Thursday, March 28, 2013

Sinopsis Rooftop Prince Episode 8



Park Ha dan yang lainnya mendatangi rumah baru mereka. Kagum bukanlah kata yang tepat untuk menggambarkan reaksi mereka. Terpana tepatnya. Tanpa sadar Park Ha memuji, “Daebak..”. Man Bo dan Young Sul bertepuk tangan sedangkan Chi San langsung mencoba menginjak rumput sintetis yang ada di kebun.



Rumah loteng itu seperti menginjak rumah aslinya. Dengan dua lantai yang memiliki balkon minimalis, halaman yang dilengkapi peralatan olahraga, dan baliho pantai menempel di salah satu sisi halaman membuat rumah induk seperti ayam memanggul burung merak.

Hanya Yi Gak yang tersenyum puas melihat hasil kerja(para pekerja)nya mengagumkan. Namun senyumnya hilang saat Man Bo meminta dengan hormat agar Yi Gak memotret mereka.
Heheh.. Man Bo juga berani-beraninya sekarang.
Tapi Yi Gak menuruti dan berkata kalau ia akan memotret pada hitungan ketiga. Tiga!


LOL. Park Ha dan yang lainnya belum bersiap-siap, sehingga pose mereka tak keruan.  Park Ha protes dan kali ini Yi Gak menghitung dari awal. Satu, dua, tiga!
Mereka berganti posisi dan kali ini Yi Gak ikut berfoto. Semua tersenyum manis, termasuk Young Sul dengan senyum Frankensteinnya.

Mereka kemudian belanja untuk pesta syukuran rumah. Para gadis dan ibu-ibu terpana melihat ketampanan mereka. Park Ha yang merasa membawa keempat pria itu, tak dapat menyembunyikan perasaan pamernya. Dengan gaya, ia berjalan di depan dengan penuh gaya. Yi Gak hanya tersenyum melihat gaya Park Ha.


Park Ha mulai menyebutkan sayur mayur yang akan dibeli. Dan ketiga Joseoner seakan berlomba mengambil sayuran yang disebutkan Park Ha.


Kemana Joseoner yang terakhir?

Mengambil satu krat besar Yakult dengan senyum puas. Hehe.. stok untuk sebulan? Atau hanya seminggu? Park Ha hanya bisa terperangah tapi tak bisa berkata apapun.

Sementara itu, ketiga Joseoner menemukan cara pemberontakan yang ampuh pada Yang Mulia Pangeran Yi Gak. Gula batu. Gula batu ini berupa gula berbentuk kubus, yang di Korea disebut gak sul tang.
Mereka melirik judes pada Yi Gak, dan Chi San mengusulkan, “Enak sekali kalau bisa mengunyahnya.”

Bwahaha..

Semua menyetujui, dan Young Sul juga mengusulkan kalau mereka perlu mengambil beberapa lagi.

LOL.


Yi Gak melihat-lihat di bagian kebun, dan melihat ada yang menjual biji teratai. Ia langsung teringat pada nama Ha dalam Park Ha yang sama artinya dengan Bu Young. Tiba-tiba Park Ha datang dan mengagumi ikan yang berwarna-warni di dalam aquarium dan ia menunjuk pada ikan yang berwarna merah dan mengatakan kalau ikan ini mirip dengan Yi Gak.

Yi Gak ikut melihat aquarium dan mengatakan kalau ikan yang berwarna kuning adalah Chi San, yang berwarna biru adalah Young Sul dan hijau adalah Man Bo. Dengan mata berbinar-binar, Park Ha menunjuk ke dirinya sendiri, seakan bertanya ikan mana yang sesuai untuknya?

Seharusnya sih ikan yang berwarna pink, ya..


Tapi Yi Gak menatap Park Ha polos . Ia mengambil satu biji teratai dan mencemplungkannya ke dalam aquarium dan berkata, “Itu dirimu.”


Bwahaha.. Park Ha cemberut melihat biji itu tenggelam dan teronggok di pojok aquarium.

Nenek memuji Se Na yang masih sempat membawakannya bakpau untuknya. Se Na menjawab kalau ia membelinya sekalian saat berangkat ke kantor. Tante memuji kakaknya yang beruntung memiliki Se Na sebagai sekretaris, karena Se Na lebih baik dari seorang anak perempuan.

Tante mengingatkan Nenek kalau hari ini Tae Young pindah rumah dan mengajaknya untuk melihatnya. Se Na mengusulkan akan menyiapkan pesta kecil-kecilan untuk kepindahan Tae Young. Tae Moo yang kebetulan datang mengusulkan kepting kesukaan Tae Young. Nenek setuju dan senang karena Tae Moo yang juga memperhatikan Tae Young.
Hmm.. Tae Moo memang sangat memperhatikan Tae Young.


Ia mengajak Tae Young untuk bermain squash (akhir episode 7), dan setelah mengalahkan Tae Young dengan mudah ia berkata separuh mengancam kalau ia tak pernah percaya kalau Tae Young adalah sepupunya yang asli.

Keluarga Tae Young sudah datang. Hanya Tae Young dan Tae Moo yang belum datang. Se Na mengatakan kalau mereka sedang bermain squash dan dalam perjalanan pulang. Se Na menawarkan minum anggur untuk mengisi waktu luang, dan Tante setuju.

Se Na mencari-cari gelas anggur, dan bertanya pada Park Ha dimana ia meletakkan gelas anggur. Park Ha menjawab tak punya gelas anggur. Seolah tak puas, Se Na mendesah keras dan mengatakan kalau ia harus mengatur ulang semua peralatan di rumah ini.
Ihh… nyebelin banget.


Yi Gak dan Tae Moo akhirnya muncul juga, dan nenek langsung menyuruh untuk segera makan. Dan makanan pun dihidangkan. Kepiting yang sangat disuka oleh Tae Young namun alergi bagi Yi Gak.

Tae Moo diam-diam tersenyum melihat sepupunya yang terdiam. Sambil mengambil sepotong kepiting dan menaruhnya ke atas piring sepupunya, Tae Moo berkata kalau Tae Young sangat suka dengan makanan ini.

Dari dapur Park Ha mendengar kata-kata Tae Moo. Ia pun keluar dari dapur dan terkejut melihat Yi Gak mengambil kepiting itu dan memakannya dengan lahap. Ia memuji rasa kepiting yang sangat lezat dan meminta yang lain juga ikut makan.


Betapa kecewanya Tae Moo melihat rencananya gagal.

Park Ha keluar rumah dan mencari Yi Gak. Ia tak menemukan di halaman. Ternyata Yi Gak ada di tangga dan sesak nafas. Buru-buru Park Ha menghampiri Yi Gak yang hampir hilang kesadaran, menyuruhnya untuk bernafas. Tapi Yi Gak tak bisa.

Maka Park Ha pun memberi nafas buatan pada Yi Gak.

Yang terlihat seperti Park Ha sedang mencium Tae Young. Se Na yang juga keluar karena mencari Tae Young terkejut, buru-buru mengalihkan pandangannya, dan segera meninggalkan tangga.

Ketiga Joseoners menghabiskan waktu mereka untuk bermain Go Stop dengan Mimi dan Becky. Mimi dan Becky merasa ditipu karena ketiganya mengaku belum pernah bermain Go Stop, tapi ternyata Man Bo  malah menyapu habis semuanya. Mereka mengeluarkan dompet untuk membayar Man Bo, tapi Young Sul menyela kalau ia pun juga menang sedikit dan meminta uangnya.
LOL.


Yi Gak dan Park Ha keluar dari klinik dengan Yi Gak yang sudah sehat. Yi Gak berkomentar kalau ilmu kedokteran sekarang sudah sangat maju. Kalau sekarang jaman Joseon, ia pasti sudah mati dari tadi.

Park Ha menoleh mendengar kata-kata Yi Gak. Yi Gak menyadari dirinya yang berbicara terlalu banyak. Ia mengalihkan perhatian dan menyuruh Park Ha untuk berjalan lebih cepat karena ada tamu yang menunggu di rumah mereka.
Tapi Park Ha tak mempedulikan itu. Ia malah bertanya, “Kenapa kau seperti ini? Apa yang sebenarnya kau rencanakan? Kau bukanlah Tae Young. Siapa dirimu sebenarnya?”

Park Ha tak percaya dengan kata-kata Yi Gak karena Yi Gak telah menipunya.

“Kenapa aku harus menipumu?”
“Itu yang ingin aku tanyakan. Apapun yang kau katakan padaku, aku percaya. Dulu kau berkata kalau kau berasal dari jaman dulu, aku percaya. Kemudian saat kau mengaku kalau kau adalah cucu dari pemilik perusahaan besar, aku berpikir ‘ah.. ternyata yang sebenarnya seperti itu’ dan aku pun juga percaya.
Tapi sekarang, kau mengatakan kalau kau adalah pangeran dari Joseon lagi. Apa nanti kau juga akan berkata kalau kau adalah cucu seorang pemilik perusaahan besar lagi? Mulai sekarang aku tak dapat mempercayaimu lagi.”

Park Ha pergi meninggalkan Yi Gak dan naik jembatan penyeberangan. Ia tak mau menoleh sedikitpun ke belakang.

Hanya ketika ia mendengar suara klakson mobil dan decit mobil karena di rem, ia baru mau menengok. Betapa terkejutnya ia melihat Yi Gak menyusulnya dengan menyeberang jalan tanpa menaiki jembatan penyeberangan. Seolah tak mempedulikan nyawanya, Yi Gak tak menoleh kiri kanan, tatapannya hanya lurus kedepan , terus menyeberang  hingga membuat truk dan mobil yang lewat harus mengerem mendadak agar tak menabrak Yi Gak.

Park Ha buru-buru mempercepat langkahnya dan menemui Yi Gak di seberang jalan. Ia berteriak marah, “Apakah kau sudah gila? Kau bisa mati!”

Tak gentar sedikitpun pada kemarahan Park Ha kali ini, Yi Gak berkata, “Apakah kau percaya padaku sekarang?

“Jangan lakukan ini lagi,” mata Park Ha berkaca-kaca. “Yakinkan aku dengan kata-katamu, aku akan selalu mempercayaimu.”
Dan Park Ha melampiaskan perasaannya dengan menendang kaki Yi Gak sehingga Yi Gak mengaduh kesakitan.


Keluarga Tae Young menunggu kedatangan Yi Gak yang tak kunjung masuk ke rumah dan menduga kalau ia bersama Park Ha. Se Na membenarkan kalau ia melihat Tae Young ada di tangga bersama Park Ha, namun ia tak melihat mereka lagi. Nenek yang sudah lelah memutuskan untuk pulang. Se Na menawarkan diri untuk beres-beres dan Tae Moo pun berkata akan membantunya.

Saat hanya berdua, Tae Moo membujuk Se Na agar  Ia meminta Se Na agar tak marah lagi padanya. Se Na menjawab sikapnya akan berubah jika Tae Moo juga berubah. Tae Moo setuju dan meminta Se Na tetap menunggunya karena ia akan membujuk ayahnya agar menerima hubungan mereka.

Yi Gak dan Park Ha duduk di bangku dan Park Ha bertanya mengapa Yi Gak melakukan penipuan ini? Ia tak percaya kalau Yi Gak melakukan ini demi uang atau kekuasaan. Yi Gak membenarkan. Ia tak membutuhkan uang atau kekuasaan. Lantas kenapa Yi Gak mau mempertaruhkan nyawa untuk berpura-pura menjadi Tae Young?



“Karena alasan yang sama aku meninggalkan Joseon.”
“Dan alasanmu meninggalkan Joseon adalah..”

“Untuk bertemu seseorang.”

“Siapa itu?” tanya Park Ha.
“Kau dari masa sekarang maka aku tak akan menjawabnya. Tapi aku tak akan pernah membohongimu.”


Se Na melihat-lihat kamar Park Ha. Ia melihat sketsa Park Ha dan membuka handphone Park Ha dan wallpapernya ada gambar Park Ha dan Yi Gak mengambil selca bersama. Tae Moo masuk dan mengajak Se Na untuk pulang bersama. Tapi Se Na yang masih ngambek, tak mau. Ia telah memanggil taksi. Tae Moo meminta Se Na agar marahnya tak lama. Karena jika Se Na marah sangat menakutkan.
Hehe.. sebenarnya sepasang kekasih ini sangat cocok dan mesra bahkan saat bertengkar.


Yi Gak samar-samar teringat kalau Park Ha yang memberikan pertolongan pertama padanya. Sebenarnya apa yang dilakukan Park Ha?

Dengan polos Park Ha berkata, “Memberimu nafas buatan.” Yi Gak bertanya bagaimana caranya. Dan Park Ha menjelaskan kalau mulutnya meniupkan udara langsung ke dalam mulut Yi Gak.

Tiba-tiba Yi Gak tersedak dan mulai sesak nafas. Ia menepuk-nepuk dadanya sendiri,  membuat Park Ha khawatir. Ia meraih tangan Yi Gak dan bertanya, “Apa yang terjadi? Apakah kau sesak nafas lagi? Kita ke klinik lagi, ya?

Yi Gak menutup mata seperti menahan sakit dan berkata dengan suara tercekat dan tersengal-sengal, “Aku .. butuh.. nafas buatan..”
Tak mendapat respon dari Park Ha, Yi Gak membuka sebelah matanya.


Aihh…

Bukan nafas buatan tapi pukulan bertubi-tubi ke badan Yi Gak sehingga Yi Gak mengaduh-aduh kesakitan, “Aku akan membunuhmu. Kenapa kau sekarang bercanda seperti ini? Kau menakutiku.”

Lagi-lagi Yi Gak sesak nafas, “Ahh.. aku tak dapat bernafas karena kau memukuliku.”


Tapi kali ini Park Ha sudah tak percaya. Ia menutup mulut Yi Gak, “Kalau begitu jangan bernafas. Mati saja sekalian.” Ia memukuli Yi Gak lagi, “Kau benar-benar menakutiku.”
Mengomentari pukulan Park Ha yang bertubi-tubi, Yi Gak menggodanya, “Di kehidupanmu yang dulu, kau pasti seorang jenderal.”


Park Ha membentak galak, “Apa? Jenderal?” Ia menghukum Yi Gak dengan memukul punggungnya hingga Yi Gak benar-benar mengaduh kesakitan.

Dari kejauhan Se Na melihat Yi Gak yang menggodai Park Ha. Ia tersenyum kecil melihat mereka.

Rapat penghuni rumah baru dilaksanakan. Yi Gak meminta semua bertanggung jawab pada tugasnya masing-masing agar rumah dapat beroperasi dengan lancar. Man Bo bertanggung jawab pada keuangan pengeluaran  rumah tangga. Chi San bertanggung jawab pada membeli persediaan rumah tangga. Young Sul, menjaga keamanan rumah.

Pada Park Ha, Yi Gak berkata, “Karena kau sudah bukan pemilik rumah ini, kau harus tahu posisimu. Kau harus memasak, mencuci dan membersihkan rumah. Jangan malas, dan jangan membuatku tak nyaman tinggal di sini.”
Whaaatt? Kayak kemarin Yi Gak mau melakukan semuanya itu saat numpang di rumah Park Ha.

Park Ha mengeluh, kenapa ia yang harus melakukan semuanya? Tapi Yi Gak melarangnya untuk berkeluh kesah. Ia bertanya lagi, “Kau sekarang tinggal dimana?”


Tanpa melihat Yi Gak, Park Ha menjawab pelan, “Di rumah ini.”

“Dan siapa pemilik rumahnya?” tanya Yi Gak.

Seakan menahan harga diri, pelan-pelan telunjuk Park Ha mengara ke Yi Gak yang tersenyum puas.
 “Jadi kau harus mengerjakan semua tugasmu sepenuh hati,” Yi Gak bangkit berdiri dan mengumumkan kalau ia sudah lelah. Ia menyuruh semuanya untuk istirahat.


Sebelum pergi, Chi San menengok Park Ha yang cemberut dan berkata, “Noona, besok tolong siapkan omurice, ya. Dan sup tahu yang panas.”

Tak seperti Chi San dan Man Bo, Young Sul membungkuk hormat pada Park Ha dan mengucapkan selamat malam. Tapi itu tak membuat hati Park Ha lega. Diam-diam ia mengeluarkan tantrumnya.

Park Ha tak bisa tidur, memikirkan alasan kedatangan Yi Gak di jamannya. Keesokan paginya, ia pergi ke perpustakaan kota dan mencari buku sejarah kerajaan Joseon. Ia menemukan bagian sejarah yang ia cari, untuk kemudian dibacanya. Dan ia pun menangis.

Taek Soo makan bersama Yi Gak yang ingin tahu tentang dirinya sebelum ia hilang. Ia percaya pada Taek Soo karena nenek juga mempercayainya. Taek Soo kemudian mengatakan kecurigaannya. Apapun yang terjadi di Amerika, Tae Moo pasti telah bertemu dengannya, walau Tae Moo tak mau mengakuinya.

Yi Gak mencoba menghubungkan kecurigaan Taek Soo dengan kata-kata Tae Moo yang tak pernah mempercayai kalau dirinya adalah Tae Young.  Apalagi Taek Soo memintanya berhati-hati. Entah Tae Moo mengetahui suatu rahasia atau dua tahun yang lalu ia melakukan sesuatu padanya (Tae Young).

Jadi saat di kantor mereka bertemu dengan Tae Moo dan ayahnya. Ayah Tae Moo menghina Taek Soo dan menyuruh Tae Young agar tak bergaul terlalu dekat dengan Taek Soo. Taek Soo pun menghina balik ayah Tae Moo yang menurutnya terlalu berisik dan meminta Tae Moo agar tak seperti ayahnya.

Yang tua saling menyerang, begitu pula yang muda. Tae Moo menyindir Yi Gak yang sekarang pasti lelah karena mengalami masa-masa sulit sekarang. Yi Gak tak gentar dan menyindir balik,
“Tae Moo hyung, bukankah saat ini terasa lebih sulit bagimu?”
Tae Moo langsung bersikap waspada dan menayakan apa arti perkataannya. Tapi Yi Gak hanya menjawab penuh teka-teki, “Kita berdua sama-sama mengetahui apa artinya.”

Ketegangan terasa di antara mereka, sehingga ayah Tae Moo dan Taek Soo yang memecahkan ketegangan itu. Ayah menarik Tae Moo agar segera pergi.

Setelah ayah anak itu menjauh, Taek Soo mengingatkan Yi Gak agar tidak terlalu menyerang. Tapi Yi Gak berkata kalau ia memang ingin menguji Tae Moo, dan ternyata reaksi Tae Moo cukup mengejutkan.

Di ruangan nenek dan dihdapan Se Na, ayah Tae Moo memberitahukan kalau ia telah mengatur matseon (kencan yang diatur orang tua) untuk Tae Moo besok jam 5 sore. Se Na terbelalak namun hanya diam sehingga Tae Moo merasa tak enak, apalagi pemberitahuan ayahnya tiba-tiba.

Nenek sangat gembira karena akhirnya Tae Moo mau mendatangi matseon. Hal ini mengingatkannya pada Tae Young. Ia bertanya pada Se Na apakah ia tak memiliki pacar? Se Na menggeleng, membuat Tae Moo mengerutkan keningnya. Maka nenek mengatur matseon untuk Tae Young dan Se Na.
Ups.. kali ini giliran mata Tae Moo terbelalak. Tante sangat menyukai usul nenek, karena ia juga menyukai Se Na.

Hmm.. kalau begitu sebenarnya Se Na adalah calon istri yang pas, kan? Stupid father..


Tae Moo memanggil Se Na dan memberikannya tiket menonton konser musik klasik untuk besok jam 5 sore. Se Na tak ingin datang karena tak menyukai konser musik klasik, dan bukankah saat itu seharusnya Tae Moo akan pergi ke matseon? Tae Moo mengatakan ia tak akan datang ke matseon dan akan menunggu kedatangan Se Na. Saat itu Se Na akan tahu bagaimana perasaan hatinya yang sebenarnya.

Di tepi sungai, Park Ha memikirkan apa yang baru saja dibacanya di perpustakan. Ibu meneleponnya karena ingin mengunjungi rumah Park Ha.

Ibu masuk ke rumah baru Park Ha dan ber-ohh..ahhh.. mengagumi penampilan rumahnya yang baru. Pada keempat pria yang baru saja dilihat ibu, Park Ha menjelaskan kalau mereka adalah teman serumah Park Ha yang baru. Park Ha meminta keempat teman barunya untuk menyapa ibunya.

Hanya tiga yang membungkuk dan menyapa. Satu yang terakhir tak membungkuk sama sekali. Hanya ketika Park Ha melotot padanya, menyuruhnya bersikap hormat pada ibunya, Yi Gak menyapanya. Tapi kemudian ia langsung naik ke atas yang diikuti oleh yang lainnya.

Kedatangan ibu ke rumah Park Ha karena ibu ingin memberitahukan kabar baik pada Park Ha. Ia bahkan harus berlari karena ingin menyampaikan kabar baik ini. Ia telah menemukan pasangan matseon yang cocok untuk Park Ha.

Ibu meminta agar mulai sekarang Park Ha tak bekerja keras lagi dan menemukan pria yang pantas untuk Park Ha. “Menikahlah, dan punya anak dan suami.”

 Menikah? 
Sinopsis Rooftop Prince Episode 8

Tak hanya Yi Gak yang kaget. Man Bo, Chi San dan Young Sul terkejut mendengar kata suami, keluarga dan anak-anak.



Sinopsis Rooftop Prince Episode 8
Ibu menceritakan kalau salah satu kenalannya pernah melihat Park Ha dan ingin menjodohkan dengan anaknya. Mula-mula Park Ha menolak, tapi ibu mengatakan kandidat yang disodorkan ibu kali ini sangatlah bagus. Dia seorang guru SD dan sangat tampan, dan ibu meminta agar Park Ha tak menolak dulu dan menemui pria itu. Ia telah mempersiapkan segalanya, Park Ha hanya perlu mempersiapkan diri.

Sinopsis Rooftop Prince Episode 8
Ibu kembali mengagumi rumah baru Park Ha tapi ia menyadari kalau ada empat pria yang tergantung di lantai dua, memperhatikannya dan Park Ha. Dan ia tak nyaman dengan perhatian teman serumah Park Ha.

Park Ha buru-buru mengisyaratkan Yi Gak agar mereka menyingkir dulu. Tapi Yi Gak tak mau. Tanpa bersuara, mulutnya membuka dan berkata, “Ini rumahku.”

Man Bo dan Chi San cukup kaget dengan perjodohan Park Ha. Tapi tak sekaget Young Sul yang terlihat sedih. Ketika hanya bertiga, Chi San bertanya apa ada  pria yang mau pada Park Ha dan Man Bo pun menjawab, memberi alasan logis, pasti ada beberapa pria yang aneh di luar sana.

Mereka memperhatikan Young Sul yang terduduk lesu di lantai, dan mengingatkan Young Sul kalau mereka akan pergi berolahraga. Tapi Young Sul menolak, karena ia tak enak badan dan ingin beristirahat.

“Ayolah.. jangan berpura-pura sakit. Kita keluar sekarang, ya?” tanya Man Bo.
“Siapa bilang aku tak bisa sakit?” bentak Young Sul balik bertanya.

Chi San memegang dadanya dan berkata, “Ah.. pasti yang sakit itu.. hatinya?” Man Bo tertawa perlahan sambil menepuk-nepuk dada Chi San.

Dengan galak Young Sul bertanya dimana ia menyimpan pedangnya, membuat keduanya langsung ngacir kabur.
LOL.

Di luar Yi Gak menemui Park Ha yang sedang berolahraga. Kata Yi Gak sih ia juga berolahraga, tapi saat ditanya berolah raga apa, sambil berjalan-jalan, ini adalah olah raganya. Park Ha merasa aneh, tapi membiarkannya. Malah Yi Gak yang ganti bertanya, kenapa Park Ha tumben berolah raga?

Park Ha menjawab kalau ia harus bertubuh ramping untuk matseon besok. Yi Gak tak suka dengan jawaban Park Ha. Ia mengeluarkan yoghurt dari jaketnya dan sambil meminum ia bertanya, apakah Park Ha yakin pria itu baik? Park Ha yakin, karena ibu yang merekomendasikan pria itu padanya, pasti pria itu sangat baik.

Yi Gak semakin tak senang mendengarnya. Ia meminum yoghurtnya dengan suara berisik, dan bertanya lagi, “Jika orang ikut matseon dan sama-sama menyukai, apakah mereka akan menikah?”
Park Ha menjawab polos, “Tentu saja. Ada kok pasangan yang baru mengenal sebulan dan mereka langsung menikah.”

Yi Gak mencoba bersikap cool, “Begitu? Kuharap dia pria yang baik.”

Tak paham kalau itu kata-kata sindiran, Park Ha malah tersenyum bahagia dan berkata kalau ia akan berdoa malam ini memohon kalau ia akan bertemu dengan pria yang baik. Kata-kata Park Ha malah membuat Yi Gak marah dan meminum habis yoghurtnya dengan berisik dan mencengkeram botol sangat keras.

Kasihan botol yoghurtnya..

Keesokan harinya Park Ha berdandan secantik mungkin untuk kencan matseonnya. Di luar ia bertemu dengan Yi Gak yang bertanya apa ia mau pergi belanja ke supermarket?

Tentu saja Park Ha kaget, namun ia mencoba menyembunyikan kekagetannya dan bertanya apa dandanannya nampak seperti orang yang mau pergi ke supermarket.


Gantian Yi Gak yang pura-pura kaget dan bertanya, “Kau bukan hendak pergi ke supermarket? Jangat katakan kau mau pergi ke matseon dengan baju seperti itu?
Ia tak mau kalau ia (sebagai teman serumah Park Ha) dipermalukan oleh dandanan Park Ha. Maka ia menyuruh Park Ha untuk mencoba baju di butik.

Sepertinya Yi Gak sempat nonton Pretty Woman, deh..

Karena Park Ha bolak-balik berganti baju, dan semuanya cantik-cantik. Bahkan ketiga Joseoners yang lain sudah memujinya. Tapi Yi Gak tetap tak setuju dan menyuruh Park Ha untuk mengganti baju.

Hingga Park Ha memakai gaun yang sederhana tapi sangat feminin, membuat Yi Gak tak sanggup menolaknya. Apalagi ketiga Joseoner bertepuk tangan memujinya.

Sepatu dan rambut pun tak luput dari perhatian Yi Gak. Nampaknya ia ingin menjadi ibu peri bagi Park Ha. Saat Park Ha terkantuk-kantuk di Salon, Yi Gak menjentikkan jarinya ke dahi Park Ha, membangunkannya. Ia mengucapkan, “Semoga beruntung, dan jangan tendang kakinya, ya..”

Weee… memang pria itu seusil Yi Gak?

Ternyata pria yang akan ditemui Park Ha adalah Heo Yeom (Song Jae Hee). Familiar dengan nama itu? Ya. Pria itu adalah Heo Yeom dewasa dari The Moon that Embraces the Sun. Mereka memperkenalkan diri dan saling bertanya apa panggilan yang biasa mereka gunakan?

Pria itu menebak kalau nama panggilan Park Ha adalah permen peppermint (Park Ha) dan Park Ha malu-malu mengiyakan. Sementara pria itu memiliki nama panggilan Heo Yeom karena saat ia kecil, wajahnya putih pucat. Park Ha menganggap panggilan Heo Yeom itu sangatlah lucu.

Kyaa… Heo Yeom.. Awas Park Ha nanti diserbu oleh Putri Min, loh..

Ketiga Joseoners mengawasi meja Park Ha dan Heo Yeom dengan tatapan tak suka. Aww.. apa mereka cemburu?

Seperti tidak juga (mungkin hanya satu.. ehm.. Young Sul), karena mereka melaporkan semua yang dilakukan Park Ha pada Yi Gak melalui SMS.
Aww.. mata-mata Joseon sekarang melek teknologi.

Dan Yi Gak di rumah seperti kebakaran jenggot menerima SMS anak buahnya. “Ia tinggi dan sangat tampan.” “Ia keren sekali.” “Ia sepertinya sangat menyukai noona. Ia selalu memuji-muji noona.” “Ia bahkan sempat ngiler melongo melihat noona!”

Yi Gak mencoba mengalihkan perhatiannya dengan memberi makan ikan. Tapi ia tak dapat menahan diri lagi saat ada SMS datang dan berbunyi, “Mereka sepertinya akan nonton film dan sepertinya semuanya berjalan dengan lancar.”

Di tengah kencan, telepon Park Ha berbunyi. Ada SMS dari Yi Gak yang berbunyi, “Waktunya memberi makan ikan. Ayo cepat pulang.”
Aww..

Park Ha pun meminta maaf pada Yeom karena ia harus pergi terlebih dahulu, ada suatu masalah darurat sedang terjadi. Yeom menawarkan diri untuk mengantarnya pulang, tapi Park Ha menolaknya.

Tinggallah Yeom sendiri bersama ketiga mata-mata Joseon yang menatap tajam padanya.

Yi Gak mengendarai mobil dan menikmati semilirnya musim semi yang sudah datang. Tersenyum bahagia, seperti iklan mobil saja.

Pertanyaannya adalah, sejak kapan Yi Gak bisa mengendarai mobil? Atau ada deleted scene yang belum muncul?

Tidak karena Yi Gak naik mobil ditandem oleh truk pengangkut mobil. Bwahaha.. Enak sekali jadi orang kaya.. ya.. Eh, tapi gak malu, ya?


Park Ha menemui Yi Gak yang duduk dalam mobil yang masih lengkap dengan truknya.  Tanpa mempedulikan kekesalan Park Ha karena Yi Gak telah merusak kencannya, Yi Gak meminta Park Ha untuk mengajarinya menyetir. Ia murid yang mudah untuk belajar.

Park Ha pun mulai mengajari. Ia menyuruh Yi Gak untuk mengangkat rem agar mobil bisa berjalan. Pelan-pelan Yi Gak mengangkat rem dan mobil pun bergerak!

Yi Gak terkesima merasakan gerakan mobil karena gerakan kakinya. Ia tersenyum bangga melihat jalanan yang ia lalui, hingga Park Ha bertanya,
“Apa kita sedang merangkak?”
Bwahaha.. ternyata mobil Yi Gak berjalan pelaaaannn sekali dan hanya berputar-putar dalam satu lingkaran. Hingga disamakan seperti cacing berjalan.  Park Ha menyuruh Yi Gak menekan pedal gas agar bisa berjalan lebih kencang, “Sepertinya berjalan lebih cepat dari naik mobil, deh.”

Tiba-tiba Park Ha berkata, “Ada lampu merah!” dan Yi Gak langsung menekan rem langsung, membuat badan mereka terdorong ke depan. Park Ha kesal pada Yi Gak, “Kenapa sih kau ini? Bodoh, ya?”

Yi Gak ikut kesal mendengar umpatan Park Ha, “Suatu hari nanti aku akan benar-benar menutup mulut besarmu itu.”

Park Ha tak peduli. Ia menyuruh Yi Gak untuk berbelok dan menyalakan lampu sein. Yi Gak mematuhi.


Malah wiper yang bergerak. Bwahahaha.. Melihat Park Ha mau marah lagi, Yi Gak berkelit, “Aku tak dapat melihat jelas jalan di depanku. Aku memang sengaja melakukannya.”

LOL.

Akhirnya Park Ha mengajari pelajaran menyetir paling sulit. Parkir.Yi Gak bingung, kenapa mobilnya sekarang tak dapat berjalan?
“Karena sekarang posisi netral. Hh… benar-benar menjengkelkan,” gerutu Park Ha.

“Apa saat lahir kau langsung bisa menyetir?” bentak Yi Gak.

“Kau tak dapat menyetir jika kau marah-marah,” kata Park Ha, semakin membuat Yi Gak jengkel.


Yi Gak maju mundur, maju mundur, tapi mobil pernah bisa masuk di antara dua mobil. Ia menyindir Yi Gak, “Apa kau bisa parkir dalam waktu sehari? Apa aku perlu makan dulu dan kembali nanti?”

Yi Gak mengancam akan mogok belajar jika ia ditindas seperti ini. Park Ha pun setuju. Ia menyuruh Yi Gak keluar dan menunjukkan bagaimana parkir mobil yang benar.

Hanya dalam hitungan detik, mobil Yi Gak sudah terparkir dengan rapi. Hampir Yi Gak tak dapat menutup mulutnya melihat hebatnya Park Ha menyetir mobil. Tapi ia menutupinya dengan berkata, “Kalau kau hidup di jaman Joseon, apa kau pikir kau mampu mengendarai kuda untuk pertama kalinya?”

Park Ha mencemooh kata-kata Yi Gak, “Kuda? Apakah itu benda yang kau naiki, dan meletakkan pantatmu di atasnya dan maju sendiri? Kau menyuruh dengan mengatakan ‘hiyaa’ untuk maju dan ‘whoaa’ untuk berhenti?”

Dari tatapan Yi Gak, Yi Gak bersedia menerima tantangan Park Ha.

Maka pergilah mereka berkuda. Dan seperti dugaan Yi Gak, Park Ha sangat gugup. Ia berkali-kali meminta time out,  untuk menyesuaikan dirinya. Yi Gak mengembalikan kata-kata Park Ha sebelumnya, bahkan menepuk kudanya sehingga Park Ha yang sudah gemetar semakin ketakutan.

Dengan lincah Yi Gak naik ke belakang Park Ha, dan membawanya jalan-jalan. Sepanjang perjalanan, Park Ha sudah tak ketakutan lagi dan menikmati acara berkuda itu.


Yi Gak bertanya apakah kencannya berjalan dengan lancar. Park Ha mengangguk dan menjawab kalau pria itu adalah pria yang baik dan tak suka menyuruh-nyuruhnya.
“Benarkah?” kata Yi Gak tak terpengaruh sindiran Park Ha. “Sebenarnya pria idealmu itu seperti apa?”

“Bukankah aku sudah menjawab kalau pria itu harus baik?”


Yi Gak bertanya lebih spesifik lagi. “Pria tinggi atau pendek?”

“Tinggi lebih bagus.”

“Pria berambut panjang atau pendek?”

“Rambut pendek lebih baik daripada rambut panjang.”

“Mata?”

“Tak terlalu besar juga tak terlalu kecil.”

“Lalu hidung? Mulut?”


Park Ha menoleh ke belakang, tak menjawab. Yi Gak memintanya untuk menjawab. Tapi Park Ha tak mau walaupun Yi Gak menuduhnya tak mengikuti perintahnya, tapi ia tak mau.
Aww… kan sudah dijawab secara implisit, Yi Gak. Park Ha sudah menjawab dengan melihat hidung dan mulut pria yang disuka..


Tae Moo menunggui kemunculan Se Na di konser musik klasik, tapi Se Na tak kunjung muncul. Hanya di akhir konser, akhirnya Se Na muncul dan berkata, “Apakah kau tak pernah berpikir kalau aku mungkin tak akan pernah muncul? Kenapa kau tak meninggalkan tempat ini?”

“Aku bertaruh segalanya padamu sekarang. Jadi bagaimana mungkin aku menyerah dan pergi? Aku akan menunggumu sepanjang malam.“
Aww… so sweet.

Dan Tae Moo pun meminta Se Na mengajaknya makan karena sekarang ia sudah lapar.


Di restoran Tae Moo berkata kalau ini pertama kalinya ia mengkhianati ayahnya. Demi Se Na. Se Na bertanya bagaimana jika setelah Tae Moo mempertaruhkan segalanya demi dia tapi ia berkhianat?
“Jika hal itu terjadi, aku akan kehilangan segalanya.”
Kata-kata Tae Moo menakutkan SeNa, maka Tae Moo meminta Se Na untuk tak meninggalkannya karena ia tak akan membiarkan Se Na pergi.

Keesokan harinya nenek memanggil Park Ha dan bertanya tentang apakah Park Ha kerasan di rumah baru dan tentang hilangnya ia dan Yi Gak saat pesta syukuran rumah. Park Ha memberi jawaban yang menenangkan nenek. Apalagi saat nenek menanyakan apakah Park Ha dan Yi Gak sekarang sedang pacaran? Park Ha langsung membantah hal itu.

Se Na bertemu dengan Yi Gak yang meminta tolong padanya agar mengajarinya squash. Se Na menyanggupi namun ia tak dapat melakukannya hari ini. Yi Gak mengusulkan esok hari dan ia akan berlatih squash sendiri hari ini. Se Na setuju.

Maka Yi Gak mengajak Man Bo ke café dan minta tolong pada Man Bo yang sekarang sudah tidak gaptek, untuk mengajarinya cara bermain squash. Dengan game squash, Man Bo mengajarkan cara bermain squash.

Tiba-tiba sebuah benda berdering tak henti-henti. Man Bo permisi pada Yi Gak untuk mengambil kopi pesanannya, karena pesanannya sudah siap. Bagaimana Man Bo tahu? Dari benda yang berdering itu. Benda itu tak akan pernah berhenti berdering sampai Man Bo mengembalikan benda itu pada pelayan dan pelayan akan mematikan dan memberikan kopi pesanan Man Bo.

Yi Gak pun memiliki ide cemerlang dan membeli alat itu dari pelayan café.

Ide usil tepatnya.


Karena benda itu sekarang ada di celemek kerja Park Ha dan tak mau berhenti berbunyi, membuat Park Ha kelabakan. Di taruh dalam panci, tetap berbunyi. Dibungkus dengan plastik bubble, tetap berbunyi juga.

Akhirnya Park Ha mendatangi ruang kerja Yi Gak yang sudah menunggu dengan remote di tangan, “Benda ini benar-benar membuatku gila.”

“Oh, ternyata benda ini berfungsi dengan baik,” ujar Yi Gak polos. “Aku hanya ingin mencobanya. Kau sudah boleh kembali bekerja.”
“Kalau kau berani memberikan barang ini padaku lagi, aku akan menendang kepalamu sehingga kepalamu akan terasa berdering!”

“Kata-katamu terlalu kasar,” kata Yi Gak.


“Aku sudah mengatakannya dengan jelas padamu, kau harusnya tak menghiraukanku saat kita berada di kantor,” bentak Park Ha dan pergi meninggalkan Yi Gak.


Tapi Yi Gak menyuruhnya untuk membawa lagi alat itu bersamanya, “Jika kau tak menurutiku, aku akan mengusirmu dari rumah.”

Aww.. kaya anak TK yang suka narik rambut teman cewek yang ditaksirnya, deh..

Nenek menyuruh Se Na untuk memberikan buku sketsa lama milik Tae Young dengan harapan cucunya akan mengingat masa lalunya. Se Na menerimanya.

Ia membuka-buka buku sketsa itu. Ada gambar kolam yang penuh bunga teratai, ada juga gambar patung liberty. Dan mendadak ada satu yang menarik perhatiannya. Inisial di setiap sktesa Tae Young. Ia teringat dengan inisial tersebut sama dengan inisial yang sama dengan sketsa yang dimiliki Park Ha di kamar.

Buru-buru Se Na masuk ke kamar Park Ha dan melihat kembali sketsa diri Park Ha. Dan sama.

Bersamaan dengan itu, Park Ha pulang ke rumah. Se Na langsung mendampratnya, “Kau ternyata lebih culas daripada yang kupikirkan.”
Park Ha tak tahu apa maksud Se Na, ia menyuruh saudaranya untuk keluar tapi Se Na malah bertanya, “Sejak kapan kau mengenal Tae Young? Kau sudah mengenalnya sejak awal. Berpura-pura tak mengenalnya, seolah-olah berbuat baik menolong orang yang lupa ingatan sehingga kau dapat banyak imbalan.”


Park Ha menganggap Se Na mengarang bebas tapi Se Na menunjukkan buktinya, foto sketsa dirinya. Sambil tertawa sinis, Se Na menyarankan jika Park Ha ingin berpura-pura tak kenal Tae Young, seharusnya ia tak memamerkan foto yang digambar oleh Tae Young.

Betapa kagetnya Park Ha ketika Se Na menyodorkan buku sketsa milik Tae Young yang memiliki inisial sama dengannya.

Belum sempat Park Ha mencerna semuanya, Nenek dan Tante datang dan menanyakan gambar yang Se Na temukan di kamar Park Ha. Rupanya Se Na bergerak cepat menelepon Nenek.



Nenek bertanya asal muasal gambar Park Ha. Dengan jujur Park Ha menjawab ia memperolehnya 2 tahun yang lalu di Amerika tapi ia tak tahu siapa pengirimnya. Menurut mereka hal itu tak masuk akal, karena orang itu pasti menggambarnya dan memberikan pada Park Ha. Nenek menuduh Park Ha ingin mengambil keuntungan dari kesedihan orang lain.



Berkali-kali Park Ha menjawab tak tahu, tapi Nenek tak percaya dan melempar semua tuduhan pada Park Ha. Ia tak dapat mengendalikan dirinya dan menampar Park Ha keras-keras.


source : http://www.kutudrama.com/2012/04/sinopsis-rooftop-prince-episode-8-2.html and http://www.kutudrama.com/2012/04/sinopsis-rooftop-prince-episode-8-2_24.html
re-posted and re-edited by : dianafitriwidiyani.blogspot.com

No comments:

Post a Comment