Thursday, March 28, 2013

Sinopsis Rooftop Prince Episode 11



sinopsis rooftop prince episode 11

“Bertanggung jawablah!”  kata Yi Gak setelah menghentikan laju sepeda Park Ha.
Park Ha mendongak dan menatap Yi Gak, bingung akan respon Yi Gak. Apa artinya itu? Menerima atau menolak pernyataan Park Ha? (Note: Jika di Korea arti bertanggung jawab bisa dikonotasikan sebagai menikah)




Yi Gak melanjutkan, “Ada tanah yang masuk ke dalam handphone sehingga handphone-ku rusak. Kau harus bertanggung jawab.”

sinopsis rooftop prince episode 11
Park Ha lega mendengarnya. Ternyata Yi Gak belum membaca SMS-nya. Maka iapun meminta maaf pada Yi Gak. Tak seperti biasanya, Yi Gak tak memperpanjang masalah ini, tapi ia mengancam akan menghukum Park Ha jika Park Ha bercanda seperti ini lagi.  Ia kemudian menyatakan kalau ia lapar dan mengajak Park Ha makan.


Ajakan ini langsung disambut Park Ha, “Yang paling terakhir, harus mentraktir!” Dan Park Ha langsung mengayuh sepedanya dengan kencang, meninggalkan Yi Gak. Tak seperti biasanya juga, Yi Gak hanya diam tak mengejar Park ha malah menatap punggung Park Ha penuh arti.

sinopsis rooftop prince episode 11

Park Ha mendapat telepon dari ibunya yang meminta agar Park Ha datang ke rumahnya. Park Ha menyanggupi dan mengajak Yi Gak untuk mampir sebentar di rumah ibunya.

Hampir saja mereka bertemu dengan Se Na di pertigaan jalan. Sesampainya di rumah ibu, Park Ha meminta Yi Gak menunggu di luar sebentar karena ia ingin menemui ibunya.

Di rumah, Ibu meminta pertolongan Park Ha yang sudah pernah mengisi laporan pajak untuk membuatkan  laporan pajak untuknya. Sebenarnya ia ingin mengisi sendiri, tapi ia malah bingung ketika akan mengisinya.


Park Ha menyanggupi, tapi ia ingin mengerjakan laporan ibu di rumahnya karena sekarang temannya sedang menunggu di luar. Mendengar kata teman, Ibu teringat akan handphone yang ia temukan saat membongkar nota pajak di tas kertasnya. Sepertinya ibu salah mengambil handphone saat ia mengunjungi rumah Park Ha.

Ia membuka handphone yang telah retak dan menunjukkan foto Tae Young dan Nenek, “Bukankah dia adalah teman serumahmu? Tapi layarnya telah pecah. Apakah temanmu berniat untuk membuangnya?”


Di luar, Park Ha memberikan handphone itu pada Yi Gak dan bertanya, “Sepertinya ini adalah handphone Tae Young. Apakah kau menghilangkannya? Bukankah seharusnya kau menjaga handphone ini dengan hati-hati?”

Melihat handphone yang layarnya sudah pecah membuat berpikir lagi tentang hilangnya handphone itu saat ia bersama Tae Moo dan ia juga teringat pada kata-kata Tante yang menduga kalau mereka dapat melihat foto-foto di dalamnya maka mereka dapat mencari penjelasan tentang keberadaan Tae Young 2 tahun terakhir ini.

Di rumah loteng, Chi San mengerang karena perutnya yang sangat sakit. Man Bo dan Young Sul sangat panik. Untung Se Na kebetulan datang dan buru-buru membawa Chi San ke rumah sakit.

Di luar UGD, Man Bo dan Young Sul menunggui Chi San yang sedang diperiksa dokter.
“Kasim Do tak akan mati, kan?” tanya Young Sul pada Man Bo.

“Siapa yang akan mati?” Man Bo menepis kekhawatiran Young Sul. “Ia tak boleh mati. Jikapun harus mati, ia pasti ingin mati di jaman Joseon. Bukan di jaman sekarang, di tempat asing ini.”


Se Na datang dan menenangkan Man Bo dan Young Sul kalau Chi San hanya terkena usus buntu dan akan dioperasi segera. Hanya operasi sederhana bukan operasi besar.

Yi Gak dan Park Ha pulang ke rumah dan mendapati rumah sangat sepi. Untung Man Bo muncul karena ia harus pulang ke rumah untuk mengambil baju ganti Chi San. Ia memberitahu kalau Chi San mendapat usus buntu dan mengajak mereka ikut ke rumah sakit.

Young Sul dan Se Na masih menunggui Chi San yang perlahan-lahan mulai sadar. Se Na menenangkan Chi San kalau mungkin Chi San akan merasa sakit, tapi tak lama lagi akan sembuh.  Yi Gak, Park Ha dan Man Bo datang menjenguk Chi San.

Man Bo memuji Se Na yang sangat tanggap, dan berkat jasanyalah Chi San dapat terselamatkan. Yi Gak berterima kasih pada Se Na.
“Bukan hal yang besar. Aku sebenarnya tak melakukan apa-apa,” kata Se Na.

“Tidak, kau melakukan sesuatu yang sangat berarti bagi kami,” ujar Yi Gak.

Mereka berempat (minus Chi San dan Park Ha) mulai berbicara mengenai barbecue yang mubazir di rumah karena Chi San tak boleh makan sampai buang gas.


Diam-diam Park Ha keluar dari kamar dengan muram. Tak ada yang memperhatikan kehadirannya juga ketidakhadirannya. Hanya Yi Gak yang menyadarinya, tapi ia hanya memandang kepergian Park Ha dalam diam.

Di kamar mandi, Park Ha mencuci tangan, mencoba mengalihkan perhatian dari kehadiran Se Na yang sepertinya tampak nyaman dalam kelompok Joseoners. Setelah itu ia keluar dari kamar mandi. Tapi langkahnya terhenti karena ia mendengar suara Yi Gak dan Se Na sedang bercakap-cakap.

“Maaf merepotkanmu. Terima kasih,” Park Ha mendengar Yi Gak berkata.
“Bisakah kau menenangkanku?” suara Se Na terdengar sedikit keras. “Ketika aku bertanya padamu mengenai Park Ha, ingatkah kau pernah mengatakan kalau aku tak perlu khawatir akan dia?”

“Ya.”

“Tapi sejujurnya, hal itu sangat menggangguku. Saat Chi San mengeluh kesakitan, hanya ada mereka bertiga. Kau dan Park Ha tak ada di rumah. “

“Kami hanya pergi sebentar. Tak terjadi apapun.”

“Walaupun tak terjadi apapun, tapi hal itu tetap menggangguku,” kata Se Na. “Kurasa aku mengatakan hal yang aneh. Lebih baik aku pergi saja.”


Park Ha buru-buru sembunyi karena Se Na akan melewatinya. Tapi ia tak dapat menyembunyikan kesedihannya mendengar pengakuan Yi Gak tadi.

Chi San menceritakan perasaannya saat sedang kesakitan. Ia pikir ia akan mati tanpa melihat wajah ibunya. Walaupun kesakitan, tapi ia tetap teringat pada rumah. Man Bo bertanya apakah Chi San ingat kalau ia ingin mati setelah kembali ke Joseon?

“Tempat ini sangatlah nyaman,” jawab Chi San sedih. “Tapi rumahku adalah tempat di mana keluargaku tinggal. Kapan kita bisa kembali ke Joseon?”

Yi Gak merasa bersalah karena belum mampu memecahkan misteri sehingga mereka tetap berada di jaman sekarang. Ia meminta mereka bersabar dan percaya padanya kalau mereka akan segera kembali ke Joseon.


Park Ha datang dengan membawa 3 kotak makan. Ia menjelaskan kalau Chi San harus puasa dulu dan ia sedang tak berselera makan. Yi Gak hanya memandang Park Ha namun tak berkomentar lebih jauh, malah mengatakan kalau ia juga tak berselera makan.



Chi San ngiler menatap kotak makan yang sekarang dipegang Man Bo. Man Bo menyikut Young Sul, mengajaknya makan karena ia sudah lapar. Tapi Young Sul mengumumkan kalau ia juga  tak mau makan sampai Chi San buang gas.


Diam-diam Man Bo menggerutu, menutup kotak makan miliknya dan melirik kesal pada Young Sul yang setia kawan pada Chi San.

Tapi tidak setia kawan padanya yang sedang kelaparan. LOL.


Park Ha berdiri di halte, menunggu bis. Begitu pula Yi Gak. Park Ha terdiam, sibuk dengan pikirannya sendiri. Begitu pula Yi Gak.

Bis berhenti di hadapan mereka. Yi Gak beranjak masuk ke dalam bis, tapi Park Ha tak ikut naik dan ia tak menyadari kalau Park Ha tak mengikutinya. Ia baru tersadar setelah duduk dan melihat Park Ha diam termangu tetap di tempatnya berdiri.

Yi Gak ingin memanggil Park Ha, tapi bis sudah bergerak maju. Begitu pula Park Ha yang berjalan perlahan, menandakan kalau ia memang tak ingin naik bis. Kali ini Yi Gak membiarkannya sendiri. Ia hanya dapat menatap Park Ha dari kejauhan.

Pukul 11.35. Yi Gak cemas menunggui Park Ha yang tak kunjung pulang. Ia mencoba menelepon Park Ha, tapi handphone-nya dimatikan. Kali ini Yi Gak tak dapat membiarkannya. 


Ia mengambil jaketnya dan menyusuri jalan mencari Park Ha. Yi Gak mulai panik karena gadis itu tak dapat ia temukan.  Di halte, di toko, di setiap bis yang datang, tak ada sosok Park Ha.

Sejak tadi Park Ha sudah pulang tapi hanya duduk di halaman dan menatap gambar pantai yang biasanya dapat menenangkan hatinya. Tapi kali ini gambar itu tak membuatnya gembira.


Akhirnya Yi Gak pulang dan betapa lega ia menemukan Park Ha sudah pulang. Tapi alih-alih beristirhat di dalam rumah yang hangat, Park Ha malah duduk terpekur di luar rumah.  Iapun bertanya, “Kenapa kau ada di luar dan tak masuk rumah?”

Park Ha pun tak kalah kaget melihatnya, “Lho, kau bukannya ada di dalam?”
Hmm.. sepertinya ada yang sedang ingin menghindar nih..


Park Ha mencoba bersikap wajar dengan bertanya kemana saja Yi Gak selarut ini? Yi Gak beralasan kalau ia ingin menghirup udara segar.
Yi Gak balik bertanya, “Kenapa kau tak mengangkat handphonemu?”

“Kau meneleponku? Baterai handphone-ku habis,” jawab Park Ha. “Ada perlu apa kau meneleponku?”

Yi Gak berdehem dan beralasan, “Aku ingin menyuruhmu mengerjakan sesuatu.”


Di dalam rumah, Yi Gak sedang menghadapi  aquarium. Park Ha membawa pot kecil. “Apakah ini yang kau perlukan?” tanya Park Ha sambil menyerahkannya pada Yi Gak. Yi Gak menerimanya dan Park Ha beranjak pergi.

Tapi Yi Gak menyuruh Park Ha duduk untuk membantunya. Park Ha membuat lubang dalam pot dan dengan hati-hati Yi Gak menaruh biji teratai yang telah bertunas ke dalam pot.
Park Ha menatap sedih melihat ‘dirinya’ ditanam di dalam pot, “Kenapa kau hanya mengambil teratainya saja?”

“Aku harus memisahkannya agar ia tumbuh besar dan tidak mati.”

“Kenapa ia tak bisa hidup bersama ikan dalam aquarium? Kenapa kau harus melakukannya?”

“Sejak awal aku memang berencana memisahkannya.”


Karena mereka sama-sama tahu apa arti teratai dan ikan bagi mereka, jawaban Yi Gak membuat Park Ha menyadari dimana posisinya. Tak sanggup berlama-lama bersama Yi Gak, ia berdiri meninggalkan Yi Gak.


Lagi-lagi Yi Gak hanya mampu menatap punggung Park Ha.

Park Ha duduk termangu di kursi taman. Ia tak menyadari keberadaan Yi Gak yang memandanginya dari belakang, dan baru tersadar saat Yi Gak berdehem keras. Yi Gak ikut duduk di kursi, tapi Park Ha segera berdiri dan mengatakan kalau ia akan membeli buah-buah untuk Chi San.

Park Ha melangkah pergi, tapi berhenti karena Yi Gak menggenggam tangannya.
“Apakah kau benar-benar menyukaiku?”


Setelah semua yang dialaminya hari ini, setelah melihat Se Na menyelamatkan Chi San, setelah Yi Gak mengaku pada Se Na kalau ia menganggap hubungan mereka biasa-biasa saja, dan sekarang Yi Gak bertanya hal itu?

Park Ha menatap Yi Gak dengan berkaca-kaca. “Kau melihat SMS itu?” tanya Park Ha terbata-bata. “Kau melihatnya tapi berpura-pura tak melihatnya seharian dan membuatku tampak seperti orang bodoh?”


Park Ha berbalik memunggungi Yi Gak, kepercayaan dirinya mulai hilang. Yi Gak menyentuh bahu Park Ha dan membalikkannya agar Park Ha menatap matanya. Tapi ia melihat air mata sudah merebak di mata Park Ha, walau begitu perlahan ia tetap berkata, “Jangan menyukaiku.”


Sesaat, tak ada jawaban yang keluar dari mulut Park Ha. Kemudian ia berbalik dan pergi meninggalkan Yi Gak, tak sempat mendengar Yi Gak bergumam, “Maafkan aku.”


Malam itu Park Ha duduk menangis di taman, sedangkan Yi Gak duduk menunggunya di halaman rumah.

Yi Gak membawa handphone Tae Young ke service center. Dan betapa terkejutnya ia setelah menerima kembali handphone yang telah diganti layar dan dibuka passwordnya.

Foto terakhir di handphone itu adalah foto Tae Moo dan Tae Young berfoto bersama di sebuh pub. Saat diperiksa tanggalnya, 17 Februari.

Yi Gak menemui Park Ha yang membawakan kartu pos milik Tae Young seperti  yang ia minta. Yi Gak juga meminta Park Ha untuk menceritakan kembali bagaimana kartu pos itu bisa ada di tangannya.

Walaupun tak mengerti maksud Yi Gak, ia pun menurut dan mulai menceritakan kembali peristiwa 2 tahun yang lalu.

“Saat itu aku bekerja di pub di New York, atasanku memberikan kartu pos ini. Katanya seseorang meninggalkannya untukku. Aku tak tahu kapan ia melukis wajahku. Aku tak pernah tahu kalau pria itu adalah Yong Tae Young. “

“Kapan kau menerima kartu pos ini?”

Park Ha mulai merunut mundur, “Aku pulang ke Korea tanggal 20 Februari. Ia memintaku untuk bertemu pada malam sebelumnya, tanggal 19 Februari. Pesan di kartu pos itu memintaku untuk datang lusa. Jadi tanggal aku menerima kartu pos itu .. tanggal 17 Februari.”

Cocok. Yi Gak teringat dengan tanggal foto di handphone Tae Young juga 17 Februari.

Yi Gak bergumam, “Kau seharusnya dapat bertemu dengan Tae Young.”


Saat itu  Park Ha mendatangi Taman Liberty, tapi Tae Young tak datang. Ia merasa kalau Tae Young memang tak berniat menemuinya. Tapi Tae Young menduga kalau ketakhadiran Tae Young di sana karena saat itu ia sudah meninggal.

Park Ha terkejut mendengarnya. Meninggal? Benarkah apa yang Yi Gak katakan? Bagaimana Tae Young dapat meninggal?

Itu yang ingin dicari tahu oleh Yi Gak. Namun yang pasti adalah,

“Kau seharusnya dapat bertemu dengan Tae Young. Kau ditakdirkan untuk bertemu dengan Tae Young.”
Setelah kata-kata itu terucap, mereka tak menyadari kalau kupu-kupu di kartu pos itu bersinar.


Yi Gak meng-cross check informasi yang ia dapat dari Park Ha dengan informasi yang dimiliki Taek Soo. Menurut Taek Soo, mereka memperkirakan hilangnya dirinya (Tae Young) pada tanggal 18 Februari karena pada hari itu ia menyewa kapal. Tapi kemudian mereka menemukan kapal tanpa ada dirinya di dalam.

Yi Gak menulis informasi itu di atas kertas, dan ia bertanya kapan Tae Moo pergi ke Amerika? Taek Soo menjawab 17 Februari.

Cocok. Informasi itu cocok dengan tanggal di handphone Yi Gak, juga cocok dengan informasi Park Ha.

Ia merenung dan berpikir, membuat Taek Soo berkata apakah ia sudah dapat mengingat sesuatu? Yi Gak menggeleng, tak bisa menceritakan hal ini pada Taek Soo.


Taek Soo yakin kalau Tae Moo berbohong tak pernah bertemu dengan Tae Young tapi mereka tak memiliki bukti. Jika saja mereka memiliki bukti kalau Tae Moo bertemu dengannya pada tanggal 17 – 18 Februari , maka otomatis kebohongan Tae Moo akan terbongkar.

Yi Gak mengajak Tae Moo untuk minum di sebuah pub. Tae Moo bertanya apakah sepupunya sudah bisa beradaptasi di kantor barunya? Yi Gak berkata kalau semakin ia bertemu dengan banyak orang, ingatannya mulai kembali. Tapi ingatan itu membuatnya marah.

“Kenapa kau mengingat kenangan-kenangan yang buruk?” tanya Tae Moo santai.
“Apakah kau percaya pada takdir?” tanya Yi Gak balik.


Tae Moo tertawa mendengar pertanyaan Yi Gak. Ia tak pernah mempercayainya. Yi Gak kemudian mengambil botol bir dan sebuah gelas dan meminta Tae Moo menganggap gelas ini seorang wanita dan botol itu adalah seorang pria.

“Ada seorang pria dan seorang wanita. Mereka ditakdirkan untuk bertemu.,” kemudian Yi Gak menyenggol botol bir itu hingga terjatuh. “Tapi sesuatu menghalangi pria itu hingga ia tak mampu menemui wanita itu. Itulah yang membuatku marah.”

Tae Moo berkata kalau ia tak mengerti apa yang sepupunya katakan. Maka Yi Gak memperjelas maksud kata-katanya dengan pertanyaan.
“Kapan percakapan terakhir kita sebelum aku menghilang?”

“Saat itu aku di Seoul dan kau ada di Amerika, kita melakukan telepon internasional. Saat itu aku mengajakmu untuk bertemu saat aku sampai di Amerika,” jawab Tae Moo tetap santai.

“Saat kita di New York, bukankah kita pernah minum-minum di tempat seperti ini?”


Tae Moo melihat sekeliling dan baru menyadari kalau bar ini mirip dengan bar yang pernah ia kunjungi 2 tahun yang lalu bersama Tae Young. Tae Moo mulai waspada, tapi ia mencoba tetap bersikap santai, “Mungkin saja. Aku pergi ke New York 2 atau 3 kali dalam setahun. Lagipula interior bar ini sangat umum ditemukan.”

Yi Gak pun tak kalah santai menjawab, “Aku tak tahu apakah aku melihat dari ingatanku atau hanya imajinasiku semata. Aku tak dapat yakin sepenuhnya, tapi sepertinya percakapan terakhir kita bukanlah di telepon. Tapi seingatku adalah percakapan kita di perahu. Mungkinkah itu hanya imajinasiku?”


Walaupun sedikit gemetar, Tae Moo masih berkelit, “Apakah kau sedang membicarakan kapal yang kau naiki saat kau menghilang?

“Kak, katakanlah padaku satu hal ini. Dua tahun yang lalu, tanggal 17 Februari. Saat kau pergi ke New York. Apakah kau bertemu denganku? Atau tak bertemu denganku?”

Tae Moo menatap Yi Gak tajam, namun Yi Gak pun membalas tatapan Tae Moo menuntut jawaban darinya.


Sinopsis Rooftop Prince Episode 11

Tae Moo hanya menjawab, “Orang gila.”
“Kau bertemu denganku atau tidak. Pilih salah satu,” kata Yi Gak. “Orang gila bukanlah jawaban.”

Tae Moo berdiri dan membentakYi Gak, “Orang gila. Kau mengundangku katanya ingin lebih dekat, tapi kau malah melakukan hal ini?!”

Yi Gak ikut berdiri dan menatap mata Tae Moo, “Kau bertemu denganku atau tidak?” tanya Yi Gak tak mempedulikan kemarahan Tae Moo.

Akhirnya Tae Moo menjawab, “Aku tak bertemu denganmu.”


Mendengar jawaban itu Yi Gak tertawa terbahak-bahak. Namun hanya sesaat karena setelah itu tawanya berhenti dan dengan nada sinis Yi Gak berkata, “Karena kau mengatakan tak pernah menemuiku, itu artinya kau berbohong. Tapi jika kau berkata pernah menemuiku, artinya kau akan menjadi pembunuh. Kau pilih yang mana?”

“Kau benar-benar gila,” kata Tae Moo meninggalkan Yi Gak.


“Kak,” panggil Yi Gak menghentikan langkah Tae Moo. “Dua orang itu adalah orang yang sama. Seorang pembunuh dan seorang pembohong.”
Tae Moo berbalik dan perlahan-lahan menghampiri Yi Gak.


“Kau .. baru saja melewati batas,” kata Tae Moo dengan nada mengancam, “aku tak akan membiarkanmu mengatakan hal seperti ini lagi. Aku akan menginjakmu dan menghancurkanmu.”

Whoaa… apakah ini ancaman kalau Tae Moo tak takut untuk membunuh sepupunya (lagi)?

Yi Gak kembali ke kantor dan melihat Park Ha terjatuh. Refleks ia ingin menolongnya. Tapi ia urungkan karena sebelum ia menghampiri Park Ha untuk menolongnya, seorang wanita telah membantunya berdiri. Ternyata kaki Park Ha keseleo.

Ia membelikan obat untuk kaki Park Ha dan diam-diam menaruhnya di meja dalam ruangan Park Ha. Park Ha yang melihat sekelebat sosok Yi Gak keluar dari ruangannya dan melihat ada obat di atas meja, langsung menghubungkan keduanya.

Saat pulang, Park Ha menuntut jawaban dari Yi Gak. Kenapa Yi Gak berlaku sangat baik padanya? Yi Gak pura-pura tak tahu maksud Park Ha.

“Saat di kantor tadi, jika itu bukan berbuat baik, terus itu apa maksudnya?”

“Aku tak pernah berpikir untuk melakukan itu,” kata Yi Gak tetap pura-pura tak melakukannya. Ia beranjak masuk ke dalam rumah


“Aku tak pernah menyuruhmu untuk menyukaiku sekarang,” teriakan Park Ha menghentikan langkah Yi Gak.

“Semuanya terasa tak cocok. Kau menyuruhku untuk tak menyukaimu, tapi kenapa kau sangat baik padaku? Aku tak begitu pintar jadi mungkin aku salah paham. Kenapa aku tak boleh menyukaimu tapi kau bisa melakukan semua yang kau mau sesuka hatimu?”

Yi Gak berbalik dan duduk di kursi taman. Ia juga menyuruh Park Ha untuk duduk karena ia ingin menjelaskan sesuatu.


“Di Joseon aku memiliki putri mahkota,” kata Yi Gak.

“Aku tahu,” potong Park Ha. “Kudengar dia adalah Hong Se Na.”

“Putri mahkotaku.. telah meninggal. Lima hari sebelum aku tiba di sini, Putri Mahkota meninggal karena diracun. Aku harus membalaskan dendam putri mahkota yang telah meninggal. Karena menyelidiki misteri kematian Putri mahkota, kami berempat menyelidiki ke seluruh kerajaan. Tapi tak disangkan sebuah kekuatan misterius menarik kami ke jaman ini.
Saat aku datang kemari, aku tak tahu apa yang harus aku lakukan. Tapi kemudian aku melihat kalau putri mahkota bereinkarnasi pada Hong Se Na. Aku merasa kalau aku harus menjadikan segalanya seperti malam sebelum kematiannya.
Aku percaya kalau aku tinggal bersama dengan Se Na, sama seperti saat di Joseon, semuanya yang terjadi pada malam kematiannya akan terulang lagi. Semua yang aku lakukan: menjadi Tae Young dan bekerja di perusahaan, semuanya untuk menikahi Putri Mahkota. Sama seperti sebelumnya.
Seseorang akan mencoba untuk membunuhnya kembali, sama seperti saat di Joseon.
Suatu keajaiban aku bisa melintasi 300 tahun hingga sampai di sini. Aku yakin ini adalah kehendak takdir, sehingga aku dapat mengungkap siapa yang mencoba membunuhnya dan kali ini aku akan mencegahnya. Jika aku dapat melakukan itu, aku akan tahu siapa dan mengapa orang itu ingin membunuh Putri Mahkota.
Dan saat aku telah mengerti semuanya, aku dan para pengikutku bisa kembali ke Joseon. Jadi, alasan  mengapa aku harus menikahi Se Na, apakah kau dapat memahaminya?”

Park Ha tak dapat berkata sepatah katapun.


Akhirnya Se Na bersedia menikah dengan Yi Gak. Dan mereka tak membuang waktu lebih lama lagi, mereka berencana memberitahukan nenek tentang rencana mereka hari ini juga.


Nenek tentu saja senang mendengarnya walaupun merasa keinginan Yi Gak terlalu terburu-buru bila langsung mereka langsung menikah. Nenek menyarankan untuk bertunangan terlebih dahulu.


Tante menggoda Yi Gak yang sudah kebelet kawin, namun nenek juga sudah meminta Se Na untuk menyebutnya dengan sebutan ‘nenek’ saja.

Ayah Tae Moo juga hadir saat Yi Gak mengumumkan keinginannya untuk menikah. Ia juga ikut senang mendengar keputusan Se Na menikah dengan Yi Gak. Karena ia dapat menghancurkan mereka berdua sekaligus.

Hanya Tae Moo yang tak senang mendengarnya. Saat ia diberitahu oleh ayah, ia langsung pergi mencari Se Na dan memintanya membatalkan semuanya.


Tapi Se Na tak mau. Bukankah ia sudah katakan dulu kalau hubungan mereka telah berakhir? Dan ia meminta kalau kali ini adalah kali terakhir ia bertemu dengan Tae Moo. Jangan pernah menghubunginya lagi.


Se Na buru-buru meninggalkan Tae Moo. Ia keluar dari tangga darurat, tempat pertemuan rahasia mereka. Kebetulan Yi Gak melihatnya dan ingin memanggilnya. Tapi ia urungkan karena Tae Moo keluar dari tangga darurat juga dan mengejarnya.


Tae Moo menghentikan Se Na. Namun ia kemudian menyadari keberadaan Yi Gak di sekitarnya, maka ia menurunkan suaranya. Ia berkata kalau ia tak mengijinkan Se Na untuk berlaku sesuka hatinya dan hubungan mereka belum berakhir.


Se Na kaget saat Yi Gak mendekatinya setelah Tae Moo pergi dan bertanya mengapa sepupunya marah padanya? Se Na beralasan kalau Tae Moo marah padanya karena soal pekerjaan yang memang pantas ia terima. Yi Gak merasa sedikit aneh, tapi ia tak memperpanjang masalah ini.


Se Na memberitahu ibu tentang kabar pernikahannya. Ibu tentu saja bahagia mendengarnya, apalagi yang dinikahi Se Na dalah cucu pemilik perusahaan. Tapi kegembiraan ibu surut saat Se Na mengatakan kalau ia belum pernah memberitahukan pihak keluarga pria tentang keberadaan ibunya.


Ibu tak dapat menutupi kekecewaannya, dan Se Na pun mengetahuinya. Maka Se Na minta maaf dan mengatakan kalau ia akan memberitahukan tentang keberadaan ibu jika ada kesempatan. Tapi kesempatan itu bukanlah sekarang. Se Na meminta ibunya mengerti.


Tak ingin menghalangi kebahagiaan anaknya, ibu tersenyum dan berkata kalau ia tentu mengerti.


Ibu senang saat Park Ha mengajaknya untuk minum. Bagaimana Park Ha tahu kalau malam ini ia ingin minum? Park Ha tersenyum dan berkata, “Tentu saja aku tahu, Bu. Kan aku adalah putri Ibu.”

Ibu ingin tahu kenapa Park Ha menolak anak kenalannya di pasar. Menurut kenalannya, setelah Yeom bertemu dengan Park Ha, Yeom tak henti-hentinya membicarakan Park Ha. Park menjawab kalau Yeom bukanlah tipe pria yang disukainya.

Secara sambil lalu, ibu juga menanyakan tentang Se Na. Tentunya Park Ha tahu kalau Se Na akan menikah dengan cucu pemilik perusahaan Park Ha. Apakah Park Ha tahu bagaimana calon suami Se Na? Apakah pria itu adalah pria baik-baik? Park Ha mengatakan tak begitu mengenalnya dan ia menuang soju ke gelasnya untuk kesekian kalinya.


Ibu menyadari kalau Park Ha minum soju sangat banyak, dan bertanya apakah ada sesuatu yang terjadi? Park Ha membantahnya. Ia beralasan kalau makanan di sini sangat enak sehingga ia ingin selalu minum.



Ibu memandangnya dengan sayang dan berkata, “Setidaknya aku memilikimu, dan itu sudah membuatku bahagia.”

Park Ha pun merasakan hal yang sama, dan mereka pun bersulang.


Saat pulang, Ibu ternyata yang membayari makanan mereka walaupun Park Ha yang mengajaknya. Ibu serta merta menjawab, “Tentu saju ibu yang harus membayar, bukan anaknya.” Park Ha mengkhawatirkan ibu yang sepertinya minum terlalu banyak. Tapi ibu menenangkannya kalau ibu sudah biasa, bahkan saat ibu seumuran Park Ha, ia bisa minum 5 botol soju.


Park Ha pamit untuk pulang. Tapi ibu masih tak ingin berpisah. Ia memanggil Park Ha dan langsung memeluknya erat.


Dan ia menangis terisak-isak. Park Ha sepertinya tahu apa masalah ibu. Ia hanya bisa terdiam dan menepuk-nepuk punggung ibunya dengan rasa sayang.

Yi Gak melihat bunga teratai yang sudah mulai tumbuh dan kata-kata Park Ha siang tadi terngiang-ngiang di telinganya,

“Semuanya terasa tak cocok. Kau menyuruhku untuk tak menyukaimu, tapi kenapa kau sangat baik padaku? Aku tak begitu pintar jadi mungkin aku salah paham. Kenapa aku tak boleh menyukaimu tapi kau bisa melakukan semua yang kau mau sesuka hatimu?”
Ia membawa pot itu keluar rumah dan memandangi gambar pantai kesukaan Park Ha dan teringat bagaimana perasaan Park Ha yang menjadi tenang setelah melihat gambar pantai itu.


Park Ha pulang dan menyapanya den, “Oy, Yang Mulia. Kenapa kau ada di luar sendirian?”


Dari kata-kata Park Ha, Yi Gak menebak kalau Park Ha pasti sedang mabuk. Park Ha membenarkan,“Kenapa memangnya? Apakah tak boleh mabuk? Kenapa kau tak memperbolehkannya?”

Yi Gak tahu tak ada gunanya debat kusir dengan Park Ha yang sedang mabuk. Maka ia menyuruh Park Ha untuk masuk dan segera beristirahat.


Tapi Park Ha belum mau. Dengan mata berkaca-kaca ia bertanya, “Di kota sebesar ini, kenapa kau harus jatuh di rumahku? Benar-benar sial.”


Yi Gak tak dapat menjawab. Ia hanya dapat melihat kesedihan yang terpancar di mata Park Ha. Park Ha pun tak membutuhkan jawaban. Terhuyung-huyung, ia masuk ke dalam rumah meninggalkan Yi Gak sendiri.


Man Bo mengajak Park Ha untuk mengambil stok barang yang akan dipasarkan oleh Yi Gak di Home Shopping. Man Bo harus mengerjakannya sendiri karena hari ini Chi San keluar dari rumah sakit dan Young Sul menemaninya. Park Ha mau menemaninya dan mereka bertemu Yi Gak yang juga akan melakukan kontrak perjanjian dengan supplier.


Di gudang, mereka menemukan kalau data persediaan tak sesuai dengan stok barang yang tersedia. Man Bo keluar gudang untuk mengambil barang lagi, meninggalkan Park Ha di gudang sendiri untuk memeriksa barang.


Tanpa ia sadari, ia menutup pintu yang tak bisa dibuka dari dalam. Mereka juga tak menyadari kalau ada kabel yang mengalami hubungan pendek menyebabkan munculnya api. Man Bo baru sadar setelah ia kembali, ada asap keluar dari bawah pintu dan pintunya macet tak bisa ia buka.


Man Bo berteriak-teriak meminta pertolongan. Petugas keamanan berusaha membuka pintu darurat gudang, namun api keburu menjalar di mana-mana. Di tengah api yang berkobar, Man Bo berteriak-teriak memanggil Park Ha tapi tak ada jawaban.


Yi Gak dan Se Na pergi ke pabrik dan saat menunggu wakil dari perusahaan supplier, Se Na mewanti-wanti agar Yi Gak berkonsentrasi pada pertemuan mereka kali ini karena pertemuan ini sangatlah penting.


Wakil dari pihak supplier sudah datang dan pertemuan akan dimulai. Handphone Yi Gak berdering dan Yi Gak meminta waktu sebentar saat melihat yang meneleponnya adalah Man Bo.


Ia menerima telepon, terkejut mendengar apa yang dikatakan Man Bo. Ia langsung minta maaf karena ia tak dapat mengikuti pertemuan kali ini dan melesat pergi.


Se Na terkejut dengan reaksi Yi Gak yang mendadak berubah drastis. Ia tersenyum minta maaf pada pihak supplier yang juga terkejut dengan aksi Yi Gak.


Bagai kesetanan Yi Gak berlari keluar pabrik dan melarikan mobilnya dengan kencang. Sesampainya di gudang, ia melihat pabrik yang masih terbakar dan Man Bo yang panik dan berteriak-teriak panik memanggil Park Ha.


Ia menerobos kerumunan orang di depan pintu. Para petugas keamanan memblokade pintu agar tak ada orang masuk sampai bala bantuan tiba. Yi Gak berhasil menyelinap ke depan. Tanpa pikir panjang, ia membasahi saputangan kupu-kupu miliknya dengan botol air yang ia bawa dari mobil dan masuk ke dalam gudang.


Ia berteriak-teriak memanggil Park Ha. Tapi tak ada sahutan. Api telah menjalar ke seluruh gudang, membakar semua barang. Yi Gak berlari ke sana ke mari, melewati setiap celah yang belum terbakar, menghindari barang-barang yang berjatuhan. Tapi Park Ha tetap tak ia temukan.

Sinopsis Rooftop Prince Episode 11

Park Ha yang sudah kehabisan nafas, terduduk lemas di lantai. Samar-samar ia mendengar suara Yi Gak memanggilnya. Tapi ia tak memiliki tenaga untuk menjawab. Perlahan-lahan kesadarannya mulai menghilang.


source : http://www.kutudrama.com/2012/05/sinopsis-rooftop-prince-episode-11-1.html and http://www.kutudrama.com/2012/05/sinopsis-rooftop-prince-episode-11-2.html
re-posted and re-edited by : dianafitriwidiyani.blogspot.com

No comments:

Post a Comment