Tuesday, January 22, 2013

Sinopsis Nice Guy Episode 16




Maru dan Eun Gi menyusuri jalan menuju rumah lama Maru sambil bergandengan tangan. Tiba-tiba Eun Gi menghentikan langkahnya dan berkata kalau ia akhirnya tahu seperti apa Kang Maru sebenarnya,

“Pria yang aku pertaruhkan semua harapan dan cintaku, pria yang sangat kusukai hingga dadaku seperti ingin pecah. Maru-ssi, bagiku kau adalah orang seperti itu.”
Maru hanya terdiam mendengar kata-kata Eun Gi. 


Mereka sampai di depan gerbang rumah lama Maru. Eun Gi tak dapat menyembunyikan nada bahagia saat bertanya pada Maru apakah ia ingat, “Di sini, di tempat ini. Di sini aku mengaku padamu.”


Melihat Maru hanya diam termangu, Eun Gi bertanya, “Apakah kau tak ingat?” Maru masih terdiam membuat Eun Gi khawatir dan berpikir kalau Maru sudah lupa. “Apakah kau ingat?  Kau tak mengingatnya?”

“Karena pria bernama Kang Maru, bangun-bernafas-dan mencintai, menjadi sesuatu yang aku sukai untuk pertama kalinya. Jadi harapanku adalah dapat melihatmu setiap hari, mengatakan ‘aku mencintaimu’ setiap hari, mendengar kau mengatakan ‘aku mencintaimu setiap hari”, bermimpi sebuah mimpi yang sama, melahirkan anak dan membesarkannya. Bersama-sama menjadi tua. Apakah itu mungkin?"
Maru terdiam karena ia menyadari, ingatan mana yang kembali pada Eun Gi. Ingatan yang masih melihat Maru sebagai pria yang dipukuli suruhan Jae Hee karena tak mau meninggalkan Eun Gi.


Perlahan Maru menjawab kalau ia ingat, membuat Eun Gi lega. Dan Eun Gi pun menanyakan pertanyaan yang sama seperti malam itu, “Apakah itu mungkin?”


Mata Eun Gi berbinar-binar dan meminta Maru menjawabnya. Maru hanya tersenyum samar dan mencium Eun Gi dengan lembut, tanpa menjawab.


Mendapat ciuman itu, senyum Eun Gi menjadi senyum yang membujuk. Ia meminta Maru untuk menikahinya, “Bukan sebagai tunangan pura-pura, tapi menikah sebenarnya. Aku ingin menjadi bagian keluarga Maru-ssi yang sebenarnya. Keluarga yang hangat dan tentram,” Eun Gi meraih tangan Maru dan membujuknya, “Ayolah, kita menikah. Ya?”


Hhh.. siapa juga yang bisa menolak permintaan gadis yang menatap penuh cinta dengan puppy eyes seperti Eun Gi.


Sesaat ragu, namun akhirnya Maru pun mengiyakan, membuat Eun Gi tersenyum bahagia.


Eun Gi tak membuang waktu dan membawa Maru pergi ke toko baju pengantin. Ia menunjuk salah satu gaun yang di etalase yang menurutnya sangat cantik. Maru hanya bisa meng-hmmm, sambil mengangguk. Eun Gi akan memakai gaun itu di pernikahan mereka nanti. 


Mulai besok, ia akan mempersiapkan pernikahannya. Ia sudah memilih gaun pengantinnya, dan ia akan segera mencari gedung pernikahan. Apa lagi yang harus ia lakukan?


“Kita harus pergi bulan madu,” jawab Maru.

Eun Gi membenarkan pendapat Maru. Enaknya kemana, ya? Eun Gi bertanya pada Maru, apakah ada tempat tertentu yang ingin Maru kunjungi?

“Mmhh.. kemana saja,” Maru tersenyum menatap Eun Gi.
Dee: Bali, ayo ke Bali! Tapi transit dulu ke Jakarta. I’ll take you anywhere you go.


Namun rencana Eun Gi tak hanya itu. Ia bertanya berapa anak yang seharusnya mereka punyai? Maru ingin satu putra dan satu putri. Tapi menurut Eun Gi terlalu sedikit. Ia ingin 9 anak, sehingga bisa membuat tim baseball.


Maru geli mendengar rencana Eun Gi.  Dan ia tersenyum saat Eun Gi membatalkan rencana pembuatan tim baseball (bukan rencana membuat 9 anak-nya). Eun Gi ingin membebaskan anak-anaknya untuk memilih cita-cita mereka sendiri dan tak ingin memaksa mereka.

Senyum Maru melebar saat Eun Gi mulai merencanakan pernikahan secara detail (Jae Gil menjadi penerima tamu, Choco menyanyikan lagu pernikahan untuk mereka) tapi tak tahu siapa yang akan meresmikan mereka.


Ia bertanya pada Maru, tapi Maru malah tertawa. Eun Gi pun merajuk, seolah ini adalah pertanyaan paling penting di dunia ini.


Maru menatap lembut pada Eun Gi dan menjawab, “Karena aku belum pernah melakukannya, aku juga tak tahu.”


Eun Gi langsung mencari orang yang bisa ia tanyai, “Sekretaris Hyun. Apa kita sebaiknya menanyainya? Tapi ia belum menikah, apa ia tahu? Kalau begitu, sebaiknya kita tanya ke siapa?” tanya Eun Gi sibuk dengan pikirannya sendiri.


Sementara Jae Hee minum-minum sendiri di kedai yang penuh dengan pria. Seorang pria mendatanginya dan mengajaknya minum bersama. Tanpa menoleh, Jae Hee menyuruh pria itu menyingkir darinya.


Tapi pria itu tetap menganggunya, sehingga Jae Hee membentak, “Apakah kau pikir aku datang ke sini untuk minum dengan orang rendahan sepertimu?”

Bentakan itu malah menarik perhatian orang di dalam kedai dan membuat mereka menggunjingkannya. Jae Hee semakin kesal dan membentak pada semua orang untuk tak memandanginya, “Apa kalian pikir aku adalah orang yang bisa kalian pandang seperti itu? Apakah orang seperti kalian cukup berharga bagi perusahaanku?”

Wow, apa Taesan itu sekarang perusahaannya? You wish.. Dan kata-kata itu malah membuat orang-orang ribut dan mulai menunjuk-nunjuk dirinya. Untung saja Min Young datang dan meminta maaf pada semua orang di dalam kedai. 


Ia meminta Jae Hee yang sudah mabuk untuk meninggalkan kedai. Tapi Jae Hee malah bertanya bagaimana Min Young bisa tahu ia ada di sini dan berapa orang yang disuruh Min Young untuk memata-matainya?


Pria yang mengganggu Jae Hee masih marah-marah dan mulai mengatai Jae Hee sinting. Namun kata-kata pria itu terhenti karena Min Young memukulnya.


Jae Hee seakan tak memperhatikan keributan itu, malah mengenang kalau tempat ini adalah tempat biasa ia minum bersama Maru, sebelum ia menyerahkan segalanya demi Taesan. Pada Min Young, ia mendesah dan bertanya apakah Maru juga masih sering ke tempat ini?


Rencana Eun Gi mulai meluas dari rumah yang akan mereka tinggali hingga tempat tidur dan seprei yang ingin dia beli. Akhirnya Maru menghentikannya, “Eun Gi-ya, mari kita menikah setelah semua ingatanmu pulih kembali.


Eun Gi mengerutkan kening, “Kenapa?”

“Apa yang terjadi jika kau berubah pikiran setelah semua ingatanmu kembali?”

“Mengapa aku harus berbah pikiran? Aku tak akan berubah pikiran. Hal itu tak akan mungkin terjadi,” bantah Eun Gi yakin.
“Kau tak pernah tahu,” kata Maru yakin. “Ketika ingatanmu kembali, mungkin ada pria yang lebih menarik yang menunggumu.”

“Aku tetap tak akan pergi padanya,” jawab Eun Gi juga yakin.


Maru mencoba beralasan kalau sangat susah menebak sebuah hati. Tapi Eun Gi tetap yakin kalau Maru tak akan berpaling, dan begitu pula dirinya. Maru mengangguk mengerti. Walau begitu, ia tetap meminta agar mereka menunggu lebih lama lagi.


“Jika setelah ingatanmu kembali dan kau masih tetap ingin menikah denganmu; jika kau masih ingin menikah dengan orang seperti Kang Maru dan memiliki anak dan tua bersamanya, maka saat itu mari kita menikah,” Eun Gi mengerutkan kening, bingung akan ucapan Maru, “aku juga tak akan melepaskanmu.”


Dipeluknya Eun Gi dan ia pun berkata seperti berjanji, “Saat itu aku tak akan pernah melepaskanmu. Tak peduli apapun yang terjadi, apapun orang berkata apa.”


Min Young membawa Jae Hee yang mabuk. Bibi pembantu membantunya membawa ke tempat tidur, dan  menyelimuti Jae Hee.


Setelah bibi pembantu pergi, Jae Hee membuka mata menatap Min Young. Min Young menunduk untuk  menciumnya, tapi Jae Hee memalingkan muka.


“Seo Eun Gi, gadis itu sudah gila. Membuang Taesan untuk mendapatkan Kang Maru?” Min Young hanya menatap Jae Hee yang meracau, “Ia mengatakan kalau aku benar-benar kacau, tapi gadis itu benar-benar sudah gila.


“Aku, Han Jae Hee, membuang Kang Maru untuk mendapatkan Taesan. Aku.. akulah yang benar,” air matanya merebak saat meminta pendapat Min Young, “Tanya pada setiap orang di jalan, mana dari kami yang benar, mana dari kami yang normal. Apa yang mereka lakukan jika mereka adalah Han Jae Hee? Apa yang mereka lakukan jika mereka adalah Seo Eun Gi.”


Min Young diam saja. Tapi Jae Hee sudah memutuskan kalau ialah yang benar, “Kitalah yang benar. Ya, kan?”


Sepertinya Min Young menduga kalau Jae Hee menyesal. Ia bertanya, “Jadi.. kau ingin kembali? Seperti Seu Eun Gi, kau ingin menyerahkan Taesan dan kembali pada Kang Maru?

Mata Jae Hee menerawang seakan mempertimbangkan hal itu. Tapi Min Young berkata kalau  Jae Hee tak boleh melakukan itu. Jae Hee bukanlah orang seperti itu. “Aku.. karena kau memintaku. Karena kau mengatakan kalau kau menginginkannya, aku telah mengkhianati Presdir Seo, orang yang paling mempercayaiku. Aku juga terlibat dalam kematiannya dan aku juga menjadi seperti ini hingga sekarang. Inilah jalan yang harus kita tempuh.”

Hanya kali ini saja Min Young akan membiarkan Jae Hee lemah seperti sekarang ini. Dan ia berharap mereka hanya perlu membunuh satu kali saja untuk mencapai tujuan mereka, yaitu Presdir Seo, “Jangan sampai kita memasukkan nama Kang Maru ke dalam daftar itu.”


Min Young beranjak pergi. Tapi Jae Hee menangkap ancaman dari kalimat Min Young, ia bertanya apa maksudnya.


Min Young berbalik dan malah berkata, “Oh iya. Yang kau bunuh tak hanya satu. Tapi dua. Dan Kang Maru yang harus menerima hukumannya menggantikanmu.”


Ouchh.. Ia pun kemudian meninggalkan Jae Hee yang tercengang. Walau setelah ia keluar kamar, ia terlihat menyesal telah mengatakannya. 


Ancaman Min Young terus terngiang-ngiang di telinga Jae Hee. Dan kenapa saya punya perasaan kalau mungkin Jae Hee ingin menambah daftar orang-orang yang ingin ia lenyapkan, ya..


Di kamar, Eun Gi mencoba mengingat-ingat wajah orang yang ada di mobil satunya saat kecelakaan itu terjadi. Tapi yang ia ingat hanyalah wajah samar pengendara mobil itu. Ia malah mengaduh kesakitan dan memegangi kepalanya.



Choco yang sedang browsing di internet, mendengar keluhannya. Ia menatap simpatik pada Eun Gi dan berkata kalau hidup itu memang sulit, “Kau dan kakakku, kenapa jalan hidup kalian sangat melelahkan dan sulit di usia yang masih muda ini?”

Tapi ia menghibur Eun Gi. Berdasarkan pengalamannya, jika Eun Gi sabar dan tabah, akan tiba saatnya masa depan yang cerah.

Kita juga berharap seperti itu, Choco. Kita semua berharap seperti itu…


Eun Gi berterima kasih pada Choco dan teringat pada kata-kata Dokter Seo untuk mengingat satu kenangan yang paling menyakitkan, yang membuatnya sangat terluka dan membuatnya ingin mati. Eun Gi merasa kalau kecelakaan di terowongan itu ada hubungannya dengan kenangan yang paling menyakitkan.


Ia meminjam komputer Choco dan mulai meng-google kecelakaan itu. Choco yang melihat apa yang Eun Gi cari, terkejut  apalagi saat salah satu berita dibuka dan dibaca oleh Eun Gi. Ada inisial pria “K’ 30 tahun, yang saat itu berada dalam kondisi kritis.


Choco semakin cemas dan bertanya mengapa Eun Gi mencari tahu kejadian kecelakaan itu? Eun Gi menjawab kalau ini adalah perintah dokternya. Ia bertanya-tanya siapakah orang yang berinisial K itu. Tapi Choco menggeleng semakin cemas, dan tak memberikan jawaban.


Jae Gil pulang dengan wajah muram. Tanpa tedeng aling-aling, ia bertanya pada Maru, “Apa kau mau mati? Apa kau tahu siapa yang baru saja aku temui?”

Maru tetap cuek dan basa basi bertanya, “Siapa?”

“Seniormu di kampus dulu. Tae Woo Hyung,  Ahli bedah syaraf,” kata Jae Gil mengingatkan. Maru terdiam dan mendongak menatap Jae Gil.


Tapi Jae Gil tak lagi berdiri. “Aku tak tahu kalau.. ,” lututnya lemas dan ia duduk dan menangis, “kalau kau ternyata sesakit itu..”


Buru-buru Maru menghampiri Jae Gil dan menyuruhnya diam karena yang lain akan mendengarnya. Tapi Jae Gil tak mau. Ia malah semakin berteriak, “Biarkan mereka dengar! Biar mereka dengar semuanya!”


Maru menutup mulut Jae Gil tapi Jae Gil menepis tangannya marah, “Aku akan memberitahukan Choco dan Eun Gi, aku akan..”


“Jae Gil.. kumohon..” pinta Maru memohon. Dan kemarahan Jae Gil mereda saat melihat Maru meminta, “Kumohon jagalah rahasiaku yang ini.”


Mereka minum di sebuah restoran. Jae Gil hanya memandangi Maru, membuat Maru bertanya dengan nada bergurau, “Apa aku mati? Aku tak akan mati. Kondisiku tak seburuk itu. Apa yang Tae Woo Hyung katakan? Apakah ia bilang kalau aku akan mati jika tak dioperasi?”


Tapi gurauan Maru tak mampu meredakan wajah sendu dari Jae Gil yang sudah menangis. Jae Gil akan membawa Maru ke rumah sakit besok sepagi mungkin. Maru menenangkan Jae Gil kalau semua dokter pasti akan seperti itu, “Mereka pasti memberitahukan kondisi yang terburuk dulu, karena mereka tak mau bertanggung jawab.”


“Cepatlah kau dioperasi, brengsek!” teriak Jae Gil marah dan menangis.


Tapi Maru tetap santai. Kali ini ia mengatakan kalau seniornya itu, Tae Woo, memang seperti itu, “Ia selalu omong kosong, makanya ketika aku kuliah dulu .. “


“Aku akan menceritakan semuanya pada Choco dan Eun Gi. Karena mereka, Kang Maru telah melakukan hal yang gila,” potong Jae Gil dan iapun bangkit berdiri. “Aku akan mengatakan pada mereka.“

“Apa kau pikir semua ini karena Choco dan Eun Gi? Apa kau pikir karena mereka aku menolak dioperasi?” tanya Maru. “Memang siapa mereka? Apa kau pikir mereka lebih penting daripada hidupku sendiri?”

“Kalau kau tak bermaksud mengatakannya, jangan mengatakannya,” kata Jae Gil memperingatkan.


Maru pun tahu diri dan kali ini ia berkata serius. Ia telah berbuat segalanya dari menjual tubuhnya hingga mengatasi muntah terus menerus, demi menjadikan Choco seperti sekarang ini.

Dan ia merasa telah membayar separuh hutangnya pada Eun Gi. Sedangkan separuh sisanya, adalah hutang milik Eun Gi sendiri, “Mempercayai orang brengsek sepertiku tanpa curiga sama sekali, itu adalah salahnya sendiri. Dan ia patut disalahkan karenanya.”


Jae Gil menggebrak meja frustasi, “Diam kau! Hentikan omong kosongmu ini karena kau itu sakit.”


Maru mengatakan ada kemungkinan terjadi sesuatu saat operasi, atau ia meninggal di meja operasi, atau semua ingatannya akan hilang, atau ia akan lumpuh total setelah operasi, “Lalu akan jadi ada Kang Maru selanjutnya? Apa yang bisa dilakukan pria yang menyedihkan seperti Kang Maru ini?”


Jae Gil mempertanyakan sikap Maru yang pesimis dan berpikir yang terburuk. Tapi Maru mengatakan ini karena itu memang jalan hidupnya. Ia merasa sangat bahagia sekarang. Choco sudah lebih sehat. Memikirkan hal ini saja membuatnya sangat bahagia.


Kemudian Eun Gi yang ia tunggu-tunggu, telah kembali padanya, “Tidur di dalam rumahku, makan di meja yang sama, pergi dan pulang kerja bersama-sama. Setiap saat aku menoleh padanya, ia selalu tersenyum menatapku.”


Maru tersenyum mengingat semuanya, “Apakah semua ini masuk akal?” Ia memandang Jae Gil yang menangis dan memohon pada Jae Gil, “Aku ingin merasakannya sedikit lebih lama lagi, Jae Gil. Setelah merasakan kebahagiaan yang tak masuk akal ini, walau hanya sebentar saja, aku mau dioperasi.”


Jae Gil terus menerus menangis, dan Maru menghiburnya, “Aku tak akan mati jadi jangan terlalu khawatir. Dan jangan sampai hal ini ketahuan. Ya? Biarkan aku merasakan kebahagiaan juga. Untuk sekali saja.”


Jae Gil hanya bisa mengatai Maru gila dan menangis tersedu-sedu.


Di tempat tidur, Eun Gi masih belum tidur. Ia tersenyum, merasa ingatannya sudah hampir pulih kembali, “Kita hampir sampai, Maru-ssi. Kupikir aku akan mengingat semuanya segera, jadi tunggulah sebentar lagi. Janganlah pergi.”


Keesokan harinya, Eun Gi dan Choco sudah di dapur bersama Jae Gil, sementara Maru masih tidur. Eun Gi dan Choco akan memasak belut dan harus mengatasi bagaimana menangkap tanpa takut menyentuh belut yang masih hidup.


Eun Gi yang tangguh akan menangkapnya menggunakan sarung tangan, membuat Choco yang ketakutan, kagum akan ide cemerlang Eun Gi.


Jae Gil tersenyum, walau menahan air mata, menatap kegembiraan kedua gadis itu. Ia mengatakan kalau Maru sungguh beruntung karena Eun Gi mau memasak masakan favorit Maru.


Choco tak mau kalah. Kalau Jae Gil mau, ia berani memasak semur ular kobra! LOL, rasanya gimana, ya?


Jae Gil menghampiri mereka dan langsung mengambil satu belut, dan mengacungkan pada kedua gadis pemberani tadi, membuat mereka buyar, berteriak dan lari ketakutan. Tapi Jae Gil mengejar mereka dengan belut di tangan.


Saat itu terdengar suara Maru, 

“Aku mendengar tawa temanku, adikku, dan kekasihku. Mereka adalah bagian dari mimpi paling indah, paling enak, paling mempesona dari semua mimpi yang pernah kualami.”

Gil mengajari mereka cara memasak belut. Ia memarahi Choco yang mencacah taoge yang seharusnya hanya dibuang ujungnya saja.  



Ia juga memarahi Eun Gi yang mengupas kulit kentang terus menerus di tempat yang sama. Memangnya kentang itu mau dibuat masker? LOL.


“Takut kalau aku membuka mata dan ternyata ini hanyalah mimpi, aku tak berani membuka mataku.”

Sup belut sudah jadi. Jae Gil dan Choco berdebat tentang garam yang tadi mereka masukkan.  Choco dan Jae Gil masih berdebat dan tak memperhatikannya. Maka Eun Gi menengok Maru masih tertidur, dan pelan-pelan menghampirinya. 

“Terima kasih telah memberiku pagi yang sangat indah ini.”
Eun Gi tersenyum, dan secepat kilat ia membungkuk untuk mencium pipi Maru. 


Senang sudah bisa mencium Maru, buru-buru Eun Gi pergi dan kembali bergabung dengan Choco dan Jae Gil. 


Setelah Eun Gi pergi, Maru membuka mata dan tersenyum,

“Aku tak akan serakah dan meminta lebih. Sekarang, aku bahagia.”

Dimanakah Jae Hee saat Maru dan Eun Gi berselimut kebahagiaan? Ia makan sendirian di meja makan. 

Tapi jangan khawatir, ada sang kakak yang datang menemaninya. Bibi pembantu memberitahukan kalau Jae Shik datang saat ia membuka pintu untuk pergi menjemput Eun Suk dan memaksa masuk.



Tuh, kan.. ada kakak tersayang yang datang menemani Jae Hee. Tapi Jae Hee tak senang melihat kemunculan Jae Shik. Apalagi Jae Shik bergabung untuk sarapan bersamanya.

Jae Hee langsung menyuruh bibi pembantu untuk membereskan semua makanan yang ada di atas meja. Dan ia akan memecatnya jika bibi ketahuan memberi makan Jae Shik. 


Jae Shik menunggu Jae Hee di ruang tengah. Saat Jae Hee muncul untuk berangkat ke kantor, Jae Shik memberi alasan tentang kejadian terakhir saat ia menusuk Jae Hee dari belakang. Ia melakukan itu karena  refleks atas apa yang dilakukan Jae Hee sebelumnya. Dan ia meminta agar adik kecilnya ini tak marah padanya.

“Apa yang harus kulakukan agar bisa membunuhmu?” Jae Hee sangat kesal mendengar kata-kata Jae Shik.


“Aku juga tak tahu,” jawab Jae Shik enteng. “Hanya dirimu, yang pernah membunuh orang, yang tahu caranya.”

LOL. Pagi yang sangat berat bagi Jae Hee.


Jae Shik mengusap kepala adiknya. Tapi Jae Hee menampiknya dan menyuruhnya pergi dari rumahnya sekarang juga. Tapi Jae Shik tetap mengusap-usap kepala Jae Hee sehingga membuatnya marah dan menendang kaki Jae Shik. Jae Shik mengaduh-aduh ditendang adiknya. 


“Apakah kau juga ingin Maru mati?” tanya Jae Shik tiba-tiba, membuat langkah Jae Hee terhenti.


Jae Hee terkejut mendengar Jae Shik yang mengatakan kalau ia baru-baru ini diminta seseorang untuk membunuh Maru. Jae Shik sedang memikirkan hal itu sambil melakukan survey kecil-kecilan lebih dahulu, “Apakah kau juga ingin melenyapkan Maru dari muka bumi ini?”


Hmm.. orang Taesan yang mengenal Maru dan Jae Shik hanya sedikit, kan? Hanya Jae Hee dan..


Setelah itu Jae Shik pergi ke rumah Maru. Di sana ia dapat sarapan, semur belut buatan trio pemilik rumah. Jae Gil menggerutu karena ia harus membeli susu untuk Jae Shik yang harus meminum susu sebelum makan. Jae Shik beralasan kalau  ini adalah kebiasan yang tertanam sejak ada di penjara

LOL, penjahat kok ya kelakuan imut banget. Minum susu..


Di sini, Jae Shik mencela semur belut yang katanya rasanya seperti sup toilet (memang Jae Shik pernah ngerasain sup toilet, ya?) membuat Choco cemberut dan Jae Gil mengancam akan mengambil kembali sarapan Jae Shik.


Jae Shik buru-buru meraih nasinya, dan mulai makan. Walaupun penjahat, Jae Shik tetap cute saat memanggil Choco dan menyarankan, “Chiki Chiki Chaka Chaca Choco Choco kita ini hanya perlu Jae Gil di sisinya.”


Choco dan Jae Gil bingung dengan ucapan Jae Shik yang aneh. Jae Shik berkilah kalaupun Maru tak ada, Choco tetap memiliki Jae Gil, jadi tak ada yang perlu dikhawatirkan.

Choco protes akan ucapan Jae Shik yang tak masuk akal. Tapi Jae Shik tetap beralasan kalau tak selamanya Maru ada bersama mereka, dan ia menyarankan agar mereka berdua cepat menikah.


Walaupun dengan alasan berbeda, Jae Gil tahu kalau kata-kata Jae Shik ada benarnya. Dan ia terlihat mempertimbangkannya.


Melalui telepon, Jae Hee berterima kasih pada Jung Hoon dan berjanji akan menarik Taesan dari bidding akuisisi perusahaan kertas. Dan dengan bangga ia memberitahukan Min Young kalau kali ini mereka akan mampu menyingkirkan Eun Gi tanpa mengotori tangan mereka.


Joon Ha memberitahukan Maru kalau berita tentang Eun Gi yang amnesia telah menyebar di lantai bursa. Kabar itu disebarkan oleh Jung Hoon. Maru tahu kalau untuk kasus yang sekarang, tak ada gunanya jika mereka menutup mulut pihak Jae Hee. Karena shareholder di luar sana sudah meragukan kemampuan profesional Eun Gi.


Maka dari itu, Joon Ha melakukan gerak cepat yang tak dikonsultasikan dulu pada Maru dan Eun Gi.

Apa itu?


Dari internet, Jae Hee membaca informasi gerak cepat yang dilakukan Joon Ha. Ia tak percaya sekaligus marah. Seo Eun Gi akan menikahi tunangannya, Kang Maru?

Min Young menjelaskan kalau dugaan Eun Gi yang inkompeten telah menyebar di luar. Maka mereka langsung bergerak untuk meredam kekacauan ini. Dengan informasi ini, semua kendali akan dipegang oleh sang suami, Kang Maru.

Min Young dan Jae Hee menyadari dan sepakat kalau tim Eun Gi benar-benar menyebalkan.


Jae Hee mendatangi Maru di ruangannya. Tanpa basa-basi ia langsung bertanya apakah Maru memang berniat untuk menikah dengan Eun Gi? Ia tahu kalau Maru tak punya sopan santun, tapi bukankah tak pantas kalau Maru mengumumkan ke publik sebelum ia memberitahukan orang tua terlebih dulu?


Maru tersenyum santai dan dengan enteng ia menjawab kalau sebenarnya ia merencanakan untuk menikah dulu sebelum mengumumkan ke publik. Pura-pura heran, ia bertanya, “Bagaimana gosip bisa menyebar sangat cepat, ya? Kami sebenarnya juga sedikit terkejut.”


Jae Hee menganggap serius kata-kata Maru, “Kau merencanakan untuk mengumumkan setelah kalian menikah? Aku tahu kalau otak Eun Gi bermasalah, jadi Eun Gi tak dapat berpikir rasional. Tapi..”

“Kalau kau ingin tahu apa arti jiwa yang normal dan abnormal,” potong Maru. “Di antara kita bertiga, bukankah orang yang paling abnormal  adalah dirimu, Bu Presdir?”

Jae Hee masih tak percaya akan ucapan Maru. Apakah pernikahan ini untuk memuluskan jalan Maru untuk mendapatkan semua tujuannya? Bagaimana jika ia mengungkapkan hubungan masa lalu mereka pada Eun Gi?


Maru tak takut akan ancaman Jae Hee. Ia bahkan mengusulkan untuk mengulang cara lama mereka, memotret saat berciuman dan foto itu dikirim ke Eun Gi, “Kurasa cara itu lebih banyak pengaruhnya. Karena Eun Gi tak hidup di masa lalu, tapi di masa sekarang.”

Wow.. Jae Hee benar-benar KO jika harus berperang mulut dengan Maru.

Tak ada lagi yang bisa ia gunakan untuk mengancam Maru. Maka ia memohon, “Pernikahan itu.. batalkan pernikahan itu, Maru. Batalkan dan pikirkan sekali lagi, “ Jae Hee meraih tangan Maru dan menggenggamnya, “Kembalilah ke akal sehatmu dan pikirlah Apa aku harus melakukan pernikahan ini? Apakah Eun Gi yang terbaik untukku, atau adakah cara lain? Tolong pertimbangkan sekali lagi, secari rasional dan obyektif.”
Maru menepis tangan Jae Hee dan mencondongkan badannya pada Jae Hee dan berkata pelan tapi tajam, “Kukatakan padamu, aku membutuhkan Eun Gi. Sekarang, aku tak bisa lepas dari Eun Gi walau hanya sehari saja, ... Noona.” 

Kemudian Maru langsung menjauhkan diri dari Jae Hee dan berkata sopan, “Apakah jawaban ini memuaskanmu, Bu Presdir?”

Jae Hee meneteskan air mata, bukan karena terharu, tapi karena ia kalah. Perasaan Maru sudah bukan lagi untuknya. Maru hanya tersenyum tanpa iba, melihat Jae Hee tercenung di depannya.


Jae Hee yang belum pulih dan masih termenung-menung saat berjalan keluar, seperti diingatkan kembali kata-kata Maru saat ia melihat Eun Gi berjalan di koridor. Ia menyindir Eun Gi yang katanya akan menyerahkan Taesan padanya. Tapi kenapa Eun Gi masih ada di sini?


Eun Gi menjawab kalau ia memang sudah ingin menyerahkan Taesan. Tapi sudah banyak orang yang mempertaruhkan nyawanya untuk menjauhkan Taesan dari cengkeraman Jae Hee, maka ia merasa berkewajiban untuk membantu mereka.

Sadar kalau sindirannya tak mempan malah berbalik padanya, Jae Hee bertanya apakah Eun Gi sudah mencari tahu siapa Maru sebenarnya? Sambil tersenyum, Eun Gi mengiyakan. Jae Hee menyuruh untuk melihat Maru lebih ke dalam lagi. Eun Gi pun tetap mengiyakan sambil tersenyum. Serangannya kali ini juga mental.


Maka ia bertanya, apakah Choco masih menangis di saat tidur? Apakah Jae Gil masih klaustrofobia? Kali ini pancingannya mengena, karena Eun Gi penasaran bagaimana Jae Hee tahu kalau Choco menangis saat tidur.


Untungnya Joon Ha lewat dan menyelamatkan Eun Gi dari pancingan Jae Hee berikutnya. Ia mengajak Eun Gi untuk pergi rapat sekarang.

Jae Hee menghela nafas, mencoba memahami semuanya.


Joon Ha meminta maaf karena ia menyebarkan berita pernikahan mereka untuk mengantipasi berita yang telah menyebar di bursa. Tapi Eun Gi sebenarnya malah sangat menyukainya.


Sambil menoleh pada Maru ia berkata, “Walaupun sebenarnya aku lebih suka kalau orang menganggap pernikahan ini bukan sebagai taktik, tapi yang sebenarnya.”


Joon Ha memberikan daftar pertanyaan yang mungkin akan ditanyakan saat rapat berikutnya. Yang perlu Eun Gi lakukan hanyalah menghafalkan. Sesuatu yang Eun Gi mahir melakukannya.


Sebelum Joon Ha pergi, Eun Gi menanyakan sesuatu yang mengagetkan pada Joon Ha. Eun Gi menceritakan kalau ia ingat telah berpindah jalur, semakin mempercepat mobilnya, dan menabrak mobil lain, “Apa yang terjadi dengan pengemudi mobil itu?”

Joon Ha melirik Maru, tak tahu harus berkata apa. Kebiasaan Joon Ha adalah bertanya lagi untuk mengulur waktu. Dan kali ini ia bertanya mengapa Eun Gi menanyakannya. Eun Gi merasa penasaran dan menyesal.


Maru hanya bisa tertunduk saat Joon Ha menjelaskan kalau pengemudi itu wanita namun ia sudah sembuh. Wanita itu pindah ke luar negeri dan sudah sembuh, lebih cepat daripada Eun Gi. Joon Ha meminta Eun Gi untuk tak khawatir karena Taesan sudan memberi ganti rugi yang cukup.


Namun penjelasan itu tak masuk akal bagi Eun Gi. Di toilet, ia meminta Sekretaris Hyun untuk menyelidiki identitas pengemudi mobil yang ia tabrak. Walaupun menurut Joon Ha pengemudi itu adalah wanita, tapi ia masih jelas mengingat kalau sosok yang ada di mobil depannya adalah seorang pria.

Sekretaris Hyun terbelalak kaget.


Maru termenung di ruangannya. Ia teringat kata-kata Eun Gi yang belum bisa mengingat wajah pengemudi yang ditabrak saat kecelakaan itu.


Jae Gil mengantarkan Choco untuk audisi. Ia teringat kata-kata Maru di restoran, betapa ia merasa sangat bahagia karena Choco sudah sangat sehat. Dan Maru berjanji kalau ia bersedia dioperasi setelah merasakan kebahagiaan ini sedikit lebih lama lagi.


Maka Jae Gil pun mencoba membuat keinginan Maru menjadi nyata. Saat mengintip proses audisi dan melihat Choco hampir gagal karena gugup, ia masuk ke ruangan itu dan meminta juri untuk memberikan kesempatan sekali lagi dengan ia yang mengiringi Choco.


Dan benar saja, dengan iringan keyboard Jae Gil, Choco berhasil menyanyi dengan sangat bagus.


Jae Gil tersenyum dan berkata dalam hati, “Choco-ya, sekarang Maru sedang menghadapi masa-masa sulit. Mulai sekarang, marilah kita hidup dengan baik.”


Di ruangannya, Maru yang sedang bekerja, tiba-tiba terpikir sesuatu, membuat ia menghentikan pekerjaannya. Ia mendesah dan terlihat berpikir.


Sekretaris Hyun bertanya apakah Kang Maru orang yang ditabrak oleh Eun Gi. Melihat Joon Ha tak bisa menjawab, Sekretaris Hyun tahu kalau itu benar. Bagaimana ia bisa memberitahukan hal ini pada Eun Gi? Eun Gi pasti akan sangat shock.


Joon Ha meminta agar informasi ini tak diberitahukan pada Eun Gi. Jika Eun Gi bertanya lagi, Joon Ha meminta Sekretaris Hyun untuk memberitahu Eun Gi kalau Joon Ha salah sebut, seharusnya pria bukannya wanita.


Namun terlambat. Saat Eun Gi masuk ke ruangan kantornya, ia menemukan dokumen saat ia kecelakaan dulu. Betapa terkejutnya melihat hanya namanya dan nama Kang Maru yang ada di peristiwa kecelakaan itu.

Dan ingatan itu kembali.


Saat ia memasuki terowongan yang terang, ia melihat mobil Maru ada di hadapannya. Ia segera berpindah jalur dan melihat sosok Maru ada di dalam mobil itu.


Bercucuran air mata, sesaat setelah ayahnya meninggal, ia menatap Maru yang mengarah padanya. Sesaat sebelum semuanya putih, senyum samar Maru masih dapat ia tangkap.


Eun Gi terduduk lemas mengingat kenangan itu. Ia sekarang menyadari kenapa Choco cemas saat ia mencari informasi kecelakaan. Ia juga teringat kata-kata Joon Ha yang mengatakan kalau supir itu wanita dan telah pindah keluar negeri.


Namun Eun Gi yang lemas itu tak pernah terlihat oleh Maru yang mendatangi kantornya. Maru menemukan Eun Gi duduk di kursi dan tersenyum tipis padanya. “Apakah kau sudah siap untuk meeting sekarang?” tanya Maru. Eun Gi mengangguk.


Di koridor menuju ruang rapat, Maru memberi saran pada Eun Gi, “Yang perlu kau lakukan hanyalah melakukan semua yang tadi sudah kita latih.”
Tapi yang muncul di benak Eun Gi adalah ucapan Maru saat mereka ke pantai, “Aku ingin pergi ke pantai ini dengan seseorang, tapi kami tak jadi melakukannya. Seseorang yang dulu pernah aku cintai, Han Jae Hee.”
Maru :  “Akan banyak pertanyaan muncul tentang penyakit amnesiamu.”
“Aku ingin bersama dengan Han Jae Hee, bukan dengan Seo Eun Gi."
“Walaupun nanti kau lupa, jangan terlalu cemas. Santai saja.”
“Karena itulah kau jatuh cinta padaku. Karena aku berpura-pura mempertaruhkan nyawa untukmu. Wanita sepertimu.. yang sombong dan memiliki sikap yang menyebalkan yang tak bisa percaya pada orang lain.”
“Janganlah terlalu khawatir dan lemaskanlah bahumu.”
“Apakah kau pikir tak ada yang dapat aku lakukan untuk mendapatkan Jae Hee noona kembali?”
“Kita hanya perlu melakukan satu kali saja.” Maru menepuk-nepuk bahu Eun Gi, menenangkannya,  “Bersikaplah seperti biasa.”


Eun Gi memasang senyum terbaiknya dan mengiyakan saran Maru.


Benar saja, di rapat para direktur mulai mempertanyakan gosip Eun Gi yang hilang ingatan yang telah menyebar di publik. Apakah benar?


Eun Gi memandang Maru, dan Maru menganggukkan kepalanya, mengisyaratkan untuk mengatakan apa yang telah mereka latih.


Eun Gi pun berdiri, dan berkata, “Aku memang menderita amnesia.”

Semua terkejut, apalagi Eun Gi juga mengaku telah menderita kerusakan otak. Walaupun ia melupakan semuanya, ia mulai berusaha mulai dari awal lagi.

“Saya tak berniat bersembunyi di balik orang yang mewakili saya. Jika semua sepakat menganggap saya tak pantas untuk mewarisi Taesan, maka saya akan turun dari posisi saya sekarang. Saya akan mulai dari bawah lagi, dan bekerja dari awal lagi sebagai anggota Taesan. Berilah kesempatan pada saya.”
Whoaa.. atta girl.

Jae Hee dan Min Young saling berpandangan. Joon Ha menundukkan kepala. Maru hanya memandangi Eun Gi.


Setelah rapat usai, Maru memuji tindakan Eun Gi, “Inilah Seo Eun Gi yang kukenal.”


Eun Gi memaksakan senyum saat menoleh pada Maru dan berterima kasih, karena semua orang memarahi dan menghinanya kecuali Maru.


Maru menggenggam tangan Eun Gi. Ia akan memberikan hadiah untuk keberanian Eun Gi. Maru menyuruh Eun Gi untuk meminta apa saja yang ia inginkan.


Mulanya Eun Gi tak tahu harus meminta apa, tapi setelah dibujuk Maru, Eun Gi meminta bunga, tas, daging panggang, “.. dan kiss.”


Maka Maru pun memilih tas, membeli bunga, dan memesan kopi (heh.. bukan daging panggang?). Ia membawa semuanya ini dengan senyum bahagia.


Sementara Eun Gi pergi ke rumah abu, tempat ayahnya disemayamkan. Di depan ayahnya, ia tak lagi berpura-pura. Ia minta maaf pada ayahnya karena terlambat datang. Ia teringat pada ayahnya yang memberikan pelajaran saat ia kecil.


Presdir Seo menyuruh Eun Gi untuk kuat, karena ia mempertaruhkan segalanya pada Eun Gi. Ia tak perlu anak laki-laki, karena Eun Gi bisa melakukan segalanya.

Eun Gi tak boleh menangis, karena akan tampak lemah. Jika kondisi menjadi sulit, maka Eun Gi harus tertawa, “Jika kau ingin menangis, menangislah sendiri. Jangan tunjukkan kelemahanmu pada orang lain. Jangan percaya pada siapapun di  dunia ini. Itu adalah satu-satunya cara untuk bertahan di Taesan. Mengerti?”


Eun Gi kecil menangis dan memeluk boneka Barbie-nya lebih erat. Tapi Presdir Seo malah membuangnya. Ia menyuruh Eun Gi untuk tak bermain seperti anak perempuan lainnya. “Jalan hidupmu adalah bukan jalan untuk wanita. Walau ibumu mengkhianatimu, tapi kaulah satu-satunya yang aku percayai, yang akan menolongku.”


Pada foto ayahnya, Eun Gi meminta maaf padanya, “Aku telah bersalah, Ayah. Jika saja aku tak pergi menemui Kang Maru di hari itu.. Jika saja aku tak pergi menemui bajingan itu..,” Eun Gi menyentuh wajah ayahnya yang hanya bisa ia sentuh dari foto hitam putih di sebelah abu dan menangis,”Mungkin Ayah tak akan meninggal. Maafkan aku, ayah.”


Dan di sana, tanpa ada orang yang melihat, dan hanya disaksikan oleh abu ayahnya,Eun Gi duduk dan menangis.


Sementara Maru menunggu kedatangan Eun Gi di taman dengan hadiah yang telah ia persiapkan, menunggu kedatangan Eun Gi.


Eun Gi akhirnya datang ke taman, melihat hadiah Maru tertinggal di bangku. Ternyata Maru masih menunggunya. Kembali memasang topengnya, Eun Gi tersenyum. Maru bertanya apakah ia telah selesai menemui seseorang? Eun Gi mengiyakan.


Maka hadiah yang sudah Maru persiapkan, satu per satu diberikan pada Eun Gi. Eun Gi berterima kasih akan semua hadiah yang Maru berikan sesuai dengan dirinya. Maru pun maju, menyentuh pipi Eun Gi dan berkata, “.. dan.. hadiah keempat..”


Ia pun menunduk dan mencium Eun Gi. Untuk sesaat Eun Gi menutup mata, namun matanya terbuka kembali. Hanya ada tatapan dingin tanpa sedikitpun kemesraan di sana.


source : http://www.kutudrama.com/2012/11/sinopsis-nice-guy-episode-16-2.html
re-posted and re-edited by : dianafitriwidiyani.blogspot.com

No comments:

Post a Comment