Tuesday, January 22, 2013

Sinopsis Nice Guy Episode 8




Kedua wanita ini sama-sama akan menemui Maru. Namun berbeda dengan Jae Hee yang mempercantik dirinya dengan berdandan di samping suaminya yang tertidur lelap, Eun Gi melarikan diri dari rumah dengan hanya pakaian yang menempel dan bertelanjang kaki.



Eun Gi lebih dulu tiba di rumah Maru. Dibawah hujan deras, ia memencet bel dan memanggil Maru berulang kali, tapi rumah Maru tetap senyap. Putus asa, tak tahu apa yang dapat dilakukan, ia hanya berdiri menunggu di depan pintu gerbang.

Sementara Jae Hee pergi dan tak sadar kalau Min Young membuntutinya dari belakang.

Eww… creepy banget sih si Min Young. Jadi ia semalaman ada di depan rumah? Min Young sekarang jadi sasaeng-nya Jae Hee, ya?

Saat Eun Gi sudah putus asa karena gerbang Maru tak kunjung dibuka dan beranjak pergi, gerbang itu terbuka. Nampak Maru keluar dengan tertatih-tatih, dengan muka lebam dan mata terluka parah. Eun Gi terkejut melihat betapa parah luka Maru. Ia tak dapat menahan air matanya saat berkata,

“Itu adalah ciuman pertamaku.Ciuman yang kau berikan di Kastil Hirosake. Untuk pertama kalinya pula aku mengatakan ‘Aku mencintaimu’ dengan sepenuh hati. Dan selama 29 tahun ini, pertama kalinya pula aku mendengar pengakuan ‘Aku mencintaimu, Seo Eun Gi”, yang membuat hatiku berdebar-debar. Itu semuanya karenamu.”

Eun Gi mengaku walau ia memiliki segalanya sebenarnya hidupnya menyedihkan. Tapi karena pria bernama Kang Maru, ia merasakan hidup yang sangat indah untuk pertama kalinya.“Jadi aku memutuskan, jikapun aku harus kehilangan semua hartaku, aku tak akan melupakan pria itu.”

Maru mendekati Eun Gi dan mengusap air mata Eun Gi yang bercampur dengan air hujan. Tapi air mata itu tak kunjung berhenti, malah semakin deras, “Aku ingin hidup bersamamu, mendengar kau setiap hari berkata ‘Aku mencintaimu’, memiliki anak, membesarkan mereka, dan hidup bersamamu sampai tua,” suara Eun Gi lirih dan ragu, “Apakah itu mungkin?”

Maru meraih Eun Gi dan Eun Gi menangis tersedu-sedu dalam pelukannya. Pelukannya semakin erat saat melihat Jae Hee ada di depannya, menatap marah padanya.

Di bawah pandangan Maru, Jae Hee menaruh kotak makan yang ia bawa dan berlalu pergi.

Maru memberi obat di kaki Eun Gi yang lecet dan berdarah dan mengomentari tentang kecerobohan Eun Gi yang datang kemari tanpa memakai sepatu. Tapi Eun Gi tak menjawab, hanya memandangi wajah Maru yang lebam dan mengulurkan tangannya ingin menyentuh wajah Maru.

Namun Maru menjauh tak ingin meributkan luka itu. Eun Gi mengeluh, “Hilang sudah wajah tampan itu.”

Maru tak menjawab keluhan Eun Gi. Ia telah menutup luka Eun Gi dengan perban. Ia pun berdiri dan bertanya apa yang Eun Gi inginkan untuk makan? Tak ada masakan di rumah ini. Ia akan membelinya di luar.

“Berapa kali kau dipukul?” Eun Gi ikut berdiri.

“Ini adalah baju adikku. Pakailah ini terlebih dahulu,” Maru mengambil baju dan menyerahkan pada Eun Gi.
“Apakah kau terluka di tempat lain?” tanya Eun Gi keras kepala. Ingin menyentuh wajah Maru, “Coba kulihat.”

Kali ini Maru menangkap tangan Eun Gi dan menggenggamnya, “Sebenarnya aku lebih menyukai wajahku sekarang. Sekarang sudah seperti wajah manusia. Punya wajah tampan seperti lukisan itu jadi sangat membosankan.”


Eun Gi menatap Maru tak percaya, membuat Maru harus meyakinkannya, “Aku tak bergurau. Aku bahkan tak mengobatinya agar luka itu tak segera sembuh.”


LOL, waktu tukang pukul Jae Hee memukuli wajahnya, kayanya otak Maru ikutan kena pukul deh.

Maru menyuruh Eun Gi untuk berganti baju, karena ia juga akan berganti baju dan akan pergi membeli makanan.

Saat sendirian dan berganti baju, baru terlihat kalau tak hanya wajah Maru yang lebam. Tapi juga sekujur tubuhnya.

Eun Gi memandangi perban di kakinya, dan berkata, “Katakan kalau aku telah melakukannya dengan baik. Bukankah ini adalah kehidupan yang ibu inginkan untuk aku jalani? Akan terasa sulit, tapi kali ini aku akan mencoba menjalaninya dengan berani. Berikan aku kekuatan, Bu.”

Maru keluar membeli makan, dan melihat bungkusan makanan yang ditinggalkan Jae Hee. Ia memandangi makanan itu lama. Tapi kemudian ia berjalan melewati bungkusan itu tanpa menyentuhnya sama sekali.

Sementara Jae Hee hanya duduk lesu di dalam mobil. Saat membuka mata, betapa kagetnya ia karena Min Young sudah berdiri dengan payung ditangan, memperhatikannya dari luar.
Benar-benar creepy, nih pengacara yang satu ini.


Maru tiba di rumah dengan membawa makanan. Ia mengetuk pintu kamar Eun Gi, tapi tak ada jawaban maka ia membuka pintunya. Ia hanya bisa menghela nafas melihat Eun Gi tertidur tanpa alas, bantal maupun selimut.
Ia membaringkan Eun Gi ke tempat tidur yang telah ditatanya dan memegang dahi untuk memeriksa suhu badan Eun Gi.

Tak sengaja matanya tertumbuk pada sebuah foto yang sebelumnya tak ada. Ia mengambil foto itu yang sudah ditempeli post it yang berisi pesan Eun Gi : “Tadi aku bosan, maka aku membongkar isi lacimu dan menemukan ini. Jika cuaca besok bagus, mari kita piknik ke tempat ini. Hanya kita berdua.”

Maru menatap foto itu dengan tatapan ‘kenapa foto ini bisa muncul lagi’. Karena foto itu adalah milik Jae Hee. Dulu Jae Hee pernah mengajaknya untuk piknik ke pantai di foto itu. Hanya berdua.

Mulanya Maru, yang masih sibuk dengan diktat kedokterannya, berkata lihat saja nanti. Tapi setelah Jae Hee mengancam akan mengajak pria lain untuk piknik ke pantai itu, Maru langsung menyetujui ajakan Jae Hee saat itu juga.

Dengan foto di tangan, Maru memandangi Eun Gi yang tertidur di depannya. Maru membenahi rambut Eun Gi yang menutupi wajahnya.  Berhati-hati agar tak membangunkannya, Maru mendekatkan diri ke wajah Eun Gi, dan mencium pipinya.

Aww.. ciuman ini jauh lebih sweet daripada ciuman terakhir mereka.

Di Anmyeondo, Jae Gil menangisi kepergian Choco yang katanya mati karena makan racun tikus. Apa yang harus ia katakan pada Maru?

“Apa yang sedang kau lakukan?” tanya Choco tiba-tiba muncul dihadapannya.

Jae Gil kaget setengah mati. Gadis itu masih hidup! Jae Gil langsung bertanya, apakah Choco ini sekarang hantu atau manusia? Bukankah katanya Choco sudah mati?
Choco mengerutkan kening, mengapa juga ia harus mati? Ia melihat air mata di mata Jae Gil, dan ia pun bertanya, apakah Jae Gil menangisinya? Aww..
Jae Gil membantah tuduhan itu. Walaupun rasanya ia ingin mati nyemplung ke laut karena bibi penunggu villa itu mengatakan kalau Choco mati karena makan racun tikus. Dan ia baru tersadar, apakah ada Choco lain yang hidup di sekitar sini?

Dan ternyata Choco yang mati itu adalah Choco si anjing. Choco adalah nama yang biasa untuk seorang anjing. Jae Gil bertanya bagaimana mungkin ayah Choco menamainya seperti nama anjing?
Saat Choco bayi, ia selalu menangis dan hanya bisa diam jika disodori coklat. Bahkan ketika ayah menyebut choco pun, ia pasti akan diam. Jadi ayah menamainya Choco.
Jae Gil merasa tak enak mendengar sejarah nama Choco. Maka ia akan mengubah nama Choco menjadi yang baru. Yaitu Ji Hyun. Choco menyukai nama tersebut. Jika ia berubah nama, bolehkah ia menggantinya dengan marga lain?
Untuk sesaat saya berpikir ia ingin mengganti nama keluarganya menjadi marga Jae Gil. Tapi tidak, karena ia ingin mengganti nama keluarganya menjadi Jeon. Jeon Ji Hyun.

Choco senang mendengar Jae Gil setuju. Tapi ia teringat bagaimana Jae Gil tersedu-sedu saat mengira kalau ia telah mati. Berarti sebenarnya Jae Gil memiliki perasaan padanya?


Dan jawaban Jae Gil adalah pukulan di dahinya, dikasih hati malah minta ampela.

Sementara Eun Gi masih tertidur di rumah, Maru pergi ke toko untuk membeli baju untuk Eun Gi. Ia membelikan baju hingga sepatu, yang diukur dengan ingatan saat tangannya memegang kaki Eun Gi semalam.

Saat hendak membayar, ia melihat berita di koran yang tergeletak di meja kasir. Wawancara Han Jae Hee akan menikahi Presdir Tae San mengisi halaman satu di koran itu.

Maru hanya memandangi koran itu. Ia teringat ancaman kakak Jae Hee dan kata-kata Jae Gil tentang tatapan kakak Jae Hee yang seakan ingin membunuh Jae Hee. Tapi ia tak berniat untuk mengambil dan membaca koran itu. Begitu pula saat handphonenya berbunyi. Telepon dari Jae Hee. Ia malah mematikan handphonenya.

Di ujung telepon, Jae Hee yang sekarang berada di sebuah vila, panik dan menelepon Maru lagi. Tapi tetap percuma. Ia teringat kata-kata Min Young kemarin yang mengatakan kalau Presdir Seo telah mengetahui affair mereka.

Malam itu, ia memegang bukti rekaman CCTV yang ditunjukkan oleh Min Young. Bagaimana ini bisa terjadi?

Menurut Min Young, Presdir Seo memang telah memerintahkan memasang CCTV, sejak dulu, ketika istri pertama Presdir Seo masih hidup. Dan kemarin malam, tanpa mengikutkan Min Young, Presdir Seo diam-diam bertemu dengan Joon Ha beserta akuntannya dan ia menulis surat wasiat yang baru, “Presdir menyerahkan semuanya : perusahaan, rumah dan sahamnya pada Seo Eun Gi.”

Jae Hee gemetar tak percaya. Lalu dirinya? Bukan.. Eun Suk-nya? “Eun Seuk juga putra Presdir. Bagaimana dengan Eun Suk?”

Min Young tak bisa menjawab, maka Jae Hee mengajak Min Young untuk mohon ampun pada Presdir Seo. Memohon ampun hingga Presdir Seo mau memaafkan mereka.

Tapi menurut Min Young, mereka tak perlu meminta maaf atas apa yang telah mereka lakukan. Presdir Seo juga tak sepemaaf itu. Jae Hee pun juga tahu sifat Presdir Seo.

Menyadari kebenaran kata-kata Min Young, Jae Hee hanya dapat menangis frustasi. Apalagi setelah Min Young memberitahukan kalau Eun Gi juga sudah tahu hubungan antara Jae Heed an Kang Maru.
Melihat betapa kagetnya Jae Hee akan informasi terakhir ini, membuktikan kalau Eun Gi mendapat foto wisuda Jae Hee itu adalah murni sepenuhnya ulah Min Young.


Min Young menyimpulkan mengapa Eun Gi menempel terus pada Maru, agar Jae Hee dapat melihatnya, “Kau tak akan pernah menang melawan orang-orang yang mengerikan seperti Presdir dan Direktur Seo (Eun Gi), yang tak akan pernah menerima perselingkuhan.”Min Young menyuruh Jae Hee untuk mengemasi barang-barangnya besok dan meninggalkan rumah itu.

Itu rencana Min Young. Tapi Jae Hee memiliki rencana lain. Ia menelepon Maru, tahu kalau akan tersambung dengan voice mail. Dalam voice mail itu, dengan suara panik ia meminta tolong Maru karena kakaknya akan membunuhnya. Ia tak memiliki orang lain selain Maru.

Jae Hee menggenggam botol anggur yang sudah hampir habis, dan meminta maaf karena ia mengganggu Maru lagi, tapi “Sekali ini saja.. Bantulah aku sekali ini saja.”
Dan ia melempar botol anggur itu ke cermin, sehingga suara kaca pecah terdengar dan bersamaan dengan itu ia berteriak terengah-engah.

Hingga voice mail mengatakan kalau suara Jae Hee telah tersimpan. Saat itu juga muka dan suara Jae Hee kembali normal lagi.

Maru pulang dengan menenteng belanjaan untuk Eun Gi. Di tengah jalan, ia menerima SMS kalau ada voice mail yang terkirim padanya. Ia mengacuhkan SMS itu.

Di rumah, Eun Gi terbangun karena ada telepon dari Joon Ha. Ia tak mengangkatnya. Namun saat melihat jam, ia kemudian menyadari kalau hari sudah siang. Ia tersenyum dan heran pada dirinya, “Seo Eun Gi, bagaimana mungkin kau bisa tidur sampai jam segini? Apakah rumah ini sebegitu nyamankah?”

Maru ternyata masih memikirkan SMS itu. Beberapa saat ia hanya memandangi handphone-nya, hingga akhirnya ia membuka (tidaaakkk…!!) voice mail itu dan mendengarkannya.

Di rumah, Eun Gi menepuk-nepuk pipinya seolah mengingatkan ia untuk tak terlalu berbunga-bunga. Ia memanggil Maru, tapi tak ada suara sedikitpun.

Maru sudah ada di depan pintu gerbang, dan ragu untuk masuk. Ia malah menelepon Jae Hee dan bertanya apakah kakak Jae Hee ada di sana? Apakah dia terluka? Apakah Jae Hee sudah menelepon polisi? Ia semakin panik karena ia hanya mendengar tangisan Jae Hee, “Jangan menangis dan katakan padaku! Halo?  Kau sekarang ada dimana?”

Eun Gi keluar rumah dan duduk di teras, tersenyum melihat pakaiannya yang sudah dicuci dan sekarang dijemur. Ia juga tersenyum melihat kakinya yang terbalut perban. Ia tersenyum memandangi rumah kecil Maru. Menyadari gerbangnya sedikit terbuka, iapun keluar.

Tak ada orang di depan, hanya ada dua tas belanjaan tersandar di gerbang.

Sementara Maru menginjak gas dalam-dalam agar cepat sampai di tempat Jae Hee.

Di dalam rumah, Eun Gi membuka barang belanjaan yang disertai post it dari Maru untuk pergi piknik bersama. Dengan riang ia mengambil sepatu yang dipilihkan oleh Maru dan mencobanya.

Ada SMS masuk dari Maru yang mengatakan kalau piknik mereka tak jadi hari ini. Ia harus pergi ke suatu tempat. Maru juga meminta Eun Gi untuk sarapan. Ada nasi di magic jar.

Tapi Eun Gi tidak mematuh permintaan Maru, malah mencoba jaket yang dibelikan Maru. SMS susulan masuk, dan Eun Gi mengambil handphonenya dengan gembira.

Kali ini SMS masuk dari nomor private (000) yang mengatakan kalau ‘Kang Maru, Han Jae Hee, vila Yangpyeong.’

Jae Hee melihat handphonenya dan melihat kalau pesan ‘Kang Maru, Han Jae Hee, vila Yangpyeong’ telah terkirim. Kini ia menunggu.


Maru telah sampai di vila Pyeongyang. Betapa terkejutnya ia saat melihat isi rumah yang berantakan dan Jae Hee duduk terpekur di lantai dengan hanya memakai satu sandal. Wajahnya sudah lebam dan lengnnya berdarah karena cakaran.
Whoaa… Jae Hee memukuli dan mencakari dirinya sendiri agar aksinya lebih terpercaya? Ckckck..


Seakan dejavu, Maru melihat Jae Hee remaja dengan satu sepatu di kaki dan sepatu lainnya di dalam pelukannya, ketakutan.
Maru memalingkan muka saat Jae Hee mengangkat wajahnya, tak tega melihat Jae Hee yang seperti tikus yang ketakutan, sama seperti belasan tahun yang lalu. Maru bertanya dimanakah Jae Shik?
Dengan lirih Jae Hee menjawab tak tahu. Mungkin Jae Shik sudah melarikan diri karena mendengar kalau Maru akan datang kemari. Mencoba menekan perasaannya agar tak terlihat, Maru bertanya dimana kotak P3K.
Jae Hee berkata ada di laci di ruang tengah. Saat Maru pergi untuk mengambilnya, Jae Hee memanggilnya. Ia tak yakin kalau Maru akan datang kemari, jadi “Terima kasih, Maru.”
Ewww...
Eun Gi memandangi SMS itu, mencoba memahami apa yang maksud sebenarnya pengirim SMS itu.
Maru mencari-cari kotak P3K, dan saat ia menemukan ada telepon masuk. Ia mengangkat telepon itu hanya untuk mendengar ia dimaki-maki karena tak mau mengangkat telepon. Apakah handphone itu hanya untuk membaca jam saja? Maru tak mengenali suara itu, maka ia bertanya siapakah dia?
“Aisshh… anak ini. Apa kau tak mengenal suara hyung-mu? Bawa uangnya dan segeralah kemari!”
Ternyata yang meneleponnya adalah Jae Shik yang sedang ada di kantor polisi bersama dua orang wanita (satu germo dan satu lagi wanita penghibur). Mereka mengadukan Jae Shik karena tak bisa membayar minuman yang telah Jae Shik habiskan dalam satu hari ini. Semuanya 3 juta won. Jae Shik minta tolong Maru untuk membayarinya lebih dahulu.
Mulanya Maru terlihat kesal karena lagi-lagi kakak Jae Hee membuat ulah. Tapi setelah itu ia tersadar dan ia bertanya, “Hyung, kau sekarang ada dimana?”
Saat Jae Shik menjawab kalau sekarang ia ada di Busan, wajah Maru mengeras. Apalagi saat Jae Shik berkata kalau ia akan membayar Maru 3 kali lipat setelah ia bertemu dengan Jae Hee dan meminta uang darinya.
Maru kembali menemui Jae Hee dengan membawa kotak P3K. Namun kali ini Maru hanya terdiam. Ia mengangkat wajah Jae Hee, melihat lukanya dan mulai mengoleskan obat di bibir Jae Hee.
Dengan mobilnya, Eun Gi mendatangi vila itu. Betapa terkejutnya ia melihat mobil Jae Hee dan mobil Maru berjejer berdampingan.
Maru telah selesai mengobati Jae Hee, namun ia tetap terdiam. Dengan air mata menggenang, Jae Hee bertanya pilu, “Apa yang telah kulakukan padamu?” Ia sekarang menyadari kalau semua yang dikatakan Maru semuanya benar. “Saat itu aku tak berpikir jernih. Aku memang salah. Aku bersalah padamu, Maru.”
Dengan kalem Maru berkata, “Noona, kau benar-benar mengenalku dengan baik, lebih dari aku mengenal diriku sendiri.”
Jae Hee ragu akan kata-kata Maru. Apa maksud perkataannya?
Pada saat itu Eun Gi sudah masuk ke dalam rumah dan berjalan pelan-pelan agar langkahnya tak terdengar. Di balik pintu ia mendengarkan ucapan Maru.
“Hati kecilku sendiri sebenarnya tak ingin balas dendam. Apapun yang kau lakukan padaku, hati ini tetap merindukanmu. Karena kebodohanku, perasaanku tak pernah berakhir.”
Jae Hee ingin berkata, tapi Maru memotongnya dengan menyuarakan kata-kata Jae Hee 6 tahun yang lalu,
“’Maru, tolong aku!’ Saat kau meminta tolong aku langsung meninggalkan adikku yang sedang panas lebih dari 38 derajat Celcius. Saat itu, seperti orang gila aku lari menemuimu. Kau tahu kalau aku akan datang padamu, tak peduli apa yang Noona lakukan. Aku akan mengerti, memaafkanmu dan menahan semua penderitaan ini. Kau juga tahu kan tentang hal ini?”
Jae Hee berlinang air mata saat menyanggupi keinginan Maru. Bukankah dulu Maru menginginkannya turun ke bawah? Jae Hee mengangguk meyakinkan Maru, “Aku akan turun ke bawah dan akan membuang semuanya. Aku akan kembali turun ke Jae Hee yang lama.”
Eun Gi terpana mendengar percakapan mereka. Tak tahan akan apa yang selanjutnya akan ia dengar, Eun Gi berbalik meninggalkan mereka dan sayangnya tak mendengar jawaban Maru selanjutnya.
Jae Hee berkata kalau ia akan melakukan hari ini, atau malah sekarang juga. Tapi Maru malah menyarankan sebaliknya.
Maru malah meminta Jae Hee untuk tak melakukannya karena mulai sekarang ia tak akan mempedulikan apa yang Jae Hee lakukan. “Tak peduli jalan mana yang akan diambil Han Jae Hee, apakah jalan menuju neraka ataupun menuju kehancuran, aku tak tertarik lagi.”
Jae Hee tak mengerti akan ucapan Maru. Ia menyangka Maru akan mempedulikannya tapi ternyata tidak. Jae Hee mencoba menahan Maru dengan berteriak frustasi.
Tapi Maru tak terpengaruh lagi. Dengan kaku, ia malah berkata, “Perasaanku pada Han Jae Hee sekarang sudah mati.” Dan Maru terus berjalan meninggalkan Jae Hee yang menangis terisak-isak.
Namun saat Maru berada di luar rumah, ia tak dapat menyembunyikan perasaannya. Ia teringat saat pertama kali mereka bertemu, bagaimana perasaan cinta setengah mati pada Jae Hee yang ia rasakan saat kuliah dulu.
Semuanya itu membanjiri ingatannya dan menangis karenanya.  Ia mencintai Jae Hee, namun sekarang adalah saatnya ia benar-benar akan melepaskan Jae Hee. Tanpa rasa dendam dan tanpa rasa amarah.
Air mata Jae Hee sudah mengering dan ia tak menangis lagi tapi ia masih termangu.
Sementara Eun Gi yang keluar rumah sejak tadi masih duduk terpaku di mobilnya. Akhirnya ia menyalakan mobil dan pergi.
Sibuk akan perasaannya sendiri, Maru tak mendengar suara bunyi mobil dinyalakan. Setelah Eun Gi melaju melewatinya, ia baru sadar kalau tadi Eun Gi kemari. Tapi pembicaraan terakhir dengan Jae Hee seakan mematikan semua sel otaknya sehingga ia masih berpikir mengapa Eun Gi bisa kemari dan apa alasannya.
Ada telepon masuk, dan Maru mengangkatnya. Dari Jae Hee yang belum bisa menerima Maru yang benar-benar meninggalkannya, “Apakah karena Eun Gi? Apakah kau mencintainya? Kang Maru!”
“Aku telah melakukan kesalahan dan aku menyesalinya,” kata Maru membuat Jae Hee sedikit lega mengira Maru akan kembali. Tapi tidak karena ia menyesal telah menyeret Eun Gi ke dalam masalah ini. Maru menutup telepon, dan tatapannya kembali melihat ke arah Eun Gi yang baru saja pergi.
Maru menelepon Eun Gi, tapi Eun Gi tak mau mengangkat telepon itu.
Di rumah, kondisi Presdir Seo sudah tak bagus. Ia bertanya apakah Joon Ha sudah mencoba menghubungi Eun Gi? Joon Ha menjawab kalau ia sudah menelepon tapi Eun Gi tak mau menjawabnya.
Presdir Seo sepertinya sudah tak peduli lagi dengan Jae Hee, karena ia mengabaikan pertanyaan Joon Ha tentang keberadaan Jae Hee yang tak dilihatnya pagi ini. Ia malah menanyakan apakah perintahnya sudah dijalankan? Tentang wasiat dimana Jae Hee tak memperoleh apapun?
Joon Ha mengingatkan Presdir Seo, apakah Presdir tak sedikit keterlaluan? Tapi bagi Presdir Seo yang merasa tak akan hidup lebih lama lagi, ia harus melakukannya sekarang. Karena jika tidak, segala sesuatunya akan terasa sulit bagi Eun Gi nanti.
Eun Gi tiba di parkiran rumah Maru. Ada telepon masuk dari Joon Ha dan lagi-lagi ia tak mengangkatnya. Ia malah menjalankan mobilnya lagi, pergi ke tempat lain.
Dan mobilnya berselisih jalan dengan mobil Maru yang menyusulnya. Maru masuk ke rumah, menyadari kalau Eun Gi tidak pulang. Ia melihat tumpukan baju Choco yang kemarin dipinjamkan.
Ia juga melihat foto pantai milik Jae Hee, dan baru menyadari kalau ada tulisan Jae Hee dibelakangnya, “Piknik pertama kita. Ayo pergi! Jae Hee love Maru”
Jae Hee pergi ke ruang safety box di sebuah bank. Kata-kata Min Young terngiang-ngiang, kalau Presdir Seo akan mencabut pisaunya, dan kali ini mereka tak akan selamat kecuali melarikan diri. Mereka berdua.”
Tapi ia belum menyerah. Ia mengambil sesuatu dari safety box. Sebuah amplop yang menjelaskan tentang peristiwa 6 tahun yang lalu.
Malam itu ia bertemu dengan pegawai Tae San yang tak terima dikeluarkan dengan semena-mena. Ia membawa amplop berisi dokumen kebusukan Tae San dan Presdir Seo. Ia memberikannya pada Jae Hee selaku wartawan HBS untuk diliput sebagai berita besar.
Tapi Jae Hee menolak dokumen ini, dan menyuruh pria itu untuk memeras Tae San saja dengan dokumen ini.
Pria itu langsung menyadari kalau Jae Hee adalah wanita yang kabarnya disukai oleh Presdir Seo, dan hal ini membuatnya marah. Ia menyerang Jae Hee, mencoba memperkosanya.
Jae Hee berteriak panik dan meronta-ronta. Tapi pria itu terlalu kuat, sehingga Jae Hee mengambil botol yang  ada di dekatnya dan memecahkannya ke kepala pria itu. Ia juga menendang pria itu hingga pria itu terjatuh.
Pukulan itu tak mematikan, tendangan itu juga tak mematikan. Tapi pria itu terdorong ke bawah tempat tidur dan belakang kepalanya terantuk ujung meja. Dan seketika itu juga pria itu mati.
Amplop yang sekarang ia dekap itu adalah amunisi terakhir Jae Hee untuk menghadapi Presdir Seo.
Sementara Jae Hee pulang ke rumahnya, Joon Ha membuka data pribadi Jae Hee dan Min Young. Terlihat kalau ia stress dan ragu akan tindakannya.
Sedangkan Min Young ada di ruangan kantornya, sedang mengemasi barang-barang pribadinya. 
Eun Gi tiba di pantai tempat foto Jae Hee berada dan ia memotret pemandangan pantai dengan handphone-nya, persis seperti foto itu.
Dalam sekejap, foto itu sampai di handphone Maru, yang langsung bergegas pergi setelah mengetahui keberadaan Eun Gi.
Tak lama, Maru sudah tiba di pantai dimana Eun Gi duduk menikmati pemandangan pantai. Eun Gi berterima kasih atas baju yang sekarang ia pakai. Bagaimana Maru bisa menebak ukurannya? Pantas saja Maru disebut playboy.
Eun Gi memuji keindahan pantai ini yang baru ia ketahui sekarang. Bagi Maru, tentu kedatangannya ke pantai ini bukan yang pertama, kan?
Maru menjawab jujur kalau ini adalah kali pertamanya datang ke sini. Dulu ia pernah berjanji akan pergi ke pantai ini bersama seseorang, tapi pada akhirnya mereka tak jadi pergi.
“Seperti apa orang itu?” Eun Gi tetap bertanya walau ia sudah tahu jawabannya.
“Orang yang pernah kucintai.”
“Siapa dia?”
Maru menoleh dan menatap mata Eun Gi saat menjawab, “Han Jae Hee.”

source : http://www.kutudrama.com/2012/10/sinopsis-nice-guy-episode-8-2.html#more
re-posted and re-edited by : dianafitriwidiyani.blogspot.com

No comments:

Post a Comment