Eun Gi menuntut jawaban Maru,
“Setelah kau meninggalkanku, kau mau kemana?” Maru bertanya balik, apakah itu
yang dipikirkan Eun Gi? Tapi Eun Gi tetap menuntut jawaban Maru.
Betapa kagetnya Joon Ha saat
diberitahu oleh Sekretaris Hyun kalau Eun Gi-lah yang membocorkan masa lalu Jae
Hee dan Maru ke media. Berarti kejadian hari ini semua direncanakan oleh Eun
Gi? Sekretaris Hyun sebenarnya juga ingin menghentikannya. Menurutnya tindakan
Eun Gi sangat tak masuk akal.
Dengan wajah dingin dan tak
berperasaan, Maru menjawab, “Aku tahu semuanya, Eun Gi. Ingatanmu semua telah
kembali. Bajingan seperti apa aku ini, kau telah mengingatnya.”
Eun Gi ingin tahu sejak kapan
Maru mengetahui kalau ingatannya telah kembali, “Dan kenapa kau hanya diam saja
setelah mengetahuinya?”
Maru mengatakan
karena ia berniat untuk mengikuti semua rencana Eun Gi.
“Berarti
seharusnya kau harus menikahiku,” kata Eun Gi sinis.
“Aku tak setuju
dengan caramu dalam membalas dendam,” sergah Maru marah. “Jika kau berencana
untuk menikam seseorang, harusnya kau lakukan itu padaku dan Han Jae Hee.
Kenapa kau membawa-bawa dirimu sendiri?”
Whoaa… apa
sekarang Maru sedang mengajari Eun Gi cara membalas dendam yang benar?
Tapi kuliah
Maru belum selesai. Dengan nada tinggi, ia mengatakan kalau Eun Gi seharusnya
menjatuhkan orang yang akan Eun Gi bunuh. Kenapa Eun Gi malah ikut menjatuhkan
diri untuk balas dendam? Jika Eun Gi mau menggunakan otaknya sedikit saja, Eun
Gi tak akan ikut mati.
“Kau bisa mencari cara yang tepat hanya untuk membunuh Jae Hee dan aku saja.” |
Tapi Maru-ssi,
Eun Gi bukannya tak bisa menggunakan cara lain, tapi ia tak mau menggunakan
cara lainnya.
“Saat aku
tergila-gila padamu, ayahku meninggal dunia. Aku tak dapat kembali dan
menghadapinya,” Eun Gi tersenyum tipis. “Tak peduli aku jatuh atau kalian yang jatuh,
tak peduli aku berdarah atau kalian yang berdarah. Selama aku bisa mengalahkan
kalian, selama aku dapat membunuh kalian, aku akan melakukan segalanya.”
Maru terpana
mendengarnya. Apalagi saat gadis itu menandaskan, “Itulah.. Seo Eun Gi.”
Oh my.. Apakah
itu juga alasan Eun Gi membelokkan mobilnya dan menyerang mobil Maru?
Eun Gi menyuruh
Maru lari darinya kalau ia takut. Ia menyadari kalau kebaikan Maru padanya
seperti memberinya makan, tempat tinggal dan menemaninya, adalah karena
perasaan bersalah Maru. “Aku seharusnya memberimu kesempatan satu kali lagi.
Karena aku akan membiarkanmu satu kali ini saja.. maka larilah.. Kang Maru.”
Maru bungkam
seribu bahasa. Penuh rasa penyesalan, ia tak membantah ataupun membela diri.
Sepertinya Eun
Gi ingin mendapatkan respon lebih dari Maru. Karena saat Eun Gi menantangnya
untuk mengatakan suatu pembelaan dan Maru menjawab tak ada, Eun Gi menyindir
kalau Maru tentu saja tak bisa membela diri. Jika Maru membela diri, berarti
Maru bukanlah manusia. Maru hanya diam.
Eun Gi juga
meminta Maru menelepon Joon Ha untuk menjemputnya. Ia pun menunggu Joon Ha di
luar mobil Maru.
Saat Joon Ha
datang dan membimbingnya masuk ke kursi belakang, Eun Gi malah membuka pintu
depan dan duduk sehingga ia berhadap-hadapan dengan Maru. Tapi Maru hanya
menatap Eun Gi dengan muram.
Joon Ha
memandang iba pada Maru. Apalagi saat Eun Gi memintanya untuk mengantarkannya
ia pulang kemana saja asal tidak ke rumah Maru.
Maru memandangi
mobil Joon Ha hingga menghilang dari pandangannya. Ia teringat kembali pada
percakapannya dengan Eun Gi saat sarapan dulu. “Jika kau mengetahui kalau aku adalah bajingan, apa yang akan kau
lakukan?” “Aku tak akan memaafkannya. Demi pria yang aku pilih, aku bahkan
meninggalkan ayahku.”
Saat itu ia
menyuruh Eun Gi untuk tidak melupakan ucapannya dan tetap pada pendiriannya. Ia
tersenyum kecil menyadari kalau Eun Gi menepati kata-katanya.
Tapi rasanya
perih sekali, bukan Maru-ssi? Kau yang menggali lubang itu, kau yang menyuruh
Eun Gi untuk mendorongmu ke lubang itu, tentunya terasa sakit, bukan?
Joon Ha
mengantarkan Eun Gi ke sebuah hotel dan memintanya untuk beristirahat. Tapi Eun
Gi memintanya untuk tidak pergi meninggalkannya. Ia yakin kalau akan terjadi
suatu kecelakaan dan mungkin ia akan mencelakakan dirinya sendiri,
“Hari ini, tetaplah di sisiku dan lindungilah aku.” |
Jae Gil dan
Choco hanya bisa memandangi Sekretaris Hyun yang mengemasi semua barang-barang
Eun Gi.
Jae Gil bertanya apakah Eun Gi benar-benar tak mau kembali? Dan kenapa
harus buru-buru? Yang mereka lakukan bukanlah sebuah skandal dan ia membujuk
Sekretaris Hyun untuk membawakan barang-barang Eun Gi besok saja.
Tapi Choco
memahami perasaan Eun Gi. Eun Gi pasti membenci semuanya. Ia tak bisa mempercayai
siapapun, ia juga tak tahan melihat siapapun, “Aku juga akan melakukan hal yang
sama jika aku menjadi kak Eun Gi.”
Menahan air matanya, Choco melepaskan ikat
rambutnya dan menitipkannya pada Sekretaris Hyun, “Bisakah Anda memberikan ini
untuk kak Eun Gi? Dia bilang ikat rambut ini sangat cantik.”
Sekretaris Hyun
tersenyum sedih dan menerima ikat rambut itu. Tapi rasanya itu tidaklah cukup
bagi Choco untuk menahan kesedihan yang ia rasakan. Sekuat tenaga ia menahan
air matanya untuk tak keluar. Jae Gil pun juga begitu.
Di pintu depan,
Sekretaris Hyun bertemu dengan Maru yang baru saja pulang ke rumah. Ia tak enak
hati karena membawa koper Eun Gi, “Direktur Seo memintaku untuk membawa semua
barang-barangnya.”
Maru hanya
mengangguk dan membiarkan Sekretaris Hyun pergi meninggalkan rumah. Jae Gil
turun dan sebagai sahabat yang baik, ia menawari Maru untuk minum-minum. Tapi
Maru tak mau. Ia malah ingin makan. Dan Maru berteriak pada Choco, memintanya
untuk menyiapkan makanan untuknya.
Choco dan Jae
Gil nampak khawatir, tapi mereka hanya bisa memandangi Maru yang makan dengan
lahap seolah tak terjadi sesuatu yang luar biasa hari ini.
Tapi mereka tak
tahu kalau di kepala Maru masih terngiang kata-kata Eun Gi di mobil tadi. “Saat aku tergila-gila padamu, ayahku
meninggal dunia. Aku tak dapat kembali dan menghadapinya. Tak peduli aku jatuh
atau kalian yang jatuh, tak peduli aku berdarah atau kalian yang berdarah.
Selama aku bisa mengalahkan kalian, selama aku dapat membunuh kalian, aku akan
melakukan segalanya.”
Maru berhenti
makan dan meletakkan sendoknya. Makanan yang ia telan seakan tersekat di
tenggorokan saat ia menyadari sesuatu.
Saya rasa Maru
menyadari kalau Eun Gi seperti membawa bom bunuh diri dan akan meledakkan di
hadapannya dan Jae Hee. Dan ia tak akan membiarkan Eun Gi untuk membawa bom
bunuh diri itu.
Maka ia pergi
menemui Jae Hee yang baru pulang ke rumah tengah malam karena menghindari
kejaran para wartawan.
Mereka duduk
berhadapan di ruang tamu, dengan Min Young berdiri di belakang Jae Hee seperti
pengawal pribadinya.
Jae Hee
bertanya apakah yang terjadi hari ini adalah ulah Maru? Maru menjawab iya. Tapi
Jae Hee belum bisa memahami Maru. Keuntungan apa yang akan ia peroleh dengan
membocorkan masa lalu mereka?
“Han Jae Hee. Dari awal tujuanku hanya satu. Untuk mendapatkanmu dan membawamu pergi.” |
“Tutup
mulutmu!” bentak Min Young. Sementara Jae Hee hanya bisa tercengang mendengar
pengakuan Maru.
Tapi Maru tak
mempedulikan Min Young. Ia tahu kalau akan ada konferensi pers yang menjelaskan
tentang masa lalu mereka dan rencana untuk menuntut orang yang membocorkan
berita itu, “Sebaiknya kalian membatalkan rencana itu. Aku akan mengirimkan
bukti yang lebih memberatkan kalian. Kalian akan langsung tamat riwayatnya.”
Min Young marah
mendengar ancaman Maru. Tapi Jae Hee masih memikirkan alasan Maru yang katanya
demi dia. Bukankah Maru melakukan semuanya ini demi Eun Gi?
Maru terlihat
bosan mendengar hal ini. Ia melakukan ini karena menuruti kata hatinya. Karena
ia kasihan pada Eun Gi, maka ia ingin mengembalikan Eun Gi menjadi Eun Gi yang
seperti dulu. “Cinta adalah..apa yang telah kuberikan padamu, Noona.”
Maru
mengembalikan semua kata-kata Jae Hee yang dulu pernah Jae Hee ucapkan di depan
rumahnya. Betapa orang akan menyadari arti cinta setelah kehilangan cinta
itu. Dan tak peduli berapapun harga yang harus dibayar, orang ingin menemukan
cinta itu kembali, “Itu adalah cinta. Benar, kan, Noona?”
Jae Hee terpana
mendengar ucapan Maru. Sementara Min Young tampak semakin geram. “Jaga
ucapanmu,” kata Min Young memperingatkan. “Yang kau cintai bukanlah Han Jae
Hee, tapi Seo Eun Gi.”
Maru tersenyum
mendengar kata-kata Min Young. Jika ia memang menyukai Eun Gi, kenapa juga ia
harus memilih jalan ini? “Saat pernikahan sudah ada dalam genggaman dan ada di
hadapanku. Aku tidaklah sebodoh itu. Aku melakukan ini .. agar hubunganku
dengan Seo Eun Gi bisa benar-benar berakhir.”
Dan seakan Min
Young tak pantas berada di ruangan ini, Maru bertanya pada Min Young sampai
kapan ia akan berdiri di situ? “Sekarang aku ingin berbicara dengan Noona
tentang hal-hal yang penting dan mendalam yang cukup kami berdua yang tahu.
Apakah kau tak akan merasa canggung? Kumohon, pergilah saja.”
Joon Ha masih
tinggal di kamar Eun Gi dan ia teringat betapa muramnya wajah Maru saat
menjemput Eun Gi. Ia menghela nafas, dan menyadari sesuatu setelah ia melihat
jam.
Ia
mengetuk-ketuk pintu kamar mandi dan memanggil Eun Gi yang sudah satu setengah
jam di kamar mandi. Ia menjadi khawatir karena tak ada jawaban. Ia mencoba membuka
pintu, tapi terkunci. Ia semakin panik dan akhirnya menelpon pihak hotel.
Min Young
keluar rumah dan sangat marah. Entah kenapa rasanya LOL banget, melihat
ekspresi Min Young seperti ekspresi Tom yang terusir karena ada Jerry yang
lebih disayang si pemilik rumah dan sekarang menggantikannya di dalam rumah.
Room service
hotel telah datang dan Joon Ha menatap tak sabar saat pegawai hotel itu mencoba
satu persatu kunci untuk membuka pintu kamar mandi. Setelah terbuka, ia
menunggu pegawai wanita itu masuk dan memeriksa kondisi Eun Gi.
Pegawai hotel
itu keluar dan mempersilakan Joon Ha untuk masuk. Di dalam kamar mandi,
ternyata Eun Gi tidak melakukan sesuatu yang membahayakan dirinya sendiri. Ia
hanya duduk termenung di bathtub, masih dengan baju pengantinnya.
Pelan-pelan
Joon Ha memanggilnya. Tapi Eun Gi tetap diam, seperti berada di dunia lain.
Kali ini Joon Ha memanggilnya lagi, tapi tidak dengan panggilan Direktur Seo, melainkan,
“Eun Gi-ya..”
“Aku tak dapat
membencinya,” kata Eun Gi tiba-tiba. “Kang Maru, harusnya aku membencinya,
marah dan jijik padanya. Tapi bagaimanapun usahaku, aku tak dapat membencinya.”
Eun Gi menyebut
Maru bajingan yang tak pernah mencintainya. Karena telah menghancukan hidupnya,
Maru merasa bersalah dan kasihan padanya. Tapi Maru tak pernah mencintainya,
yang Maru cintai hanyalah Jae Hee. “Dia menggunakanku untuk mendapatkan Han Jae
Hee. Dia mempermainkan seorang gadis bodoh dan gampangan yang hilang ingatan.
Tapi aku tetap tak dapat membencinya.”
Karena itulah maka Eun Gi membocorkan hubungan mereka bertiga. Jika ia
mempublikasikannya, perasaannya pada Kang Maru yang tak masuk akal ini akan
berakhir. Sehingga jika ia menyerah dan
mencoba kembali pada Maru, semua orang di dunia ini akan menghentikannya.
Tak sadar Joon
Ha meneteskan air mata melihat Eun Gi yang menderita. Eun meminta pendapatnya,
“Aku telah bertindak benar, kan? Ayahku pasti akan bahagia di surga, kan?” Namun
air mata Eun Gi terus bercucuran, “Tapi aku sangat merindukannya. Aku benar-benar sangat merindukan Kang Maru. Apa
yang harus kulakukan, Oppa?”
Di meja makan,
Jae Hee memperingatkan Maru agar tak main api dengan Min Young karena Min Young
bisa membunuhnya.
Tapi Maru tetap santai malah meminta Jae Hee untuk
membicarakan diri mereka sendiri. Ia mengusap rambut Jae Hee dan berkata kalau
Maru yang berhati dingin telah datang secara khusus dan menginginkan Jae Hee.
Jae Hee terpana
mendengar rayuan Maru, apalagi saat Maru menggenggam bahunya dan meminta mereka
melanjutkan hubungan karena skandal hubungan mereka telah terlanjur terkuak ke publik.
Hmm… Maru yang
sekarang adalah Maru si gigolo. Sesaat Jae Hee nampak bimbang mendengar kata-kata
manis Maru, tapi kemudian ia tersenyum. “Hampir saja aku tertipu. Memikirkan
kalau kau benar-benar menginginkanku, benar-benar ingin membawaku pergi..”
Senyum Maru
merayu Jae Hee, “Menurutmu aku tak serius?” Tapi kali ini Jae Hee sudah sadar.
Ia tersenyum berkata kalau ia sangat mengenal Maru lebih baik daripada Maru sendiri.
“Menjatuhkanku dan membawaku pergi. Semuanya itu demi Seo Eun Gi, kan? Bahkan
jika kau ingin menjual dirimu padaku, itu karena kau ingin melindungi Seo Eun
Gi, kan?”
Maru menyadari
kedoknya terbongkar. Tapi ia tak mundur, malah menantang Jae Hee, “Jadi..
apakah kau berminat untuk membeliku?”
Jae Hee tak
percaya melihat keterusterangan Maru dan ia menantang balik, “Apakah kau mau
jika aku melakukannya?”
Tanpa berkedip
Maru menjawab, “Tentu saja. Tapi itu terjadi jika kau mau meninggalkan dan
mengembalikan semuanya, serta mengundurkan diri dan ikut ke duniaku tanpa Seo
Eun Gi. Tinggal di sana selamanya.”
Jae Hee tampak gentar
mendengar tantangan Maru, “Jadi, apakah kau mau menerimanya, Noona?”
Sementara Joon
Ha menunggui Eun Gi yang tertidur lelap, Maru telah pulang ke rumah. Ia
memasuki kamar Eun Gi yang sekarang hanya ditempati oleh Choco yang sudah
tertidur.
Dalam
kegelapan, Maru duduk di tempat tidur Eun Gi dan menyentuh bantal, mencari
sedikit jejak Eun Gi yang tertinggal di bantal itu. Ia melihat tak ada barang
yang tertinggal, kecuali satu.
Foto mereka
saat di Aomori.
Ia hanya bisa
menatap dan menyentuh wajah Eun Gi yang tersenyum padanya.
Pagi-pagi, Jae
Hee dikagetkan oleh kabar yang dibawa oleh bibi pembantu. Eun Gi pulang dengan
membawa koper. Ia menemui Eun Gi yang ada di ruang kerja Presdir Seo sedang
menatap foto ayahnya.
Entah bimbang atau
segan, Jae Hee perlahan menyapa Eun Gi yang katanya telah memutuskan untuk
pulang ke rumah. Eun Gi mengiyakan karena ia tak bisa tinggal lagi di rumah
Maru.
Jae Hee memuji
tindakan Eun Gi. Dan ia ingin menjelaskan hubungan masa lalunya dengan Maru,
tapi Eun Gi menghentikannya. Eun Gi tak ingin mengatakan apapun tentang itu dan
ingin melupakannya.
“Orang yang
membocorkan berita itu pada pers adalah bajingan itu,” kata Jae Hee tiba-tiba. Ia
mengatakan kalau Maru berniat untuk menghancurkan mereka semua. Sebelum Eun Gi
amnesia, ia juga telah mencoba mengingatkannya, tapi Eun Gi tak mau
mendengarnya. “Kau sudah melupakan perasaanmu pada bajingan itu, kan?”
Walau terkejut
mendengar Maru menjadikan dirinya sendiri sebagai kambing hitam, tapi Eun Gi
hanya terdiam.
Saat Eun Gi
turun tangga, ia mendengar suara tangisan Eun Suk yang pulang ke rumah dan
berteriak pada ibunya, “Ibu jahat! Aku benci ibu!”
Skandal masa
lalu ibu dan tunangan kakak Eun Suk rupanya telah masuk ke sekolahnya dan Eun
Suk diejek oleh teman-temannya.
Jika skandal
itu telah masuk ke sekolah Eun Suk, skandal itu lebih kejam di kantor Maru. Tapi
Maru pasrah saat mendengar bisikan-bisikan yang mengunjingkan dirinya saat ia
berjalan di kantor.
Joon Ha yang mendengarnya hanya bisa menatap punggung Maru
dengan iba.
Pagi itu, Min Young sudah menunggu
kedatangan Jae Hee. Kali ini Jae Hee tak ada ramah-ramahnya sama sekali pada
pengacara itu. Ia bahkan menyindir Min Young ada perlu apa ia datang ke tempat
dimana pemiliknya belum datang.
Min Young memilih mengabaikan
sindirian Jae Hee dan berkata kalau sebentar lagi akan diadakan rapat direksi
yang akan membicarakan tentang skandal tentang Jae Hee dan Maru. Dan ia
menyuruh Jae Hee untuk tidak mengakui skandal tersebut. Ia sudah memberitahu wartawan
kalau berita kemarin adalah fitnah serta pencemaran nama baik dan mereka akan
menuntut pelakunya.
Walau Kang Maru akan hadir di
rapat itu, tapi ia akan menghentikannya agar Kang Maru tak akan sempat
mengatakan sesuatu yang tak diharapkan.
Jae Hee mengerti dan menyuruh Min
Young untuk pergi karena ia ingin sendirian. Tapi urusan Min Young belum
selesai. Ia bertanya apa yang akan Jae Hee lakukan dengan Maru? Apakah Jae Hee
akan meninggalkan Taesan dan mengikuti Maru?
Jae Hee tak mau menjawabnya, “Mengapa
aku harus memberitahukan padamu, Direktur Ahn? Ini adalah masalah pribadiku.
Kenapa?”
Kedua tangan Min Young langsung
menyambar kerah baju Jae Hee dan mencengkeramnya dengan kasar. Jae Hee terkejut
apalagi mendengar kata-kata Min Young, “Kau yang main-main denganku dulu. Kau
menyuruhku untuk menjadi milikmu. Untuk melindungimu.”
Jae Hee mencoba menyela, tapi Min
Young belum selesai berbicara, “Kau bilang kita tidak satu level? Siapa yang
membuatmu seperti sekarang ini? Siapa yang membuat orang yang seharusnya dipenjara
30 tahun karena pembunuhan, dari kasta terendah di masyarakat, mampu meraih
segalanya?”
Jae Hee ketakutan melihat sisi
gelap Min Young yang belum pernah ia lihat. Min Young mengancam Jae Hee kalau
ia tak akan pernah bisa bersama Maru, “Jika kau pergi kepadanya, kau harus mati
dulu.”
Min Young melepaskan
cengkeramannya dan dengan lebih pelan ia berkata kalau Jae Hee adalah miliknya.
Untuk mendapatkan Jae Hee, ia telah meninggalkan semuanya dan melangkah hingga
sejauh ini, “Ayo kita menikah, Han Jae Hee.”
Dan untuk meresmikannya ia mencium
paksa Jae Hee. Jae Hee berusaha menolak, tapi sia-sia.
Whoa.. bukankah seharusnya kau
harus berlutut untuk meminangnya, Min Young? Kenapa kau malah mencengkeram dan
mengancam calon pengantinmu?
Di toilet, Jae Hee masih shock dan
hanya bisa mengusap mulut jijik, mencoba menghapus bekas ciuman Min Young.
Saat mengawasi sesi pemotretan
iklan Taesan di studio foto, para staf dan model menggunjingkan Maru di
belakangnya. Tapi Maru tetap mempertahankan sikap cuek namun sopannya.
Joon Ha mendatanginya dan
mengulurkan sekaleng kopi padanya, “Apakah kau baik-baik saja?”
Aww.. I know you never ever want
to harm Maru, Joon Ha-ssi.
Mereka duduk berdua di taman
perusahaan dan Joon Ha menunggu Maru berbicara. Tapi Maru hanya diam dan
meminum kopinya dengan tenang, membuat Joon Ha bertanya,
“Aku ingin tahu,” jawab Maru
jujur. “Tapi kalaupun aku ingin tahu, aku tak mau menanyakan apapun padamu.”
Sekarang Joon Ha yang malah
penasaran. Mengapa Maru tak ingin tahu?
“Jika ia benar-benar telah
melupakan Kang Maru, dan sedang makan dan hidup dengan baik, maka itu akan
melukaiku,” kata Maru tersenyum. Namun ia menghela nafas dan menunduk saat
melanjutkan, “Dan jika jawabannya sebaliknya, aku juga tetap akan terluka.”
Joon Ha tersenyum dan meminta Maru
untuk menanyainya saja, “Jawabannya bisa saja tak terduga.”
Tapi Maru tetap tak mau dan ia
meminta diri untuk pergi. Hanya ketika ia sendiri di ruang kerjanya, terlihat
sebenarnya ia ingin tahu keadaan Eun Gi. Ia mengambil handphone-nya, dan
menulis nama Seo Eun Gi di sana. Tapi ia ragu untuk menekan nama itu.
Mendadak ada telepon masuk dari
nomor yang tak dikenal. Maru mengangkat telepon, namun tak ada suara yang
terdengar. Maru mengucap halo berkali-kali, tetap tak ada suara yang menjawab.
Hanya terdengar lagu San Fransisco
mengalun, membuat Maru tersadar dan berbisik dalam hati, “Ini Eun Gi..”
Eun Gi hanya mendengarkan suara
Maru yang tadi berkata halo berkali-kali. Ia tak bersuara, tapi juga tak
mematikan handphone. Hanya lagu San Fransisco yang menemaninya menghadapi Maru.
“Halo..”
“Halo..”
“Apakah kau sudah makan? Apakah kau tidur dengan nyenyak?”
“Bagaimana denganmu? Apakah kau bisa tidur nyenyak? Apakah kau merasa
tidak nyaman?”
“Apakah kau menderita? Aku sendiri.. merasa menderita.”
“Hari itu.. badanmu demam.Kau memakai baju pengantin yang tipis, apakah
kau tidak sakit?”
“Aku harap kau tidak menderita. Aku harap kau tak menderita karenaku.”
“Aku merindukanmu, Eun Gi-ya.”
Eun Gi menutup telepon dan
memutuskan pembicaraan. Tapi Maru tetap memegangi handphone-nya, dan kali ini
berbicara tidak di dalam hati, “Aku merindukanmu, Seo Eun Gi.”
Walau sambungan telepon sudah
terputus, Eun Gi masih memandangi nama Maru yang ada di layar handphone.
Dan Maru tersenyum setelah
menerima telepon itu, “Besok telepon aku
kembali, Eun Gi-ya. Aku akan selalu menunggu telepon darimu.”
Jae Shik malam-malam datang ke
rumah Maru untuk membicarakan sesuatu. Selain mencari Maru ia juga mencari
makan. Sudah terbiasa, Choco tetap menghidangkan makanan untuk Jae Shik.
Belum juga makan, Jae Shik sudah
ribut dengan bahan daging yang digunakan. Ini daging sapi lokal atau impor?
(Lokal) Bagaimana dengan levelnya? (Level apa?) Ia tak mau memakan apapun yang
dibawah level 1+.
Choco hanya bisa menelan
kekesalannya melihat sang Ratu Jae Shik ini. Dan seperti kebiasaan Jae Shik, ia
harus minum susu dulu sebelum makan. Dan kesabaran Choco sudah habis dan ia
juga takut kalau Jae Shik marah, maka ia pura-pura mau ke kamar kecil dan
menyerahkan segalanya pada Jae Gil.
Tapi Jae Gil terlalu sibuk dengan
kayu kecil yang sedari tadi dibawa Jae Shik. Di kayu itu ada ukiran tangan Jae
Shik . Ada nama Maru dan tanda tanya
(?) di kayu itu. Apakah Maru yang ditulis Jae Shik itu adalah Maru-nya?
Jae Shik sedikit tergagap dan
menutupinya dengan kemarahan. Ia marah karena Jae Gil mengambil barang orang
seenaknya dan tak ada susu untuknya.
Malam-malam, Jae Hee masih ada di
kantor dan minum-minum. Ancaman Min Young masih terekam jelas di benaknya
membuatnya resah. Ia juga teringat kata-kata Maru tentang tawarannya untuk
mendapatkan Maru dengan imbalan meninggalkan Taesan selamanya.
Maru ternyata bekerja lembur di
ruangannya. Terdengar ketukan di pintu dan Jae Hee masuk dengan membawa alkohol
dan dua gelas untuk mereka berdua, “Ayolah minum dengan noona, Maru.”
Tak menunggu jawaban Maru, Jae Hee
duduk dan menuangkan minuman di gelasnya dan gelas Maru. Entah karena kasihan
atau ingin cepat mengusir Jae Hee, Maru terpaksa duduk menemani Jae Hee dan
berkata kalau tak pantas bagi mereka untuk minum-minum di kantor.
Tapi Jae Hee mengatakan tak
apa-apa. Selama Maru tak memberitahukan pada siapapun, maka semuanya oke, “Dan
jangan sekali-kali kau beritahu Direktur Ahn.”
Maru hanya terdiam melihat Jae Hee
minum dan melantur. Menurut Jae Hee, betapa ironisnya mereka. Demi menggapai
kekayaan dan kekuasaan, mereka mengorbankan kesehatan dan masa muda mereka. Dan
setelah menjadi kaya berkuasa namun tua dan sakit-sakitan, mereka menghabiskan
semua kekayaan mereka demi menjadi muda dan sehat. “Apa otak mereka terbuat
dari batu?” cemooh Jae Hee.
Maru tetap diam saja. Jae Hee
kemudian menelepon Jae Shik. Ia menyuruh Jae Shik untuk menghentikannya jika
nanti ia mulai bertingkah gila dan berkata akan menyerahkan semuanya demi
mendapatkan seorang pria. “Jika aku… tak mau mendengarkanmu.. kau boleh
menyeretku ke rumah sakit jiwa, dan menggunakan apapun untuk menyumpal mulutku.
Jangan biarkan aku untuk keluar. Kau harus bertanggung jawab dan
menghentikanku.”
Eun Gi bekerja di rumah dan sedang
berbincang-bincang dengan Sekretaris Hyun tentang uang yang dulu pernah masuk
ke rekeningnya. Ia baru tahu kalau dana itu adalah dana rahasia yang dimiliki
Jae Hee dengan bantuan Direktur Kim (Direktur yang dulu koma dipukuli dan Maru
yang jadi tersangka utama).
Masih tetap menelepon Sekretaris
Hyun, Eun Gi menyadari kalau gelasnya telah kosong dan ia berniat turun ke
bawah untuk mengambil minuman kembali.
Betapa kagetnya ia melihat Jae Hee
masuk rumah. Jae Hee mabuk dan hampir saja terjerembab jika tak ditahan oleh..
Maru.
Maru tak melihat kehadirannya.
Tapi Jae Hee melihatnya. Ia menyapa Eun Gi dengan riang dan bertanya apakah Eun
Gi belum tidur?
Hati Maru mencelos saat mendengar
nama Eun Gi disebut. Ia langsung melepaskan tangannya dari lengan Jae Hee.
Namun terlambat, Eun Gi sudah melihat semuanya.
Walaupun marah, Eun Gi
menyembunyikannya dan berbasa-basi bertanya mengapa Jae Hee minum-minum. Jae
Hee tersenyum dan mengatakan kalau ia sedang bahagia maka ia minum. Ia pun
mengajak Eun Gi dan Maru untuk minum bertiga. “Kalian pasti sudah lama tak
pernah bertemu, kan? Pasti banyak sekali hal yang dapat diperbincangkan.”
Maru melihat betapa muramnya wajah
Eun Gi. Maka Maru menarik Jae Hee dan dibantu dengan bibi pembantu, ia
membimbing Jae Hee masuk kamar.
Di dalam kamar Jae Hee, setelah
melihat bibi pembantu menyelimuti Jae Hee, ia pun melangkah pergi. Tapi
langkahnya terhenti karena ucapan Jae Hee, “Aku menyesalinya. Maru.. Aku
menyesalinya. Sangat, sangat menyesalinya.”
Maru tak merespon apapun dan
keluar kamar. Di luar ia menatap ke seluruh ruang tengah, mencari sosok Eun Gi.
Tapi gadis itu tak terlihat di manapun.
Eun Gi duduk di kamar saat
terdengar suara ketukan pintu. Maru masuk dan menyapanya. Ia melihat kamar Eun
Gi dan bertanya, “Apakah kau tinggal di sini?”
“Hmm…” tukas Eun Gi pendek,
mengiyakan tapi tak mau menatap Maru.
Mendapat sambutan yang tak ramah,
Maru tetap memandang Eun Gi dan bertanya, “Apakah kau baik-baik saja?”
“Hmm..”
“Apakah kau sudah makan?”
“Hmm..”
“Tidurmu juga nyenyak?”
“Hmm..”
"Kau tak sedang sakit, kan?”
“Hmm..”
Maru tersenyum dan bertanya,
“Apakah kau tak tahu kata lain selain ‘hmm’?”
Kali ini Eun Gi mengangguk, tidak
meng-hmm lagi, tapi tetap menolak untuk menatap Maru.
“Jadi seperti ini bentuk kamarmu,”
kata Maru. Ia berjalan sambil melihat-lihat ruangan Eun Gi. “Setelah tinggal di
kamar sebesar ini, kau harus tinggal di kamar Choco. Pasti terasa berat
untukmu.”
Tepat di hadapan Eun Gi, Maru
berhenti dan memandangnya, “Apakah kau tak ingin mengatakan sesuatu padaku?”
Eun Gi hanya diam dan menatap
lantai. Maru pun tahu diri dan berkata, “Kalau begitu, aku akan pergi.”
Maru keluar dan menutup pintu. Dan
saat itu juga, Eun Gi bangkit dan pergi mengejar Maru.
Hingga di depan pintu. Eun Gi
berhenti tepat di depan pintu, meraih gagang pintu dan ingin membukanya. Tapi
terhenti.
Maru berdiri di balik pintu,
menunggu pintu itu terbuka, menunggu Eun Gi mengejarnya.
Tapi Eun Gi hanya terdiam dan
malah melepas gengamannya.
Begitu pula Maru. Ia tak berani
meraih gagang pintu untuk membukanya. Ia malah mengeluarkan handphone dan
menelepon Eun Gi dari balik pintu.
Berhadap-hadapan, terpisahkan oleh
sebuah sekat, Maru berkata pada Eun Gi, “Apakah sekarang ini adalah
satu-satunya tempat yang bisa kau tempati? Mengapa wajahmu pucat sekali? Aku
tak dapat melihatnya karena kelihatan sangat pucat.”
Eun Gi tercekat mendengar suara
Maru, tak dapat menjawab apapun.
“Apakah Han Jae Hee tak memberimu
makan? Apakah ia mengganggu dan merepotkanmu?” Maru tetap tak mendengar satu
katapun dari Eun Gi. “Aku benar-benar akan pergi. Hiduplah dengan bahagia.
Selamat malam.”
Sambungan telepon terputus dan Eun
Gi tetap berdiri di depan pintu dan dalam hatinya berkata, “Aku sangat bahagia karena hari ini melihat
wajahmu. Jaga dirimu.”
Keesokan paginya, Maru dihadang
oleh Jae Gil yang berbaring di depan pintu, menghalanginya untuk pergi ke
kantor. Jae Gil tak akan pindah sampai Maru mau pergi ke rumah sakit.
Maru tak ingin berdebat, tapi ia
harus kerja. Jae Gil tak mau mendengar bualan Maru. Ia duduk dan bertanya, “Apa
sekarang pekerjaan lebih penting? Aku berniat untuk menyeretmu ke rumah sakit setelah
kau menikah. Tapi kau menghancurkan pernikahanmu, jadi tak ada alasan lagi
untuk tidak pergi. Ayo, sekarang pergi!”
Maru sangat kesal dan membentak
Jae Gil. Tapi Jae Gil tak takut. Ia tahu kalau Maru seperti ini karena takut
terjadi sesuatu. Maka ia minta agar Maru tak perlu khawatir,
“Jika kau mati saat dioperasi, aku akan mendampingi Choco seumur hidupku. Jika kau mendapat komplikasi atau lumpuh, aku akan merawatmu seumur hidupku. Jadi janganlah khawatir dan pergilah operasi.” |
Aww.. Mr Big and Nice Guy..
Jae Gil kembali berbaring dan
memutuskan untuk tetap seperti ini, “Hingga kau mati atau aku yang mati. Jika
kau benar-benar ingin pergi kerja, maka langkahilah aku.”
LOL, baru tahu saya kalau
berbaring telungkup dan dilangkahi bisa menyebabkan kematian.
Choco masuk dan kaget melihat Jae
Gil berbaring di depan pintu. Ia bertanya pada Maru mengapa Jae Gil berbaring
seperti itu. Maru memasang wajah senyumnya dan mengatakan tak tahu. “Jae Gi
yang menyuruhku untuk melangkahinya dan pergi.”
Dan Maru benar-benar menginjak pantat
Jae Gil dan melangkah pergi. Jae Gil menjerit kesakitan dan berdiri, namun tak
dapat berkata banyak karena sudah ada Choco di antara mereka. Ia hanya
mengernyit sakit merasakan ijakan Maru.
Tapi Choco yang polos bertanya
mengapa Jae Gil menyuruh Maru menginjaknya, seolah badanya memang boleh diinjak,
“Apakah kau menyukai pijat Shiatsu?”
LOL.
Jae Hee masih berbaring di tempat
tidur, merasa kacau. Saat bibi pembantu datang, ia bertanya padanya, apakah
Maru semalam pergi ke kamar Eun Gi?
Bibi pembantu mengiyakan. Tapi ia
mengatakan kalau Maru tidak lama tinggal di dalam kamar. Yang lama adalah saat
Maru keluar dan berdiri di depan pintu kamar Eun Gi.
Eun Gi menemui Joon Ha dan berkata
kalau ia sekarang sedang menyelidiki tentang kematian ayahnya. Banyak sekali
kecurigaan yang menyebar di publik dan beberapa orang berpikir kalau ini adalah
kasus pembunuhan.
Menurut bibi pembantu, Min Young
dan Jae Hee datang di waktu yang bersamaan pada malam itu. “Apakah itu hanya
kebetulan? Ayah tak mengetahui tentang video perselingkuhan mereka, kan?”
Joon Ha ragu, namun akhirnya ia
jujur. Presdir Seo sudah tahu jauh sebelum ia menunjukkan video itu pada Eun
Gi.
Eun Gi ngeri membayangkan ayahnya
yang sedang sakit menghadapi pengkhianatan orang kepercayaannya. Joon Ha
menambahkan kalau sebenarnya Presdir Seo sudah berencana untuk menyingkirkan
mereka sekaligus, “Ia menyuruhku untuk melakukannya.”
“Kenapa kenyataan seperti ini harus kau sembunyikan hingga sekarang? Apakah ini yang ingin kau katakan setelah ingatanku kembali? Apakah tak ada yang kau sembunyikan lagi? Katakan padaku semuanya!” |
Joon Ha duduk sendirian di taman. Kenangan
saat Presdir Seo meninggal dan ancaman Min Yong padanya masih terekam jelas di
kepalanya. Ancaman kalau Min Young juga akan melaporkan ayah Joon Ha yang
ditugaskan oleh Presdir Seo untuk melenyapkan ibu Eun Gi.
Dan yang selanjutnya terjadi
adalah Joon Ha mendatangi Maru dan meminta bantuannya.
Maru sedang berjalan menyusuri
taman. Saat itu, terdengar suara Eun Gi, “Setiap orang memiliki kenangan yang tak
dapat dihapus, tak peduli seberapa kerasnya mereka mencoba.”
Dan duduk di bangku taman, Maru
menemani Jae Hee yang menangis tersedu-sedu dan menggenggam tangannya.
Pelan-pelan, Maru meraih Jae Hee ke dalam pelukannya.
Sekali lagi, terdengar suara Eun
Gi. Namun kali ini Eun Gi terlihat mengawasi Maru dan Jae Hee dari jauh, “Kenangan
adalah suatu hal yang selalu berubah dan memudar. Kenanganku, apakah aku dapat
mempercayai kenangan itu? Yang aku lihat hari itu, sebenarnya apa?”
source : http://www.kutudrama.com/2012/11/sinopsis-nice-guy-episode-18-2.html
re-posted and re-edited by : dianafitriwidiyani.blogspot.com
No comments:
Post a Comment