Sekretaris
Eun menelepon Klub M dan berbicara dengan Sekretaris Bong-gu. Ia
menegaskan tidak akan menerima telepon dari Klub M lagi di masa yang
akan datang.
“Kami akan memberimu dua pilihan. Kami ingin Raja
Jae-ha turun tahta dengan tenang. Pilihan kedua, ia turun tahta dengan
kekerasan.”
Jae-ha dan Hang-ah saling memasangkan cincin pertunangan.
Sekretaris Bong-gu mengancam Sekretaris Eun lagi bahwa mereka akan memberitahu Shi-kyeong mengenai perbuatan ayahnya.
“Silakan.
Beritahu anakku atau umumkan ke seluruh dunia, terserah kalian. Mulai
sekarang aku tidak akan lagi melakukan permintaan kalian,“ kata
Sekretaris Eun tegas. Coba dari dulu ya >,<
“Sepertinya kau memilih pilihan kedua. Kekerasan. Akan ada darah.”
Prang!!
Gelas yang digunakan Hang-ah saat tos dengan Jae-ha pecah
berkeping-keping. Anggur memercik ke gaun Hang-ah. Seluruh undangan
memekik kaget. Semua melihat dengan khawatir. Biasanya hal ini merupakan
pertanda sesuatu yang buruk akan terjadi.
Hang-ah
tak enak hati dan bingung apa yang harus dilakukan. Jae-ha tersenyum
menenangkan. Ia berkata kejadian ini hanya akan menjadi kenangan yang
berharga di masa yang akan datang. Hang-ah mengangguk.
Sekretaris Bong-gu masih berusaha mengancam Sekretaris Eun tapi Sekretaris Eun teguh pada pendiriannya kali ini.
Jae-ha
dan Hang-ah berjalan melewati para undangan. Para undangan berteriak
meminta mereka kiss. Jae-ha tersenyum dan menoleh pada Hang-ah yang
tersipu malu. Jae-ha menarik Hang-ah dalam pelukannya dan menciumnya di
depan para undangan. Semua undangan bersorak. Ibunda Raja dan Ayah
Hang-ah tertawa melihat keduanya. Raja dan tunangannya tersenyum bahagia
dan melambaikan tangan pada para undangan.
Malamnya,
Sekretaris Eun memanggil Shi-kyeong dan bertanya di mana Jae-ha berada
pada saat ini. Shi-kyeong menjawab saat ini Jae-ha sedang mendengar
wejangan dari para sesepuh keluarga kerajaan lalu akan menghabiskan
waktu bersama Hang-ah.
“Bagiamana dengan penyelidikan itu?” tanya Sekretaris Eun. “Anmyeondo…penyelidikan mengenai pengkhianat.”
“Pesta pertunangan telah berakhir, tentu saja penyelidikan akan dilanjutkan.”
Sekretaris
Eun menghela nafas panjang. Sepertinya ia hendak mengaku pada
Shi-kyeong tapi ia tak bisa mengatakannya. Ia hanya berkata bahwa
penyelidikan itu akan segera berakhir.
Sekretaris
Eun lalu menulis surat pengunduran dirinya dan menuliskan kronologi
kejadian yang melibatkan dirinya dengan Klub M. Ia bersedia
bertanggungjawab dan menerima seluruh hukumannya.
Ia mengaku ia
telah menerima album senilai satu juta pounds dan sebagai balasannya ia
mengungkapkan tempat berlibur Raja. Ia telah menutupi kematian Jae-kang
sebagai sebuah kecelakanan dan juga membantu tersangka pembunuh dari
Klub M meninggalkan Korea dengan tenang. Ia telah mencabut pelarangan
John Mayer masuk ke Korea Selatan dan ia juga telah melakukan banyak
kontak pribadi dengan Klub M sejak itu. Meski begitu ia tetap bekerja
dalam keluarga kerajaan dan menggunakan wewenangnya sampai sekarang.
Sekretaris Eun berjalan di lorong para Raja terdahulu. Ia menatap foto Jae-kang.
“Yang Mulia, jangan maafkan aku.”
Lalu Sekretaris Eun berlutut dan membungkuk sedalam-dalamnya di hadapan lukisan diri Jae-kang.
Jae-ha
dan Hang-ah spa bareng^^ Jae-ha bertanya apakah Hang-ah benar-benar
harus pergi ke luar negeri untuk kegiatan amal. Tampaknya ia tidak rela
ditinggal Hang-ah. Hang-ah berkata Ibunda Raja selalu melakukannya, jadi
ia harus cepat mempelajarinya.
Jae-ha mengeluh bukankah
kegiatan amal bisa dilakukan di dalam negeri, mengapa harus ke luar
negeri. Hang-ah menjelaskan, Ibunda Raja mendengar bahwa orang asing
banyak membantu Korea Selatan saat Korea berada dalam situasi perang.
Karena itu sekarang ia ingin membalas kebaikan mereka dengan mengunjungi
negara-negara miskin.
Jae-ha berkata kalau begitu bukankah
mereka harus mengutamakan rakyat sendiri, masih banyak orang miskin.
Hang-ah membenarkan. Ia mengusulkan pergi bersama Ibunda Raja ke Utara,
bukankah sekarang mereka satu keluarga. Mendengar itu Jae-ha meminta
Hang-ah pergi keluar negeri dengan patuh. Hihi...apa takut Hang-ah ngga
balik lagi gitu ya?
Jae-ha
mendapat sms dari Klub M. Ia menghentikan spa-nya dan langsung pergi ke
kantornya diikuti Hang-ah. Hang-ah meminta Jae-ha mengabaikan pesan
dari KlubbM. Jae-ha berkata pesan itu tidak dikirimkan melalui jalur
resmi tapi secara pribadi ke mailbox-nya. Itu artinya Klub M mulai
bertindak.
Ia berkata walau mereka tidak membukanya tetap saja
Klub M akan bertindak. Hang-ah menggeleng, ia tetap tidak ingin Jae-ha
membuka pesan itu. Jae-ha beralasan mereka harus mengerti situasinya
sebelum serangan benar-benar terjadi. Mereka tidak bisa terus menerus
menunggu serangan mendadak.
“Jika ada yang tak biasa, kau
pertama kali harus mengatakannya padaku,” pinta Hang-ah. Jae-ha
mengangguk dan tersenyum. Hang-ah meninggalkan Jae-ha sendirian.
Jae-ha
lalu membuka email dari Klub M. Isinya adalah bukti-bukti pengkhianatan
Sekretaris Eun. Bukti foto rumah peristirahatan di Anmyeondo dengan
tulisan “Terima kasih atas bantuanmu”. Lalu bukti rekaman suara
percakapan telepon antara Sekretaris Eun dan Bong-gu. Catatan telepon
antara Sekretaris Eun dengan Klub M, juga salinan dokumen ijin Bon Bon
meninggalkan Korea setelah kematian Jae-kang, dan pencabutan larangan
masuk Bong-gu ke Korea Selatan dengan menggunakan kedudukannya sebagai
Sekretaris Kerajaan.
Jae-ha tertegun melihat semua bukti-bukti itu.
Sekretaris
Eun telah selesai menulis surat pengunduran dirinya dan berjalan menuju
kantor Jae-ha. Ia mengetuk pintu namun tidak ada jawaban.
Sekretaris
Eun masuk dan menemukan Jae-ha duduk di belakang meja kerjanya,
mendengarkan rekaman percakapan antara Sekretaris Eun dan Daniel Craig,
tepat saat Sekretaris Eun menyarankan Anmyeondo sebagai tempat berlibur.
Sekretaris Eun terkejut mendengar rekaman itu. Ia sadar Jae-ha telah
mengetahui semuanya.
Jae-ha menatap Sekretaris Eun dengan
pandangan kecewa. Sekretaris Eun menunduk. Jae-ha duduk di kursi dekat
Sekretaris Eun berdiri.
“Apa ini?” tanyanya. “Aku akan menanyakan satu hal padamu. Apakah kau pernah mengubah perkataanku pada Hang-ah?”
Sekretaris Eun menghadap Jae-ha dan membenarkan.
“Lalu
bagaimana dengan forum di Jeju? Apakah Paman yang mengganti lagu
pembukaan untuk mengiringi Jae-shin masuk dengan menuruti perintah Klub
M? Bukan, kan? Kau tidak akan berbuat sejauh itu kan, Paman?”
Jae-ha
tidak mau percaya kalau Sekretaris Eun telah mengkhianatinya. Tapi
Sekretaris Eun mengakuinya, ia yang telah mengganti lagu itu.
Jae-ha
berkata ia masih bisa memaafkan kesalahan Sekretaris Eun dalam
membocorkan lokasi Anmyeondo karena saat itu Sekretaris Eun tidak tahu
bahwa pelakunya Klub M. Tapi setelah itu?
“Paman,
bagaimana bisa kau….. Kau telah menjadi bagian dalam keluarga kami.
Tiga puluh tahun!” Air mata Jae-ha mengalir, “Ayah mempromosikanmu.
Kakak mempercayaimu, dan aku bergantung pada Paman. Bagaimana bisa kau
melakukan hal itu?”
Sekretaris Eun tidak mampu menjawab. Ia mengambil surat pengunduran dirinya dari balik jasnya dan meletakkannya di atas meja.
“Aku akan mengundurkan diri dan menunggu hukuman.”
“Mengundurkan diri? Lagi-lagi mengundurkan diri? Kau selama ini menipuku. Sekarang setelah terungkap, kau mau lepas tangan?”
“Aku tidak minta dimaafkan. Apapun hukumannya, aku akan…”
“Maka seharusnya bukan pengunduran diri. Kau seharusnya dipecat dan ditangkap.”
“Aku bersedia menerimanya. Tapi Yang Mulia harap sangat berhati-hati. Saat ini klub M…”
“Kenapa? Kau berkonspirasi lagi dengan mereka?” sindir Jae-ha marah.
“Yang
Mulia harus lebih waspada. Tidak hanya Yang Mulia, seluruh anggota
kerajaan harus menghentikan kegiatan untuk sementara waktu…”
“Kau
masih berani mengatakannya!!” teriak Jae-ha menggebrak meja dengan
penuh amarah. “Apa kau pikir aku akan jatuh lagi dalam perangkapmu? Kau
adalah pengkhianat! Kau melakukan pengkhianatan, membiarkan invasi orang
asing dan membantu musuh negara. Kau adalah pengkhianat!!”
Sekretaris
Eun memejamkan matanya. Seluruh kebenaran itu memang menyakitkan. Bahwa
ia ternyata seorang pengkhianat walau ia selalu ingin melakukan yang
terbaik untuk keluarga kerajaan.
“Kejahatan
karena membantu musuh untuk menjaga reputasiku sendiri. Kejahatan
karena terlibat dalam pembunuhan Raja sebelumnya, dan juga kejahatan
karena menyalahgunakan kepercayaan Yang Mulia. Aku bersedia mnerima
hukumannya. Hanya saja, puteraku Shi-kyeong…”
Sekretaris Eun
berlutut dan membungkuk di hadapan Jae-ha. Ia berkata Shi-kyeong adalah
seorang yang sangat menjunjung kebenaran. Shi-kyeong bahkan tidak bisa
berkompromi dengan kesalahan dan ayahnya lah yang mendidik Shi-kyeong
seperti itu. Ia takut Shi-kyeong menderita setelah mengetahui kebenaran
mengenai ayahnya. Karena itu Sekretaris Eun memohon agar Jae-ha tidak
memberitahu Shi-kyeong. Ia sendiri yang akan memberitahunya dalam waktu
dekat.
Shi-kyeong terkejut saat diberitahu ayahnya dipecat. Bukan mengundurkan diri tapi dipecat oleh Raja sendiri.
Hang-ah
pergi ke ruang keluarga kerajaan. Ia melihat Ibunda Raja dan Jae-shin
sedang meminta penjelasan dari Jae-ha mengenai pemecatan Sekretaris Eun.
Melihat wajah Jae-ha yang tampak terpukul, Hang-ah sadar Jae-ha tidak
akan memecat Sekretaris Eun tanpa alasan. Karena itu ia tidak ikut
bertanya.
Jae-ha bangkit berdiri dan mengangguk pada Hang-ah. Ia
berkata pada ibu dan adiknya ia akan menjelaskannya nanti. Lalu ia
pergi. Jae-shin ingin Jae-ha menjelaskannya sekarang juga. Tapi Hang-ah
menenangkan mereka. Bukankah Jae-ha akan menjelaskannya nanti? Ia
meminta mereka menunggu.
Shi-kyeong
menemui Jae-ha dan menanyakan alasan pemecatan ayahnya. Tak pernah
terlintas sedikitpun di benaknya bahwa Jae-ha akan memecat ayahnya.
Walau Jae-ha sakit hati dengan pengkhianatan Sekretaris Eun tapi ia
masih menghormati permohonannya untuk tidak mengatakan apapun pada
Shi-kyeong.
Jae-ha berkata Sekretaris Eun dan dirinya selama ini
memiliki perbedaan sudut pandang. Shi-kyeong berkata walau berbeda sudut
pandang namun tujuan mereka tetap sama.
“Ia sudah tua,” kata Jae-ha
“Ia masih sehat,” sahut Shi-kyeong.
“Ia telah bekerja selama 30 tahun.”
“Itulah sebabnya. Ia telah melayani 3 generasi selama 30 tahun. Jadi bagaimana….”
“Sudah
kubilang ia sudah tua. Ia sudah tua dan keras kepala. Ketika kau sudah
tua, cara berpikirmu mengalami kemunduran dan melemah.”
Shi-kyeong tak percaya Jae-ha berbicara seperti itu tentang ayahnya.
“Apakah kau masih Yang Mulia yang kukenal?” tanyanya dengan kesal.
“Kenapa? Kau mau memukulku?” Jae-ha tersenyum pahit.
Shi-kyeong
membenarkan. Jae-ha menyuruh Shi-kyeong untuk cuti dan berlibur bersama
Sekretaris Eun. Tapi Shi-kyeong tidak bisa dikelabui.
“Aku akan tetap di sini. Apakah Yang mulia menyembunyikan sesuatu dariku? Ada rahasia apa antara Yang Mulia dan ayahku?”
“Eun Shi-kyeong!”
“Sampai aku mengerti semuanya, aku akan tetap berada di sisi Yang Mulia,” Shi-kyeong menegaskan, lalu ia pergi.
Jae-ha tak bisa berkata apa-apa lagi.
Hang-ah
membaca surat pengunduran diri Sekretaris Eun. Ia mendekati Jae-ha yang
sedang sibuk membaca laporan. Hang-ah bertanya apakah Jae-ha sudah
membaca surat itu.
“Ini pasti juga sangat sulit bagi Kepala Sekretaris,” kata Hang-ah.
“Mungkin saja.”
Hang-ah
duduk di samping Jae-ha. Ia mencoba membujuk Jae-ha bahwa Sekretaris
Eun sudah menginstropeksi diri dan ini semua tetap saja perbuatan Klub M
yang telah menjebak mereka.
“Jadi apa kau memintaku untuk tidak
mempedulikannya? Ia bekerjasama dengan musuh. Ia tahu aku
mempercayainya, jadi ia mengarahkanku dan memarahiku hari demi hari tapi
sebenarnya ia mengendalikanku dengan mengikuti perintah Klub M. Kakak
sudah tiada, Jae-shin cacat, dan ia masih saja… Aku juga manusia. Aku
membutuhkan waktu.”
Hang-ah
melihat ekspresi dan suara Jae-ha yang begitu tertekan. Ia meminta
Jae-ha tidur sebentar. Jae-ha berkata ia harus menyelesaikan membaca
laporan karena besok ada lima rapat yang harus ia hadiri.
Hang-ah
merebut kertas-kertas laporan dari tangan Jae-ha. Ia berkata dengan
kejadian yang dialami Jae-ha hari ini apakah isi laporan itu bisa masuk
ke otaknya.
Ia
menepuk pahanya. Jae-ha masih ragu. Tapi Hang-ah menarik Jae-ha dan
membaringkan kepala Jae-ha di pangkuannya. Jae-ha memeluk tangan Hang-ah
dan meringkuk seperti seorang anak kecil yang ketakutan.
“Ada apa? Apa kau takut?” tanya Hang-ah.
“Ya,” sahut Jae-ha pelan,”Aku takut pada semuanya kecuali padamu. Aku tidak bisa lagi mempercayai orang lain.”
Jae-ha diam-diam menangis di pangkuan Hang-ah. Hang-ah melihat dengan sedih dan membaringkan kepalanya di bahu Jae-ha.
Shi-klyeong
melihat barang-barang ayahnya yang telah dibereskan di ruang kerja
ayahnya. Ia menelepon ayahnya tapi Sekretaris Eun tidak mengangkat
teleponnya.
Sekretaris Bong-gu memberitahu Bong-gu bahwa Jae-ha
telah memecat Sekretaris Eun. Bong-gu sedang menonton ulang pesan video
Jae-ha. Dalam video itu Jae-ha berkata senjatanya adalah orang-orang
yang percaya padanya.
“Jadi sekarang kau membuangnya? (Jae-ha
membuang Sekretaris Eun)” gumam Bong-gu. Bong-gu menyuruh Sekretarisnya
menjalankan rencana mereka.
Hang-ah
dan Ibunda Raja berada dalam pesawat menuju negara miskin yang akan
mereka kunjungi untuk kegiatan amal. Ibunda Raja menyerahkan sebuah
kotak besar pada Hang-ah. Ia berkata Hang-ah harus mengenakannya saat
pengambilan foto. Itu adalah warisan Ratu turun temurun.
Hang-ah
membukanya. Isinya sebuah tas cantik. Hang-ah tercengang. Ibunda Raja
bertanya apakah Hang-ah tidak menyukainya. Hang-ah menggeleng, ia
terlalu menyukainya.
Ia bertanya mengapa ia harus mengenakan benda semahal ini dalam kegiatan amal.
“Ini
memang dilema. Kita melakukan kegiatan amal tapi harus menenteng tas
mewah seperti itu. Tapi kita harus mengenakannya untuk menunjukkan
status kerajaan terutama ketika kita pergi ke luar negeri. Rakyat kita
mengharapkannya. Sebagai keluarga kerjaan, kita menjadi simbol dan
kebanggaan negara. Tugas kita untuk berpenampilan baik, jadi kita harus
lebih berusaha. Jika kita melakukannya hanya untuk penampilan semata
maka kita orang-orang yang palsu. Kau bisa melakukannya dengan baik,
kan? Tulus dan tak dibuat-buat,” kata Ibunda Raja sambil tersenyum.
Hang-ah mengangguk dan balas tersenyum.
Sementar
itu Jae-shin menjalani terapi bersama psikolognya. Jae-shin berkata ia
sudah tahu nama penyakinya. Penyakit Harrison, penyakit menekan ingatan.
Psikolognya tidak langung membenarkan. Tanda penyakit itu adalah tidak
bersedia mengingat kenangan yang buruk dan berpura-pura itu tidak pernah
terjadi, menghapus ingatan itu dengan sendirinya.
“Bagaimana
caraku mendapatkan ingatan itu kembali?” tanyanya. Psikolog itu berkata
Jae-shin sendiri yang mengunci ingatan itu. Jae-shin berkata sekarang ia
baik –baik saja. Ia sudah bisa menghadapi orang banyak bahkan
berpidato.
Psikolog itu berpendapat kemajuan Jae-shin hanya
sementara karena dipicu Shi-kyeong. Ia berkata belum waktunya Jae-shin
membuka ingatannya. Jika dipaksa maka Jae-shin akan kembali terkena
serangan panik.
Kaerna
psikolognya tidak memberinya jalan keluar, Jae-shin berusaha sendiri.
Ia mendengarkan lagu “the Ride of The Valkyrie”, lagu kesukaan Bong-gu
yang membuatnya gelisah. Jae-shin berusaha menguatkan dirinya agar tidak
panik saat kilasan-kilasan ingatannya muncul, tapi ia tak tahan lagi
dan melepaskan headphonenya.
Shi-kyeong mengetuk pintu kamar
Jae-shin lalu masuk. Ia bertanya apakah Jae-shin mencarinya. Jae-shin
menanyakan keadaan Sekretaris Eun. Shi-kyeong berkata ayahnya baik-baik
saja dan sedang menyendiri di pegunungan.
“Tolong jangan benci kakakku…mungkin ada hal yang tidak kita mengerti,” kata Jae-shin.
“Aku tahu. Mereka mungkin memiliki rahasia,” sahut Shi-yeong.
Lega karena Shi-kyeong tak marah pada kakaknya, Jae-shin menceritakan kemajuannya. Ia berkata ia telah melanjutkan terapinya.
“Apa Puteri tidak akan kembali bernyanyi?” tanya Shi-kyeong tiba-tiba.
“Aku baru belajar berdiri dan kau menyuruhku berlari?”
Shi-kyeong
bertanya bukankah menyanyi adalah hal yang selalu diinginkan Jae-shin.
Walau penting untuk memulihkan ingatannya tapi Jae-shin juga harus
mencari jalannya sendiri. Jae-shin tersenyum dan menjalankan rodanya
menuju keyboard.
Ia hendak memainkan lagu yang pertama kali ia
nyanyikan untuk Shi-kyeong tapi ia lupa lagunya seperti apa. Shi-kyeong
berkata lagu itu dimulai dari kord A. Jae-shin menekan tuts keyboardnya
tapi ia tidak ingat kelanjutannya.
Shi-kyeong mulai menyanyikan
bait pertama lagu yang dinyanyikan Jae-shin. Keindahan suara Shi-kyeong
tentu sajaa kejutan untuk Jae-shin. Ia menyuruh Shi-kyeong mengikutinya.
Mereka
pergi ke ruangan Jae-ha karena di sana audionya yang terbagus. Jae-shin
menyodorkan mic pada Shi-kyeong dan menyuruhnya menyanyi. Ia akan
merekamnya. Ia heran mengapa Shi-kyeong menyembunyikan bakatnya selama
ini.
Jae-shin bercanda ia akan membiarkan Shi-kyeong debut jika Shi-kyeong menyanyi dengan baik.
“Tidak perlu,” kata Shi-kyeong.
“Aissh….aku
tidak akan menjadikanmu seorang idola jadi jangan khawatir,” kata
Jae-shin. “Ah, bagaimana kalau kau berduet denganku?”
Shi-kyeong terlihat kesal. Ia menaruh micnya dan berjalan pergi.
“Eun Shi-kyeong-ssi!” panggil Jae-shin. “Apa kau begitu membenciku?”
Ia tak mengerti mengapa Shi-kyeong marah padanya. Ia telah menyatakan perasaannya dan bekerja keras.
“Puteri, kau hanya penasaran.”
“Tunggu, aku tahu perasaanku dengan baik.”
Shi-kyeong
berkata Jae-shin hanya menganggapnya sebagai mainan baru. Bukankah ia
orang yang menyebalkan? Mungkin sekarang Jae-shin menganggapnya menarik
tapi lama kelamaan Jae-shin akan merasa ia membosankan.
Jae-shin
berusaha membantah tapi Shi-kyeong tak percaya. Ia berharap Jae-shin
tidak menggunakan dirinya untuk membuat Jae-shin senang. Ia tidak ingin
menjadi mainan Jae-shin.
“Sudah kubilang aku tidak menganggapmu
begitu..mengapa kau terus….” keluh Jae-shin frustrasi. “Kutanyakan satu
hal lagi padamu. Apa kau tidak menyukaiku karena aku cacat?”
Mata Jae-shin berkaca-kaa, ia berusaha menahan tangisnya. Shi-kyeong jadi tak enak hati. “Tidak, bukan begitu,” katanya.
“Jika
kau tidak menyukaiku tidak ada lagi yang bisa kulakukan,” kata Jae-shin
sedih. “Kalau begitu aku tanya satu hal lagi. Aku hanya menyanyikan
lagu itu satu kali, tapi mengapa kau mengingatnya? Apa kau seorang
jenius?”
“Karena lagu itu Puteri yang menyanyikannya,” gumam
Shi-kyeong. Jae-shin terpana. Shi-kyeong memberi hormat lalu buru-buru
pergi.
Hang-ah
dan Ibunda Raja telah tiba di negara tujuan tapi mereka tidak menginap
di hotel yang telah direncanakan karena mendadak ada serangan bom oleh
teroris pada hotel itu. Saat ini situasi negara tersebut mendadak buruk.
Kepala keamanan mengatakan mereka akan membatalkan jadwal kegiatan
besok dan segera kembali ke Korea.
Kepala keamanan membicarakan
masalah keamanan hotel dengan manager hotel di dalam lift. Manager hotel
meminta kepala keamanan tidak khawatir. Pintu lift dibuka, seorang
pelayan wanita masuk. Kepala kemanan melihat ada tato barcode di leher
pelayan wanita itu. Bon Bon >,<. Bon Bon lalu turun dari lift.
Ibunda
Raja dan Hang-ah membicarakan anak-anak yang tadinya akan mereka jumpai
dalam acara amal. Anak-anak itu adalah anak-anak yang menderita
kekurangan gizi dan menderita kelaparan. Salah satunya berusia 2 tahun
dan beratnya hanya 5 kg. Anak itu berhasil diselamatkan namun ibunya
meninggal karena TBC.
Hang-ah berkata di negaranya juga banyak
anak yang kelaparan. Ia teringat pada ibunya yang juga meninggal karena
TBC. Kala itu ayahnya kehilangan kekuasaan dan pengaruhnya hingga
keluarga mereka diusir ke desa. Saat itulah ibunya terkena TBC. Mereka
tak sanggup membeli antibiotik penisilin karena harganya sama dengan
sekarung beras. Ibunya tidak sempat mendapat suntikan.
Ibunda
Raja melihat Hang-ah dengan prihatin. Hang-ah salah mengira. Ia kira ibu
mertuanya khawatir ia juga mengidap TBC. Ia berkata tak lama setelah
ibunya meninggal keluarganya kembali ke Pyongyang dan ia telah mendapat
imunisasi.
Ibunda Raja memegang tangan Hang-ah. Ia menanyakan
pekerjaan ibu Hang-ah. Hang-ah berkata ibunya adalah penerjemah buku
dongeng anak-anak berbahasa asing. Ia tidak terlalu ingat karena ia
masih sangat kecil tapi ia ingat ibunya selalu membacakan dongeng
sebelum ia pergi tidur, seperti Gadis Berkerudung Merah dan Petualangan
Gulliver.
“Hyun-joo (istri Jae-kang) memanggilku Ibu. Walau
hubungan kita mertua dan menantu, kita bisa memanggil ibu dan anak.
Untuk selanjutnya panggil aku Ibu. Panggilan Yang Mulia sedikit …”
“I-Ibu?” kata Hang-ah ragu-ragu dengan aksen Utaranya.
“Aksenmu
terlalu berat. Panggil aku Ibu,” Ibunda Raja tertawa. Hang-ah
tersenyum. Ia menggenggam erat tangan ibu mertuanya. Mereka tersenyum.
Lift
pada lantai tempat kamar Ibunda Raja dan Hang-ah berada tiba-tiba
terbuka. Hanya ada roda tempat pakaian kotor di sana. Tidak ada orang.
Petugas keamanan merasa aneh dan berjalan menhampiri lift. Tiba-tiba
seorang pria berkulit hitam keluar dari tempat pakaian kotor dan
menembak petugas keamanan. Bon Bon keluar dari balik pintu lift lalu
menembak seluruh petugas keamanan yang berjaga di luar kamar Ibunda Raja
dan Hang-ah (senjatanya menggunakan peredam suara hingga tak ada yang
mendengar suara tembakan).
Dua orang pria berkulit hitam menyeret
tubuh para petugas keamanan sementara Bon Bon berjalan menuju kamar
Ibunda Raja dan Hang-ah (mereka sekamar).
Ibunda Raja mendengar
pintu kamar diketuk. Dari room service. Ibunda raja tidak membuka pintu
begitu saja. Ia mengintip dari lubang pintu dan melihat Bon Bon. Ibunda
Raja memang tidak mengenali Bon Bon tapi ia merasa aneh karena ia tidak
memesan apapun. Ia mengangkat telepon kamar tapi teleponnya mati.
Merasakan
firasat buruk, Ibunda Raja mengangkat ponselnya dan berusaha
menghubungi petugas keamanan. Tapi Bon Bon telah menyusup masuk,
mengejutkan Ibunda Raja.
Seorang
petugas keamanan yang telah tertembak berhasil menekan tombol
kebakaran. Pihak hotel dan kepala keamana yang sedang rapat segera
membubarkan diri. Kepala keamanan segera berlari ke lift.
Hang-ah
sedang mengeringkan rambutnya di kamar mandi. Ia mendengar alarm
kebakaran dan segera keluar. Ia terkejut saat melihat Ibunda Raja duduk
dengan sebuah senjata ditodongakan padanya.
Bunti senjata
dikokang membuat Hang-ah menoleh. Seorang pria berkulit hitam
menodongkan senjata ke arahnya. Wajah Hang-ah berubah, insting
tentaranya bangkit. Bon Bon mengancam akan membunuh Ibunda Raja jika
Hang-ah tidak mengikuti mereka dengan tenang. Hang-ah terpaksa mengikuti
keinginan mereka.
Jae-ha
terkejut saat diberitahu Shi-kyeong bahwa ibunya dan Hang-ah
menghilang. Ia meminta Shi-kyeong memanggil semua orang yang berada di
hotel dan menanyai mereka namun hal ini harus tetap dirahasiakan.
Ia
bertanya apakah Bong-gu penjahatanya. Shi-kyeong berkata kamera CCTV
menangkap orang lokal yang anti pemerintah setempat di negara itu.
Sepertinya Ibunda Raja dan Hang-ah diculik untuk meminta tebusan.
Jae-ha
menelepon Hang-ah. Ponsel Hang-ah berada di tangan Bon Bon dan ia tidak
menjawabnya. Kedua pria berkulit hitam, yang tadi membantu penculikan
Hang-ah dan Ibunda Raja, diberi bayaran oleh Bon Bon lalu ia menembak
mereka sampai mati.
Ibunda Raja ketakutan saat melihat hal itu. Hang-ah memegangi Ibu mertuanya. Mereka digiring menaiki pesawat.
Jae-ha
dan Perdana Menteri mendengar laporan mengenai kejadian tersebut. Dua
orang pria berkulit hitam yang terlihat dalam CCTV adalah dua orang
aktivis dari Somalia Utara. Tapi anehnya mereka tidak membuat permintaan
maupun menghubungi keluarga kerajaan.
Jae-ha bertanya mengapa
kedua orang itu ditemukan telah mati. Perdana Menteri menjelaskan saat
ini negara itu sedang menghadapi perang saudara. Mungkin saja mereka
saling membunuh untuk memperebutkan sandera.
Jae-ha berkata
tetap saja mereka tidak meminta tebusan. Dan lagi aneh sekali mendadak
timbul perang saudara pada saat ibunya dan Hang-ah menjalani kegiatan
kemanusiaan. Keluarga kerajaan tidak ada hubungan dengan Somalia,
mengapa mereka dijadikan sandera.
Jae-ha bertanya mengenai satu
orang lagi yang tertangkap kamera tapi wajahnya tidak jelas. Shi-kyeong
berkata kepala keamanan yang menemami Ibunda Raja dan Hang-ah sempat
melihat seorang wanita yang mencurigakan. Wanita itu memiki tato di
belakang lehernya. Tato yang aneh berbentuk barcode.
“Apakah itu
wanita yang bekerja pada Bong-gu, yang pernah kau tangkap sebelumnya?”
tanya Jae-ha. Shi-kyeong mengangguk. Bon Bon juga memilki tato barcode.
Hang-ah
dan Ibunda Raja digiring melewati ruangan bawah tanah yang dipenuhi
pipa-pipa. Lalu mereka dibawa ke dalam suatu ruangan yang didominasi
wana putih. Di dinding terpasang foto-foto korban penyiksaan Bon Bon.
Artinya mereka dibawa ke kediaman Bong-gu.
Shi-kyeong telah
mengkonfirmasi dengan kepala keamanan yang menemani Ibunda Raja dan
Hang-ah bahwa wanita mencurigakan yang dilihatnya di lift adalah Bon
Bon.
“Kalau begitu ini pekerjaan Klub M?” tanya Jae-ha.
“Tidak bisa dipastikan karena tidak ada saksi mata tapi kemungkinan besar mereka pelakunya,” jawab Shi-kyeong.
Jae-ha
terdiam. Ia teringat percakapan terakhirnya dengan Bong-gu. Bong-gu
berkata setiap orang yang menjadi senjata Jae-ha akan menderita satu
demi satu.
Sementara itu Bong-gu tidak mau berbicara dengan Jae-ha yang telah berusaha menghubunginya dengan berbagai cara.
“Biarkan
dia. Dia mungkin hampir meledak karena marah,” katanya pada
sekretarisnya. “Menangis, memohon, dan mengamuk akan membuatmu gila.”
Tapi Bong-gu mengingatkan sekretarisnya untuk memperlakukan “tamu”
mereka dengan baik.
Ibunda Raja lemas melihat foto-foto
penyiksaan Bon Bon yang terpampang di dinding sementara Hang-ah makan
dengan tenang. Ibunda Raja melarang Hang-ah makan karena takut
makanannya diracuni. Tapi Hang-ah berkata jika mereka hendak dibunuh
maka mereka akan dibunuh sejak awal. Tidak perlu repot-repot membawa
mereka ke rumah ini. Hang-ah meminta Ibunda Raja makan juga agar
mendapat kekuatan.
“Untuk melarikan diri,” bisiknya.
“Melarikan diri?” tanya Ibunda Raja kaget.
“Ssst…
tidak peduli bagaimanapun kita harus berjuang. Saat ini keluarga
kerajaan mungkin dalam keadaan kacau. Kita tidak bisa hanya duduk di
sini dan menunggu.”
Ibunda Raja takut karena semua orang itu
bersenjata. Hang-ah berkata mereka harus melawan para musuh. Ibunda Raja
menggeleng. Hang-ah memang seorang tentara tapi dirinya hanyalah
seorang wanita tua. Ia tidak punya kepercayaan diri.
Saat
mereka berbicara, Bon Bon dan Bong-gu masuk. Bong-gu menyapa Ibunda
Raja dengan ramah. Hang-ah bangkit berdiri dan berjalan menghampiri
Bong-gu.
“Aku hanya pernah melihatmu lewat foto. Ini pertama
kalinya aku bertemu denganmu secara langsung,” Hang-ah mengulurkan
tangannya. “Kau Kim Bong-gu, bukan?”
Ibunda Raja tertegun saat tahu orang di hadapannya adalah Kim Bong-gu. Orang yang telah membunuh Jae-kangnya.
Bong-gu
menatap Hang-ah tapi tidak mempedulikannya. Ia mendekati Ibunda Raja
dan mengajaknya minum teh. Hang-ah langsung menghalanginya.
Tapi
Bon Bon langsung menodongkan senjatanya pada Hang-ah dan menariknya
keluar dari ruangan dengan paksa. Hang-ah panik karena harus
meninggalkan ibu mertuanya sendirian bersama orang gila. Ibunda Raja
terduduk lemas.
Ayah
Hang-ah datang ke Selatan setelah mengetahui penculikan puterinya dan
Ibunda Raja. Ia juga berpikir pelakunya Klub M. Shi-kyeong meminta
Jae-ha tidak menghilangkan kemungkinan lain. Mungkin saja pelakunya
kelompok teroris lain.
Jae-ha berkata pihak pemerintah sedang
menyelidiki kemungkinan para kelompok lain itu maka keluarga kerajaan
sebaiknya berkonsentrasi dengan Klub M.
Ia bertanya apakah
Shi-kyeong belum berhasil menghubungi Bong-gu. Shi-kyeong berkata
Bong-gu terus membuat alasan di mana-mana hingga tak bisa dihubungi.
“Kau
diijinkan mengunakan cara apapun, mengerti? Menjanjikan apapun. Aku
bahkan akan pergi ke sana sendiri. Bahkan jika aku harus berlutut dan
memohon, aku bisa melakukannya,” kata Jae-ha.
Ayah Hang-ah menatap Jae-ha.
“Yang Mulia,” protes Shi-kyeong.
“Mereka menangkap Hang-ah. Hang-ah dan ibuku. Kau juga tahu, ibuku tidak akan tahan,” kata Jae-ha frustrasi.
Ibunda Raja duduk dengan gugup di hadapan Bong-gu yang terus menatap Ibunda Raja lekat-lekat.
“Ibu,” tiba-tiba Bong-gu memanggil Ibunda Raja. “Bolehkah aku memanggilmu Ibu? Kau sangat mirip dengan ibuku.”
Ibunda
Raja tak menjawab. Bong-gu pindah ke kursi yang lebih dekat dengan
Ibunda Raja. Dengan wajah sedih, Bong-gu berkata Ibunda Raja pasti
membencinya. Ia juga akan begitu jika berada dalam posisi Ibunda Raja.
“Tapi
Ibu, jika kau pikirkan, aku juga orang yang malang. Ayahku membuangku
saat aku kecil. Ibuku juga hampir membuangku. Ibuku membuka sebuah bar
untuk bisa bertahan hidup. Dia mungkin berpikir asalkan ia bisa
mengirimku bersekolah maka aku bisa tumbuh dengan baik sendirian. Tapi
sebenarnya tidak seperti itu. Aku masih punya perasaan,” kata Bong-gu
dengan wajah memelas. “Karena Ibu sering melakukan kegiatan amal, Ibu
pasti tahu bahwa seorang anak yang tumbuh dalam lingkungan keluarga yang
buruk pasti sangat menyedihkan.”
Ibunda Raja diam saja mendengar perkataan Bong-gu.
“Ketika
aku kecil, aku juga anak yang biasa-biasa saja. Aku juga tidak tahu
mengapa aku menjadi seperti sekarang ini. Aku sudah lelah sekarang dan
ingin melepaskan semuanya. Jadi Ibu, tolong bicaralah dengan Jae-ha.
Minta dia untuk melepaskan segalanya. Turun dari tahtanya. Kau
benar-benar Ibunda Raja. Benar-benar berbeda dari orang lain. Sangat
luar biasa. Ibuku benar-benar tak ada apa-apanya.”
Ibunda Raja akhirnya sadar mengapa ia diculik. Semua ini agar Jae-ha turun dari tahta.
“Tak
ada apa-apanya? Bagaimana bisa seorang anak mengata-ngatai ibunya
seperti itu?” tanya Ibunda Raja dengan kesal. Melihat reaksi Ibunda Raja
tak seperti yang diharapkannya, Bong-gu kebingungan.
“Kau benar,
aku selalu melakukan kegiatan amal jadi aku tahu keluarga-keluarga yang
tidak beruntung. Tapi apa kau pikir semua anak-anak mereka melakukan
perbuatan-perbuatan jahat seperti yang kaulakukan? Tidak. Justru
kebanyakan mereka adalah orang-orang yang jujur dan menakjubkan. Tapi
bagaimana bisa kau menyalahkan orangtuamu atas kesalahan yang kaulakukan
sendiri? Apalagi kau mengatakannya dengan mulutmu sendiri.”
“Aku hanya berharap Ibu bisa mengerti aku sediki,” kata Bong-gu terbata-bata.
“Aku
adalah ibu Jae-kang. Ibu dari orang yang kaubunuh. Seandainya kau
berlutut di hadapanku dan memohon ampun untuk membayar kejahatanmu,
tetap saja itu tidak cukup. Apa yang hendak kaulakukan dengan
menangkapku? Kau menggunakanku sebagai umpan untuk mengancam Jae-ha.
Apakah aku, keluarga kerajaan kami, begitu mudah untuk digertak?” Ibunda
Raja terengah-engah saking marahnya dan bangkit berdiri. Tapi
sebenarnya ia masih sedikit takut juga dengan Bong-gu.
Bong-gu berdiri dan berkacak pinggang. Nah kan aslinya keluar >,<
“Benar-benar… aku memperlakukanmu dengan baik tapi tetap saja….”omelnya.
“Benar,
bunuh! Kau sebaiknya bunuh aku saja! Bunuh aku! Kau pikir anak-anakku
akan melarikan diri? Aku akan membalas dendam padamu! Untuk Jae-kang,
untuk Hyun-joo, untuk kaki Jae-shin, dan untuk bayi Hang-ah, akan
kubalaskan semuanya. Bahkan jika aku harus turun ke neraka, aku akan
menyeretmu bersamaku,” seru Ibunda Raja. Ia lalu memukuli Bong-gu sekuat
tenaga dengan tinju mungilnya, “Kau jahat! Kau jahat! Apa yang bisa kau
berikan pada ibumu setelah kau mati? Bagaimana ia bisa beristirahat
dengan tenang memiliki anak sepertimu? Kau sampah, kau jahat!”
Bong-gu kebingungan menghadapi amukan Ibunda Raja.
Jae-ha
semakin stress karena mereka masih saja tidak bsia menghubungi Bong-gu
padahal Ibunda Raja dan Hang-ah telah hilang sehari penuh. Shi-kyeong
meminta Jae-ha menunggu sebentar lagi, mereka masih berusaha. Tapi
Jae-ha tak mau menunggu lagi. Ia mengajak Shi-kyeong pergi melabrak
Bong-gu.
Shi-kyeong menghalanginya tapi Jae-ha berteriak ini
bukan saatnya untuk bersopan-santun (lewat kalur/protokol resmi). Ia
mendorong Shi-kyeong dan berjalan pergi.
“Inilah yang mereka
harapkan!” seru Shi-kyeong. Sepertinya ia sudah belajar dari
pengalamannya ketika ia menangkap Bon Bon. Jika Jae-ha langsung pergi ke
klub M dan menunduh mereka menculik Ibunda raja dan Hang-ah tanpa bukti
yang kuat maka pada akhirnya keluarga kerajaan yang dipermalukan dan
dihancurkan.
Ia berkata Jae-ha tidak boleh membiarkan dirinya
digiring oleh keinginan Klub M. Jae-ha menghela nafas panjang. Ia
memberi waktu 10 menit lagi untuk menghubungi Klub M. Shi-kyeong
mengangguk dan menjalankan perintah dari Jae-ha.
Jae-ha
teringat pada peringatan dari Sekretaris Eun untuk lebih berhati-hati
dan membatalkan semua kegiatan anggota keluarga kerajaan. Jae-ha sangat
menyesal.
Sekretaris Eun telah diberitahu melalui sms oleh
Shi-kyeong mengenai penculikan Ibunda raja dan Hang-ah. Saat ia
merenung, ponselnya berdering. Dari nomor yang tak dikenal.
Ia
mengangkatnya namun tak ada suara. Jae-ha yang meneleponnya. Jae-ha
hendak menutup teleponnya tapi terdengar suara Sekretaris Eun bertanya
apakah itu Jae-ha. Jae-ha tak menjawab tapi ia mendengarkan perkataan
Sekretaris Eun.
Sekretaris Eun berkata ia sudah tahu apa yang
terjadi dan walaupun sekarang ia tidak boleh memberikan nasihat, ia akan
mengatakannya. Ia minta maaf jika ada perkataannya yang tak berkenan.
“Yang
Mulia, tolong pergunakan semua diplomat luar negeri. Yang Mulia tahu
ini perbuatan Klub M, bukan? Walau Kim Bong-gu menjadi pendana
negara-negara ini tapi kali ini Kim Bong-gu terlalu angkuh. Amerika dan
Cina juga pasti merasa tidak senang. Tolong gunakan celah ini untuk
mengancam Kim Bong-gu. Walau ia cukup berkuasa tapi ia hanyalah sebuah
kelompok, tidak bisa melebihi status sebuah negara. Jadi mereka juga
akan ditekan oleh pihak Amerika dan Cina. Juga, dengan pasukan khusus
kita, mereka tidak akan bisa berlalu begitu saja. Tolong tetaplah
bersikap tenang dan tidak bertindak gegabah, Yang Mulia.”
Walau
tak menjawab apapun, Jae-ha mengangguk dan terlihat lebih tenang. Ia
mengangkat telepon dan memanggil seluruh diplomat luar negeri untuk
bertemu dengannya.
Dengan
adanya tekanan dari Amerika dan Cina yang akhir-akhir ini tidak senang
dengan kelakuan klub M, Bong-gu akhirnya bersedia bertemu dengan Jae-ha.
Jae-ha pergi ke Cina untuk menemui Bong-gu. Bong-gu memberi
hormat dan menyapa Jae-ha. Ia dengar Jae-ha berkali-kali mencarinya. Ia
meminta maaf karena terlalu sibuk belakangan ini hingga ia tak memiliki
waktu untuk berbicara dengan Jae-ha.
“Apa yang kauinginkan?” tanya Jae-ha. Asalkan kau bisa melepas mereka dengan selamat, maka aku…”
“Tunggu, apa maksud Yang Mulia?” tanya Bong-gu pura-pura terkejut.
“Aku
tahu tujuanmu bukan uang. Walau keluarga kerajaan kami mengosongkan
kekayaan kami, tidak akan sebanding dengan pendapatan yang kau peroleh
dalam setahun.”
“Bukan, Yang Mulia. Sebenarnya apa yang
kaubicarakan? Kau seharusnya memberiku sedikit penjelasan. Ini tidak
masuk akal. Apa Yang Mulia membutuhkan uang? Apa ingin kupinjami?” tanya
Bong-gu dengan wajah polos.
Jae-ha mulai kehilangan kesabaran. “Bukankah kau menahan mereka? Hang-ah dan ibuku.”
“Mereka hilang? Bagaimana bisa? Aigooo… apa Yang Mulia ingin aku ikut mencari mereka?”
Jae-ha
berusaha menenangkan dirinya. Ia bertanya apakah Bong-gu ingin
pernikahannya dengan Hang-ah diundur. Seharusnya dilaksanakan 3 bulan
lagi tapi ia bisa mengundurnya. Walaupun pihak Utara akan marah tapi
Hang-ah pasti mengerti.
“Kau hanya perlu melepas mereka dengan selamat. Maka kau…”
“Sekarang
aku mengerti. Yang Mulia pikir kami yang menculik mereka. Benar-benar
bukan kami. Tentu saja, setelah pembicaraan yang lalu Yang Mulia mungkin
memiliki kesalahpahaman. Baiklah, anggap saja kami yang melakukannya
agar Yang Mulia lebih tenang,” kata Bong-gu, ia benar-benar
mempermainkan Jae-ha.
“Kim Bong-gu-sshi.”
“Tapi…jika aku
yang menculik mereka, apa yang mungkin kuinginkan? Pemutusan
pertunangan? Hanya itu? Jika aku menahan keduanya, ah ini hanya
seandainya…seandainya. Menahan keduanya sudah cukup sulit, apakah aku
akan melakukannya hanya untuk memisahkan sepasang bebek yang malang? Hal
itu tidak akan sesuai dengan karakterku, bukan?”
“Kalau begitu apa yang kauinginkan?”
“Apa
ya yang lebih baik? Turun tahta? Melepaskan semuanya. Turun dari
kedudukan Raja. Bagaimana?Tunggu, jika seperti itu bukankah akan ada
kesulitan untuk mencari pewaris tahta? Puteri Jae-shin sedikit…ah,
benar, ada pamanmu. Walau ia pikun tapi tidak ada masalah untuk
menutupinya.”
Jae-ha tertegun. Bong-gu berkata wajar saja jika
Jae-ha merasa cemas. Pemerintah pasti akan mengobrak-abrik keluarga
kerajaan. Tapi, bukankah politik bukan tipe Jae-ha.
“Politi itu
sangat kotor, kau tahu? Jadi lepaskan saja semuanya. Semuanya. Lalu kau
bisa hidup damai bersama keluargamu di pulau kecil di Asia Pasiifik. Kim
Hang-ah juga bisa berpergian bersamamu dan kalian menjalani hidup
bahagia. Aku akan mengatur semuanya untukmu. Selain itu bagaimana lagi?
Keluargamu dan orang-orang yang kaucintai akan segera mati. Tidak akan
ada lagi yang mencintaimu. Negara? Serahkan saja pada yang lain.”
Bong-gu
melihat jamnya dan berkata ia sedikit sibuk. Ia membungkuk dan pergi
meninggalkan Jae-ha. Jae-ha membungkuk lemas setelah Bong-gu pergi.
Bong-gu sempat berpapasan dengan Shi-kyeong saat ia berjalan keluar.
Bong-gu tersenyum kecil.
Shi-kyeong
cemas melihat Jae-ha yang terus berdiam diri sepanjang perjalanan
pulang. Ia bertanya apa yang dibicarakan Jae-ha dengan Bong-gu tapi
Jae-ha diam seribu bahasa.
Sekembalinya ke istana, Jae-ha mencuci
wajahnya. Saat ia keluar dari kamar mandi, ia melihat Hang-ah duduk di
kursi dekat tempat tidurnya. Hang-ah tersenyum sedih dan bangkit
berdiri. Jae-ha terkejut, bertanya mengapa Hang-ah bisa ada di sini.
“Ini
mimpi bukan?” tanya Jae-ha. Ia tersenyum lega saat Hang-ah
menghampirinya. Hang-ah tak berkata apa-apa. Ia merengkuh wajah Jae-ha
dengan kedua tangannya. Jae-ha menggenggam tangan Hang-ah lalu
memeluknya erat-erat seakan tak ingin melepasnya lagi.
Akhirnya
Jae-ha melepas pelukannya dan menatap wajah Hang-ah. Wajah Hang-ah
terlihat sedih. Jae-ha bertanya ada apa. Hang-ah meminta Jae-ha makan
tepat waktu. Air mata menetes dari mata Jae-ha.
“Giatlah berlatih,” kata Hang-ah.
“Ada apa denganmu? Sebenarnya ada apa?”
“Tak peduli betapa sedihnya dirimu, itu hanya sesaat. Suatu hari semuanya akan berlalu.” Hang-ah menggenggam tangan Jae-ha.
“Hang-ah-yaa…”panggi
Ibunda Raja di dekat pintu. Jae-ha berbalik menatap ibunya. Ibunda Raja
melambaikan tangan mengajak Hang-ah pergi. Hang-ah mengangguk dan
berjalan menghampiri Ibunda Raja. Jae-ha tak mau melepaskan tangan
Hang-ah. Ia terus memanggil-manggil ibunya dan Hang-ah tapi keduanya
telah menghilang.
“Ibu… Hang-ah!!” teriaknya. Jae-ha terbangun. Semua itu hanya mimpi. Shi-kyeong masuk dan bertanya apakah Jae-ha tidak apa-apa.
Hang-ah
berada di ruangan terpisah dengan Ibunda Raja. Sekretaris Bong-gu
masuk. Hang-ah langsung berdiri dan menanyakan ibunya. Dia baik-baik
saja, kata Sekretaris Bong-gu. Ia menyalakan televisi. Hang-ah dipaksa
duduk untuk menontonnya.
DI layar TV, terlihat Bon-Bon sedang
bermain-main dengan senjata tajam untuk menakut-nakuti Ibunda Raja. Bon
Bon mengambil gunting seakan-akan hendak menggunting rambut Ibunda Raja.
Hang-ah sangat khawatir.
“Saat ini Raja sedang bimbang dengan
penawaran kami. Mengapa sebagai tunangannya, kau tidak coba membujuknya?
Seperti yang kau lihat, penata rambut kami tidak terlalu mahir. Dia
mungkin melukai tanpa tujuan.”
Jae-ha
tak tahan lagi. Ia memberitahu Shi-kyeong bahwa ia akan turun tahta.
Shi-kyeong tidak setuju. Ia berkata ini semua akal-akalan Klub M agar
Jae-ha cemas. Ia yakin Bong-gu tidak akan berani melukai keluarga
kerajaan walau Bong-gu memiliki banyak kekuasaan.
“Bagaimana jika
ia melakukannya” tanya Jae-ha, “Dia tak bisa diperkirakan. Pembunuhan
kakak, penangkapanku di Uara, tidak ada seorangpun yang pernah terpikir
akan terjadi.”
“Karena itu, Yang Mulia…”
“Ibuku dan
Hang-ah…Jika mereka benar-benar terbunuh, apa yang akan kulakukan?”
Jae-ha mulai menangis. “Aku… tidak sekuat itu. Aku hanya menggunakan
keangkuhanku untuk bertahan. Aku tak bisa bertahan lagi.”
Air
mata Jae-ha tak terbendung. “Mereka akan mati. Ibu… Hang-ah… mengapa
aku harus melakukannya. Aku tidak pernah ingin menjadi Raja. Bahkan Ibu
dan Hang-ah akan mati dalam keadaan seperti ini, mengapa aku harus
mempertahankan kedudukanku?”
Shi-kyeong menatap Jae-ha dengn sedih. Jae-ha minta maaf, ia juga ingin hidup dengan tenang.
Sementara
itu Bon Bon terus menakut-nakuti Ibunda Raja dengan menjatuhkan air
keras. Ibunda Raja gemetar. Bon bon mengambil jarum panjang dan
membakarnya dengan api, mengancam akan melakuakn sesuatu pada mata
Ibunda Raja.
Hang-ah tak tahan lagi. Ia berkata ia akan
melakukannya. Ia akan membujuk Jae-ha. Bon Bon diperintahkan untuk
menghentikan aksinya.
Sekretaris
Bong-gu tersenyum senang. Ia hendak merekam pesan video untuk dikirim
pada Jae-ha tapi Hang-ah berkata ia akan berbicara langsung dengan
Jae-ha. Hang-ah tersenyum licik, sepertinya ia memiliki rencana.
Saat
ia berbalik menghadap Sekretaris Bong-gu, ia kembali memperlihatkan
wajah polos. Ia berkata bukankah hasilnya akan lebih baik jika ia
membujuknya secara langsung.
source : http://patataragazza.blogspot.com/2012/05/sinopsis-king-2-hearts-episode-16.html
re-posted and re-edited by : dianafitriwidiyani.blogspot.com
No comments:
Post a Comment