Yi Gak duduk bersila di kandang
ayam. Aura magis masih menyelimutinya. Saat aura itu menghilang, ia tersadar
dan membuka mata. Matanya terbelalak, mencoba mencerna ia ada dimana sekarang.
LOL. Seumur hidup ia pasti belum
pernah melihat kandang ayam dan bebek.
Everything happened for a reason.
Sepertinya Yi Gak mencoba
berpikir. Saat ia menghilang dan muncul di masa depan, ia jatuh di rumah Park
Ha. Ternyata jawaban misteri yang ia cari adalah Park Ha. Tapi sekarang? Mengapa
ia jatuh di kandang ayam? Apa maksudnya?
Tapi ia tak sempat berpikir lebih
lama lagi, karena ia jatuh di siang bolong dan berbagai tatapan ingin tahu
mengarah padanya. Dandanan dan rambutnya pasti menarik perhatian banyak orang.
Tiba-tiba ia mendengar teriakan
seseorang yang menyuruh “Tangkap dia!” Ternyata itu adalah kepala pasukan yang
menyuruh pasukan mengejarnya.
Reflek, Yi Gak langsung lari terbirit-birit.
Di tengah jalan ia bertemu dengan
Chi San yang juga ikut lari. Mereka tak sempat menyapa, karena pasukan kerajaan
mengejar mereka. Di jalan bercabang, Yi Gak menyuruh Chi San untuk memisahkan
diri. Tapi Chi San tak mau, hingga Yi Gak harus mendorongnya.
Mereka berpencar, membuat kepala
pasukan itu sedikit bingung dan akhirnya membagi pasukannya menjadi dua untuk
mengejar kedua orang aneh itu.
Tunggu.. apa kepala pasukan itu
Taek Soo? Pyo Taek Soo?
Double LOL. You’re so dead, man. Jangan sampai keempat Joseoners (atau mungkin ketiga Joseoners) mengetahui
kalau kau yang mengejar-ngejar Yang Mulia Yi Gak saat ia jatuh di masa Joseon
ini. :D
Untung Yi Gak bisa bersembunyi
sehingga Taek Soo tak berhasil menangkapnya.
Yi Gak buru-buru meninggalkan
tempat itu dan mencari yang lain. Betapa terkejutnya saat ia melihat Chi San
terkapar dengan mulut berlumuran darah. Ia segera mendudukkan Chi San dan
mencoba membangunkannya. Tapi Chi San hanya memanggilnya lirih, “Yang Mulia..”
dan tak sadarkan diri lagi.
Yi Gak berteriak memanggil Chi
San lagi tak rela kalau pelayan setianya mati, “Bagaimana mungkin kau meninggal
seperti ini?”
Dengan mata terpejam, seolah
berubah menjadi vampire, Chi San menjilat darah itu dan bergumam, “mmmhhh”. Dan
tiba-tiba matanya terbuka dan bertanya, “Apa mereka sudah pergi?”
Tentu saja Yi Gak kaget, namun
segera menyadari, “Itu saus tomat?” Chi San mengangguk.
Kwa kwa kwa.. penonton kecewa.
Yi Gak langsung menjatuhkan badan
Chi San kembali dan pergi meninggalkan pelayannya dengan kesal. LOL.
Chi San menyusul Yi Gak dan
menciumi bungkus hamburger yang masih ia bawa dengan keluhan kalau ia masih tetap
lapar. Ia hanya punya satu sachet kecil saus tomat untuk dijilat-jilat, “Jika
saja aku bisa makan hamburger lagi.. “ dan ia mencium kertas bungkus hamburger
itu dengan penuh sayang.
Yi Gak tak mempedulikan keantikan
Chi San, dan menyuruhnya untuk bersiap-siap untuk kembali ke istana. Tapi Chi
San tak mau. Dengan dandanan mereka seperti ini, mereka akan langsung diseret
ke penjara.
Yi Gak juga menyadari itu. Tak
sengaja, matanya tertumbuk pada dua orang lokal yang sedang duduk di kedai
makan, dan bersulang dengan.. kaleng bir?
Young Sul dan Man Bo!
Buru-buru Yi Gak dan Chi San
memanggil dan menghampiri mereka. Chi San langsung lari menuju ke Young Sul
yang juga berlari ke arahnya. Mereka berpelukan?
Tidak. Karena yang dituju Chi San
adalah ayam yang ada di atas meja dan melahapnya dengan rakus. Dan Young Sul
juga berlari dan memeluk Yi Gak dengan sangat antusias. Yi Gak terkejut dengan
pelukan itu namun membiarkannya karena Young Sul juga tersadar akan posisinya
yang tak pantas memeluk seorang Pangeran.
Chi San memasukkan banyak-banyak
ayam ungkep ke mulutnya dan baru bertanya, “Bagaimana mungkin kalian dapat
membeli makanan ini?”
Young Sul menjelaskan kalau
mereka menukar makanan ini dengan permen karet yang mereka bawa. Kata bibi
penjaga kedai, mereka dapat melakukannya.
Young Sul memberikan permen karet
itu pada Yi Gak, tapi bukan permen karet yang ia butuhkan. Sekarang ia sangat
haus dan ia mengincar kaleng bir yang ada di atas meja.
LOL, Pangeran mau berbagi minum
dengan orang lain?
Tapi walaupun Pangeran mau,
keinginannya menikmati bir harus pupus karena kaleng itu telah kosong. Ia
meminta kaleng bir lagi pada mereka berdua.
Young Sul menjawab kalau hanya
itu kaleng yang mereka bawa. Dan seolah membela diri, Young Sul menambahkan
kalau tiap orang harus bertanggung jawab pada benda yang mereka bawa.
LOL. Kalau mau minum bir, Yang
Mulia, anda harus membawanya sendiri.
Yi Gak hanya bisa mendesah kesal.
Namun kekesalannya segera terobati karena Man Bo ternyata tak lupa untuk
membawa baju kebesarannya di dalam ransel yang sangat besar itu.
Ia menerima bajunya dan meraba
sulaman emas yang ada di baju itu, seakan menerima kenyataan kalau ia memang
sudah kembali ke masa Joseon.
Perdana Menteri Hong (ayah Hwa
Young dan Bu Young) kaget dan setengah tak percaya saat mendengar laporan dari
anak sulungnya kalau Yi Gak telah kembali ke istana. Anak laki-lakinya yakin
karena saat ia ada di istana, ia melihat Yi Gak memasuki istana.
Perdana Menteri Hong langsung
menemui Pangeran Mu Chang dan memberitahukan informasi itu.
Pangeran Mu Chang mengangkat
mukanya, dan ia adalah Tae Moo. Rupanya Tae Moo juga memiliki reinkarnasi di
jaman Joseon. Bahkan, ia dan kelompoknyalah yang mengejar Yi Gak dan ketiga
josenoers semalam.
Pangeran Mu Chang sangat marah dan membunuh
pengawal yang salah memberikan informasi padanya tentang kematian Yi Gak
semalam.
Duh.. Nggak Tae Moo dan nggak Mu
Chang.. ternyata keduanya sama-sama pembunuh yang selalu gagal saat ingin
menghabisi Yi Gak dan reinkarnasinya.
Di istana, ketiga Joseoners, yang
sekarang sudah memakai baju istana mereka, memberi hormat pada Yi Gak yang juga
sudah memakai baju kebesarannya. Yi Gak bertanya apakah mereka sudah menemui
keluarga mereka masing-masing?
Mereka menjawab sudah, namun
mereka tak menyangka kalau kepergian mereka selama berbulan-bulan ke masa depan
hanyalah semalam di Joseon.
Man Bo menceritakan bagaimana
adiknya mendorongnya kesal saat ia ingin memeluk adiknya karena kangen. Bagi
Man Bo, ia tak melihat adiknya selama berbulan-bulan. Tapi bagi adiknya, Man Bo
hanya tak pulang semalaman. Tentu saja adiknya merasa kesal.
Yi Gak bertanya, apa mungkin yang
mereka alami bersama-sama ini hanyalah mimpi?
Mendengar pertanyaan itu, ketiga
Joseoners langsung tertawa membantahnya. Chi San bahkan berani mengupil
saat Man Bo berkata, “Aneh-aneh, aja.
Kenangan akan Park Ha noona di rumah loteng sangatlah jelas, nggak mungkin itu
mimpi. Nggak mungkin kalau hanya mimpi.”
Chi San menimpali ucapan Man Bo
dengan menggoyankan tangannya, “Nggak lah..” dan Young Sul menjawab perlahan
tapi yakin, “Nggak mungkin banget!”
Yi Gak menatap mereka tajam dan
berkata, “Oy! Aneh-aneh aja. Nggak lah. Nggak mungkin banget.”
Ketiga Joseoners langsung
membungkuknya badan dalam-dalam dan minta maaf karena kelancangan mereka.
“Kita sekarang ada di jaman Joseon, jadi kita harus bertindak sama seperti orang Joseon.” |
Ketiga Joseoners membungkuk
dalam-dalam dan meminta maaf lagi, tak melihat kalau Yi Gak sebenarnya
tersenyum geli namun senang karena ketiga pengikutnya masih punya takut
padanya.
Kembali bersikap serius, Yi Gak kemudian
memerintahkan untuk melakukan investigasi khusus dan menahan seluruh keluarga
Perdana Menteri atas tuduhan usaha pembunuhan.
Ibu Bu Young panik mendengar
kalau seluruh keluarga akan ditahan atas usaha pembunuhan Putra Mahkota. Ia
bertanya pada suaminya, mengapa hal ini terjadi, padahal mereka sedang berduka
atas kematian putri mahkota yang juga putri sulung mereka?
Perdana Menteri Hong tak dapat
memberi jawaban. Tapi ia yakin kalau semua ini akan segera berakhir. Entah ia
yang mati, atau Putra Mahkota yang mati.
Seluruh keluarga Perdana menteri
akhirnya ditahan, kecuali Bu Young yang sedang sakit dan mengidap penyakit
menular. Perdana Menteri menolak tuduhan usaha pembunuhan itu tapi Yi Gak tetap
akan menguak kebenaran akan kematian Putri Mahkota.
"Putri Mahkota meninggal 7 hari yang lalu.." |
Dan terjadi kilas balik, bukan
hanya dari perspektif Yi Gak. Tapi sepertinya menceritakan ulang episode 1
dengan lebih detail.
Bu Young datang ke istana dan
hampir saja berpapasan dengan Yi Gak akan melintas.
Buru-buru ia bersembunyi,
namun ia tetap mengintip Yi Gak dari balik tembok.
Saat hendak berjalan lagi, tak
disangka ia jatuh tersungkur hingga kotak bedak yang ia bawa ikut terjatuh.
Serbuk bedak itu beterbangan di udara dan tercium olehnya.
Rasa ingin tahunya akan aroma
bedak itu sangat besar sehingga ia tetap pada posisinya yang tersungkur. Ia
sepertinya sedang menebak-nebak aroma bedak yang aneh itu saat terdengar suara
di atasnya.
“Jangan bergerak,” kata suara
yang dikenal oleh Bu Young, bahkan beberapa saat yang lalu ia sempat
mengintipnya. “Apakah ini adalah adik Putri Mahkota, Bu Young?”
Bu Young mencoba berdiri dan
menyapa Yi Gak, “Yang Mulia, saya..”
“Sudah kukatakan jangan
bergerak,” hardik Yi Gak keras, membuat Bu Young tak berani bergerak. Ia tak melihat kalau sebenarnya Yi Gak tersenyum geli
melihat Bu Young yang tersungkur dengan canggung di lantai.
Yi Gak akhirnya mengulurkan
tangan untuk membantu Bu Young berdiri. Tapi Bu Young tak melihatnya. Akhirnya
Yi Gak mengetuk lantai dengan sepatunya, sehingga Bu Young menoleh kepadanya.
“Bangunlah,” kata Yi Gak dengan
tangan masih terulur.
Park Ha menutup kotak bedak itu
sebelum menerima uluran tangan Yi Gak yang kemudian membantunya berdiri.
Sepertinya ini bukan kali pertama
mereka bertemu dan bukan kali pertama Bu Young terjatuh, karena Yi Gak
bertanya, "Apakah kau jatuh lagi?"
Bu Young meminta maaf akan
kecerobohannya. Yi Gak hanya men-ckckck pada kebiasaan Bu Young tapi tak
memperpanjang hal itu lagi. Ia malah bertanya kotak apa yang
dipegang Bu Young? Bu Young berkata kalau kotak ini berisi bedak yang
dikirimkan oleh kakak laki-lakinya untuk Putri Mahkota.
Yi Gak menanyakan apakah Bu Young
sudah menemukan jawabannya, dan saat Bu Young mengatakan belum, Yi Gak sangat
senang. Karena jika besok Bu Young belum menemukan jawabannya, maka dialah yang
akan menang.
Di kamar Hwa Young, Bu Young
memberikan kotak bedak dan surat dari ayahnya pada Hwa Young. Ia tak menyadari
kalau wajah kakaknya berubah keruh saat membaca surat itu. Ia juga kaget karena
dibentak kakaknya saat ia memberikan saputangan yang baru saja disulamnya.
Putri Mahkota menyegel amplop
surat itu kembali sebelum dikembalikan pada ayahnya dan menyuruh Bu Young untuk
segera pulang.
Bu Young pulang ke rumah dan melaporkan
pada ayahnya kalau ia telah menemui Putri Mahkota dan memberikan titipan ayah. Ayah
menyuruhnya untuk segera kembali ke kamar. Sebelumnya, ia sempat melirik pada
lawan bicara ayah yang tak ia kenal.
Ia bertanya pada ibunya tentang
pria itu. Ibu menjawab kalau ia adalah Pangeran Mu Chang, saudara tiri Putra
Mahkota. Tapi karena ibu Pangeran Mu Chan melakukan kesalahan, maka ia dan
ibunya diusir keluar dari istana. Ibu menyuruhnya untuk tak bertanya-tanya lagi
dan segera kembali ke kamar.
Bu Young memang kembali ke kamar
dan meneruskan sulamannya. Tapi ia tak henti-hentinya berpikir tentang berbagai
keanehan yang terjadi pada hari ini.
Dari kehadiran Pangeran Mu Chan,
bedak putih yang baunya aneh, kata-kata ibunya untuk tak ikut campur akan
urusan ayahnya. Ia juga teringat akan surat ayah yang harus ia bawa pulang
kembali setelah Hwa Young membacanya, tapi tak sempat ia berikan tadi.
Buru-buru ia membuka surat itu
dan isinya sangat mengejutkannya. Melalui surat itu, ayah memerintahkan Hwa
Young untuk menyajikan manisan kesemak untuk snack malam Yi Gak. Namun sebelum
Yi Gak memakannya, Hwa Young harus menaburkan serbuk putih dari kotak yang
menyertai surat ini.
Bu Young menyadari bahaya
kematian mengintai Putra Mahkota. Buru-buru ia lari menuju istana dan meninggalkan
surat itu di kamar.
Rupanya ayah teringat kalau ia
belum menerima suratnya dan menyuruh anak laki-lakinya untuk mengambil surat
itu dari Bu Young.
Kakak Bu Young tak menemukan Bu
Young di kamar, namun ia menemukan kalau surat itu telah terbuka. Berarti Bu
Young membacanya.
Ia melaporkan hal ini pada Mu
Chang yang segera memanggil anak buahnya. Mu Chang yang tak mau rencana
pembunuhannya gagal, langsung menyuruh anak buahnya untuk membunuh Bu Young
jika perlu. Ia pun juga bersiap untuk ke istana.
Di istana, Hwa Young yang walaupun
gugup, tetap melakukan perintah ayahnya. Saat manisan kesemak dihidangkan, ia
memberikan saputangan yang disulam oleh Bu Young untuk mengalihkan perhatian Yi
Gak. Yi Gak tak menyangka kalau Hwa Young mampu menyelesaikan saputangan
kupu-kupu lagi untuknya.
Ia menerima saputangan itu dan
mengaguminya, sehingga tak menyadari kalau Hwa Young menaburkan serbuk racun ke
atas manisan kesemak dengan gemetar.
Yi Gak melipat saputangan itu dan
menerima teh yang dituang oleh Putri Mahkota. Ia menceritakan kalau ia bertemu
dengan Bu Young hari ini.
Hwa Young kaget mendengarnya, apalagi mendengar kalau
Bu Young sempat menjatuhkan kotak bedak yang ia bawa.
Yi Gak yang tak menyadari
perasaan Putri Mahkota yang kacau, mengulurkan tangan untuk mengambil manisan
kesemak. Tapi ia tak sempat menyentuhnya karena mendengar suara yang
memberitahukan kalau Bu Young datang ingin menemuinya.
Ia bertanya-tanya mengapa Bu
Young datang menghadapnya di malam yang selarut ini? Tapi ia tetap menyuruh pelayan
untuk mempersilahkan Bu Young masuk.
Bu Young masuk dan melihat kalau
manisan kesemak itu sudah dihidangkan, berarti nyawa Putra Mahkota hanya
tinggal sejengkal saja. Yi Gak bertanya alasan Bu Young datang menghadapnya
sekarang.
“Maafkan saya yang terlalu lancang datang ke istana, tapi ada sesuatu yang ingin saya sampaikan pada Yang Mulia.” |
Hwa Young langsung menyela ucapan
adiknya, mencegahnya bicara dan membocorkan rahasia persekongkolannya lebih jauh lagi. Ia mengingatkan Bu Young kalau di
istana ada peraturan yang harus ditaati dan menyuruhnya untuk pulang dan
kembali keesokan harinya.
Mereka sama-sama tahu apa yang
mereka inginkan, dan keinginan mereka bertolak belakang. Bu Young hanya diam
tak menjawab tapi juga tak pergi.
Akhirnya Yi Gak menengahi dan
mengatakan kalau ucapan Putri Mahkota ada benarnya. Tapi ia membuat
perkecualian untuk malam ini.
Hwa Young menoleh dan memandang
putra mahkota dengan putus asa. Yi Gak meminta Bu Young untuk segera mengatakan
alasannya datang.
Bu Young terdiam, memandang
manisan kesemak itu. Begitu pula Hwa Young, hingga Bu Young berkata,
“Yang Mulia, saya telah menemukan jawaban dari teka-teki Paduka.” |
Hwa Young kaget namun lega
mendengarnya, dan Yi Gak tertawa mendengar alasan Park Ha sesepele itu. Tapi ia memang akan menang jika Bu Young tak
memberi jawaban sampai esok hari, maka iapun berkata, “Ayo kita dengarkan
jawabanmu. Apakah yang mati meski ia hidup dan apa yang hidup meski ia mati?”
Bu Young berkata,
“Jawabannya adalah Bu Young.”
Yi Gak sepertinya tak puas akan
jawaban Bu Young. Ia menghela nafas dan memejamkan mata.
Hwa Young menyela dan bertanya
mengapa adiknya menjawab Bu Young? “Jangan bercanda di sini. Kau seharusnya
pergi dan segera pulang ke rumah.”
Bu Young menunduk mendengar
kemarahan kakaknya. Yi Gak menenangkan Hwa Young dan memintanya untuk mendengar
alasan mengapa Bu Young memberi jawaban itu.
“Mengapa kau menjawab bu young?”
“Bukankah Bu Young adalah nama
lain dari bunga teratai, bunga yang berkembang di kolam?”
“Benar,” sahut Yi Gak mengiyakan,
“Kita juga menyebut bunga teratai dengan Bu Young.”
“Setiap makhluk hidup akan dikubur di tanah saat ia mati. Bunga teratai harus mati dan terkubur dalam lumpur sebelum bisa berubah menjadi bunga. Jadi bunga teratai ini mati meskipun sebenarnya ia hidup. Dan untuk hidup, bunga itu harus mati dan menjatuhkan bijinya ke tanah. Jadi bunga itu hidup meski sebenarnya ia mati.
Jadi apa yang mati meski ia hidup, dan apa yang hidup meski ia mati? Itu adalah Bu Young."
Yi Gak tersenyum, seakan memahami
kelanjutan jawaban Bu Young, tapi ia tetap bertanya, “Apakah sudah semuanya?”
“Sebagai tambahan, lambang Budha
yang menjelaskan tentang sebuah kehidupan yang mati dan kemudian bereinkarnasi
adalah juga bunga teratai.”
Yi Gak tertawa dan mengakui kalau
kali ini ia kalah lagi. Hwa Young meminta Bu Young segera pulang jika
urusannnya telah selesai.
Tapi urusan Bu Young belum selesai, karena ia meminta hadiah yang
dijanjikan oleh Yi Gak sekarang.
Hwa Young menatap adiknya putus asa. Misinya
tak juga segera terselesaikan. Tapi Yi Gak pun juga bingung. Apa yang diminta
Bu Young di malam selarut ini?
“Hadiah yang saya inginkan adalah
.. saya mohon agar saya dapat memakan manisan kesemak ini.”
Hwa Young terkejut mendengarnya.
Begitu pula Yi Gak yang tak menyangka kalau Bu Young hanya ingin mendapatkan
manisan kesemak di atas meja. Apakah Bu Young benar-benar serius dengan
permintaannya?
“Benar, Yang Mulia. Bagi saya, lebih dari seluruh isi dunia ini, saya sangat membutuhkan dan sangat menghargainya. Saya memohon agar Paduka memberikannya.” |
Oh.. my..
Yi Gak tersenyum mendengar
permintaan adik iparnya. Ternyata adik iparnya suka memberi kejutan padanya.
Tapi karena Bu Young berhasil menjawab teka-tekinya, maka ia pun memberikan
manisan kesemak sebagai hadiah.
Hwa Young tak dapat berbuat
apa-apa. Ia cemas, tapi tak sanggup
menatap adiknya yang mengambil manisan kesemak itu. Manisan kesemak yang
seharusnya untuk membunuh suaminya, sekarang sedang dimakan oleh adiknya.
Satu demi satu manisan kesemak
itu dimakan Bu Young. Tangan satu mengambil manisan kesemak itu, sedangkan tangan lainnya, yang tersembunyi di bawah meja,
mencengkeram kain roknya, menahan rasa sakit yang mulai terasa. Tapi ia tetap
meneruskan makan manisan itu hingga tak bersisa.
Menyembunyikan sakit yang semakin
terasa, Bu Young pun undur diri. Masih tersenyum melihat uniknya kelakuan adik
iparnya, Yi Gak mempersilahkan Bu Young untuk pulang.
Menatap putra mahkota untuk
terakhir kalinya, Bu Young yang sudah mulai berkeringat karena menahan sakit,
pamit dan berkata, “Yang mulia, tetaplah selalu sehat.”
Di luar ia memberitahu
dayang-dayang Bu Young, jika putri mahkota ingin mencarinya, putri mahkota
dapat menemukannya di pondok dekat kolam.
Tertatih-tatih, ia berjalan
menuju pondok di tengah kolam. Ia dapat merasakan kalau ajalnya sudah mendekatinya.
Tapi ia tetap menunggu kedatangan Hwa Young.
Hwa Young menunggu sampai Yi Gak
tertidur. Setelah itu, ditemani oleh kedua dayang-dayangnya, ia pergi menuju ke
pondok tengah kolam.
Saat ia menemui Bu Young yang
sudah pucat pasi, bukannya ia menanyakan kondisi tubuh Bu Young, Hwa Young
malah memarahi Bu Young, “Apakah kau pikir jika kau makan kesemak itu dan mati
karena keracunan, aku dan keluarga kita akan selamat?”
Tak menjawab, Bu Young malah
balik bertanya dan menuduhnya, “Yang Mulia, kenapa Yang Mulia dapat terlibat
dalam konspirasi yang sangat jahat ini?”
Hwa Young tak dapat menjawab
pertanyaan Bu Young. Ia hanya dapat mengeluh kalau Bu Young telah merusak
semuanya.
“Kakak..” kata Bu Young
tiba-tiba. Ia tak pernah memanggil Hwa Young dengan sebutan kakak lagi semenjak
Hwa Young dinobatkan menjadi putri mahkota. “Kakak, dengarkanlah permintaanku.
Putra Mahkota, lindungilah dia.”
Hwa Young terkejut mendengar
permintaan adiknya yang tiba-tiba. Tapi ia tetap mendengarkan penjelasan
adiknya, “Saat pagi datang, pihak istana akan menemukan mayatku. Mereka akan
langsung tahu kalau aku memakan racun dan mati. Jika mereka mengetahui tentang
racun itu, mereka pasti akan mencurigai keluarga kita. Dan kakak, kau juga akan
kehilangan nyawa.”
Hwa Young menyalahkan adiknya
yang telah melakukan hal ini. Jadi apa yang bisa mereka lakukan sekarang?
“Kita akan saling menukar baju. Jika aku memakai baju putri mahkota, mereka akan berpikir kalau putri mahkota meninggal karena tenggelam. Dan tak ada yang menduga kalau ada percobaan pembunuhan pada Putra Mahkota. Karena itu kau dan keluarga kita akan selamat.”
“Dan karena kau bukan putri mahkota lagi, ayah tak akan bisa memiliki celah untuk membunuh Putra Mahkota lagi. Karena itu kita juga mampu melindungi Putra Mahkota.”
Tak ada cara lain, Hwa Young
menyetujuinya. Dan mereka pun bertukar pakaian.
Setelah itu Hwa Young keluar
dari pondok dengan memakai cadar Bu Young, dan langsung pergi keluar istana. Mu
Chang melihat kedua pelayan Hwa Young yang mendekati pondok tengah kolam dan
membunuhnya. Ia juga melihat sosok Bu Young yang lari menuju ke kegelapan.
Sakit semakin tak tertahankan dan
darah mulai keluar dari mulut Bu Young. Ia memegang sebuah surat dan
tertatih-tatih ia menuju pembatas dinding dan menyembunyikan surat itu di balik
pembatas itu.
Menggunakan segala tenaga yang tersisa, ia keluar menuju kolam dan berdiri di jembatan. Merasakan kematian yang menyambutnya, Bu Young menutup mata dan memanggil, "Yang Mulia.."
Dan ia pun terjatuh ke dalam air.
Kilas balik telah selesai, dan Yi
Gak berteriak marah, bertanya apakah benar yang meninggal adalah putri mahkota,
bukannya Bu Young?
Ayah yakin kalau yang meninggal adalah putri mahkota, karena Bu Young masih ada di dalam rumah.
Ayah yakin kalau yang meninggal adalah putri mahkota, karena Bu Young masih ada di dalam rumah.
Maka Yi Gak dan ketiga pengikutnya mencari Bu Young ke seluruh penjuru rumah. Akhirnya Young Sul yang menemukan Bu Young terduduk di sebuah kamar. Mereka menyuruh Bu Young untuk keluar.
Yi Gak menyuruh Bu Young membuka
cadarnya, tapi Bu Young hanya diam saja. Maka ia mengulurkan tangan untuk menarik
cadar Bu Young. Tapi Mu Chang tiba-tiba muncul beserta gerombolannya untuk menyerang
Yi Gak.
Untung ada Young Sul yang melindungi Yi Gak. Hanya saja lawan lebih banyak sehingga Yi Gak terlepas dari pengawalan Young Sul.
Mu Chang yang terdorong ke samping memanfaatkan kesempatan itu untuk memanah Yi Gak tepat di dadanya. Dan kena!
Chi San dan Man Bo yang ada disampingnya terkejut. Namun Yi Gak hanya terhuyung mundur tapi tak terluka.
Mu Chang mengambil panah lagi namun Young Sul lebih cepat lagi. Ia menghunuskan pedang ke leher Mu Chang, siap membunuhnya jika Mu Chang berani melepaskan anak panah itu lagi.
Kembali ke Bu Young yang berlutut ketakutan. Ia semakin ketakutan saat cadar dibuka, memperlihatkan wajah Hwa Young. Yi Gak berteriak marah pada putri mahkota, "Bagaimana mungkin orang sepertimu menjadi putri mahkota?!"
Hwa Young meminta Yi Gak untuk mengampuninya, tapi Yi Gak malah menjawab, "Kau tak seharusnya meminta ampun untuk dirimu sendiri. Kau seharusnya meminta ampun karena telah mengambil nyawa Bu Young." Ia menyuruh pengawal untuk membawa Hwa Young pergi.
Young Sul bertanya tentang kondisi Yi Gak yang tadi tertusuk anak panah. Yi Gak meraba dadanya, dan mengeluarkan sebuah kalung yang bandulnya rusak.
Ia teringat bagaimana Park Ha memintanya
untuk selalu memakaikan kalung itu dekat dengan hatinya dan ia sadar kalau Park
Ha kembali menyelamatkan nyawanya.
Semua yang bersalah telah ditahan. Ayah dan kakak laki-laki Bu Young dihukum mati, begitu pula Tae Moo. Karena Bu Young, ibu dan Hwa Young tak akan dihukum mati, tapi semua gelar kebangsawanan mereka akan dicopot dan merka akan diasingkan ke pulau terpencil dan tak diperbolehkan untuk kembali.
Misteri kematian putri mahkota
telah terpecahkan. Dan sekarang Yi Gak kembali terkenang akan Park Ha. Ia
berjalan-jalan di kolam dan masuk ke dalam pondok, tempat terakhir Bu Young
sebelum Bu Young meninggal.
Ruangan itu sama seperti ruangan
kosong yang lain. Bersih tapi tak berpenghuni. Tapi saat melihat pembatas
ruangan, kupu-kupu yang ada di lukisan pembatas ruangan itu bersinar sejenak.
Seperti ingin memberitahukannya sesuatu padanya.
Ia menyentuh kupu-kupu yang
bersinar itu. Tak sengaja matanya melihat ke balik dinding dan melihat ada celah
bekas sobekan di balik pembatas itu. Yi Gak segera menyobek celah itu lebih
lebar dan menemukan kalau ada surat yang tersembunyi di balik pembatas itu.
Ternyata surat itu berasal dari
Bu Young yang menulis surat itu di saat-saat akhirnya,
"Yang Mulia, jika Anda membaca surat ini, berarti Anda selamat. Dan hal itu membuat saya, Bu Young, merasa bahagia. Ada hikmahnya yang dapat dipetik saat kita menjelang ajal. Semua perasaan yang hanya bisa saya pendam dalam hati, dapat saya katakan.
Aku mencintaimu. Sepanjang hidupmu, aku selalu menyukaimu. Apa yang mati meski ia hidup dan apa yang hidup meski ia mati? Walaupun beratus-ratus tahun berlalu, aku akan selalu mencintaimu."
Isi surat itu terngiang-ngiang di telinga Yi Gak. Seakan menyadari sesuatu, ia berlari dan kembali ke pondok tengah kolam.
Duduk di meja dan kursi yang sama
dengan saat Bu Young menulis surat untuknya, Yi Gak juga menulis surat. Kali
ini ia menulis surat untuk Park Ha, "Park Ha-ya.. Aku tiba di sini dengan
selamat. Bagaimana keadaanmu?"
Dan ia memasukkan surat itu ke dalam sebuah tabung dan menyembunyikannya di bawah pondok tengah kolam, tempat ia pernah menggali keping giok untuk diberikan pada Park Ha.
Park Ha pergi berjalan-jalan ke istana Yi Gak. Seolah mengharapkan sesuatu terjadi, ia menggali tanah di bawah pondok, tempat Yi Gak dulu pernah menggali keping giok yang diberikan untuknya.
Dan ia menemukannya. Tersimpan dalam sebuah tabung, ada surat yang menguning dan tergerus usia. Tapi tulisan yang tergores di dalamnya adalah tulisan Hangul modern, bukan Cina. Ia mulai membaca surat cinta yang dikirim oleh suaminya,
"Jika kau membaca surat ini, berarti 300 tahun telah berlalu. Dan jika kau bisa membaca surat ini, aku akan menarik pendapatku yang menyebutmu bodoh. Benar-benar akan kutarik.”
Walau berurai air mata, Park Ha tersenyum
membaca kata-kata Yi Gak, “dasar bodoh.”
“Apakah usaha cafe juice-mu berjalan baik? Aku hanya dapat membayangkan apa yang sekarang sedang kau lakukan, tapi tak mampu menyentuhmu. Aku sangat merindukanmu. Aku ingin mendengar suaramu dan menyentuhmu. Jika aku bisa mati untuk menemuimu, aku bersedia mati saat ini juga."
Kata-kata Yi Gak dari dalam surat sepertinya terekam dalam benaknya. Ia masih dapat menyibukkan diri saat banyak pelanggan yang berdatangan.
Tapi setelah jam sibuk telah lewat, toko mulai sepi pengunjung. Hanya ada satu atau dua pelanggan datang membeli jus, Park Ha mulai teringat akan isi surat Yi Gak lagi.
Ia juga tak menyadari kalau ada seseorang yang menghampirinya dan memesan jus apel. Ia tersadar kalau ada seseorang, saat orang itu mengetuk meja konter dan mengulangi pesanan jus apelnya lagi.
Tapi Park Ha tak melihatnya. Karena yang ia lihat, ia dengar dan ia rasakan sekarang adalah isi surat Yi Gak.
"Seharusnya aku mengatakan cinta padamu lebih banyak lagi. Park Ha-ya, aku mencintaimu. Aku kangen dan ingin sekali melihat senyuman di wajahmu. Kau harus jaga diri baik-baik."
Park Ha membuat jus apel tanpa melihat siapa yang membelinya. Dan pria itu hanya memperhatikan Park Ha, dengan senyum, berharap Park Ha menatapnya. Tapi sia-sia saja. Park Ha masih tenggelam dalam ingatan akan Yi Gak.
Park Ha menyelesaikan pesanan pria itu, dan menerima uang tanpa melirik sedikitpun pada pembelinya. Pria itu hanya tersenyum dan pergi meninggalkan Park Ha.
Ketiga joseoners juga memiliki
usaha sendiri yang sangat laku di Joseon. Restoran omurice Park Ha. Mungkin
restoran itu jadi trending topic di masyarakat, karena antrian untuk makan di
restoran itu sangatlah panjang.
Para pegawainya? Tentu saja mereka sendiri. Man Bo sebagai pelayan merangkap kasir dan Young Sul sebagai juru masak.
Sedangkan Chi San, si master saos tomat, merubah tomat segar menjadi saos tomat yang menjadi andalan dalam membuat omurice.
Dan hidangan omurice mereka sangatlah higenis, hingga membuat Dae Jang Geum malu pada diri sendiri jika ia melihat Young Sul dan Chi San meracik dan memasak omurice itu. Karena mereka memasak dengan memakai masker plastik yang hanya bisa didapat di masa depan.
LOL, sepertinya mereka telah
berencana untuk membuka restoran, deh, sampai sempat-sempatnya membawa masker
untuk memasak.
Man Bo mengajukan complain pada Chi San karena saos tomat yang dibuat terlalu asin. Tapi Chi San tak mendengarkan ocehan Man Bo. Ia malah memasukkan sesuatu ke telinganya dan ..
.. itu Ipod? Ha!
Hanya saja ia tak dapat mengabaikan teriakan Young Sul di telinganya yang segera membuat pesanan antar.
Ada pesanan antar?
Jika ada pesanan antar ada di masa depan, begitu pula di masa Joseon. Pelanggan mereka adalah Yang Mulia Pangeran Yi Gak yang telah menunggu kedatangan ketiga abdinya dengan tak sabar.
Chi San meminta Yi Gak untuk
sekali-kali datang mengunjungi restoran mereka dan berkilah keterlambatan
mereka karena mereka amat sangat sibuk bekerja keras.
Man Bo juga meminta agar Yang
Mulia Pangeran Yi Gak membereskan tagihannya yang menumpuk. Tapi Yang Mulia
Pangeran Yi Gak hanya menjawab pendek, “Aku tak punya uang.”
LOL. Nggak jaman Park Ha atau jaman mereka sendiri, jawaban Yi Gak tetap sama.
Dan tadaa… Omuraiisee…
Mereka menikmati omurice itu seperti saat mereka berada di rumah loteng.
Memakai baju training namun topi tetap bertengger di kepala. Yi Gak makan di meja, sedangkan ketiga Joseoners makan di lantai.
Dalam sekejap, omurice di piring telah tandas. Namun sekejap itu pula, arus kenangan membanjiri pikiran Yi Gak membuat matanya berkaca-kaca teringat pada gadis yang mengenalkan omurice padanya.
Ketiga Joseoners khawatir melihat
junjungannya bersedih, tapi Yi Gak menenangkannya. Ia beralasan kalau ia
seperti ini karena omuricenya sangat enak sekali.
Dan untuk menghibur Yi Gak, Man
Bo menyodorkan pemen peppermint untuk dikunyah. Yi Gak tersenyum melihat permen
itu dan mengambil satu diikuti yang lainnya.
Kali ini ia mengunyah dengan penuh kelembutan, tak seperti pertama kali memakannya, dan tersenyum merasakan manisnya permen itu.
Kali ini ia mengunyah dengan penuh kelembutan, tak seperti pertama kali memakannya, dan tersenyum merasakan manisnya permen itu.
Namun terdengar suara gemeletuk yang berasal dari mulut Young Sul. Ia langsung melirik tajam pada Young Sul yang bingung, kesalahan apa yang ia lakukan kali ini?
Chi San langsung memukul kepala Young Sul dengan sendok, diikuti dengan sendok Man Bo yang mendarat ke tubuhnya.
LOL, pendekar ini benar-benar adalah pelengkap penderita, deh..
Park Ha yang akan membuka tokonya melihat ada sebuah kartu pos yang terselip di gagang pintu. Kartu pos itu bergambar Namsan Seoul Tower.
Seakan déjà vu, Park Ha membalik kartu pos itu. Di balik kartu pos itu ada sketsa dirinya yang sedang membuat juice dan sama seperti kartu pos sebelumnya, ada inisal di ujung kanan bawah, EO. Tae Young.
Park Ha berdebar-debar melihat kartu pos itu, apalagi di sana juga tertempel post it kuning yang meminta agar Park Ha menemuinya di Namsan Seoul Tower.
Park Ha mendatangi taman itu, mencari sosok yang ingin ditemuinya. Tapi tak ada. Sosok itu tak ada. Hanya berbagai kelompok turis yang lalu lalang. Park Ha tak menemukan sosok itu di keramaian taman.
Saat kelompok turis itu berlalu pergi, hanya tinggal dirinya berdiri di taman.
Ia menatap Park Ha yang seolah
tak percaya, dan tersenyum sambil berkata, "Kenapa kau lama sekali? Aku
telah menunggumu sekian lama."
Saat Park Ha menyambut tangannya,
ia menjadi Yi Gak yang menitikkan air mata bahagia dan berkata,