab adalah Maru. Sambil meraih tangan Eun Gi dan menggenggamnya, Maru berkata kalau Eun Gi akan pulang bersamanya.


Gerakan Maru itu tak luput dari mata Jae Hee. Ia mengalihkan pandangannya dari Maru dan memusatkan perhatiannya hanya pada Eun Gi dan mengajaknya makan malam bersama. Lebih dari semua orang, ialah orang yang paling ingin merayakan kepulangan Eun Gi. Ia ingin tahu bagaimana kabar Eun Gi setahun ini.

Eun Gi menatap sesaat pada Maru dan bertanya pada Jae Hee, “Apakah dia juga bisa ikut?”


Jae Hee menghela nafas tapi langsung tersenyum pada Eun Gi kalau ia dapat melakukannya. Namun senyum itu hilang saat ia keluar lift terlebih dulu. Sementara Maru menggenggam tangan Eun Gi semakin erat.


Seperti sebelumnya saat ia akan bertemu Maru, Jae Hee berdandan dan mengoleskan lipstick ke bibirnya. Namun sesaat kemudian, ia mendesah kesal dan menghapus lipstick itu dengan marah.


Maru dan Eun Gi datang ke rumah Jae Hee. Eun Gi melihat rumahnya seperti pertama kali melihatnya. Kata Maru, ayahnya telah meninggal. Dan ia ingin melihat seperti apa almarhum ayahnya yang sebenarnya.


Di dalam rumah, Jae Hee menyambut Eun Gi dengan senyuman dan pelukan. Ia mengajak Eun Gi untuk makan malam. Tapi Eun Gi bertanya di mana kamar ayahnya? Jae Hee terkejut. Apakah Eun Gi tak tahu di mana kamar ayahnya sendiri?


Maru yang menyadari kalau rahasia Eun Gi akan terbongkar sebentar lagi, langsung maju dan bertanya balik, “Apa mungkin kau telah mengosongkan kamar Eun Gi dan kamar ayahnya, ketika Eun Gi tak ada di sini?”

Jae Hee membantah kalau ia tak pernah melakukan hal itu. Ada beberapa barang yang ia meman pindahkan karena mengingatkannya pada almarhum ayah Eun Gi. Tapi ia membiarkan kamar kerjanya seperti sebelumnya.


Maru tahu kalau ia menebak dengan benar, karena Jae Hee meneruskan dengan gugup karena Jae Hee memberitahukan kalau kamar Eun Gi sekarang sudah menjadi kamar bermain Eun Suk dan ia beralasan kalau perubahan ini terjadi karena Eun Suk sangat merindukan kakaknya dan sering bermain di kamar kakaknya.


Eun Gi meminta untuk pergi ke kamar kerja ayahnya dulu, ia akan menyusul nanti. Jae Hee menyetujuinya. Banyak yang harus dilakukan Eun Gi di kamar itu, seperti meminta maaf akan kesalahannya yang tak mendampingi ayahnya saat ia meninggal karena saat itu ia sedang tergila-gila dengan seorang pria.

Jae Hee mengajak Maru untuk membuka anggur terlebih dulu, karena malam ini tak ada asisten rumah tangga yang membantunya.

Itu hanya alasan Jae Hee semata. Saat berdua di meja makan, Jae Hee menyalak pada Maru. Mengapa Maru kembali? Bukankah Maru mengatakan tak akan berurusan dengan dirinya lagi? “Tak peduli langkah apa yang aku tempuh, tak peduli bagaimana hidupku akan berkahir, katamu kau sudah tak peduli lagi.”


Di kamar kerja ayahnya, Eun Gi menatap foto ayahnya pilu. Kata-kata Jae Hee yang tadi terus terngiang-ngiang di telinganya.


Menghadapi emosi Jae Hee, Maru terlihat kalem. Sambil membuka tutup botol anggur, Maru menjawab kalau ia sudah tak tertarik lagi pada hidup Jae Hee. Ia sudah tak ingat pada gadis yang bernama Han Jae Hee, apa yang ia lakukan untuk gadis itu, dan ia juga sudah tak ingat akan cintanya pada gadis itu.

 “Aku sekarang tertarik pada gadis yang sekarang memenuhi pikiranku, yang membuatku bertekuk lutut dan membuatku gila. Alasan aku tak dapat tidur sekarang bukan karena Han Jae Hee. Tapi Seo Eun Gi.” 
Jae Hee terpana mendengar kata-kata Maru. Maru menuang anggur dan melanjutkan kalau ia harus membasmi monster yang ingin membunuh Eun Gi. Ia mengambil makanan dan memakannya dengan alasan, “Aku harus memakannya sebelum Eun Gi memakannya. Siapa yang tahu apa yang ada di dalamnya.”


Jae Hee tak percaya mendengar kata-kata Maru. Apa Maru pikir ia akan meracuni Eun Gi? Untuk apa ia melakukannya?

Maru tersenyum dan membenarkan kata-kata Jae Hee dan seolah mencemoohnya, “Apa yang bisa membuatmu takut sehingga harus meracuni Eun Gi?”

Dengan nada menantang, Maru mengatakan kalau ia yang menjadikan Eun Gi seperti sekarang ini. Ia benar-benar sudah tergila-gila karena demi Eun Gi, ia akan melakukan segalanya untuk mengembalikan posisinya kembali.

Ia juga menyarankan Jae Hee agar segera meninggalkan semuanya ini dan pergi, “Jabatanmu sekarang, jabatan Presiden Direktur, bahkan titel Nyonya Rumah ini, semuanya ini bukanlah milikmu.”

Jae Hee sangat marah mendengar cemooh Maru. Ia sudah tak berkata sopan lagi. Ia berteriak memanggil Maru dengan bajingan dan berkata kalau ia tak takut dengan ancaman Maru, 

“Aku ini Han Jae Hee! Kenapa semua ini bukan milikku? Semua yang ada di rumah ini adalah milikku, dari garpu, piring bahkan debu yang menempel, semuanya adalah milikku. Jika aku mempunyainya, berarti aku memilikinya. Semua ini adalah milikku, sialan!”
Merasakan kehadiran Maru, Eun Gi yang terus meneteskan air mata bertanya apakah yang dikatakan Jae Hee itu benar? Karena ia tergila-gila pada seorang pria, ia tak berada di sisi ayahnya yang akan meninggal. Apakah ia dulu seperti itu? Apakah pria itu adalah Maru?


Maru meminta maaf karena semua itu benar. Tapi Eun Gi meminta Maru untuk tak menyesal, “Karena itu malah membuktikan betapa aku menyukaimu,” kata Eun Gi, walau air matanya tak dapat berhenti turun.


Ia akhirnya menundukkan muka, menyembunyikan isakan tangisnya. Maru merasa bersalah, tapi nasi sudah menjadi bubur. Ayah Eun Gi tak dapat hidup kembali.


Yang dapat Maru lakukan hanyalah menghampiri Eun Gi dan mengusap punggungnya. Ia mengajak Eun Gi untuk pulang dan makan di rumah. Hari ini sangat melelahkan dan cukup sudah Eun Gi berakting dan mengistirahatkan otaknya.


Dan Jae Hee duduk sendirian di meja makan dengan botol anggur dan piring yang penuh makanan, tapi tak tersentuh sama sekali.


Di kantor, Min Young mengamati buku tulis anak-anak yang sekarang dipegangnya. Buku itu seperti buku latihan menulis.


Ia teringat bagaimana ia menemukan buku itu di balik lemari saat ia berkunjung ke rumah Sekretaris Hyun.

Dan di sampul belakang buku, ia menemukan tulisan Semangatlah, kau pasti sembuh. Aku menunggu hari dimana kau benar-benar mengingatku. J.H


Min Young teringat pidato Eun Gi yang menyatakan kalau ia mengidap prosopagnosia karena kecelakaan mobil. Dan ia menebak-nebak, siapa J.H itu.

Apa mungkin Min Young menebak Jae Hee? Dia tak sebodoh itu, kan?


Tentu saja tidak, karena Min Young kemudian menelepon Sekretaris Jo, “Aku ingin melihat tulisan tangan Pengacara Park. Apakah kau bisa memberikannya padaku?”


Yuk, kita menebak. Apa yang sebenarnya dipikirkan oleh Joon Ha? Apapun itu, ia hanya duduk di mobil di depan rumah Eun Gi, merenung. Dan setelah itu ia menjalankan mobilnya pergi.
Padahal, tak lama berselang, Eun Gi keluar rumah dan memandangi langit. Choco yang disuruh Maru untuk mencari Eun Gi untuk makan malam, pergi ke halaman dan bertanya pada Eun Gi, apa yang ada di langit yang sedang dilihat Eun Gi?
“Ayahku,” jawab Eun Gi sambil tetap memandangi langit.
Choco mengatakan kalau ayahnya juga ada di langit. Ia berteriak pada ayahnya di langit, meminta ayah untuk membantu Eun Gi agar segera sembuh, “Aku akan mengesampingkan harapanku, jadi bantulah kak Eun Gi terlebih dahulu, ya.”
Eun Gi menatap penuh tanya pada Choco, maka Choco menjelaskan kalau ayahnya adalah apoteker. Walau sifat ayahnya sangat keras, tapi ayahnya selalu mengabulkan semua permintaannya pada saat ia sakit. Dan ia merasa kalau ayahnya masih mempunyai kekuatan itu di surga.
Lantas, apa sebenarnya harapan Choco? Mata Choco berbinar-binar saat menjawab pertanyaan Eun Gi, “Kakakku selalu sehat dan tak pernah sakit.Tapi sekarang harapan kak Eun Gi adalah harapanku yang pertama.”
Eun Gi tersenyum dan mengiyakan ketika Choco mengajaknya makan sebelum ramennya dingin. Mereka pun masuk rumah dengan berangkulan.
Min Young membandingkan tulisan tangan Joon Ha dengan tulisan tangan di buku tulis Eun Gi. Ternyata sama. Sekretaris Jo yang melihat buku itu heran, apakah yang dipegang bosnya itu adalah buku tulis anak-anak?
Min Young menjawab kalau buku ini bukanlah milik seorang anak dan inilah alasannya mengapa Eun Gi tak dapat kembali ke perusahaan.
Sudah larut malam, Choco pun sudah tertidur. Tapi tidak dengan Eun Gi. Ia masih memikirkan ayahnya,  Hatinya masih berat akan penyesalan. Dan semua itu ia tulis di buku, lengkap dengan karikatur dirinya yang bertanduk.
Aku, Seo Eun Gi, jahat, sombong, terlalu percaya diri, manja. Aku tergila-gila pada seorang pria hingga aku dapat menjaga Ayah. Ayah, aku bersalah. Maafkan aku. Ayah.. Ayah..
Ternyata Maru dan Eun Gi tinggal bersama (meja belajar Maru ada di ruang depan tempat Maru memberikan sepatu untuk Eun Gi). Maru mempelajari semua dokumen Taesan. Tapi tiba-tiba kepalanya sakit luar biasa. Dan ia berkeringat dingin.
Ia segera mengambil botol obat dan meminum satu. Namun obat itu hanya terasa sesaat, karena sesaat kemudian sakit kepalanya datang lagi dengan lebih hebat.
Haduh.. not good .. not good .. not good..
Joon Ha menemui Maru yang sedang bekerja di ruangannya. Melihat Maru tekun membaca dokumen-dokumen, ia berkomentar kalau Maru kelihatan pantas di sana. Joon Ha memberikan dokumen yang dapat digunakan Maru untuk menyerang Jae Hee. Rapat berikutnya, mereka akan membicarakan akuisisi Yesung Medical Group yang ditangani oleh Jae Hee.
Terdapat beberapa kejanggalan, jadi Joon Ha meminta Maru untuk menunjukkan kesalahan-kesalahan itu agar para direksi tak menyetujui akuisisi itu. Semua informasi sudah tertulis di dalam dokumen, dan Maru hanya perlu untuk membacakannya saja.
Maru melihat-lihat isi dokumen itu, dan mengangguk.
Saat Maru berjalan menuju ruang rapat, ia berpapasan dengan Jae Hee yang menyapanya ramah. Tapi Maru membalas sapaan itu dengan penuh kesopanan tapi tak ramah. Jae Hee menyindir Maru yang akan menghadiri rapat mewakili Eun gi, apa Maru pikir manajemen perusahaan itu sebuah permainan?
Maru tak merasa tersinggung, malah mengembalikan pertanyaan itu pada Jae Hee, “Apakah itu yang kau pikirkan? Manajemen perusahaan adalah sebuah permainan?” Tanpa menunggu jawaban Jae Hee yang terlihat marah, Maru memberi hormat lagi dan berlalu pergi.
Dengan diantar oleh Sekretaris Jo, Min Young mencegat Eun Gi dan Sekretaris Hyun saat mereka keluar rumah dan akan masuk mobil. Min Young meminta waktu sebentar dan mengajak mereka berbincang-bincang.
Tapi yang ia ingin ajak untuk berbincang-bincang hanyalah Eun Gi saja, dan Min Young minta Sekretaris Hyun untuk minggir sebentar. Eun Gi yang sedari tadi sudah sedikit was-was melihat orang, yang masih cukup asing baginya, melirik pada Sekretaris Hyun yang ingin menolak tapi tak tahu harus berkata apa.
Situasi seperti ini, hanya Pangeran Maru yang dapat menyelamatkannya. Tapi sayang si Pangeran sedang melawan si ibu tiri, Sang Ratu Jahat. 
Hei.. Jae Hee, Ja Hat. Ternyata dua kata itu adalah kata yang sama!
Sekretaris Hyun menunggu di luar dengan khawatir sambil sesekali mencuri pandang ke dalam café. Tanpa basa-basi, Min Young menyodorkan buku tulis biru itu pada Eun Gi dan bertanya, buku siapakah ini?
Tahu kalau ia tak dapat berkelit, Eun Gi menjawab kalau buku itu miliknya. Min Young merasa aneh karena buku itu berisi latihan mengeja untuk anak SD, dan Eun Gi melakukan banyak kesalahan dalam mengeja. Eun Gi menjelaskan kalau ia menggunakan buku itu pada awal setelah ia mengalami kecelakaan.
“Jadi apakah itu berarti Anda sekarang sudah benar-benar sembuh?” tanya Min Young.
Eun Gi menjawab iya. Maka Min Young mengeluarkan pena dan meminta Eun Gi untuk menuliskan sesuatu yang membuktikan dia telah sembuh. Ada kasus yang mirip dengan Eun Gi. 
Salah satu direktur mengalami perubahan mental setelah kecelakaan, sehingga ia harus turun jabatan untuk mendapatkan perawatan. “Kalau boleh jujur, sebenarnya banyak yang meragukan Anda. Saya disini hadir karena permintaan Presdir Seo. Janganlah menyembunyikan sesuatu dari saya, agar saya bisa tahu dengan pasti kesehatan Anda. Dengan begitu, saya bisa melindungi Anda.”
Huh.. Bullsh*t

.
Eun Gi ragu dengan penjelasan Min Young. Apakah orang di depannya ini berkata jujur atau tidak. Dan Min Young memberi pertanyaan untuk ia jawab, “Anda tahu siapa saya, kan? Siapakah saya? Apakah Anda tidak ingat?”
Dengan pena di tangan, Eun Gi menatap buku tulisnya. Tapi yang ia lihat adalah daftar pegawai Taesan yang menempel di tembok kamarnya. Salah satunya adalah Min young. Ia membuka buku, menuliskan sesuatu di dalamnya, dan menyerahkannya pada Min Young.
Min Young terkejut membaca tulisan Eun Gi dengan ejaan sempurna, Kau adalah orang yang jahat. Apakah dugaannya salah?
Eun Gi tersenyum dingin dan berkata kalau sekretaris Hyun akan marah padanya jika ia ngobrol dengan Min Young terlalu lama. Maka ia pamit dan pergi.
Rupanya konfrontasi Min Young ini memicu timbulnya kenangan masa lalunya. Ia teringat bagaimana marahnya dia saat Min Young mengkhianatinya dan mengatai Min Young sebagai anjing penjaga Jae Hee. Kenangan itu sangat cepat hingga membuatnya sakit kepala yang sangat parah. 
Sekretaris Hyun yang menunggu Eun Gi, langsung berlari dan menolong Eun Gi yang terduduk di teras café sambil memegangi kepalanya. Mereka tak menyadari kalau Min Young melihat kejadian itu, dan pandangannya menampakkan kebingungan. Apakah dugaannya benar?
Ini adalah kali pertama Maru mengikuti rapat. Maru sudah membuka dokumen Joon Ha dan bersiap-siap untuk menyerang. Tapi ternyata ia kalah cepat.
Direktur Kim (yang dulu menolak pencopotan Eun Gi dari jabatan direktur) mengungkit tentang akuisisi grup Yesung. Ia mempertanyakan mengapa Taesan bisa memenangkan akuisisi ini. Padahal Yesung telah mengumumkan kalau mereka akan menjual pada Grup Jae-il. Bahkan MOU sudah ditandatangani antara kedua perusahaan itu. Tapi kenapa Taesan bisa merebut tender ini?
Maru memberi tanda centang pada poin-poin di dalam dokumen Joon Ha, yang berarti semua yang akan ia ungkapkan (berdasarkan dokumen itu) telah dikemukakan oleh direktur Kim. Joon Ha pun mengirim SMS pada Maru untuk tetap diam, karena Direktur Kim telah mengungkapkan semua.
Dengan percaya diri, Jae Hee mengatakan kalau Yesung ternyata lebih menyukai tawaran yang ia berikan. Sesederhana itu.
Hmm.. dalam berbisinis, tetap ada etika yang harus dijaga, kan?
Direktur Kim mengatakan kalau Taesan memiliki hubungan baik dengan Jae-il. Dan jika Taesan membuat gara-gara dengan Jae-il, maka Direktur Kim khawatir berdampak tak baik di kemudian hari.
Apalagi biaya akuisisi ini membutuhkan dana yang besar yang membuat mereka harus meminjam ke bank.
Dihadapkan pada kenyataan ini, kepercayaan diri Jae Hee mulai luntur. Tergagap-gagap ia mengatakan kalau ia akan meminta penjelasan pada departemen yang berkepentingan akan hal ini.
Jae hee semakin berkeringat dingin saat Direktur Kim mengemukakan kalau pinjaman ini akan membuat rangking kredit perusahaan menurun, yang mengakibatkan biaya finansial akuisisi ini menjadi sangat besar.  Jika ditarik kesimpulan, apakah Taesan memang perlu jika terbebani dengan biaya finansial akuisisi ini?
Jae Hee tak dapat menjawab. Maka Maru pun angkat bicara.
Ia mengatakan kalau pantas memang dana sebesar itu dikeluarkan, karena akuisisi ini akan memuluskan rencana Taesan untuk mendunia. Dan tentang grup Jae-il, Maru mengungkapkan kenyataan kalau grup Jae-il pun pernah melakukan hal yang serupa beberapa tahun yang lalu.
Joon Ha terkejut mendengar pembelaan Maru pada Jae Hee. Dan Jae Hee pun menggunakan kesempatan itu untuk mengatakan kalau ia sebenarnya juga akan mengatakan hal yang sama dengan Maru.
Ih.. plagiat ide.
Tapi Maru tak membela Jae Hee, dan berkata kalau Jae Hee telah salah paham akan kata-katanya. Pada Direktur Kim ia berkata kalau ia menemukan kenyataan yang akan ia beberkan ini, jauh lebih mengkhawatirkan daripada yang dibeberkan Direktur Kim.
Maru menutup dokumen dari Joon Ha dan mulai menjelaskan. Proses akuisisi grup Yesung ini bisa terjadi karena sebenarnya ada uang bawah tangan yang harus diserahkan pada grup Yesung. Joon Ha dan Direktur Kim sepertinya baru mendengar informasi ini.
Menurut Maru, akuisisi seperti ini pasti akan diselidiki oleh badan yang berwenang. Jika uang bawah tangan itu ketahuan, maka penyelidikan itu akan mengarah pada perusahaan mereka. “Dalam prosesnya, jika Taesan diselidiki karena penggelapan pajak, apa yang akan Anda lakukan? Sebagai pemilik perusahaan ini, Anda tak berpikiran sejauh itu, kan?”
Jae Hee yang tadinya sudah tenang kembali, menjadi panik karena semua anggota rapat mulai berbisik-bisik dan menunggu jawaban darinya. Ia menatap marah pada Maru dan meyakinkan semua orang kalau tak akan ada yang dirugikan dalam proses akuisisi ini.
“Sampai berapa lama Anda ingin menutupi langit dengan telapak tangan Anda?” sindir Maru yang maksudnya adalah Jae Hee tak dapat menutupi rahasianya yang sangat banyak. “Apakah mereka akan melepaskan Anda hanya karena Anda seorang Chaebol?”
Tatapan Maru menantang Jae Hee sambil bertanya pada anggota rapat yang lain, “Jika kita diselidiki karena penggelapan pajak, apakah mungkin kotoran-kotoran yang lainnya akan nampak jika mereka menggoyangkan Taesan? Apakah yang ada di sini percaya kalau Presiden Han Jae Hee adalah orang yang benar-benar bersih?”
Whoaaa… ini anak kedokteran? Bukan anak ekonomi?
Rupanya yang kagum pada Maru bukan hanya saya, tapi juga Joon Ha. Ia bertanya darimana Maru mengetahui informasi uang bawah tangan itu? Maru menjawab kalau ia mendengar gossip di bursa saham kemarin. Sebenarnya tadi ia hanya mencoba-coba melempar umpan itu, eh.. ternyata berhasil.
Joon Ha tersenyum tak menyangka akan keberanian Maru. Bagaimana kalau gossip itu tak benar? Dengan cuek Maru menjawab, “Kalau tidak benar berarti .. tidak benar.”
Sekarang Joon Ha melihat Maru dengan perspektif baru, dan bertanya, “Mengapa ia mencampakkanmu?” Maru bingung, siapa yang dibicarakan Joon Ha sekarang? Yang Joon Ha maksud adalah Jae Hee. “Jika ia bersama orang sepertimu, ia pasti mendapatkan lebih, lebih bahagia dari yang sekarang ini. Apa terjadi sesuatu yang tiba-tiba?”
Maru tak menjawab pertanyaan Joon Ha dan bertanya balik, “Apa ini pujian?” Joon Ha menjawab jujur, iya. Maru meminta agar pembicaraan ini tak usah dilanjutkan, “Aku juga tahu bagaiamana diriku sebenarnya. Aku juga bangga pada diriku sendiri.”
Ihh… narsisnya.
Eun Gi dan Sekretaris Hyun menunggu di ruang dokter. Ternyata yang menjadi dokter Eun Gi adalah dokter Seo, dokter yang menjadi dosen saat Maru ko-as dulu. Dokter Seo sangat gembira melihat hasil pemeriksaan Eun Gi yang jauh membaik dari yang sebelumnya. Walau Eun Gi belum cukup mampu untuk hidup normal seperti orang lain, tapi Agraphia dan Disleksia yang diderita Eun Gi sudah berkurang banyak.
Dokter Seo menunjuk pada tunangan Eun Gi yang mampu membawa perubahan Eun Gi sampai sebesar ini. Ia tahu kalau tunangan Eun Gi pernah mempelajari ilmu kedokteran, dan ia menduga kalau tunangan Eun Gi pasti berusaha keras untuk membantu Eun Gi, gadis yang ia cintai. 
Eun Gi tersenyum malu mendengarnya. Dan Eun Gi pun menceritakan kalau ia mulai mengingat sedikit demi sedikit kenangan akan seseorang hanya karena mendengarkan sebuah lagu atau bertemu dengan orang itu. Sekretaris Hyun berteriak gembira mendengar kata-kata Eun Gi.
Begitu pula Dokter Seo. Ia tahu kalau Eun Gi itu sangat gigih tapi ita tak menyangka kalau Eun Gi segigih ini dalam berusaha. Ia menyarankan Eun Gi untuk tak melarikan diri, buka mata lebar-lebar dan bawa kembali semua memori itu.
Eun Gi tak mengerti maksud Dokter Seo, maka Dokter Seo perlahan-lahan menjelaskan. Ia menduga kalau sebenarnya Eun Gi tak mau mengingat atau menerima kenangan itu. Eun Gi tak ingin terluka karenanya, maka di bawah sadar Eun Gi menyembunyikan diri dalam sebuah tempat yang aman yang bernama hilang ingatan.
Eun Gi tetap masih belum paham maksud Dokter Seo. Maka Dokter Seo berkata, “Dalam hidupmu, ada sebuah kenangan yang sangat melukaimu hingga membuatmu ingin mati. Kau harus bisa mengeluarkan kenangan itu. Jangan khawatir dan janganlah takut. Karena jalan untuk menemukan kembali semua ingatanmu, diawali dari situ.”
Pulang ke rumah, Maru teringat kata-kata Joon Ha, “Jika ingatan Eun Gi kembali, Eun Gi akan ingat bagaimana dirimu yang sebenarnya. Tak mungkin ada tempat yang tersisa untukmu.”
Maru masuk ke dalam rumah dan hampir saja matanya copot karena mendengar kata-kata Choco tentang ia sudah mencium Jae Gil sebanyak tiga kali tanpa sepengetahuan Jae Gil. Dan itu tak termasuk dengan pegang-pegangan yang ia usahakan terjadi senormal mungkin. Dengan boneka binatang (kenapa bukan giraffe?) ia mencontohkan pegang-pegangan yang telah ia lakukan seperti memeluk leher atau memegang tangan . 
Choco juga menyarankan pada Eun Gi untuk piknik berdua dengan Maru agar mereka menjadi lebih dekat. Apakah Eun Gi pernah piknik dengan kakaknya? Choco sangat terkejut saat Eun Gi menggelengkan kepalanya. 
“Tak mungkin! Playboy seperti oppa sudah pernah ke Busan, Hongkong..,” Choco langsung menutup mulutnya, menyadari ia sudah menjelek-jelekkan kakaknya sendiri di hadapan Eun Gi.
Tapi Eun Gi juga tak menyadarinya. Ia berkata kalau ia tak ingat apakah pernah pergi berdua atau belum. Mendengar hal ini Choco merasa lebih kasihan lagi. Kata orang, kita bisa hidup lebih kuat karena kenangan dan cinta yang mereka miliki. Dan Choco pun menyarankan agar Eun Gi membangun kenangan itu dengan mengajak kakaknya pergi piknik.
Eun Gi hanya menggeleng. Maru penasaran dengan sikap Eun Gi. Begitu juga dengan Choco. Mengapa Eun Gi tak mau?
“Karena aku malu,” Eun Gi menunduk dan tersipu. Sepertinya mengajak pria itu di luar kemampuannya.
Maru tersenyum melihat Eun Gi. Well, Eun Gi yang lama pasti telah melakukan saran Choco, langsung saat itu juga. Bahkan Eun Gi lama memang pernah melakukannya dengan mengajak Maru ke pantai. Tapi tidak dengan Eun Gi yang sekarang.
Jae Hee masih ada di ruangan kantornya, merenung. Min Young datang dan mengatakan kalau ia telah mendengar kalau akuisisi Yesung telah dihentikan.
Sedikit menyalahkan Jae Hee, ia bertanya apa Jae Hee pikir Maru tak memiliki persiapan untuk menjatuhkan Jae Hee? Maru pasti sudah mempersiapkan berbagai kartu As untuk mengacaukan Jae Hee. 
Mmmhhh.. kenapa saya merasa kalau Jae Hee tak suka kalau Min Young menjelek-jelekkan Maru?
Duduk di kegelapan, Jae Hee meminta Min Young, yang duduk di kursi terjauh darinya, untuk tetap berada di tempat duduknya itu dan jangan melangkah lebih dekat padanya, karena akan membahayakan Min Young. Ia akan mengurus masalahnya sendiri.
Tapi Min Young malah berdiri dan mendekati Jae Hee, “Aku juga akan mengurus masalahku sendiri. Dan sedekat inilah jarakku denganmu. Tetaplah diam di sana dan jangan menjauh dariku.”
Kembali ke ruang kerjanya dengan perasaan kesal, Min Young menelepon Sekretaris Jo untuk mulai melaksankan apa yang telah mereka persiapkan. Berkaitan dengan Maru. O oh..
Eun Gi yang sekarang rupanya membuat Maru tak dapat tidur. Ia tersenyum saat teringat betapa wajah Eun Gi tersipu-sipu saat mengatakan kalau ia malu.
Apalagi ada suara siulan pelan yang terdengar dari balik selimut. Ia membuka selimut dan melihat kalau Jae Gil sedang menyiulkan sebuah lagu di handphone. 
Maru dan Jae Gil duduk di meja makan dan Jae Gil tersedak saat minum ketika Maru meminta sarannya, dimana tempat yang bagus untuk berkencan dengan seorang gadis. Apa yang Jae Gil lakukan saat berkencan? Bermain apa? Apakah gadis-gadis itu suka kalau ia menyiulkan sebuah lagu?
Jae Gil tertawa tak percaya, si playboy Kang Maru meminta sarannya? Apakah Maru sudah gila?
Tapi Maru ini sedang serius. Dan Jae Gil langsung menebak kalau Maru ingin mengajak Eun Gi piknik. Maru hanya bisa mengangguk. Jae Gil menyadari kalau ketidaktahuan Maru ini karena ini adalah hubungan cinta yang serius.
Maka Jae Gil menyarankan agar Maru melakukan apa yang dulu pernah ia lakukan bersama Jae Hee. Mendengar saran itu, Maru terdiam dan menjawab, “Aku tak ingat.”
Jae Gil mengira Maru bercanda. Tapi Maru serius. Ia sekarang tak dapat mengingat apa saja yang pernah ia lakukan bersama Jae Hee dulu. Walau begitu, Maru seperti tak menyesalinya.
Dan yang selanjutnya terjadi adalah Eun Gi terkejut saat ia bangun tidur. Ia tak berada di tempat tidurnya, tapi sekarang berada di mobil, bergulung selimut tebal yang berlapis. Dari jendela, ia melihat Maru yang duduk di pinggir pantai. Ia pun buru-buru keluar dan memanggilnya.
Maru menoleh dan tersenyum sambil menyapa, “Good morning, nona tukang tidur.”
“Bagaimana aku bisa sampai di sini?” tanya Eun Gi terkejut tak percaya.
“Aku menggulungmu seperti bossam (gulungan selada yang berisi daging bakar),” jawab Maru sambil tersenyum.
Setelah itu mereka berjalan-jalan bergandengan tangan pergi ke berbagai tempat di sekitar pantai. Dan saat itu kita bisa mendengarkan ucapan Maru pada ayahnya,

“Ayah ..

Suatu hari ada seorang gadis yang memasuki kehidupanku.


Aku melukainya dengan kata-kata yang kuucapkan sekejam mungkin.

Sebisa mungkin aku mendorongnya pergi


Tapi ia masih tetap kembali padaku.


Ia sangat mirip denganku.


Sering kali aku melihat diriku sendiri saat aku melihatnya.


Ia memiliki luka yang juga aku miliki.



Air mata yang mengisi otakku,



Juga mengalir melewati hatinya juga.


Aku yang memberinya luka itu.


Aku yang membuatnya menangis


Seharusnya aku tak bertemu dengannya.


Seharusnya aku tak boleh mengijinkannya untuk memasuki kehidupan pria sepertiku."


Saat itu mereka memasuki terowongan. Masih berpegangan tangan, Eun Gi menatap Maru. Tapi tatapannya teralihkan karena ada sebuah mobil yang sinar lampunya membuatnya silau. 
Dan silau  itu membawanya ke sebuah ingatan, dimana ia menginjak gas dan menabrakkan mobilnya ke mobil yang melaju kencang ke arahnya.
Ingatan itu mengagetkannya. Ia hanya bisa menatap Maru, yang sekilas melirik dirinya. Tapi wajah Maru sangat tenang, walau Eun Gi menatapnya dengan pandangan berbeda.


Ayah.. aku menyesalinya.





Untuk pertama kalinya dalam hidupku, aku menyesalinya.


source : http://www.kutudrama.com/2012/10/sinopsis-nice-guy-episode-12-2.html
re-posted and re-edited by : dianafitriwidiyani.blogspot.com

No comments:

Post a Comment