Terluka
karena perkataan Jae-ha, Hang-ah meneteskan air mata. Jae-ha malah
terlihat bingung melihat Hang-ah menangis. Hang-ah tak mempedulikan
Jae-ha lagi dan keluar dari kamar. Jae-ha berseru mulai malam ini ia
tidak akan latihan lagi. Lalu ia bertanya-tanya mengapa Hang-ah
menangis. Ckckck…ni orang payah banget ya >,<
Seorang
wanita menemui John Mayer di kediamannya. Ia tampaknya kekasih John.
John menatap layar televisi dengan wajah sedih. Ruangan itu dipenuhi
suara musik (seperti musik opera) dan suara dari televisi (yang sedang
menayangkan film perang). Ternyata pria yang terus mengamati John saat
di pesta adalah pengurus keuangan John, namanya Collin. Ia sedang
melaporkan keadaan bisnis klub M pada John.
Musik telah berhenti. John tiba-tiba mengangkat tangannya dan memberi isyarat agar Collin diam. Collin berhenti berbicara.
“Ayahku
sangat menyukai lagu ini saat ia hidup,” ujar John, lalu ia menangis
seperti anak kecil. Wanita yang baru datang tadi langsung memeluk John
dan menenangkannya.
“Kau tidak meneruskan?” tanya John pada Collin.
“Aku
ingin berbicara mengenai Korea Selatan yang sedang berusaha bersamai
dengan Korea Utara dengan membentuk tim gabungan untuk mengikuti WOC,”
jawab Collin.
John kembali mengangkat tangannya menyuruh Collin berhenti bicara.
“Apakah kau tahu Hitler juga menyukai lagu ini?” John menunjuk layar televisi. Bunyi letusan bom terdengar berulang kali.
Sepertinya
Jae-ha terus memikirkan mengapa Hang-ah menangis. Ia menemui Hang-ah
yang sedang berlatih dan mencoba berbicara baik-baik. Ia menanyakan
keadaan kaki Hang-ah yang terkilir semalam. Hang-ah mengacuhkannya.
“Kau tadi menangis bukan karena pria kan? Karena kakimu sakit kan?” tanya Jae-ha.
Ia
menghampiri Hang-ah dan menawarkan untuk mengobati kaki Hang-ah.
Hang-ah bangkit berdiri dengan wajah dingin dan pergi dari sana. Jae-ha
terlihat merasa bersalah.
Usaha
kedua. Menyogok Hang-ah dengan beberapa botol krim pemutih wajah.
Hang-ah memalingkan wajahnya dan menggantung handuk basah di ujung
tempat tidur untuk melembabkan udara.
Melihat itu, Jae-ha
langsung melancarkan usaha ketiga. Ia mengeluarkan alat pelembab ruangan
yang sengaja dibawanya dari Selatan. Sementara ia mengoceh mengenai
kehebatan alat pelembabnya (yang bisa membuat kulit kasar menjadi
lembut^^), Hang-ah kembali menggantung handuk basahnya dan keluar dari
kamar tanpa berkata sepatah katapun.
“Hei, kau merajuk hanya
karena kau seorang gadis? Cara itu hanya efektif jika kau gadis yang
cantik,” seru Jae-ha. Blam! Pintu dibanting. Jae-ha memasukkan kembali
alat pelembabnya ke lemari…ngga tulus deh.
Semua
anggota tim berkumpul untuk melatih strategi perang. Jae-ha seperti
biasanya tak berkonsentrasi pada latihan itu. Ia terus melirik Hang-ah
yang terus diam tidak seperti biasanya.
Tiba-tiba Hang-ah meminta maaf.
“Tidak
apa-apa, aku mengerti,” kata Shi-kyeong. Ia kira Hang-ah meminta maaf
karena Kang-seok baru saja menyebutkan presiden Korea Utara.
“Bukan itu, “ sahut Hang-ah,” Aku merasa aku tidak berkualifikasi menjadi pemimpin tim. Aku mengundurkan diri.”
Semua terkejut.
Hang-ah
berkata pikirannya tidak fokus dalam mengikuti latihan ini. Ia terlalu
egois. Ia berharap partai dapat menemukan pasangan yang cocok untuknya.
Kang-seok bertanya apa maksud perkataan Hang-ah tadi. Jae-ha menjawabnya.
“Ia membuat permintaan pada partai untuk mencarikannya pria yang sesuai.”
Semua terdiam.
Hang-ah
berkata ia tidak punya muka untuk menghadapi teman-temannya. Ia merasa
egois telah memanfaatkan kompetisi ini untuk kepentingan pribadinya.
Apalagi ia adalah pemimpin tim dan seorang instruktur.
Dengan
wajah simpati Jae-ha berkata sebaiknya mereka membiarkan Hang-ah segera
keluar agar bisa mencari pria yang baik. Ini demi kebaikan Hang-ah.
Hang-ah melirik Jae-ha dengan sebal.
“Kalau
begitu aku juga mengundurkan diri,” ujar Young-bae. Ia berkata ia
bergabung dengan tim juga bukan dengan alasan murni untuk perdamaian
Utara dan Selatan tapi ia berharap mendapat kenaikan pangkat.
Kalau
begitu semua berhenti saja, ujar Dong-ha., Memangnya siapa yang
bergabung dnegan tim ini untuk penyatuan Utara dan Selatan? Semua
memiliki tujuan masing-masing demi masa depan mereka. Wajah Jae-ha
bertambah cerah. Jika semua berhenti, ia tidak perlu berlatih lagi dan
ia tidak diusir dari istana.
“Ah, kecuali kau, Kapten,“ kata Dong-ha pada Shi-kyeong.
“Juga
aku,” ujar Kang-seok tegas, “Aku benar-benar membawa kehormatan Korea
Utara agar bisa bergabung dengan perwira dari Selatan. Aku
berpartisipasi demi penyatuan kedua tanah air kita. Jadi, aku sangat
terkejut mendengar perkataan Komrad Kim Hang-ah.”
Wow, ngga
nyangka Kang-seok ternyata berhati mulia. Teman-temannya juga terkejut
mendengar perkataan Kang-seok.…tapi apakah ia marah karena Hang-ah tidak
semulia dirinya??
“Tapi! Peribahasa berkata “Arang hanya dapat
bersinar jika semua debu di permukaan telah dibersihkan”. Aku yakin
Komrad Kim Hang-ah tadi hanya membicarakan masa lalunya. Jadi ia
memiliki kualifikasi untuk menjadi tentara revolusioner. Aku sangat
yakin.”
Dobel wow^^
Kag-seok meraih tangan Hang-ah dan
memohonnya tetap menjadi pemimpin tim mereka. Young-bae cepat-cepat
meraih tangan Hang-ah satu lagi.
“Komrad Kim Hang-ah, jangan pergi,“ ujarnya dengan wajah memelas.
Dong-ha
membenarkan, sejujurnya tidak ada seorangpun di dalam tim ini yang
tidak egois. Ia meminta Hang-ah tetap tinggal. Hang-ah tersenyum, ia
terharu dengan pengertian teman-temannya. Shi-kyeong pun mengangguk dan
tersenyum pada Hang-ah.
Tinggal Jae-ha yang bengong haha…gatot deh bubarnya :D
Setelah
itu, Hang-ah kembali mau berbicara dengan Jae-ha. Ia malah meminta maaf
pada Jae-ha karena telah bersikap tak sabar. Ia berkata Jae-ha tidak
perlu lagi latihan khusus bersamanya. Jae-ha senang sekali.
“Rupanya patah hati telah membuatmu lebih dewasa,” ujarnya.
“Tapi
apa yang sebaiknya kulakukan?” tanya Hang-ah. “Setelah melalui berbagai
hal, perasaanku campur aduk. Kau seorang pria, pasti kau mengerti
dengan baik. Apa yang harus kulakukan agar pria…”
Jae-ha berkata ia akan memberi beberapa tips mengenai pria. Sebaiknya Hang-ah mendengar dengan baik. Hang-ah mengangguk.
“Sebenarnya
semua pria sama saja. Tidak peduli di Selatan maupun Utara, di seluruh
dunia sama saja. Pertama, penampilan. Seorang wanita yang bisa berbicara
berbagai bahasa? Omong kosong. Kedua sampai ke-95, semuanya mengenai
penampilan. Menjadi cantik adalah satu keharusan. Dan juga, sedikit
idiot. ‘Oppa sangat tampan’. ‘Oppa yang terbaik’. Tipe seperti itu yang
terbaik. Sejujurnya aku pikir mereka tidak idiot . Mereka tahu cara itu
berhasil. Itu insting wanita.”
“Oooo…”
“Lalu
hati yang pengertian. Kau harus menerima semuanya. Walau ia tidak bisa
mencari uang atau berselingkuh, kau harus memberikan hati seorang ibu
dan kasih sayang seorang ibu (pemaaf dan tak terbatas). Lalu bersikap
“aegyeo” seperti anak kecil, itu keharusan. Juga tidak melawan
perkataannya. Di siang hari kau harus murni seperti langit biru dan di
malam hari kau harus….,” Jae-ha melebarkan kerah bajunya. Artinya harus
berpakaian seksi.
Wah sesat nih petunjuknya^^
“Tapi apa para wanita itu menyukaimu?” tanya Hang-ah polos.
Jae-ha
tercengang lalu tertawa tak percaya. Bukankah Hang-ah telah
menyelidikinya, bagaimana bisa Hang-ah tidak tahu. Ia kan seorang
pangeran.
“Jadi, selain status itu, apa lagi yang kaupunya?”
tanya Hang-ah. “Wanita sejak jaman kuno sampai sekarang tetap sama.
Selatan dan Utara, di seluruh dunia juga sama. Kau masih ingat apa yang
kukatakan padamu? Aku menyukai pria yang baik, dapat diandalkan, dan
pengertian. Tapi apa yang kau miliki? Gadis-gadis bodoh yang mengikutimu
dan memanggilmu ”Pangeran” (dengan gaya aegyeo) setiap hari, apa yang
mereka katakan di belakangmu? Mereka menertawakanmu di belakang dan
berkata kau seorang brengsek yang angkuh.”
Skak-mat^^ Bravo Kim
Hang-ah!! Aku bukannya tidak menyukai Jae-ha tapi ia memang harus
disadarkan oleh seseorang. Dan tampaknya hanya Hang-ah yang bisa
melakukannya.
Perkataan
Hang-ah tampaknya mengena di hati Jae-ha. Menusuk lebih tepatnya.
Hang-ah bertanya bukankah sebenarnya Jae-ha merasa takut. Takut tidak
bisa menemukan seseorang yang dengan tulus mencintainya melainkan hanya
karena statusnya.
“Pangeran Lee Jae-ha dari Selatan benar-benar menyedihkan.”
“Hei, kesabaran orang ada batasnya.”
“Marah?
Kalu begitu ayo kita duel. Walau kakiku masih sedikit sakit tapi aku
masih bisa mengalahkanmu. Kau merasa takut bukan? Setiap hati kau
mencari cara untuk keluar dari sini. Kau bahakn berpikir untuk melarikan
diri sekarang. Kau juga berpikir kau tidak berguna, bukan? Kau tidak
memiliki ketangguhan atau keinginan untuk berjuang. Kau juga tidak punya
harga diri.”
Jae-ha terpaku mencerna kata-kata Hang-ah. Wajahnya terlihat sangat kesal seperti Hang-ah sebelumnya. Terluka.
“Keluar,” ujarnya dingin. Ia menyambut tantangan Hang-ah.
Hang-ah
keluar menemui Jae-ha di gym. Pertarungannya di atas treadmill. Mereka
akan berlari habis-habisan, siapa yang bisa bertahan sampai akhir adalah
pemenangnya.
Pemenangnya akan mendapatkan keinginannya. Jika
Jae-ha menang, ia ingin Hang-ah menghilang untuk selamanya. Tanpa bicara
Hang-ah naik ke atas treadmill dan mulai berlari mengikuti Jae-ha.
Akibat
duel itu, mereka tidak datang ke kelas latihan. Shi-kyeong menerima
pesan dari Hang-ah yang memberitahu kalau ia dan Jae-ha berada di gym
dan tidak akan datang ke kelas.
Duarr! Tiba-tiba terdengar suara
letusan dari kejauhan. Shi-kyeong, Kang-seok, Dong-ha, dan Young-bae
menghambur ke luar kelas. Hang-ah juga mendengarnya tapi ia terlalu
fokus pada duelnya.
Keempat anggota tim yang lain tiba di tempat
terjadinya ledakan. Ternyata di sebuah gym lain. Seorang perwira
terluka parah di bagian kakinya karena treadmill yang ia gunakan telah
dipasangi bom. Shi-kyeong merasa ada yang tak beres. Ia segera berlari
keluar.
Hang-ah
dan Jae-ha tak mau saling mengalah. Walau sudah merasakan sakit di
kakinya, Hang-ah malah menaikkan kecepatan. Jae-ha pun tak mau kalah dan
ikut menaikan kecepatan.
Hang-ah dan Jae-ha mulai lelah. Hang-ah menyuruh Jae-ha menyerah karena ia terlihat kewalahan. Tapi Jae-ha tak mau menyerah.
Hang-ah berkata ia akan menggunakan kebesaran hatinya untuk memaafkan Jae-ha jadi sebaiknya Jae-ha menyerah.
“Tutup mulutmu,” ujar Jae-ha.
Tiba-tiba
terdengar peringatan dari speaker gym untuk mengevakuasi seisi gedung.
Hang-ah dan Jae-ha tidak bisa mendengar dengan jelas tapi orang-orang
meninggalkan gym itu. Jae-ha memutuskan untuk berhenti dan melanjutkan
nanti.
Tepat saat ia hendak menekan tombol “stop”, Shi-kyeong berteriak, “Jangan! Akan terjadi ledakan jika kau berhenti. Ada bom.”
Saking terkejutnya, Jae-ha tergelincir. Untung Shi-kyeong berlari dan menahannya agar terus berada di atas treadmill.
Tim
penjinak bom telah tiba tapi membutuhkan waktu untuk menjinakkan bom
tersebut. Seluruh anggota tim yang lain dan para komandan menunggu
dengan khawatir dari ruangan sebelah. Jae-ha dan Hang-ah terus berlari.
Kali ini bukan untuk harga diri mereka, tapi untuk nyawa mereka.
Ternyata
benar, bagian bawah treadmill telah dipasangi bom. Komandan menyuruh
Shi-kyeong memberi rompi anti peluru pada Hang-ah dan Jae-ha. Tapi
ternyata bom itu menggunakan sensor berat, artinya jika ada perubahan
berat sedikit saja maka bom akan meledak.
“Hei Shi-kyeong!
Jangan biarkan dia memakainya!” Komandan Selatan berlari keluar. Jae-ha
protes apa komandan ingin dia terbunuh. Komandan menjelaskan bom itu
bersensor berat.
Dasar Jae-ha. Ia langsung menyuruh komandan
mencari orang lain untuk menggantikannya. Mana bisa? Komandan berkata
mau tak mau Jae-ha harus terus berlari sampai bom berhasil dijinakkan.
Tidak ada cara lain.
Kang-seok berusaha memberi semangat pada
Hang-ah dengan terus berteriak di sisinya. Shi-kyeong terpaksa
menariknya karena Hang-ah dan Jae-ha merasa terganggu. Kang-seok terus
berteriak,” Komrad Kim Hang-ah! Putri Korea Utara! Kebanggaan tanah air!
Komrad Kim Hang-Ah berjuanglah! Kami timmu akan menemanimu di sini!”
Hang-ah
sedikit tergelncir karena kakinya sakit. Jae-ha melihatnya dengan
khawatir dan bertanya apakah Hang-ah kesakitan. Hang-ah tersenyum lemah
dan berkata ia tidak apa-apa. Jae-ha berkata Hang-ah tidak boleh jatuh,
jika tidak ia akan ikut terkena ledakan. Ia malah meniru kata-kata
Kang-seok untuk memberi semangat pada Hang-ah.
“Aku sudah melihatnya sejak awal. Komrad Lee Jae-ha adalah pria yang menarik,” ujar Hang-ah tersengal-sengal.
“Kau juga sangat seksi. Sangat menawan,” balas Jae-ha. LOL :D
Jae-ha
mengusulkan agar Hang-ah menyanyi untuk mengalihkan Hang-ah dari rasa
sakitnya. Hang-ah mulai menyanyi dan semua orang ikut menyanyi memberi
semangat. Mau ngga mau terharu dengan adegan ini :’( Utara dan Selatan
bernyanyi dan bertepuk tangan bersama.
Hari berganti malam. Lagu
pun berganti menjadi lagu sedih. Dari tepuk tangan menjadi rangkulan
kebersamaan. Hang-ah dan Jae-ha berlari dengan sisa kekuatan mereka.
Mereka telah berlari berjam-jam lamanya. Seseorang menghampiri mereka
dan berkata sebentar lagi selesai, mereka harus bertahan sedikit lagi.
“Ayahku…aku melihat ayahku…ayahku yang sudah meninggal. Ayah…” gumam Jae-ha. Hang-ah menoleh.
“Komrad
Lee Jae-ha, apa kau masih ingat apa yang kukatakan? Gunakan abdomenmu
(rongga perut) untuk bernafas. Lihat ke kejauhan dan dengarkan suara
nafasmu. Jae-ha mulai memejamkan matanya. Kata-kata Hang-ah terngiang di
kepalanya.
“Bayangkan hanya kita yang berlari dan tenangkan
diri. Lemaskan tubuhmu. Tekuk lutut, seperti kau hendak berseluncur.
Jangan gunakan banyak kekuatan di tanganmu. Berlarilah dengan irama.
Benar, bagus sekali. Teruskan seperti itu.” Jae-ha terus berlari.
Bom akhirnya berhasil dijinakkan. Hang-ah tak kuat lagi. Ia terjatuh dan pingsan.
Raja
mendengar laporan peristiwa itu dari Sekretaris Eun. Sekretaris Eun
berkata pelakunya bukan pihak Utara. Peralatan di gym baru saja diganti
karena alat-alatnya sudah lama. Namun keesokan hairnya terjadi peristiwa
ini. Jae-kang mengkhawatirkan Jae-ha.
Jae-ha terbangun di ruamh
sakit. Ia menoleh dan melihat Hang-ah terbaring di tempat tidur
sebelah. Kaki Hang-ah dibalut (eh warna kuteknya cute…hehe dasar cewe
>,<).
Jae-ha turun dari tempat tidur dan melihat Hang-ah
dengan lembut. Ia mengulurkan tangannya untuk menyibakkan rambut dari
kening Hang-ah.
Hang-ah terbangun da menepis tangan Jae-ha. Jae-ha berdalih ia hendak merapikan rambut Hang-ah.
“Apa kau baik-baik saja?” tanya Jae-ha pelan.
“Aku baik-baik saja asalkan tidak melihatmu,” ujar Hang-ah kesal.
Jae-ha
bingung, mengapa Hang-ah berkata seperti itu. Hang-ah bertanya kapan
Jae-ha menaruh bom itu dalam mesin di gym. Jae-ha terkejut dan tertawa
tak percaya.
“Kau tidak berpikir aku yang menaruh bom itu di sana, kan? Bukankah aku berlari bersamamu? Kita lari bersama,” protes Jae-ha.
Hang-ah
berkata Jae-ha ikut lari bersamanya untuk menghindari kecurigaan.
Jae-ha tak percaya Hang-ah bisa menuduhnya seperti itu. Perdebatan
mereka pun berlanjut saat mereka ditanyai oleh kedua komandan Utara dan
Selatan mengenai kronologis peristiwa mengapa mereka bisa berada di gym
saat kelas latihan.
“Ini perbuatan Utara. Dia yang mengajak kami duel. Dia si Utara,” Jae-ha menunjuk Hang-ah.
“Bukankah kau yang pergi ke gym duluan?“
“Bukankah kau yang mengatakan di sanalah tempat latihan khusus?”
“Siapa yang mengeluh ingin berlatih di dalam ruangan karena cuaca dingin?”
“Kapan aku mengatakannya?”
Jae-ha
berusaha meyakinkan komandannya ini adalah perbuatan Utara. Siapa lagi
kalau bukan mereka? Hang-ah berkata mereka tidak pernah melakukannya
dalam skala kecil. Jika mereka ingin melakukannya (mengebom), mereka
akan melakukannya secara besar-besaran.
“Duarr!!”
“Lihat…dengar sendiri kan? Dia sendiri adalah bom!” gerutu Jae-ha.
Untunglah
baik komandan Selatan maupun Utara tidak terpengaruh oleh perkataan
Hang-ah maupun Jae-ha, yang seperti pasangan suami-istri yang sedang
bertengkar^^
John
Mayer mengirim undangan pada Raja. Ia ingin bertemu dengan Jae-kang.
Sekretaris Eun menyarankan agar Raja mengabaikan undangan itu karena
terlalu berbahaya. John yang menentukan tempat pertemuannya dan
menginginkan pertemuan yang tertutup dari publik. Tapi Jae-kang
memutuskan untuk menemui John.
Tempat pertemuannya di istana
lama. John sudah menunggu. Ia menyambut Jae-kang bagai menyambut
selebritis. Namun Jae-kang menatapnya dengan dingin, bahkan tidak
menyambut uluran tangan John untuk berjabat tangan. John langsung
membungkukkan badan dan memperkenalkan dirinya.
“Bukankah tempat ini warisan budaya?” tanya Jae-kang.
“Karena
aku akan bertemu dengan Yang Mulia, tempat yang terbaik harus dalam
skala besar seperti ini, bukan? Awalnya aku berencana meminjam
Versailles (istana Perancis).”
Jae-kang tidak terkesan. Ia melirik John seakan-akan John tidak waras. Emang ngga waras sih >,<
John
mempersilakan Jae-kang duduk. Tapi Jae-kang tidak mau berbasa-basi. Ia
bertanya apa yang ingin John katakan padanya. John terdiam sejenak. Ia
tahu Jae-kang seorang yang sibuk tapi ia ingin mempertunjukkan sulapnya
khusus untuk Jae-kang. Ia bahkan sudah berlatih berbulan-bulan. Ia
bersikap memohon seperti seorang anak kecil memohon pada ayahnya, agar
Jae-kang mau menonton pertunjukkan sulapnya. (Sepertinya Jae-kang tidak
mengenali John sebagai salah satu siswa di sekolahnya dulu)
Terpaksa
Jae-kang duduk. John mulai mempertunjukkan sulapnya. Kalau melihat
pertunjukkan sulap seperti ini sih sebenarnya tidak aneh ya, tapi karena
John yang melakukannya malah jadi mengerikan @_@
Jae-kang
tidak tertarik dengan permainan sulap John. Sambil membereskan kartu,
John mengajak Jae-kang bicara. Ia berkata Jae-kang sepertinya orang yang
tidak sabaran hingga begitu bertekad untuk mengikuti WOC. Jae-kang diam
saja.
“Oya, bagaimana dengan bomnya?” tanya John pura-pura terkejut.
“Jadi kau orangnya,” sahut Jae-kang tenang.
“Apa?
Bom? Bukan aku!!,” seru John dengan wajah kaget, “Kami hanya
menjualnya. Pernahkah Yang Mulia melihat penjual permata memakai
permatanya sendiri dengan sembarangan?”
Jae-kang merasa tidak ada perlunya lagi berbicara dengan John. Ia bangkit berdiri dan berjalan pergi.
“Tapi…tidakkah Yang Mulia penasaran? Mengapa bom itu dipasang?”
Jae-kang tersentak dan berbalik melihat John.
“Apakah
itu ancaman?” tanya John seakan sedang menerka jawaban kuis,”
Bukan..bukan…Jika hanya itu, setidaknya 30 orang pasti mati. Apakah
karena berhati-hati? Atau bosan? Ahh….karena kelebihan persediaan bom?
Untuk menyeimbangkan inventaris?” John tertawa.
“Apakah ayahmu juga mati seperti itu? Karena bosan dan untuk menyeimbangkan inventaris?” tanya Jae-kang.
Sesaat senyum John lenyap namun ia tersenyum kembali.
“Hanya Tuhan yang tahu,” ujarnya. Ia melempar sebuah kartu di meja.
“Memasang
bom di tempat latihan WOC…aku tidak tahu. Mungkinkah kartu itu
mengetahui sesuatu?” Ia menyuruh Jae-kang membalik kartu tersebut. Tapi
Jae-kang tidak bergeming. John akhirnya membalik kartu itu. Kartu
Pembenaran.
John berkata akhir-akhir ini negara-negara yang kuat
semakin menginginkan pembenaran. Dan sekalinya mereka dibenarkan,
mereka akan terus mencarinya. Tak ada yang bisa menghentikan mereka.
(Dengan kata lain, negar-neraga kuat merasa benar dengan tindakan mereka
dan sekali mereka dibenarkan, mereka akan terus merasa benar dan tak
ada yang bisa menghentikan mereka)
Tepat saat itu, telepon
Jae-kang berbunyi. Sekretaris Eun melaporkan pada Jae-kang bahwa Amerika
dan Cina sudah memulai negosiasi mengenai masalah bom yang baru saja
terjadi. Dan tempat pertama yang diinvestigasi adalah tempat latihan
WOC.
Jae-kang menatap John. John memasang tampang tak bersalah lalu tersenyum puas.
Pihak
Amerika dan Cina mendatangi tempat latihan WOC di Korut. Mereka menemui
Jae-ha (sebagai Pangeran Korsel) dan mengaku sebagai perwakilan dari
Komisi Gencatan Senjata PBB, penyelenggara WOC. Mereka berkata dengan
adanya insiden kemarin, keenambelas negara peserta menilai ada masalah
keamanan. Jadi mereka memutuskan untuk menyelidiki tempat itu secara
menyeluruh.
Jae-ha tampaknya tidak menyukai kehadiran para orang
asing itu. Ia bertanya apakah mereka sudah mendapat ijin dari Korea.
Mereka berkata Perdana Menteri telah mengijinkan sementara Raja
mengijinkan walau tak mengatakannya. Jae-ha tak berkata apa-apa lagi.
Pemeriksaan
pun dilakukan. Tapi mereka melakukannya dengan kasar, seakan sedang
memeriksa sarang teroris. Pakaian diserakkan di lantai. Makanan
diaduk-aduk. Kamar tim WOC diobrak-abrik hingga berantakan.
Saat
mereka memeriksa kamar Jae-ha dan Hang-ah, mereka menemukan tas kecil
yang terkunci. Hang-ah berkata isi tas itu tidak ada apa-apanya. Mereka
boleh men-scan tasnya jika mau. Tapi tentara yang menemukan tasnya
berkata tidak semua isi tas bisa terdeteksi (kurang canggih kalo gitu
ya^^). Hang-ah berkata isinya benar-benar tidak ada apa-apa, hanya
pakaian. Tentara itu tetap memerintahkan Hang-ah membuka tasnya.
Mereka
membawa Hang-ah menemui Jae-ha dan para perwakilan PBB. Jae-ha menatap
Hang-ah tapi Hang-ah memalingkan wajahnya. Ia sudah cukup merasa
terhina.
“Bukankah
ia orang yang berlari di samping Pangeran di treadmill?” tanya
perwakilan Amerika. Jae-ha tak menjawab. Ia hanya menatap Hang-ah.
“Menagap kau yang bertanggungjawab dalam pelatihan khususnya? Dia dari Korea Selatan.” tanya pria itu pada Hang-ah.
“Itu adalah pekerjaan sebagai pemimpin tim gabungan…”
Belum
selesai Hang-ah berbicara, perwakilan Cina menuduh Hang-ah sengaja
memanas-manasi Jae-ha dan membawanya ke gym. Hang-ah mengaku hubungannya
dengan Jae-ha memang sedikit drastis.
“Kami melihat dalam CCTV
ruang latihan, kau menangis. Dapatkah kau memberikan alasannya?” tanya
si Amerika. Hang-ah berkata tak ada hubungannya ia menangis dengan
masalah ini.
“Air mata adalah senjata wanita. Teroris wanita tahu cara menggunakannya dengan baik,” ujar pria itu lagi.
Hang-ah
sangat kesal mendengar tuduhan itu. Pria Amerika memerintahkan Hang-ah
membuka tasnya. Jae-ha melihat tas itu dan mengenali tas itu sebagai tas
yang berisi pakaian dalam Hang-ah. Bayangkan Hang-ah harus
memperlihatkan isi koper itu di hadapan semua yang ada di situ dan
semuanya laki-laki.
Hang-ah menatap Jae-ha tapi Jae-ha
memalingkan wajahnya. Komandan Utara dan Selatan mencoba mengintip dari
luar untuk mengetahui apa yang sedang terjadi. Hang-ah terus didesak
untuk membuka koper itu. Akhirnya dengan perasaan terhina dan terluka,
Hang-ah maju dan mulai memutar nomor kunci tas itu.
“Hei,” panggil Jae-ha, “Restoran buka sampai kapan? Ah, spesialisasi kantin kita adalah ramen.”
Ia
bangkit berdiri lalu menghampiri Hang-ah. Jae-ha mengambil tas Hang-ah
dan menggandeng tangannya keluar ruangan. Mengajaknya makan ramen.
Tentu
saja perwakilan Amerika dan Utara terkejut. Mereka menyuruh Hang-ah dan
Jae-ha berhenti berjalan. Bahkan mengancam akan melarang Korea
mengikuti WOC.
Jae-ha
menoleh. “Mengapa kami tidak boleh mengikuti kompetisi? Apakah WOC
dibentuk oleh keluargamu? Keamanan apanya? Apakah WOC diselenggarakan di
sini? WOC diselenggarakan di Jepang. Di sini hanyalah tempat latihan.
Mengapa kau membuat keributan di sini?”
Shi-kyeong yang baru
tiba tampak kaget mendengar perkataan Jae-ha. Hang-ah juga tak menyangka
Jae-ha akan berbicara seperti itu. Komandan Selatan memejamkan mata
dengan pasrah.
Jae-ha berkata jika pertandingan olipmiade yang
dilaksanakan, pesertanya ratusan negara. Apakah semua negara itu akan
diinspeksi? Mengapa harus mengurusi urusan negara lain? Dan lagi apakah
prosedur pemeriksaan ini sudah lengkap?
“Apakah pemeriksaan ini
sudah disahkan oleh PBB? Tidak, bukan? Artinya kalian datang dan pergi
sesuka hati. Apakah kalian yang mempunyai PBB? Lalu bagaimana dengan 50
lebih negara lainnya? Mereka semua pelayan kalian? Dengan kata lain,
kalian harus menaruh hormat dalam membuat permintaan. Misalnya “Dapatkah
kami memeriksa ini?”. Tapi kalian membuat kekacauan besar. Kalian
sekelompok a****g brengsek yang suka turut campur!!”
Hang-ah mau tak mau tersenyum. Shi-kyeong yang paling lucu. Seakan menanti serangan selanjutnya.
Jae-ha
menyuruh penerjemah menerjemahkan dengan sejelas-jelasnya tiap kata
yang ia ucapkan atau ia yang akan mengatakannya langsung. Tidak perlu,
jawab penerjemah dengan gugup. Ia mulai menerjemahkan perkataan Jae-ha.
Perwakilan Amerika dan Cina terkejut mengetahui apa yang Jae-ha
tadi katakan. Si Amerika meminta maaf dan meminta dengan sopan kali ini
untuk memeriksa area pelatihan. Jae-ha tersenyum dan menghampiri pria
itu.
“Tidak. Tidak boleh. Keluarlah,” katanya pada mereka. Ia lalu berbalik dan menggandeng Hang-ah pergi.
“Tunggu,”
panggil si Amerika. Tapi kali ini komandan Utara dan Selatan kompak
menghadang mereka dan mempersilakan mereka meninggalkan tempat itu.
Shi-kyeong berbalik pergi sambil tersenyum kecil, masih sedikit bingung
dengan kejadian tadi. Para perwakilan itu pergi dengan marah. Komandan
Utara dan Selatan saling tersenyum. Awww…
Jae-kang
sedang berpose untuk membuat lukisan dirinya. Bad feeling >,< (di
lorong istana, berjejer lukisan diri para raja yang telah mangkat.
Apakah Jae-kang akan menyusul?). Sekretaris Eun melaporkan peristiwa
tadi pada Jae-kang. Ia berkata penerjemah sudah memperhalus kata-kata
Jae-ha. Tapi ada beberapa kata yang umum terdengar (bisa dimengerti
tanpa bantuan penerjemah), misalnya anjing.
Jae-kang malah
tersenyum geli. Jae-kang menyuruh Sekretaris Eun membuat permohonan maaf
sekaligus menyatakan pelatihan mereka akan dilaksanakan lebih aman
dibandingkan dengan negara lainnya dan mereka percaya diri bisa merebut
kemenangan.
Jae-kang tak bisa menahan kesenangannya. Ia bahkan tertawa terbahak-bahak di tengah-tengah posenya. Cute^^
Si
gila John sedang berlatih sulap. Kali ini ia menusuk lidahnya dengan
kawat dan memelintirnya. Sigh, ternyata lidah palsu. Kekasihnya datang
dan bertanya apakah ada Raja di negara kecil seperti Korea.
John
tidak menjawab, ia teringat pertanyaan Jae-kang mengenai ayahnya.
“Apakah ayahmu juga mati seperti itu? Untuk keperluan inventaris?” Lalu
perkataan Jae-ha. “Apakah WOC dibentuk oleh keluargamu? Mengapa kalian
ikut campur urusan orang lain? Urus dulu dirimu sendiri.”
“Apakah Korea mempunyai Raja?” tanya kekasih John lagi.
John
membenarkan. Ia lalu membuat pertunjukkan sulap mengubah bola menjadi
kadal. John berkata Korea hanyalah negara yang bahkan tidak lebih besar
dari telapak tangan (di peta) tapi harus terbagi menjadi Utara dan
Selatan. Ia bertanya mengapa harus ia yang melakukannya? Seharusnya
Utara dan Selatan saling menghancurkan dengan sendirinya.
Kekasih
John tidak mengerti karena John berbicara dengan bahasa Korea. John
mengambil dua mobil-mobilan dan menempatkannya saling berhadapan lalu
menabrakkan kedua mobil itu. Begitulah seharusnya yang terjadi pada
kedua Korea.
Ia lalu mengambil kadal hasil sulapnya tadi dan
menempatkan kadal itu di tengah-tengah kedua mobil mainan. Ia
mengumpamakan kadal itu sebagai Raja yang selalu menghalangi bentrokan
antara Utara dan Selatan.
“Teman kita ini (kadal) berpikir dia adalah naga,” ujarnya.
Tim
WOC meneruskan latihan mereka. Jae-ha tak henti-hentinya menyombongkan
diri mengenai keberhasilannya mengusir perwakilan PBB itu tapi
teman-temannya tidak ada yang mempedulikannya. Terutama Kang-seok yang
kali ini menjadi rekan segrupnya. Mereka sedang berlatih
perang-perangan.
Kang-seok mendesak Jae-ha ke tembok dan
menyuruhnya jangan berisik karena posisi mereka telah ketahuan. Tapi
posisinya terlalu “dekat” hingga Jae-ha protes Kang-seok sedang
melakukan posisi apa. Kang-seok buru-buru bersembunyi di tempat lain.
“Hei, Eun Shi-kyeong kau juga melihatnya, bukan? Bagaimana menurutmu?” tanya Jae-ha.
Shi-kyeong
hanya mengacungkan jempolnya. “Seharusnya kau mengatakan sesuatu yang
lebih panjang pada saat seperti ini,” keluh Jae-ha, ”Kau terus bersikap
keren sampai akhir.” Shi-kyeong diam-diam tersenyum. Sementara Kang-seok
dengan serius terus bergerak mengintai dan menghindari musuh LOL…grup
yang aneh ^^
“Hei, Dong Ha!!” teriak Jae-ha.
Dong-ha
mengintip sedikit dan langsung ditembak Kang-seok. Tidak kena. Dong-ha
pun mengirim tembakan balik. Jae-ha mengomel bagaimana bisa Kang-seok
menembak sesama tim. Seharusnya ada kasih sayang di antara Komrad.
Shi-kyeong menghela nafas panjang. Jae-ha ini apa ngga ngerti ya kalau
ia dengan Kang-seok dan Shi-kyeong sedang melawan grup Dong-ha, Hang-ah,
dan Young-bae?
“Dong-ha! Apa kau sudah mendengar apa yang kulakukan?” seru Jae-ha.
“Ya, Pangeran! Benar-benar keren!” seru Dong-ha.
Jae-ha
senang sekali, ia bertanya darimana Dong-ha tahu mengenai hal ini.
Young-bae yang sudah tiba di tempat itu berteriak kalau mereka mendengar
dari Hang-ah. Jae-ha terkejut tapi tersenyum senang. Ia pun keluar dari
pilar persembunyiannya dan berseru pada Hang-ah. Kang-seok terus
memberi isyarat pada Jae-ha agar kembali bersembunyi.
“Hei Kim Hang-ah!! Apa yang sudah kaukatakan? Sebenarnya apa yang kaukatakan hingga anak-anak ini….”
DORR!!
Jae-ha
terkejut. Hang-ah memberi isyarat bahwa ia telah menembak mati Jae-ha.
Jae-ha kesal tapi Hang-ah hanya menjulurkan lidahnya meledek Jae-ha.
Dan
orang yang sudah mati harus masuk kantung mayat. Hang-ah dengan senang
hati menutup kantung mayat itu. Jae-ha protes. Jika bukan karena
dirinya, pakaian dalam Hang-ah sudah terlihat oleh semua orang. Hang-ah
menutup rapat kantung mayat itu.
“Hei, Kim Hang-ah! Kim Hang-ah! Buka!”
“Terima kasih,” kata Hang-ah dengan sungguh-sungguh.
“A-apa??
Hei, Kim Hang-ah! Apa kau meledekku? Aku mendengarnya! Haei, Kim
Hang-ah!” seru Jae-ha sambil menghentak-hentakkan kakinya.
Kang-seok
menonton video klip SNSD “Genie” dan berusaha untuk tidak tertarik.
Tapi tanpa sadar ia menggerakkan kakinya mengikuti gerakan SNSD.
“Katakan keinginanmu.” (lirik lagu)
“Aku tidak punya keinginan,” kata Kang-seok malu.
“Katakan keinginanmu.”
“Keinginanku? “ Kang-seok akhirnya tersihir dengan pesona SNSD. Ia tidak mampu mematikan televisi dan terus menonton.
Tiba-tiba
Jae-ha masuk. Kang-seok buru-buru mematikan TV dan melakukan gerakan
olah raga di kursinya. Jae-ha kebingungan. Kang-seok dengan tegas
berkata ia adalah Rhi Kang-seok, tentara Rakyat Korea Utara. Ia
buru-buru keluar dari kamar. Jae-ha menyalakan televisi dan melihat
video klip SNSD itu. Tahulah Jae-ha apa yang menyebabkan Kang-seok
bersikap aneh seperti tadi. Ia tersenyum nakal.
Curahan
hati Kang-seok: “Sejak hari itu, kaki jenjang para gadis itu tak pernah
meninggalkan pikiranku. Karena sangat mengganggu, aku kembali
mempelajari politik. Walau aku mempelajari kata-kata dari pemimpin besar
dan melompat ke dalam sungai…ah aku bisa gila.”
“Aaah…SNSD,”
ujar Hang-ah mengerti. Kang-seok memejamkan mata dengan penuh penyesalan
karena telah tergoda oleh grup gadis dari Selatan. Hang-ah menghibur
Kang-seok. Tidak salah jika seorang pria menyukai gadis yang cantik.
Tapi
Kang-seok kesal bagaimana bisa ia menyukai gadis yang hanya cantik dari
luar. Tidak memiliki “kualitas” Utara, seperti otak dan semangat luhur.
Apakah ia hanya hewan yang dipenuhi nafsu?
“Dan lagi…Tiffany?
Mengapa namanya Tiffany? Menggunakan nama Amerika untuk menghina negara
kita. Ini adalah budaya yang busuk. Aku benar-benar merasa dikhianati.
Aku benar-benar bodoh.”
Hang-ah menepuk-nepuk pundak Kang-seok dan mengangguk tanda ia mengerti.
Ayah
Hang-ah singgah ke tempat latihan untuk melihat puterinya sebelum pergi
ke Selatan. Saat berbincang dengan Komandan Utara, ia baru tahu kalau
Hang-ah sebelumnya tidak mau mengikuti WOC.
Komandan Utara
berkata Hang-ah tetap saja wanita, masalah yang terberat adalah masalah
cinta. Apa gunanya bekerja begitu keras jika setelah tua dan kesepian
tidak ada yang menemaninya?
Dalam pertemuan dengan Raja, ayah
Hang-ah tidak bisa berkonsentrasi. Ia teringat terus akan perkataan
Komandan Utara bahwa Hang-ah berkeluh kesah karena para pria tidak
menganggapnya wanita. Sampai sekarang Hang-ah belum pernah menjalin
hubungan dengan pria.
Jae-kang berhenti bicara melihat ayah
Hang-ah tak menyimak perkataannya. Ayah Hang-ah tersadar dari
lamunannya. Ia bertanya apakah calon pengantin telah dipilih.
Data
Hang-ah dimasukkan untuk menjadi salah satu kandidat calon istri
Jae-ha. Sekretaris Eun berkata pernikahan kerajaan harus memikirkan
image. Tapi bagi Jae-kang yang terpenting adalah perasaaan Jae-ha.
Mereka tak bisa memaksanya menikah seperti di jaman Joseon.
Untuk
mengetahui perasaan Jae-ha, Jae-kang memutuskan untuk menelepon
adiknya. Jae-kang tersenyum melihat Jae-ha sedang asik makan donat.
Jae-kang memuji adiknya sudah bekerja keras. Jae-ha berceloteh
membanggakan dirinya. Ia bahkan akan menghadang bom atom dengan tubuhnya
jika perlu.
Ia berkata selama ini ia menulis IQ-nya 87 padahal
sebenarnya 187. Entah benar entah tidak, Jae-kang hanya tersenyum
mendengar bualan adiknya. Jae-ha berkata ia melakukannya karena ia takut
rakyat menjadikannya raja. Ia bahkan selama ini sengaja bersikap bodoh
padahal sebenarnya ia tampan, berkemampuan dan pintar. Siapapun yang
melihatnya pasti berpikir ia seharusnya menjadi Raja.
“Jadi kak, kau harus memperlakukanku dengan baik,” ujarnya.
“Apa kau tidak berencana untuk menikah?” tanya Jae-kang.
“Apa
kakak tidak berencana untuk mempunyai anak? Kakak berpikir kakak masih
muda? Apa Kakak bisa membuatnya seketika saat Kakak menginginkannya?
Tentu saja tidak. Keturunan kita sangat berharga. Jadi, jangan
dipusingkan dengan masalah WOC, buatlah bayi lebih dulu. Harus ada
Putera Mahkota barulah aku merasa tenang.”
Jae-kang
menanyakan pendapat Jae-ha mengenai Hang-ah. Jae-ha malah bertanya
apakah istri kakaknya tidak bisa mempunyai anak sampai Jae-kang
memikirkan seorang wanita dari Utara. Ia pikir Jae-kang hendak
menjadikan Hang-ah sebagai selir.
“Wah, yang benar. Aku sudah
bilang orang tua yang berselingkuh itu menakutkan. Kak, yang benar
saja…Apa yang akan terjadi dengan kakak ipar? Kita sekarang menerapkan
monogami di Korea Selatan. Kakak harus memberi contoh sebagai Raja.
Bagaimana bisa kakak mempunyai dua istri? Kakak tidak boleh
melakukannya!”
“Hei, Bukan aku tapi kau! Kau yang akan menikah.”
Jae-ha tertegun.
Demikain
juga Hang-ah saat ia diberitahu ayahnya kalau pria pilihan partai untuk
Hang-ah adalah Jae-ha. Ayahnya berkata itu bukan pilihan partai. Tapi
Hang-ah telanjur berpikir seperti itu. Ia mengomel katanya ia akan
dicarikan 100 dari 1000 untuk ia pilih tapi mengapa ia hanya diberi
satu. Dan orang itu Pangeran dari Selatan?
Ayahnya berkata ia
hanya meminta Hang-ah mempertimbangkannya Pada jaman ini tidak perlu
mencari pasangan hidup dari negara sendiri.
“Kalau begitu bagaimana dengan Brad Pitt? Mengapa tidak bawa Obama ke sini sekalian?” ujar Hang-ah kesal.
Kembali ke Jae-ha.
“Kim
Hang-ah? Karakternya cukup baik. Kulitnya lembut dan kencang dan
wajahnya juga bersudut. Ia sangat kuat. Kepribadiannya yang terbaik.”
“Apa kau tidak puas dengan semua itu?” tanya Jae-kang.
“Bukan, tidak apa-apa. Jika kau menikah, aku akan kembali dan tinggal di Selatan, bukan?”
Dengan
ragu Jae-kang menjawab seharusnya demikian. Jae-ha dengan pintarnya
berkata tidak akan mudah bagi Hang-ah untuk pindah ke Selatan dan hidup
sebagai kapitalis (Utara menganut paham sosialis). Ia berkata bagaimana
jika Hang-ah merampok gudang persediaan dan bank. Terlebih lagi, Hang-ah
mempunyai Polonium 102^^
“Itu adalah jarum beracun. Jika ia
mendadak marah, kita semua bisa mati! Maafkan aku, tak peduli walau aku
begitu mencintainya, aku tidak ingin melhat Kakak mati seperti itu. Aku
benar-benar minta maaf.”
Jae-ha langsung memutus teleponnya. Ia terlihat kesal dan bertanya apa kakaknya sudah gila.
Hang-ah
juga kesal. Apakah semua sudah gila hingga ia dijodohkan dengan orang
seperti Jae-ha. Tapi ia lalu teringat ketika Jae-ha bersikap lembut
padanya. Lalu ia ingat perkataan Jae-ha yang menyebalkan. Hang-ah
kembali kesal.
“Apa aku sudah gila? Sudah pasti tidak mungkin,” Hang-ah memantapkan hatinya.
Hang-ah
berjalan keluar dan terkena lemparan salju Shi-kyeong. Shi-kyeong
mengajaknya perang bola salju bersama Young-bae dan Dong-ha. Hang-ah
tersenyum melihat mereka, terutama Shi-lyeong. Ia ingat ayahnya bertanya
apakah Hang-ah tidak memiliki teman pria palin selain Jae-ha.
Hang-ah
ingat Shi-kyeong menyanyi dengan penuh perasaan. Ia memutuskan utnuk
menjadikan Shi-kyeong targetnya. Target masa depan. Dan target lemparan
bola salju, tepat di kepalanya. Shi-kyeong menoleh sambil memegangi
kepalanya.
Hang-ah menghampirinya dengan khawatir tapi ia
terjatuh di depan Shi-kyeong. Shi-kyeong membantunya berdiri. Hang-ah
meminta maaf.
“Tidak apa-apa, tapi…kau sanga kuat.”
“Tidak,
aku tidak kuat. Setelah mengenalku, kau juga akan tahu kalau aku adalah
wanita tradisional seperti magnolia,” ujar Hang-ah tersipu. Shi-kyeong
tersenyum.
Jae-ha
keluar dan melihat teman-temannya sedang bermain salju. Ia masih kesal
kakaknya mengusulkan pernikahan itu. Tapi ia lalu teringat Jae-kang
berkata Hang-ah juga pasti sudah diberitahu mengenai rencana pernikahan
itu dari ayahnya. Ia menoleh dan melihat keakraban Hang-ah dan
Shi-kyeong. Mendadak ia bertambah kesal. Jae-ha mengumpulkan salju
sebanyak-banyaknya.
Hang-ah
berusaha meyakinkan Shi-kyeong kalau ia bukanlah wanita yang kuat. Ia
meminta Shi-kyeong tidak terlalu jauh agar ia bisa melempar salju
“dengan lembut”.
Brusshh..seember salju tiba-tiba menimpa kepalanya. Ia berbalik dan melihat Jae-ha memegangi ember kosong.
“Apa kau melakukannya dengan sengaja?”
“Hah?”
“Kau…benar,
kau pasti bahagia bisa masuk ke Selatan terlebih lagi keluarga
kerajaan. Aku tahu itu. Tapi mencoba membuatku cemburu, bukankah itu
terlalu kekanak-kanakkan?”
“Cemburu?” tanya Hang-ah bingung.
Jae-ha
berkata ia tahu apa yang dipikirkan Hang-ah karena ia terbiasa
dikelilingi para gadis. Jadi ia bukan orang yang mudah dibodohi.
“Cemburu
apa?” tanya Hang-ah bingung, lalu ia tersenyum mengerti,” Komrad Lee
Jae-ha, apa saat ini kau cemburu? Apa yang harus kulakukan? Aku bahkan
tidak memikirkannya (rancana pernikahan) dan kau malah cemburu.”
Jae-ha
tak bisa berkata apa-apa. Hang-ah menepuk pundak Jae-ha dan bertanya
apakah Jae-ha begitu menyukainya. Jae-ha langsung menyangkalnya
habis-habisan.
Hang-ah tak mempedulikannya lagi dan kembali bermain salju bersama Shi-kyeong sementara Jae-ha mencak-mencak.
source : http://patataragazza.blogspot.com/2012/04/sinopsis-king-2-hearts-episode-3.html
re-posted and re-edited by : dianafitriwidiyani.blogspot.com
No comments:
Post a Comment