Yi Gak melihat kedatangan Park Ha
dan melambaikan tangannya, gembira telah menemukan Park Ha. Tapi bukan
kegembiraan yang dirasakan Park Ha sekarang.
Melihat mobil Tae Moo telah
berjalan Yi Gak dalam bahaya, Park Ha mendorong Yi Gak ke samping. Tapi ia sendiri tak
sempat untuk menghindar.
Tae Moo baru menyadari di
detik-detik terakhir kalau ia salah target, tapi ia tak sempat mengerem.
Mobilnya meluncur dan menabrak Park Ha..
.. hingga terlempar ke dalam
danau.
Se Na terkejut begitu pula Tae
Moo yang langsung memundurkan mobilnya. Bukannya menabrak Yi Gak lagi yang
jaraknya hanya sejengkal, Tae Moo malah menjemput Se Na yang masih shock ketika
keluar dari balik semak-semak dan mobil itu langsung kabur.
Kejadian itu sangatlah cepat,
hingga Yi Gak tak sempat mencernanya. Ia mencari-cari Park Ha, tapi tak ketemu.
Dan saat ia melihat tubuh Park Ha mengapung di danau, Yi Gak berteriak
memanggilnya.
Dan perasaan itu datang lagi.
Perasaan saat ia melihat mayat putri mahkota mengapung di kolam. Perasaan kalau
inginnya ia berlari tapi kaki tak mampu digerakkan.
Namun kali ini perasaan itu
menamparnya jauh lebih keras daripada sebelumnya. Ini adalah Park Ha. Park
Ha-nya.
Sama seperti yang ia lakukan saat
melihat mayat Putri Mahkota, ia berlari untuk menyelamatkannya.
Namun kali ini, berbeda dengan
saat ia di Joseon, tak ada yang dapat menghentikannya. Ia buru-buru lari masuk
ke dalam danau dan meraih Park Ha yang pelipisnya telah berlumuran darah.
Panik mendera Yi Gak. Ia
memanggil Park Ha berulang-ulang seperti sebelumnya, saat di gudang dan di truk
berpendingin. Tapi the third takes the charm. Kali ini, Park Ha tak terbangun.
Park Ha tak dapat mendengarkan teriakan Yi Gak.
Ia segera melarikan Park Ha ke
rumah sakit. Melihat Park Ha dibawa masuk ke ruang operasi, ingatan Yi Gak
kembali pada saat dulu.
Saat ia berdua dengan Park Ha di
bukit. Park Ha tidur di pangkuan Yi Gak dan tersenyum, membuuat Yi Gak berkata,
“Aku benar-benar berharap dapat selalu mengingat senyumanmu itu.”
Mendengar harapan Yi Gak, Park Ha
juga memiliki harapan tersendiri, “Andai saja waktu dapat berhenti di saat
seperti ini.”
Dan ia menutup matanya..
Se Na masih memikirkan kejadian
semalam dan mengkhawatirkan kondisi Park Ha. Tapi bagi Tae Moo, semua yang
sudah terjadi, biarkanlah terjadi. Mereka harus memikirkan masalah mereka
sendiri.
Tae Moo berencana untuk kabur ke
luar negeri untuk sementara waktu melalui jalan laut. Dan selama mereka bisa
hidup berdua, tak peduli kemana mereka pergi, mereka akan merasa bahagia.
Hellooww, Tae Moo.. kenapa tak
dari dulu saja punya pikiran itu? Jadi Direktur bagian Home Shopping,
memperkenalkan Se Na sebagai calon istrinya, dan kalian bisa live
happily ever
after.
Tapi Se Na masih tetap khawatir.
Jadi saat ia ditelepon oleh Yi Gak yang memintanya untuk bertemu, Se Na
menyetujui untuk menemuinya tanpa sepengetahuan Tae Moo.
Yi Gak mengajak Se Na untuk
mengunjungi Park Ha yang tak sadarkan diri. Ia menceritakan kondisi Park Ha
yang sekarang. Karena tabrakan kemarin, Park Ha terluka dan tabrakan itu
melukai hatinya. Sekarang ia membutuhkan donor hati agar terselamatkan.
Dan yang dapat menyelamatkan
hanyalah Se Na, saudara kandungnya. Walaupun tahu yang ia katakan tak benar,
tapi Se Na mengelak kalau ia tak memiliki hubungan apapun dengan Park Ha. Ia
pun beranjak pergi.
Tapi Yi Gak menghentikannya. Di
taman rumah sakit, ia mengingatkan Se Na kembali tentang reinkarnasi yang dulu
pernah ia tanyakan. Ia membuka rahasianya, kalau mereka pernah bertemu di
kehidupan sebelumnya. Dan Se Na dulunya juga adalah kakak Park Ha.
Se Na menganggap kata-kata Yi Gak
tak masuk akal dan ia tak mau mendengar lebih banyak lagi. Yi Gak menahannya
lagi. Tapi kali ini tangannya tak dapat menyentuh tangan Se Na, sesaat
menghilang untuk kemudian muncul lagi. Dan Se Na pun melihatnya. Percaya tak
percaya, ia mulai mendengarkan ucapan Yi Gak.
Yi Gak merasa takdir sangat kejam
pada Park Ha karena ia kembali bereinkarnasi menjadi adik Se Na. Reinkarnasi Park
Ha telah mengorbankan nyawanya dan menyelamatkan hidup reinkarnasi Se Na.
Dan
sekarang, Park Ha pun juga seperti itu. Walaupun ia tahu kalau Se Na berbuat
jahat padanya, ia tak melaporkan Se Na pada polisi. Bukan hanya untuk
kepentingan Yi Gak, tapi ia tahu karena ia mengkhawatirkan Se Na.
Yi Gak memberikan kunci rumah dan
memory card pada Se Na. Itu adalah bukti-bukti kejahatan Se Na dan Tae Moo.
Tapi ia sudah tak peduli akan hal itu. Yang ia inginkan adalah keselamatan Park
Ha.
Se Na sangat terpukul mendengar
kata-kata Yi Gak. Berbagai ulahnya yang mencelakakan Park Ha terputar lagi di
benaknya. Ia telah mencelakakan adik kandung yang ia kira adalah adik tirinya.
Ia telah meninggalkan adik kandungnya hingga ia menderita selama belasan tahun.
Tak sanggup menahan rasa bersalah itu, Se Na terjatuh dan menangis.
Ia pulang dan menemui Tae Moo
yang telah menunggunya. Malam ini mereka akan kabur dengan feri. Tapi Se Na
menceritakan hal ini pada Tae Moo. Betapa Park Ha terluka parah dan sangat
membutuhkan donor hati darinya.
Informasi Se Na ini malah membuat
Tae Moo berpikiran jahat (lagi). Ia menelepon Yi Gak dan mereka pun bertemu. Yi
Gak yang baru saja menerima kabar kalau kondisi Park Ha sudah sangat memburuk
dan membutuhkan donor hati sesegera mungkin langsung menyetujui keinginan Tae
Moo.
Ternyata telah terjadi
kesepakatan antara mereka berdua. Se Na akan mendonorkan hatinya sementara Yi
Gak menyerahkan warisan nenek untuknya.
Namun Tae Moo tak pernah berniat
menyuruh Se Na untuk mendonorkan hatinya. Ia mengajak Se Na untuk langsung
pergi ke pelabuhan dan membawa warisan Nenek. Se Na berkeras untuk mendonorkan
hatinya, toh mereka juga sudah mendapatkan imbalannya.
Tapi dengan dingin. Tae Moo
berkata kalau Se Na tak perlu memikirkan Park Ha karena banyak orang di rumah
sakit yang mampu menyelamatkan Park Ha. Se Na diam, tapi dari wajahnya terlihat
kalau ia tak setuju dengan pendapat Tae Moo.
Saat itu ada telepon dari Yi Gak,
tapi Tae Moo langsung melarang Se Na untuk mengangkatnya.
Yi Gak menunggu kedatangan Se Na dan
Tae Moo di rumah sakit. Perasaannya tak enak karena Se Na tak kunjung datang.
Ia menyuruh pengikutnya untuk melacak keberadaan Se Na.
Man Bo mendapatkan informasi
dimana Tae Moo dan Se Na tinggal. Ketiga Joseoners segera menuju ke sana, tentu
saja mereka terlambat, karena Tae Moo dan Se Na sudah pergi.
Se Na yang enggan mengikuti
perintah Tae Moo, diam-diam menekan nomor missed call terakhir yang berasal
dari Yi Gak.
Yi Gak mengangkat telepon dan mendengar percakapan Se Na dengan
Tae Moo yang mengatakan arah kepergian mereka malam ini. Buru-buru Yi Gak
melarikan mobilnya ke pelabuhan.
Di pelabuhan, akhirnya Se Na
mengatakan keengganannya untuk pergi keluar negeri. Bersamaan dengan itu, Yi
Gak datang . Tae Moo langsung menduga kalau Se Na lah yang memberitahukan Yi
Gak.
Ia menarik Se Na karena kapal
akan segera berangkat. Tapi Se Na memberontak. Yi Gak membantu Se Na melepaskan
diri dan menyuruh Se Na untuk segera memakai mobilnya untuk segera berangkat ke
rumah sakit. Tapi Tae Moo menghalangi mobil Yi Gak, sehingga Se Na tak berani
menggerakkan mobilnya.
Untungnya ketiga Joseoners datang
membantu. Young Sul menawarkan diri untuk membantu tapi Yi Gak menyuruh mereka
untuk mengawal kepergian Se Na ke rumah sakit.
Tak ada jalan lain untuk Tae Moo.
Se Na pergi dan perahu yang akanmembawanya menyeberang keluar negeri juga
telah pergi.
Satu lawan satu. Tae Moo lari
bersembunyi dengan tongkat kayu di tangan. Tak menyadari kalau lawannya
memegang senjata, Yi Gak langsung jatuh tersungkur ketika bertemu dengan Tae
Moo.
Yi Gak bangkit dan mereka berkelahi. Hampir saja Yi Gak berhasil
mengalahkan Tae Moo, jika saja kakinya tak terjepit bongkahan kayu.
Merasa di atas angin, Tae Moo tak
langsung menghabisi Yi Gak dan malah menyuruh Yi Gak untuk mengucapkan
kata-kata terakhirnya. Yi Gak bertanya mengapa Tae Moo mencelakakan Tae Young.
Tae Moo tersenyum sinis dan berkata kalau ia selalu menginginkan Tae Young
untuk lenyap.
Selama Tae Moo berbicara, diam-diam
Yi Gak mencoba melepaskan kakinya. Saat Tae Moo mengayunkan kayu untuk
menghabisinya, Yi Gak berkelit dan memukul balik.
Mereka berkelahi lagi, namun tak
lama karena beberapa polisi berdatangan mengepung mereka. Polisi dengan mudah
meringkus Tae Moo atas tuduhan pembunuhan.
Tae Moo tak sudi dituduh
membunuh, apakah ada buktinya? Rupanya hal ini telah direncanakan oleh Yi Gak dan
Yi Gak menyerahkan recorder pada polisi, rekaman atas kejadian yang baru saja
terjadi.
Se Na bersiap-siap untuk
mendonorkan hatinya pada Park Ha. Berbaring bersebelahan, Se Na menggenggam
tangan Park Ha yang masih belum siuman, menangis seolah ingin meminta maaf atas
semua yang telah terjadi.
Dan operasi pun dilakukan.
Operasi telah selesai. Yi Gak
menunggui Park Ha yang belum siuman. Akhirnya Park Ha membuka mata.
Perlahan-lahan ia melihat ruangan sekitarnya, dan wajah pertama yang ia lihat
adalah wajah Yi Gak.
Dan sapaan pertamanya pada Yi Gak
adalah, "Yang Mulia, apakah kau baik-baik saja?"
Kata-kata itu membuat Yi Gak
merasa separuh lega dan separuh kesal, “Keadaanmu sudah seperti ini, kau malah
mengkhawatirkanku? Saat kau tak sadar, aku tak merasa hidup sedikitpun. Jangan
lakukan hal seperti ini lagi. Dan mulai sekarang, aku yang akan melakukan
semuanya untukmu.”
Park Ha tersenyum mendengar janji
Yi Gak. Ia mengulurkan tangan, memintanya untuk selalu memegang janji itu.
Yi Gak menemui Taek Soo dan
memintanya untuk mengurus perusahaan sampai Tae Young sadar kembali. Taek Soo
berterima kasih pada Yi Gak karena ia telah menjadi cucu yang baik bagi almarhumah
Nenek, "Bagi kami, kau adalah Tae Young yang sebenarnya."
Se Na mengunjungi Park Ha di
rumah sakit. Ia lega melihat kondisi Park Ha sudah membaik. Park Ha
berterimakasih jika bukan karena Se Na, ia mungkin sekarang tak dapat hidup.
Kedatangan Se Na kali ini juga
untuk memberitahu kalau ia akan menyerahkan diri pada polisi. Park Ha tak dapat
melepas kepergian kakaknya begitu saja. Saat Se Na akan meninggalkan Park Ha,
Park Ha memanggilnya,
“Kakak, aku akan selalu menunggumu.” |
Kata-kata itu seakan air dingin
yang menyejukkan Se Na. Park Ha tak pernah mengatakan ‘aku memaafkanmu’. Tapi
ucapan Park Ha yang akan menunggunya, adalah sebuah tindakan yang jauh lebih
dalam dan tulus daripada hanya
memaafkan.
Se Na berbalik, tak dapat
menyembunyikan air matanya, namun kali ini diiringi dengan senyum lega. Park Ha
tersenyum menenangkan Se Na yang akan membuka lembaran baru untuk menebus
segala kesalahannya.
Di lobi rumah sakit, ibu dan CEO
Jang mengantarkan kepergian Se Na yang akan pergi ke kantor polisi. Se Na tak
mau diantar, ia ingin pergi sendiri.
CEO Jang menenangkan Se Na kalau
seberat apapun kesalahan Se Na, mereka (ibu dan CEO Jang) dapat memahami dan menerima
kesalahan itu.
Ibu juga menambahkan, "Kau
telah menyelamatkan Park Ha dan kau telah mulai membayar kesalahanmu. Polisi
juga tahu hal itu. Jangan terlalu khawatir. Kau memiliki 2 ibu yang paling kuat
di Korea ini."
Mendengar ucapan kedua ibunya, Se
Na mencoba tersenyum dan menahan air matanya. Tapi tangis Se Na pecah dan tak
tertahankan ketika ibu memeluknya. Dan ia semakin terisak-isak saat CEO Jang
ikut memeluknya.
Ketiga Joseoners menemui Yi Gak
dan mengusulkan sesuatu. Man Bo merasa kalau waktu mereka sudah semakin sempit
dan sewaktu-waktu akan kembali ke Joseon. Chi San merasa kalau selama ini Park
Ha telah mengurus mereka dengan baik, dan karena itu sudah sepatutnya mereka membayar
segala kebaikan hati Park Ha. Young Sul juga menambahkan, “Perasaan hamba juga seperti
itu.”
Yi Gak menyetujui hal itu, tapi
biaya rumah sakit Park Ha sudah sangat tinggi dan bertanya apakah mereka
mempunya ide untuk memecahkan hal ini?
Chi San mengusulkan kalau mereka akan
bekerja sampingan untuk mencari uang karena bagaimanapun juga Park Ha terluka
juga karena mereka. Jadi mereka harus bertanggung jawab. Man Bo mengusulkan untuk membelikan
sebuah toko untuk Park Ha. Dan Young Sul ikut mengusulkan, “Perasaan hamba juga
seperti itu.”
LOL. Si Young Sul pokoknya akur
sajalah..
Hmm.. sekarang mereka lebih
pintar dalam mencari pekerjaan sampingan. Karena yang terjadi kemudian adalah
mereka menjadi pemain figuran di sebuah drama sageuk. Dan salah satu aktor
sangat payah dalam adegan laga, membuat sutradara kesal.
Tak disangka, Young Sul
menawarkan diri untuk mencoba menggantikannya. Dan yang terjadi kemudian adalah
Young Sul berhasil membuat semuanya terkesima dengan loncatan yang tak
membutuhkan stuntman. Semuanya bertepuk tangan dan pekerjaan baru untuk Young
Sul sudah tersedia.
Sementara itu Chi San menjadi
pengamen jalanan dengan memainkan gayageum dengan irama yang pasti membuat Lee
Kyu Won (Park Shin Hye-Heartstrings) iri jika mendengarnya. Semua bertepuk
tangan saat permainan Chi San selesai. Bahkan ada seorang gadis yang memberikan
karangan bunga untuknya.
Dan Man Bo menulis naskah drama yang
berjudul Skandal Joseon. Dan wow, Man Bo hanya sebentar tinggal di jaman
sekarang tapi sudah bisa mengetik dengan sepuluh jari? Ckckck…
Ketiganya menjadi berita di Koran
Seoul daily (psst.. bisa diakses di wwwwwww.com) dan menjadi terkenal. Terutama
Man Bo yang mendapat penghargaan dan menerima uang sebesar 200 juta won.
Dan Young Sul masih tetap tak bisa tersenyum, walaupun kali ini ia sudah bisa membuat tanda V saat diwawancarai.
Ketiga Joseners memberikan
seluruh uangnya pada Yi Gak untuk membeli toko untuk Park Ha. Uang mereka tak
bersisa sedikitpun?
Tenang.. Young Sul masih
menyisakan segepok uang untuk mereka sendiri. Dan mereka pun bersama-sama
membersihkan toko dan mempercantiknya. Bahkan seorang Yang Mulia Pangeran Yi
Gak pun mau mengepel lantai toko.
Lantai dan tembok telah bersih,
kursi telah terpasang dan papan nama yang bertuliskan “Minuman semanis Park Ha”
telah terpasang. Yi Gak tersenyum puas, begitu pula ketiga Joseoners yang
bertepuk tangan mengagumi hasil kerja mereka.
Mereka kemudian menjemput Park Ha
yang akhirnya diperbolehkan keluar dari rumah sakit. Chi San yang dari pagi
belum sempat makan, mengeluarkan burger dan mulai memakannya.
Man Bo dan Young
Sul kesal karena Chi San masih sempat untuk makan di mobil yang sesempit ini.
Tapi Chi San tetap bersikeras untuk memakannya.
Yi Gak dan Park Ha saling
melempar pandang, geli mendengar perseteruan teman serumah mereka yang seperti
anak kecil.
Mobil mereka masuk ke terowongan,
cahaya menggelap dan temaram. Tapi pertengkaran itu masih tetap berlangsung.
Man Bo dan Young Sul mendorong-dorong Chi San agar geser sedikit.
Saat mobil telah berada di ujung
terowongan, Man Bo dan Young Sul berteriak terkejut karena Chi San tak hanya
geser sedikit, tapi juga menghilang!
Yi Gak menghentikan mobilnya dan
menoleh ke belakang. Hanya ada Man Bo dan Young Sul. Merasa panik dan ketakutan, mereka sadar kalau
waktu mereka sudah dekat.
Buru-buru mereka pulang ke rumah
dan bersiap-siap. Man Bo dan Young Sul panik. Chi San kembali ke Joseon hanya
dengan memakai sandal dan baju santai. Mereka harus kembali dengan memakai baju
Joseon. Dan mereka meminta Yi Gak untuk juga melakukan hal yang sama.
Yi Gak memerintahkan mereka untuk
tenang dan tak terburu-buru. Man Bo dan Young Sul yang akan kembali ke kamar,
sontak berhenti dan menata nafas mereka. Saat itu Young Sul baru menyadari
keanehan di foto kenangan mereka.
Chi San telah menghilang dari
foto itu.
Dan kenyataan Chi San pergi dan
tak akan kembali, menghantam Yi Gak dan Park Ha. Mereka hanya dapat saling
memandang dengan penuh kekhawatiran.
Park Ha merenung sendirian di
bukit. Seakan telah memutuskan sesuatu, ia mengeluarkan handphonenya dan
meminta Yi Gak datang ke kursi tempat mereka sering bertemu.
Caranya? Well, serahkan saja pada
Galaxy Note, karena mereka menyelipkan iklan di saat yang tepat, untuk
mengendorse how classy the Galaxy Note is. Park Ha membuat undangan dengan
menyelipkan gambar mereka dan gambar bangku favorit mereka, dan meminta Yi Gak
datang malam ini.
Yi Gak yang termenung di dalam kamar menerima SMS/MMS/email/whatever
undangan yang dikirimkan Park Ha dan segala yang berkaitan dengan iklan muncul
di sana.
Beserta kata-kata, “Yang Mulia, aku mengundangmu untuk datang menikmati
pemandangan malam” kemudian ada juga pesan video didalamnya. Dan Park Ha muncul
dan berkata, “Oy, bodoh. Aku sedang menunggumu. Cepatlah datang.”
Aww.. how cute.. Yi Gak tersenyum
melihat Park Ha dan pasti ingin segera bertemu dengan Park Ha.
Dan saya juga merasa Aww.. how cute Galaxy Note itu.
Terlepas handphone itu segede-gede Gaban, tapi rasanya asyik juga, ya, punya
handphone itu.
Akhirnya Yi Gak berdiri di
hadapan Park Ha, menunggu ucapan Park Ha yang berikutnya. Tapi Park Ha tak
mengucapkan sepatah katapun. Hanya diam. Park Ha menarik nafas panjang,
mengumpulkan keberanian untuk berkata, “Yi Gak-ssi..”
Mata Yi Gak melebar mendengar
panggilan itu. Ia tentu belum pernah mendengar namanya disebut seperti itu ,
dan hanya mendapat akhiran –ssi, sepertinya mereka adalah sepantar.
Yi Gak seakan ingin protes, tapi
ia menelan protesnya karena Park Ha melanjutkan perkataannya. “Yi Gak-ssi, kau
hanya boleh mengatakan ‘mmmhhh’ setiap aku bertanya padaku, ya. Mengerti?”
Yi Gak malah mengeluarkan protesnya
karena Park Ha memanggilnya dengan namanya langsung. Tapi Park Ha merajuk dan
menyuruhnya mengatakan, ‘mmmhh..’ , membuat Yi Gak geli dan akhirnya menggumam,
‘mmmhhh..’
Park Ha tersenyum karena Yi Gak
akhirnya menuruti permintaannya. Ia kemudian bertanya, “Yi Gak-ssi, kau..
menyukaiku, kan?”
Yi Gak tersenyum mendengar
pertanyaan Park Ha dan menggumam, “Mmmhh..”
“Aku juga. Aku juga menyukaimu.”
Senyum Yi Gak semakin lebar
mendengar pengakuan Park Ha dan dalam senyumnya, ia menggumam “Mmmhhh..”
Dan Park Ha pun memejamkan mata
dan meminta, “Jadi menikahlah denganku.”
Yi Gak terpana mendengar
permintaan Park Ha. Tak satupun kata terucap darinya, membuat Park Ha membuka
mata dan mengulang permintaannya kembali, “Menikahlah denganku.”
Yi Gak tetap tak menjawab dan hal
itu membuat Park Ha salah tingkah dan menjelaskan kalau ia sekarang sedang
melamar Yi Gak. “Kau tahu kan apa arti lamaran? Meminta seseorang untuk
menikah. Di Joseon juga ada kan hal seperti ini? Kau hanya perlu berkata
'mmmhhh'”
Bukannya menjawab, Yi Gak malah
meminta Park Ha untuk ikut dengannya. Dan Yi Gak meraih tangan Park Ha dan
membawanya pergi.
Duh.. kalau yang dilamar tak langsung
menjawab, pasti lamaran itu tak berhasil
deh..
Mereka sampai di toko rencananya
akan diberikan pada Park Ha. Yi Gak membuka pintunya dan membawa Park Ha masuk.
Ia menyalakan lampu, sehingga Park Ha mampu melihat toko itu dan ia berkata, “Inilah
jawabanku.”
Park Ha tak mengerti maksud Yi
Gak, maka Yi Gak meneruskan perkataannya, “Kau adalah orang yang hidup di jaman
yang sebentar lagi akan aku tinggalkan. Mulai sekarang, kau harus mempu hidup
sendiri. Park Ha, restoran ini dipersiapkan untukmu.”
Dengan mata berkaca-kaca, Park Ha
bertanya, “Siapa yang menyuruhmu untuk melakukan ini?”
“Chi San telah mendahului kami
pergi. Aku tak tahu kapan kami akan..”
“Makanya, ayo kita lakukan
sekarang,” potong Park Ha. “Ayo lakukan yang orang lain juga lakukan. Apakah
kau pikir orang menikah dengan harapan bisa hidup bersama selama 100 atau 200
tahun?”
“Bagiku, sehari saja sudah cukup.”
“Kenapa kau sangat keras kepala?”
Park Ha sadar jika tiap pernikahan
memiliki akhir kisah yang sedih, itu hanya masalah waktu. Sekarang mereka hanya
dapat khawatir dan bertanya-tanya kapan mereka akan berpisah. Park Ha tak
menginginkannya. Park Ha tak ingin menjadi pengecut yang hanya bisa khawatir
saja. “Aku ingin melakukan yang orang lain lakukan. Jika takdir kita berhenti
di tengah jalan, maka biarkanlah hal itu terjadi.”
“Kenapa kau malah ingin menyimpan kenangan yang menyedihkan?” |
“Kenapa itu menjadi kenangan yang
menyedihkan?” balas Park Ha ganti bertanya. “Aku ingin memiliki kenangan pernah
menikah. Dan jika aku menikah, aku hanya ingin menikah denganmu.”
Yi Gak bersikeras kalau yang ia
lakukan sekarang lebih baik untuk Park Ha. Ia tak ingin terus menerus khawatir
pada Park Ha yang hidup sendirian.
Dengan mata berkaca-kaca, Park Ha
membalas kata-kata Yi Gak, “Jika hatiku kosong, maka badan yang sehat pun tak
ada gunanya. Aku juga dapat bekerja tanpa bantuan darimu. Seumur hidup aku
telah menghidupi diriku sendiri.” Dengan hampir menangis, Park Ha mengulang
permintaannya lagi. “Jadi, menikahlah denganku.”
Tapi yang dikatakan Yi Gak
adalah, “Janganlah keras kepala.”
Park Ha menelan tangis kekecewaan
mendengar penolakan Yi Gak. Dan sebelum
air matanya turun, ia buru-buru pergi tak mempedulikan panggilan Yi Gak.
Park Ha menghabiskan waktunya
dengan bekerja, bekerja dan bekerja. Man Bo dan Young Sul menatap Park Ha
dengan khawatir.
Mereka melaporkan kekhawatiran ini
pada Yi Gak, karena tubuh Park Ha belum sepenuhnya pulih. Young Sul bertanya
apakah ada sesuatu yang telah terjadi antara mereka berdua?
Yi Gak, yang moodnya tak lebih baik dari Park Ha, menoleh menatap Young Sul,
membuat sadar kalau ucapannya melewati batas. Yi Gak tak memperpanjang masalah
itu dan malah bertanya mengapa mereka berdua membawa ransel kemana-mana? “Karena
kami tak tahu kapan kami akan kembali ke Joseon, jadi kami harus mempersiapkan
diri.”
Man Bo berlutut di hadapan Yi
Gak, meminta maaf atas kekurangajarannya untuk bertanya pada junjungannya,
"Apakah karena Yang Mulia takut sewaktu-waktu akan menghilang maka Yang
Mulia menjauhi Park Ha?"
Yi Gak ingin memperingatkan kalau
Man Bo sudah berkata melewawti batas. Tapi Young Sul pun ikut berlutut karena
ingin memberikan nasehatnya, "Seorang pria tak pantas melakukan hal
seperti ini."
Yi Gak teringat akan kata-kata
Park Ha semalam dan berlari untuk menemui Park Ha. Ia melihat Park Ha sedang
mengangkat cucian untuk dijemur. Direbutnya ember cucian itu dan dijatuhkannya
ke lantai, “Sampai kapan kau akan melakukan ini padaku agar perasaanmu menjadi
lebih baik?”
Park Ha menatap marah pada Yi
Gak, tapi tak ada kata yang terucap. Ia hanya berjongkok dan memunguti cucian
yang jatuh ke lantai. Yi Gak menutup mata, menenangkan diri dan kemudian
berkata, “Baiklah. Lakukan saja apa yang kau mau. Lakukan saja semaumu. Jika
kau memang menginginkannya, aku akan melakukannya!”
Park Ha tak menyadari kata-kata
Yi Gak, malah berkata sinis, “Semua yang kumau?” Tanpa menoleh pada Yi Gak, ia
meneruskan, “Kau bahkan tak tahu apa yang ada di dalam hatiku.”
Ia beranjak pergi namun tertahan
oleh kata-kata Yi Gak, “Bodoh. Yang ingin kukatakan adalah ayo kita menikah
jika itu memang maumu.”
Park Ha terpana mendengarnya.
Perlahan-lahan ia berbalik melihat Yi Gak yang tersenyum padanya. Ia tersenyum
dan melompat untuk memeluk Yi Gak. Yi Gak tersenyum melihat Park Ha kembali
tersenyum padanya dan mengangkatnya untuk memeluknya lebih erat.
Mereka mengunjung istana kediaman
Yi Gak di Joseon. Yi Gak menunjukkan kolam dimana ia sering berjalan-jalan. Semuanya
tak ada yang berubah.
Park Ha bingung juga kesal,
mengapa mereka harus berjalan-jalan kemari padahal banyak hal yang harus
dipersiapkan untuk pernikahan mereka.
Mendengar hal itu Yi Gak teringat
akan sesuatu yang berbeda dari jamannya, “Yang berbeda adalah dirimu. Di
Joseon, kau tak seberisik ini.”
Park Ha menghentikan langkahnya
dan menjejakkan kakinya kesal. Merasakan kekesalan Park Ha, Yi Gak meneruskan, “Tapi
jaman dulu ataupun sekaran, kau tetaplah cantik.”
Dan ia pun mengecup bibir Park
Ha.
Aww..
Park Ha buru-buru menutup mukanya
dengan brosur, malu karena ada sekelompok turis yang melihatnya.
Yi Gak mengajak Park Ha untuk
pergi ke pondok di tengah kolam. Setelah yakin kalau tak ada orang yang
memperhatikannya, ia mulai menggali tanah di bawah pondok itu. Park Ha khawatir
dan melihat-lihat sekeliling.
Ia semakin panik karena Yi Gak mengambil sesuatu dari dalam tanah, “Apa yang kau lakukan? Apa yang kau ambil dari situ?
Apakah kau boleh mengambilnya?”
Yi Gak tersenyum melihat
kepanikan Park Ha, “Apa salah? Ini adalah barang milikku di Joseon.”
Ia menggenggam barang yang ia
gali, kemudian membukanya dan menunjukkannya pada Park Ha. Sebuah keping giok. “Ini adalah okwanja, kancing giok
yang biasanya ditaruh di pita kepala.”
Park Ha sekarang mengerti barang
apa itu. Yi Gak menjelaskan kalau ia menyembunyikan okwanja 300 tahun yang lalu
saat ia kecil.
Park Ha terpana, ia merasa keping
giok ini seperti ajaib. Semakin terpana saat Yi Gak menaruh okwanja ke telapak
tangannya dan membuatnya menggenggam okwanja itu kemudian berkata,
“Ini adalah hadiah pernikahan.” |
Yi Gak tersenyum melihat wajah
Park Ha yang masih terpana. Park Ha membuka tangannya dan mengagumi hadiah
pernikahan Yi Gak, “Ini berarti 300 tahun yang lalu, aku telah mempersiapkan hadiah
pernikahan ini untukmu.”
Park Ha melepas kalung yang ia
pakai dan memasukkan okwanja ke dalam kalung. Ia menunjukkan pada Yi Gak kalau
okwanja itu sekarang menjadi bandul kalungnya, membuat Yi Gak tersenyum senang.
Park Ha meminta Yi Gak untuk memasangkan kalung itu pada lehernya.
Hadiah pernikahan telah
diberikan, sekarang saatnya untuk melihat gedung pernikahan. Park Ha kaget
mendengarnya.
Mencari gedung pernikahan untuk waktu semepet ini sangatlah
sulit, apalagi musim semi biasanya digunakan orang sebagai waktu menikah yang
tepat. Tapi Yi Gak menenangkannya. Young Sul dan Man Bo berhasil
mendapatkannya.
Mereka berpura-pura berjalan
menuju ke altar diiringi oleh Man Bo yang sudah hafal wedding march diikuti
oleh Young Sul yang bernyanyi ala kadarnya.
Park Ha memuji kedua Joseoners yang berhasil mendapatkan gedung
pernikahan. Yi Gak bertanya apakah mereka tak lelah membawa ransel berat itu
kemanapun mereka pergi? Man Bo mengeluh kalau ranselnya memang sangat berat
hingga ia merasa selalu akan jatuh, tapi mereka tetap harus membawanya.
Walaupun mereka telah mendapat
gedung pernikahan yang indah, tapi Park Ha sebenarnya sudah memiliki tempat
yang ingin ia pilih sebagai tempat pernikahan.
Rumah loteng?
Mereka pun meninggalkan ruangan
dan masuk ke dalam lift. Di tengah perjalanan turun, tak disangka, lift macet
dan lampu otomatis padam.
Ketika lift kembali bergerak dan lampu darurat menyala,
hanya tinggal Yi Gak dan Park Ha.
Lampu kembali mati dan menyala
kembali. Tapi di dalam lift itu tetap hanya ada Yi Gak dan Park Ha. Man Bo dan
Young Sul telah menghilang.
Mereka terkejut dan panik, tapi
tak berkata apapun. Yi Gak langsung meraih tangan Park Ha dan menggenggamnya
erat tak ingin melepaskannya. Begitu juga Park Ha. Panik dan takut melanda
mereka. Mereka tak ingin kehilangan satu sama lain. Mereka belum siap jika
salah satu dari mereka menghilang.
Sepanjang hari mereka habiskan
berdua. Di restoran, mereka makan dengan kedua tangan tetap saling menggenggam.
Yi Gak memegang garpu untuk menahan steak yang akan diiris oleh Park Ha yang
memegang pisau. Seperti itu, mereka makan bergantian.
Begitu pula saat mereka tidur.
Berbaring bersisian di tempat tidur yang sama, Park Ha mengkhawatirkan ketiga
Joseoners yang telah menghilang. Alangkah senangnya jika mereka dapat menelepon
dan memberi kabar padanya.
Mendengar keinginan Park Ha yang
mustahil, Yi Gak menyebutnya bodoh. Kali ini Park Ha tak terima, karena sebutan
bodoh itu khusus untuk memanggil Yi Gak. “Bodoh..”
“Aku ingin berterima kasih
padamu..”
“Jangan katakan hal itu," Park Ha tak mau mendengarnya.
“Aku juga ingin meminta maaf
padamu..”
“Jangan katakan hal itu,” Park Ha kembali berkata.
Ia tak ingin mendengar kata-kata
itu dari Yi Gak. Maka Yi Gak berkata, “Aku mencintaimu.”
Park Ha tersenyum walau tak kuasa
menahan air mata yang turun. Ia ingin mendengar Yi Gak mengulangi tiga kata itu
lagi.
Dan Yi Gak perlahan mengatakannya
lagi. Park Ha memeluk Yi Gak, menyembunyikan wajahnya yang berurai air mata di
dada Yi Gak. Dan Yi Gak memeluk Park Ha lebih erat.
Keesokan harinya, Yi Gak dan Park
Ha sudah bersiap untuk pernikahan mereka. Park Ha memberikan kalung berbandul
emas sebagai hadiah pernikahan. Walaupun Yi Gak mengatakan tak ingin sebuah
hadiah pernikahan, ia tetap bersikeras untuk memberikannya.
Ia memasangkan kalung itu di
leher Yi Gak dengan pesan agar kalung itu harus selalu dipakai Yi Gak, dekat
dengan hatinya. Yi Gak mengangguk menyetujui hal itu.
Di halaman rumah loteng yang telah mereka hias dengan bunga, mereka pun mengucapkan janji pernikahan.
Di halaman rumah loteng yang telah mereka hias dengan bunga, mereka pun mengucapkan janji pernikahan.
Park Ha memulainya dengan berkata, "Saya akan menjadikan Yi Gak sebagai suami saya,"
Dan Yi Ga pun meneruskan, "Saya akan
menjadikan Park Ha sebagai istri saya,"
“.. dan menghormati satu sama lain.” |
“Sampai kematian memisahkan kami” |
“Kami akan bersama untuk selamanya.” |
Dan mereka pun berkata
bersama-sama, “Inilah janji kami.”
Yi Gak mencium Park Ha yang tak
kuasa menahan air matanya. Dan seakan ciuman itu adalah kunci pembuka bagi Yi
Gak, disaksikan Park Ha, tubuh Yi Gak perlahan-lahan menghilang.
Park Ha terpaku, tak mampu
menggerakkan badannya. Tapi Yi Gak mengangguk perlahan padanya, menenangkannya.
Park Ha mengangguk mencoba memberikan senyum dari bibirnya yang gemetar, seakan
mampu melepas Yi Gak, tapi air matanya terus mengalir di pipi.
Yi Gak yang semakin menipis
mengulurkan tangan, membelai pipi Park Ha ingin menghapus air mata itu. Tapi ia
semakin tipis dan tipis..
.. hingga menghilang dari
pandangan Park Ha.
Tangis Park Ha pecah dan bertanya
pada udara yang mengelilinginya, "Apakah kau sudah pergi? Apakah kau dapat
mendengarku? Harusnya aku mengucapkan selamat tinggal padamu. Harusnya aku berkata
jaga dirimu baik-baik.."
Tak ada jawaban.
Hanya tiba-tiba angin datang dan
menerbangkan kelopak-kelopak bunga mawar dari buket pengantinnya.
source : http://www.kutudrama.com/2012/05/sinopsis-rooftop-prince-episode-19.html
re-posted and re-edited by : dianafitriwidiyani.blogspot.com
No comments:
Post a Comment