Kepala
keamanan istana berulang tahun. Para pelayan mengadakan perayaan
kecil-kecilan. Tiba-tiba Jae-shin datang. Mereka langsung menghentikan
perayaan mereka dan terlihat tegang. Jae-shin bertanya apakah ia begitu
menakutkan. Kepala keamanan buru-buru menyangkalnya.
Jae-shin
berkata ia datang untuk ikut merayakan ulang tahun kepala keamanan.
Jae-shin menyerahkan hadiah yang ia persiapkan sebelumnya. Isinya sebuah
tas yang cantik. Kepala keamanan sangat senang. Suasana pun mencair.
Jae-shin tersenyum.
Ia ingat PR yang diberikan Shi-kyeong
padanya. Ia harus berlatih menghadapi orang lain, tersenyum 3 kali
sehari, dan kembali bernyanyi.
Sementara
itu Jae-ha menatap Shi-kyeong, yang sedang mengacungkan senjata ke
arahnya, dengan tatapan tak percaya. Bong-gu tersenyum lebar.
Shi-kyeong
mendorong Jae-ha agar menduduki kursi (seperti tahta kerajaan) yang
telah dipersiapkan. Jae-ha ragu-ragu. Shi-kyeong mengokang senjatanya.
Jae-ha terpaksa duduk, berhadapan dengan Bong-gu yang juga menduduki
kursi yang sama. Bong-gu ingin memperlihatkan kalau ia juga Raja,
setingkat dengan Jae-ha.
Bong-gu
mengijinkan Shi-kyeong pergi jika hal ini terlalu berat baginya. Dengan
yakin Shi-kyeong berkata kalau ia akan tetap tinggal. Jae-ha terus
menatap Shi-kyeong. Kecewa, tak percaya, merasa dikhianati? Setidaknya
itulah yang dilihat Bong-gu.
“Batalkan tuntutan, putuskan pertunangan dengan Kim Hang-ah, dan turunlah dari tahta. Jika tidak….” ancam Bong-gu.
“Apakah ia yang ditugaskan untuk membunuhku?” tanya Jae-ha tanpa sekalipun menatap Bong-gu.
“Tentu
saja. Korea akan menghadapi krisis. Para rakyatmu akan mati. Kau atau
Republik Korea, buatlah pilihan. Aku akan memberimu 10 menit untuk
memutuskan,” kata Bong-gu.
Jae-ha harus memilih. Jika ia tidak
memenuhi tuntutan Bong-gu maka ia akan mati. Jika ia memenuhi tuntutan
Bong-gu, ia akan tetap hidup dan sebagai gantinya Korea yang akan
hancur. Ini sih bukan milih namanya >,<
Hang-ah
dan ayahnya sedang dalam perjalanan kembali ke Korea. Di tengah
perjalanan, Hang-ah ingin memutar balik. Ia tak bisa berhenti
mengkhawatirkan Jae-ha. Ayah Hang-ah berkata Jae-ha adalah Raja Korea
Selatan, tidak akan terjadi sesuatu yang buruk padanya.
Hang-ah
memberitahu ayahnya kalau ia dan Jae-ha telah mendiskusikan sebuah
rencana. Ia minta maaf tidak memberitahu ayahnya sebelumnya karena
alasan keamanan. Hanya kepala pengawal istana yang mengetahui rencana
itu.
“Bagaimana perasaanmu saat ini?” tanya Bong-gu pada Jae-ha, ”Orangmu telah membelot ke pihakku.”
Jae-ha melirik Shi-kyeong yang masih mengacungkan senjatanya padanya.
“Jangan
terlalu membencinya. Aku telah menghabiskan banyak usaha agar ia
berpihak padaku. Jujurlah, apa kau pernah berusaha untuk mendapatkannya?
Kau mendapatkannya karena statusmu. Aku menggunakan uang untuk
mendapatkan orang dan kau menggunakan statusmu. Apa bedanya?” celoteh
Bong-gu.
“Kau…apakah benar seperti itu?” tanya Jae-ha pada Shi-kyeong.
“Apa
yang bisa disukai dari seorang Raja yang hanya menyandang gelarnya
saja? Aku pernah goyah,” Shi-kyeong mengakui. “Ketika kau ingin turun
tahta dan ketika kau menghalangiku datang ke sini. Tapi hanya itu saja.”
Wajah Bong-gu berubah mendengar perkataan Shi-kyeong.
“Kau
tak pernah menyalahkan orang lain dan tak pernah mengaku kalah. Ketika
dalam kenyataan ada 99% ketidak mungkinan, kau selalu memikirkan segala
cara untuk mencari dan menemukan 1% kemungkinan itu. Aku tidak tinggal
di sisimu karena kau seorang Raja. Tapi karena kau tidak pernah menyerah
dalam keadaan terburuk sekalipun.”
Shi-kyeong dengan dramatis
mengalihkan senjatanya terhadap Bong-gu. Bon Bon serta merta
mengacungkan senjatanya pada Shi-kyeong. Pasukan Bong-gu merapat,
mengacungkan senjata mereka pada Shi-kyeong dan Jae-ha.
“Freeze!! Freeze!!” terdengar teriakan dari belakang mereka.
Pasukan
Utara dan Selatan muncul dari balik batu-batuan, mengepung Bong-gu dan
para kroconya. Bong-gu terdiam, sementara Jae-ha ganti memandangnya
dengan penuh percaya diri. Well, this is the real King.
Hang-ah
berjalan ke sebuah menara tak jauh dari tempat Jae-ha. Ia mempersiapkan
senjata laras panjang (untuk penembak jitu) dan mengarahkannya pada Bon
Bon.
Bagaimana
Jae-ha mempersiapkan semua ini? Ia dan Shi-kyeong telah merencanakan
hingga hal yang paling detil. Percakapan mereka di telepon sebenarnya
mengandung kode yang telah disepakati oleh mereka berdua. Ketika
Shi-kyeong menjawab, perkataannya langsung diterjemahkan menjadi kode
enkriptik yang menunjukkan lokasi Bong-gu sebenarnya. Dengan demikian
tidak ada pasukan yang pergi ke lokasi palsu yang telah dengan jelas
disebutkan Shi-kyeong sebelumnya. Semua telah menanti di lokasi ini
sejak awal.
“Kau menyuruhku untuk memilih apa? Republik Korea atau nyawaku? Aku memilih….kau,” ujar Jae-ha.
Shi-kyeong memerintahkan agar pasukan Bong-gu menurunkan senjata mereka. Mereka menurunkannya, kecuali Bon Bon.
“Kau juga,” perintah Shi-kyeong.
Bon
Bon pelan-pelan menurunkan senjatanya. Lalu tiba-tiba ia
mengacungkannya kembali untuk menembak Shi-kyeong. Ia kalah cepat,
Hang-ah telah lebih dulu menembaknya, mengenai bagian lengan Bon Bon
hingga senjatanya terlepas.
Shi-kyeong dan pasukan Utara-Selatan
otomatis mengeluarkan tembakan ke arah Bon Bon. Diserbu rentetan
peluru, Bon Bon pun terkapar. No more crazy chocolate girl.
“Angkat kedua tanganmu!” seru Shi-kyeong pada Bong-gu.
Bong-gu
mengangkat kedua tangannya. Dua petugas ICC menghampiri Bong-gu untuk
menangkapnya. Seorang dari mereka membacakan hak-hak Bong-gu sementara
seorang lagi memborgol tangan Bong-gu yang terletak di belakang kepala.
Shi-kyeong menurunkan senjatanya dan berbalik menghadap Jae-ha.
Hang-ah pun menurunkan dan membereskan senjatanya. Shi-kyeong tersenyum
lega.
Tiba-tiba
Bong-gu mengangkat tangannya dan menembak Shi-kyeong. Sepertinya ia
telah menyembunyikan senjata di balik kerah bajunya. Atau karena ia
pesulap?
Peluru menembus punggung Shi-kyeong hingga darah
terpercik ke pakaian Jae-ha. Jae-ha terbelalak. Hang-ah terkejut saat
mendengar suara tembakan. Shi-kyeong berbalik melihat Bong-gu, lalu
roboh. Jae-ha cepat-cepat menangkapnya.
Shi-kyeong dan Jae-ha menatap Bong-gu. Pandangan Jae-ha seakan berkata: “Mengapa kau melakukannya?!”
“Mengapa kau membuatku seperti ini?” tanya Bong-gu pada Shi-kyeong. Patah hati rupanya.
“Eun Shi-kyeong…Eun Shi-kyeong!!” seru Jae-ha.
“Y-Yang Mulia…”
“Jangan
bicara,” gumam Jae-ha panik. Ia berteriak meminta ambulans. Dong-ha
tersadarkan dari rasa terkejutnya dan berlari untuk menelepon ambulans.
Shi-kyeong memuntahkan banyak darah. Jae-ha semakin panik.
“Bagaimana ini…bagaimana ini…karena aku…” air mata menetes tanpa Jae-ha sadari.
“Jangan….katakan
itu. Aku yang membuat pilihan ini. Bukankah kita sudah menangkap
Bong-gu? Di masa yang akan datang, pastikan untuk tidak pernah menyerah.
Karena kau adalah…” Shi-kyeong berusaha meneruskan ucapannya, “Raja…”
Jae-ha menangis dan terus berseru memanggil Shi-kyeong.
“Eun Shi-kyeong!! Shi-kyeong-ah…jangan mati…jangan mati!! Eun Shi-kyeong!!! Ini perintah...jangan mati!! Eun Shi-kyeong!!”
Shi-kyeong
mengingat masa-masa ia bersama Jae-shin dan ayahnya (sementara Jae-shin
sedang membuat PR-nya dengan tersenyum dan menyanyi untuk para
pelayan). Terakhir, ia ingat teman-temannya dalam WOC. Gosh…this drama
is killing me *nangis parah*
Shi-kyeong
menghembuskan nafas terakhirnya. Kepalanya terkulai dalam pelukan
Jae-ha. Jae-ha berteriak dan menangis sejadi-jadinya. (Aku dengar, dalam
adegan ini Lee Seung-gi sangat larut dalam emosinya hingga ia tak bisa
berhenti menangis bahkan setelah sutradara meneriakkan “CUT!” untuk
waktu yang cukup lama.)
“Eonni…apa yang baru saja Eonni katakan?” tanya Jae-shin, masih belum bisa memahami apa yang sebenarnya terjadi.
“Komrad Eun Shi-kyeong….gugur saat menjalankan tugas,” kata Hang-ah menahan tangisnya.
“Dia bilang dia pergi berlibur,” Jae-shin menjelaskan.
Hang-ah menatap Jae-shin.
“Itu benar, Kak. Eun Shi-kyeong tak akan berbohong.”
Hang-ah
tak menjawab. Ia menyerahkan sebuah kotak kecil pada Jae-shin. Dengan
tangan gemetar, Jae-shin mengambil kotak itu dan membukanya. Isinya
adalah rantai dengan tanda pengenal Shi-kyeong. Jae-shin menangis.
“I-Ia berjanji akan kembali...,” isaknya.
Hang-ah memalingkan wajahnya dan berusaha menahan tangisnya, tak tahan melihat kepedihan Jae-shin.
“Ia
bahkan memberiku PR. Ia bilang ia akan pulang setelah aku
menyelesaikannya,” Jae-shin meratap, “Aku bahkan berlatih…berlatih
bernyanyi…dia berjanji akan pulang…Eonni…”
Hang-ah tak tahan lagi. Air matanya mengalir. Hang-ah memeluk Jae-shin dan ikut menangis bersamanya.
“Tidaak…tidaaak…” ratap Jae-shin.
Sekretaris Eun berduka di kantor anaknya. Ia membelai papan nama Shi-kyeong dan memandanginya dengan sedih.
Jae-ha masuk. Sekretaris Eun bangkit berdiri dan memberi hormat.
“Pikiran
kita berdua saat ini mungkin sama. ’Aku yang mengakibatkan
kematiannya’. ‘Dia mati gara-gara aku’. Tapi karena aku Raja, aku tidak
diperbolehkan hanya memikirkan hal itu. Paman juga sama,” kata Jae-ha.
Jae-ha
tahu Sekretaris Eun menyalahkan dirinya sendiri sebagai penyebab
kematian Shi-kyeong, sama seperti dirinya. Sekretaris Eun pasti berpikir
jika awalnya ia tidak berkhianat, Shi-kyeong tidak akan mengajukan diri
menjadi mata-mata untuk menebus kesalahan ayahnya. Atau jika ia tidak
bekerjasama dengan Bong-gu, mungkin keadaannya tidak serumit ini.
Sementara Jae-ha merasa bersalah karena pada akhirnya ia yang mengirim
Shi-kyeong untuk tugas berbahaya ini.
Jae-ha mengusap papan nama Shi-kyeong.
“Walau
aku sedikit berbeda dengannya, menurut Paman aku bagaimana? Aku akan
menganggap Paman sebagai ayahku dan akan menjaga Paman.”
Sekretaris
Eun tak bisa menjawab. Jae-ha memeluk Sekretaris Eun. Keduanya
kehilangan Shi-kyeong tapi mereka berdua bisa menguatkan satu sama lain.
Pemakaman Shi-kyeong.
Sekretaris
Eun, Jae-ha, dan seluruh pasukan pengawal kerajaan mengantar kepergian
Shi-kyeong. Sebuah tanda penghargaan negara pada Shi-kyong, ditaruh
Jae-ha di atas altar. Suasana duka menyelimuti tempat itu.
“Yang
Mulia, kapten gugur saat ia masih tercatat bertugas di negara lain.
Tolong biarkan ia kembali pada kesatuannya. Setidaknya agar rohnya dapat
kembali,” kata Dong-ha. Jae-ha menatap foto Shi-kyeong.
“Aku
perintahkan Kapten Eun Shi-kyeong kembali ke kesatuannya,” Jae-ha
memerintahkan dengan lantang, lalu memberi hormat. Penghormatan terakhir
diberikan berupa tembakan ke langit.
Bong-gu
mulai diinterogasi. Penuntut dari ICC bertanya apakah Bong-gu dijebak
atau ada kesepakatan antara Bong-gu dengan Jae-ha saat video bukti itu
direkam. Bukan keduanya sih karena rekaman itu tidak disengaja, tapi
Bong-gu tak menjawab. Ia bahkan terlihat tak mendengarkan perkataan
penuntut itu. Penuntut bertanya apakah Bong-gu telah membunuh raja dan
ratu sebelumnya.
“Setelah semua peristiwa ini, aku hanya
mempelajari satu hal. Bahwa orang seperti aku, sama sekali tidak boleh
memperlihatkan perasaan. Tidak ada untungnya sama sekali,” kata Bong-gu
pada dirinya sendiri.
Pada dasarnya ICC tidak mendapatkan
jawaban apapun dari Bong-gu. Bahkan tim pengacara Bong-gu mengajukan
permintaan pembebasan dengan jaminan.
Tentu
saja Jae-ha menentang permintaan itu. Mereka telah dengan susah payah
menangkap Bong-gu (yup, bahkan Shi-kyeong mati untuk itu >,<).
Sekretaris Eun berkata ia akan mengkonsultasikan masalah ini dengan tim
ahli hukum keluarga kerajaan.
Daniel
Craig berkata Bong-gu harus bertahan selama beberapa waktu lagi karena
Korea Selatan yakin Bong-gu akan melarikan diri dan menentang pengajuan
pembebasan bersyaratnya. Bong-gu bertanya apa yang dilakukan oleh para
sekutunya di Amerika, Cina, dan negara-negara lainnya. Daniel Craig
berkata para politikus berpengaruh sedang mempersiapkan petisi untuk
membebaskan Bong-gu.
“Petisi? Hanya itu? Katakan pada mereka
yang telah menerima sumbangan kita, aku akan membeberkan nama mereka
pada umum. Tidak…aku akan membeberkan semuanya.”
“Tindakan itu akan menyakiti kita juga,” Daniel mengingatkan.
“Agar bisa benar-benar sadar, kita harus memotong beberapa jari. Mereka tidak tahu siapa yang mereka tangkap,” sahut Bong-gu.
Daniel
Craig berkata ia akan mempersiapkan semuanya. Apapun konsekuensinya.
Bong-gu menambahkan bahwa hubungan Korea Utara dan Selatan harus terus
ditekan.
Hang-ah
menggantikan mertuanya menjalankan kegiatan sosial. Ia sedang menjadi
sukarelawan di bank ketika Ibunda Raja meneleponnya. Ia menenangkan
mertuanya kalau ia melakukan tugasnya dengan baik. Jika Ibunda Raja
telah pulih, Ibunda Raja bisa kembali melakukan aktivitasnya.
Baru
saja Hang-ah menutup teleponnya, sebuah telepon lain masuk. Dari
wajahnya yang sumringah, kita bisa menerka kalau Jae-ha yang
meneleponnya.
“Dengan siapa kau barusan berbicara? Dengan pria-kah?”
“Akan
baik sekali jika ada seorang pria yang bisa kuajak bicara melalui
telepon,” gurau Hang-ah. Jae-ha tersenyum. Ia bertanya apakah Hang-ah
merasa lelah. Hang-ah berkata ia melakukan hal-hal yang pernah dilalui
Ibunda Raja, cukup menarik.
“Kudengar
banyak yang menyarankan agar pernikahan kita dilaksanakan pada tanggal
15 Agustus (Hari Kemerdekaan Korea). Komite keluarga kerajaan juga
mengusulkan tanggal tersebut.”
Hang-ah tersenyum mendengar perkataan Jae-ha.
“Halo? Mengapa kau tak mengatakan apapun? Apa kau tak ingin menikah?” seloroh Jae-ha.
“Bagus juga jika tidak menikah.”
“Apa yang kaukatakan? Kita telah melalui berbagai kesulitan hingga saat ini.”
Jae-ha mengajak Hang-ah bertemu satu jam sebelum pembuatan video persatuan.
“Sebelum mulai syuting, aku akan menraktirmu makan kue,” bisik Jae-ha. Hang-ah diam-diam tersenyum senang.
“Kenakan jins dan topi, kita akan berjalan-jalan. Bergandengan tangan.”
“Bisakah?”
Hang-ah balas berbisik, seakan-akan mereka sedang membicarakan hal yang
tak boleh dilakukan. “Kita harus menyiapkan pernikahan dan melakukan
kegiatan promosi. Kita begitu sibuk, bagaimana bisa…”
“Apa
salahnya menggunakan waktu luang untuk berkencan? Sudahlah jika kau tak
mau,” ujar Jae-ha pura-pura kesal, “Aku mungkin akan syuting dengan
orang lain saja. Banyak wanita cantik di sana. Apakah aku perlu membuat
film dengan mereka?”
Hang-ah tak termakan usaha Jae-ha untuk
membuatnya cemburu. Ia bertanya apakah mereka benar-benar bisa seperti
orang biasa, pergi makan kue dan minum kopi.
“Benar-benar bisa?” tanyanya, kali ini tak menyembunyikan perasaan senangnya.
Jae-ha
tersenyum mengiyakan. Hang-ah berkata ia akan segera datang begitu
kegiatannya selesai. Ia meminta Jae-ha menunggu. Mereka tak sabar untuk
segera bertemu dan berkencan.
Tapi
sebagai seorang Raja kehidupan Jae-ha tidaklah sesederhana itu. Apalagi
muncul berita bahwa Amerika mendadak berbuat ulah dengan membatalkan
penyesuaian nilai tukar, akibatnya kenaikan pajak rakyat tak bisa
dihindari.
“Tampaknya mereka mulai menjatuhkan sanksi ekonomi pada kita,” kata Sekretaris Eun.
“Apa alasannya?” tanya Jae-ha.
“Dan juga Direktur Dewan Keamanan Amerika ingin berbicara dengan Yang Mulia. Sepertinya mengenai masalah ini.”
Jae-ha
dan Direktur itu (yang ternyata Komandan Amerika yang ingin Jae-ha
minta maaf sebagai Raja saat insiden WOC) berbicara lewat telepon.
Direktur itu tanpa basa-basi berkata kalau mereka sedang mengajukan
petisi untuk membebaskan Bong-gu dengan jaminan. Seluruhnya 232
politisi. Bukan hanya dari Amerika dan Cina, tapi juga dari
negara-negara lainnya.
“Penangkapan John Mayer adalah tragedi
internasional.” Whaaa???? Lalu disebut tragedi apakah kematian Jae-kang
dan Shi-kyeong??? Hal itu juga yang menjadi argumentasi Jae-ha. Tapi
Direktur itu berkata pengadilan yang berhak membuat penilaian. Direktur
itu mengancam akan memberi lebih banyak sanksi pada Korsel jika Jae-ha
tak ikut mengajukan petisi untuk pembebasan Bong-gu dengan jaminan.
Belum
tahu dia berapa IQ Jae-ha hehehe^^ Jae-ha bertanya apakah permintaan
pembebasan Bong-gu itu diajukan secara resmi oleh “negara” Amerika
Serikat, dan bukan dari Direktur itu secara pribadi.
“Well, itu bagian dari kebijakan para politisi Amerika. Seperti kau tahu, aku adalah Direktur Dewan Keamanan Amerika.”
“Benarkah? Aku adalah Raja Korea Selatan,” sahut Jae-ha.
Karena
bukan pemerintah Amerika Serikat yang secara resmi mengajukan
permintaan, ia tidak bisa mengerti permintaan itu. Dengan tenang ia
meminta Direktur itu meneleponnya lagi jika pemerintah Amerika sudah
resmi mengambil sikap.
Jadi
sebenarnya tekanan dan sanksi itu bukan datang dari negara Amerika,
tapi dari Direktur itu yang merupakan sekutu Bong-gu. Namun tetap saja
sanksi itu menyulitkan perekonomian Korsel.
Jae-ha memanggil
memanggil Menteri Ekonomi dan Menteri Urusan Luar Negeri untuk
membicarakan masalah ini. Masalah ini cukup serius karena jika sanksi
berlangsung selama 6 bulan saja, perekonomian Korea akan sulit
dipulihkan. Menteri Luar Negeri menyarankan agar mereka menuruti
permintaan itu. Bukankah pembebasan dengan jaminan bukan berarti Bong-gu
terbebas dari tuntutan?
“ Dia tidak boleh dibebaskan dengan
jaminan, Yang Mulia,” kata Sekretaris Eun tegas, “Pembebasannya akan
berpengaruh besar pada pengadilannya nanti. Dia pasti akan melarikan
diri ke negara lain (yang bukan anggota ICC) selama ia dibebaskan. John
Mayer harus menerima hukumannya.”
Jae-ha mengangguk setuju.
Hang-ah telah kembali ke istana. Ia mengenakan pakaian kasual dan melangkah riang, siap untuk kencannya dengan Jae-ha.
Tapi
ia berhenti di ambang pintu ketika Jae-ha mengatakan sesuatu mengenai
sanksi ekonomi. Hang-ah melihat wajah tunangannya yang nampak kusut. Ia
melihat Jae-ha menerima telepon yang mengingatkannya akan jadwal
selanjutnya, Jae-ha meminta agar semua jadwalnya dibatalkan untuk hari
itu. Termasuk kencannya.
Hang-ah melihat ayahnya berjalan menghampirinya. Wajahnya sama kusut dengan Jae-ha.
Ternyata
yang mendapat tekanan bukan Korsel saja tapi Korut juga. Cina telah
memblokir jalur pipa gas yang menuju Utara. Saat ini partai Utara sedang
ricuh. Jika terus seperti itu, rakyat Utara akan kekurangan bahan
makanan.
Hang-ah sangat kesal. Ia berkata Bong-gu tidak boleh
dilepaskan begitu saja. Ia mengingatkan ayahnya akan apa yang telah
dilakukan Bong-gu pada dirinya. Tapi ayah Hang-ah hanya menunduk tak
berdaya.
“Ayah, kita Korea Utara juga harus menyumbangkan kekuatan.”
“Mereka memberi kami banyak tekanan.”
“Lalu,
jika Kim Bong-gu dilepaskan, apakah Cina akan memberi kita hadiah?”
tanya Hang-ah. Mereka hanya akan semakin menggunakan kekuasaan mereka
dengan sewenang-wenang.
“Bukankah ini masalah Korea Selatan?”
kata ayahnya. Ia bertanya tak bisakah Hang-ah tidak turut campur masalah
negara (Selatan) dan hanya mendukung Utara.
“Ayah!!” protes Hang-ah. Ayah Hang-ah menunduk, nampak malu karena telah mengusulkan hal seperti itu pada Hang-ah.
Hang-ah
berkata tugas terpentingnya saat ini adalah melindungi Jae-ha. Bukankah
ayahnya sendiri yang mengatakan bahwa ia sekarang orang Selatan. Ayah
Hang-ah tak bisa berkata apa-apa lagi.
Hang-ah menemui Jae-ha yang masih terus sibuk. Jae-ha meminta maaf karena telah mengingkari janjinya untuk berkencan.
Hang-ah
ingin meringankan beban Jae-ha, karena itu ia berkata kalau Utara akan
mengirimkan wakilnya ke ICC. Termasuk dirinya yang akan pergi.
“Apa?”
“Yang
Mulia, bukankah Kim Bong-gu telah melakukan kejahatan dengan mengganggu
perdamaian Utara-Selatan? Pada saat seperti ini, mengirimkan orang
sepertiku sebagai perwakilan akan saat berguna. Dan lagi cara pendekatan
kita berdua sangat mirip,” bujuk Hang-ah.
“Tidak boleh,” Sahut Jae-ha tegas. “Penculikan, dipenjara….kesulitan apa lagi yang hendak kau jalani?”
“Aku ingin membantu Yang Mulia. Dan lagi…”
“Aku
hanya ingin kau tinggal di sini dan tak melakukan apapun sampai Kim
Bong-gu dihukum. Setidaknya sampai ia diadili, tidak bisakah kau tinggal
di sisiku saja?”
Hang-ah terus berusaha membujuk Jae-ha untuk
mengijinkannya pergi. Masalah Bong-gu harus diselesaikan secepat mungkin
dan ia melihat saat ini hanya Jae-ha dan Korea Selatan yang sedang
berjuang untuk mencari kadilan. Ia juga ingin membantu.
“Sudah
kubilang tidak apa-apa, kau tinggal saja di sini,” Jae-ha menaikkan
suaranya. “Aku tidak sanggup bila kau diculik lagi.”
“Kalau begitu sampai kapan aku harus bersembunyi?
“Bukankah aku sudah bilang? Sampai Bong-gu diadili.”
“Bagaimana
jika ia tidak dipenjara? Apa kau akan seumur hidup bersembunyi di
istana dan takut padanya?” tanya Hang-ah. Jae-ha tetap pada
pendiriannya, Hang-ah tidak boleh pergi. Hang-ah meninggalkan Jae-ha
dengan kesal. Jae-ha terlihat menyesali pertengkaran mereka.
Tampaknya Hang-ah juga menyesal. Ia mengeluh hanya karena ingin menangkap Bong-gu, Jae-ha telah memarahinya.
Kepala
keamanan menemui Hang-ah dan bertanya apakah Hang-ah bisa pergi ke
suatu tempat di mana ia pernah mengadakan kegiatan sosial.
Hang-ah
bingung, semalam ini? Kepala keamanan mengiyakan. Ada seorang lansia
kesepian yang ingin sekali bertemu dengan Hang-ah. Hang-ah berkata
dengan nada menyesal kalau ia telah dilarang pergi keluar istana oleh
Jae-ha.
“Aku
boleh pergi, bukan?” tanyanya senang, tiba-tiba menyadari kalau kepala
keamanan tidak akan memintanya jika Jae-ha belum mengijinkan. Kepala
keamanan membenarkan, Jae-ha telah memberinya ijin. Hang-ah tersenyum.
Hang-ah diturunkan di suatu tempat yang gelap dan sepi. Ia
bertanya-tanya di mana lansia yang harus ditemuinya. Tiba-tiba mobil
mengantarnya meninggalkan Hang-ah.
Hang-ah kebingungan berdiri
di tempat yang gelap itu. Seseorang menjentikkan jarinya. Kembang api
serta merta memenuhi langit, lampu berwarna-warni menyala, dan air
mancur di tempat itu dijalankan. Jae-ha berdiri di tengah-tengah,
tersenyum memandang Hang-ah. Romantis banget^^
Hang-ah tersenyum geli. Apakah lansia yang harus dikunjunginya bernama Lee Jae-ha? “Ya,” kata Jae-ha malu-malu.
“Apakah ini tempat romantis yang pernah kaubicarakan?” tanya Hang-ah.
Jae-ha
berkata sekarang sudah jam 11 malam. Tempat yang ia maksudkan
sebelumnya telah dipenuhi banyak orang. Mereka akan segera dikenali
dalam 2 detik.
“Apa yang akan kaulakukan jika Kim Bong-gu
muncul?” sindir Hang-ah. “Aku ketakutan….” Hang-ah cemberut. Jae-ha
tertawa geli. Ia berkata tempat itu sudah dijaga ketat jadi tak perlu
khawatir.
“Sudahlah, tak ada orang dan tak ada yang bisa dilihat di sini,” kata Hang-ah pura-pura kecewa.
“Bukankah aku ada di sini,” protes Jae-ha.
“Juga tidak ada cahaya matahari.”
“Ada cahaya bulan.”
Hang-ah
masih cemberut. Jae-ha meminta maaf karena tak bisa menggandeng tangan
Hang-ah seperti yang pasangan lain lakukan. Tak bisa minum teh dan
jalan-jalan bersama.
“Aku benar-benar minta maaf.”
Hang-ah akhirnya tersenyum.
“Aku
minta maaf karena berteriak padamu setiap hari. Aku minta maaf karena
marah padamu. Kubilang aku akan memberimu kebahagiaan tapi aku membuatmu
mengalami berbagai penderitaan. Aku benar-benar minta maaf. Jadi aku
tak ingin kehilangan dirimu lagi. Jika aku tak memilikimu, aku tak akan
bisa melakukan apapun.”
Hang-ah tak mengatakan apapun. Ia tersenyum mengerti dan memeluk Jae-ha erat-erat.
Kencan
mereka pun dimulai. Jae-ha “menyeret” Hang-ah untuk menaiki roller
coaster. Hahaha…wanita jagoan kok takut naik roller coaster (kalo aku
bukan jagoan jadi takut setengah mati hehehe^^).
Tapi begitu ia
naik ke rolloer coaster dan melihat apa yang ada dihadapannya, Hang-ah
berseru kagum. Pada akhirnya Hang-ah yang berteriak-teriak ingin naik
lagi sementara Jae-ha terlihat pucat :D
Mereka
safari malam melihat binatang-binatang. Raja kita mengalungi makanan
ringan dan menyuapi calon Ratu. Mereka menghabiskan waktu bersama dengan
bahagia.
Saat
mereka berjalan sambil bercanda, tiba-tiba Jae-ha berjongkok. Hang-ah
bingung saat berbalik tak melihat Jae-ha. Jae-ha ternyata sedang
mengikat tali sepatu Hang-ah.
“Jika tali sepatumu terlepas,
orang bilang ada yang sedang memikirkanmu saat ini. Menurutmu siapakah
orang yang paling memikirkanmu saat ini?” tanyanya. Hang-ah tersenyum.
Hehe…Jae-ha gombal juga ya^^
But Ha Ji-won is really really really a lucky woman (Jo In-sung, Kang Dong-won, Hyun Bin, and now Lee Seung-gi??? Ckckck…. )
Mereka
duduk bersantai di taman di bawah sinar rembulan. Hang-ah kembali
mengungkit penyebab pertengkaran mereka. Ia mengajak Jae-ha pergi
bersamanya ke ICC. Ia minta Jae-ha tidak melihatnya hanya sebagai
seseorang wanita, tapi sebagai seseorang yang bisa bergandengan dengan
Jae-ha menghadapi masalah. Bukankah kendaraan roda dua lebih stabil
dibandingkan yang beroda satu?
“Apa kau benar-benar ingin pergi?” tanya Jae-ha. Ia masih keberatan dengan kepergian Hang-ah.
“Komrad Lee Jae-ha…”
“Sudah
kubilang aku tidak mau jadi komradmu,” ujar Jae-ha. Tapi ia tak ingin
bertengkar lagi dengan Hang-ah. Jae-ha menarik nafas panjang.
“Baiklah, anggap saja aku ini Kim Bong-gu. Apa yang akan kaulakukan?”
Hang-ah
berkata ia akan pergi ke ICC, bukan pergi menemui Bong-gu di tempat
penahanan. Jae-ha bertanya bagaimana jika Bong-gu melarikan diri.
“Aku Kim Bong-gu. Apa yang akan kaulakukan jika melihatku?” tanya Jae-ha.
Hang-ah
menarik nafas panjang. Lalu ia tiba-tiba memiting lengan Jae-ha dan
membaliknya. Satu tangan menahan tangan Jae-ha dan satu lagi di leher
Jae-ha.
“Ini adalah perkenalan diri yang terlambat,” kata
Hang-ah dengan nada mengancam, “Aku adalah Kim Hang-ah, tunangan Raja
Korea Selatan. Orang Selatan menyebutku wanita dari Utara.”
Jae-ha
tertegun. Hang-ah mengetatkan cengkeramannya. “Kau brengsek. Kau
bertemu dengan orang yang tepat saat ini. Kau…menyebabkan kekasihku
begitu tersiksa? Hari ini adalah hari kematianmu.” (wah kalau bener ada
scene Hang-ah menyerang Bong-gu seperti ini keren banget hahaha^^)
“Aku
akan bersikap baik,” sahut Jae-ha (kata-kata yang diucapkannya saat
Hang-ah “membantainya” di kamar mandi pada pertemuan pertama mereka).
“Apapun yang kaukatakan…aku akan mendukungmu.”
Hang-ah tersenyum dan melepaskan Bong-gu…eh Jae-ha. Ia meminta waktu tiga hari.
“Cepatlah kembali,” kata Jae-ha.
“Kau tahu aku selalu berada di sisimu, bukan? Aku akan kembali,” Hang-ah menenangkan.
Jae-ha
bangkit berdiri dan memandang Hang-ah dengan lembut, lalu mengecup
bibirnya. Hang-ah tersenyum dan balas mengecup Jae-ha. Lalu……
Hang-ah
pergi ke ICC dan bertemu dengan penuntut ICC yang menangani kasus
Bong-gu. Ia membeberkan semua kejahatan dan pelanggaran yang dilakukan
Bong-gu. Temasuk kepemilikan paspor ilegal di banyak negara, pelenyapan
barang bukti, dsb.
Tapi penuntut itu memotong ucapan Hang-ah dan
berkata kalau Bong-gu telah dibebaskan dengan jaminan 20 menit yang
lalu. Petisi para politisi dari berbagai negara telah dikabulkan.
Hang-ah dan timnya terkejut, bukankah keputusan itu baru akan diputuskan
2 minggu lagi. Penuntut itu berkata hakim telah memberikan pengecualian
atas dasar kesehatan Bong-gu yang memburuk.
Pada intinya
penuntut itu berkata sia-sia saja Hang-ah ingin membatalkan pembebasan
itu. Kekuasaannya tak seimbang. Lawan mereka adalah Amerika Serikat.
Penuntut
itu pamit. Hang-ah kesal. Ia berkata ia adalah perwakilan dari Korea
Utara, tidak bisakah penuntut itu mendengarkannya selama 5 menit saja.
Penuntut itu berkata ia telah berulangkali menemui perwakilan berbagai
negara. Apakah ada alasannya hingga ia harus berbicara denga perwakilan
Korea Utara selama lebih dari dua menit?
Hang-ah terduduk lesu. Kecewa dan kesal.
Ia
dan timnya berjalan ke luar ICC dengan wajah sedih. Ia bertanya
sebenarnya negaranya dianggap apa? Bagaimana bisa begitu tak berkuasa?
Sebuah
mobil berhenti tak jauh dari mereka. Bong-gu. Ia turun dari mobilnya.
Para pengawal bergerak ke depan untuk menjaga Hang-ah. Hang-ah
mengangkat tangannya, memberi tanda kalau ia tak apa-apa. Ia menatap
Bong-gu dengan tajam.
“Sepertinya negara kalian naik derajat,”
sindirnya,” Tentu saja, kau kan akan menikah dengan Raja. Suamimu pasti
akan memberi banyak bantuan (ke Utara)…”
“Kudengar kau
menggunakan alasan kesehatan untuk mendapat pembebasan bersyarat. Tapi
kulihat kau tak sesakit itu,” balas Hang-ah dengan dingin.
Bong-gu
berkata hanya para politikus berpengaruh yang mengerti betapa sakit
hatinya. Tentu saja, menghadapi bencana penjara pasti akan menimbulkan
kegalauan, sindir Hang-ah.
“Bagaimana dengan pernikahan kalian?” tanya Bong-gu.
“Asalkan kau tak mengganggu…”
“Tentu saja aku akan melakukannya…Aku akan menciptakan pertempuran besar,” kata Bong-gu tersenyum.
Pada
saat yang sama, Jae-ha bertemu dengan Direktur Amerika (sekutu Bong-gu)
di istana. Direktur itu memberitahu Jae-ha kalau mereka akan menyerang
Utara dengan bom. Hal itu belum diputuskan tapi sedang terus
dibicarakan.
“Apa kau senang?” ujar Jae-ha. Perekam Ilseongnok pun diaktifkan.
Entah
Direktur itu melihatnya atau tidak, ia bertanya apa maksud perkataan
Jae-ha barusan. Jae-ha berkata bukankah seharusnya Direktur itu tidak
berbicara sembarangan jika hal itu belum resmi diputuskan. Mulai
sekarang ia ingin Direktur itu menjawab pertanyaannya dengan jujur.
“Apakah
Amerika sudah memutuskan untuk menyerang Korea Utara?” tanyanya. (ini
adalah pertanyaan jebakan Jae-ha. Agar jika terjadi sesuatu, Direktur
itu harus mempertanggungjawabkan perkataannya)
“Ini adalah
strategi militer negara kami. Kami tidak pernah mengatakannya pada orang
asing, dan kami tidak akan memberitahu Korea. Kami tidak punya
kewajiban untuk itu,” jawab Direktur itu, ia tidak terjebak.
Jae-ha
menarik nafas panjang dan membenarkan perkataan Direktur itu. Direktur
itu berkata belum ada keputusan yang dibuat mengenai serangan Amerika ke
Utara. Ia memastikan ia akan kembali menemui Jae-ha.
Jae-ha tersenyum dan bangkit berdiri. Dengan ramah ia mengulurkan tangan untuk menjabat tangan Direktur itu.
“Oya,
jika kalian menyerang Utara, kalian sebaiknya tidak melangkah ke
Selatan,” ujar Jae-ha. Artinya ia tidak akan membantu Amerika menyerang
Utara, bahkan tidak membiarkan Selatan sebagai pintu masuk Amerika ke
Utara. Senyum Direktur itu langsung lenyap (walau lebih keliatan
merengut kaya anak kecil hehehe…aktor asing ini agak parah aktingnya :p)
Kembali ke “perbincangan” Hang-ah dan Bong-gu. Bong-gu tahu Jae-ha bukan orang yang mudah dihadapi.
“Tapi
Jae-ha hanya seorang Raja. Kekuasaannya terhadap militer juga tidak ada
apa-apanya. Tidak akan berhasil. Jadi akan lebih baik jika kalian
berdiam diri dan membiarkan diri kalian dipukul beberapa kali, bukankah
akan baik?” kata Bong-gu mengintimidasi.
“Bagaimana ini?
Ekspresi matamu menunjukkan ketidakyakinan dan ketidakstabilan,” sahut
Hang-ah. Bong-gu terlihat bingung. Hang-ah berkata ia diajarkan untuk
membaca ekspresi orang saat ia dilatih untuk membunuh.
“Pengendalian
ekspresi. Tapi kau sama sekali tidak bisa mengendalikannya. Apa kau
ketakutan hingga seperti ini?” tanya Hang-ah pura-pura prihatin.
Bong-gu
tertawa. “Menarik, Nona Utara. Aku akan mengirim surat pada Lee Jae-ha
hari ini. Hadiah pernikahan. Kalian sebaiknya membacanya baik-baik. Apa
yang Korea Utara harus lakukan untuk bertahan di dunia ini? Itu adalah
rahasiaku,” ujar Bong-gu sebelum ia berbalik pergi. Hang-ah hanya
menatapnya dengan tenang.
“Oya, Korea Selatan juga akan sulit
untuk bertahan jika terjadi perang,” katanya, “Pengendalian ekspresi!!
Jelas-jelas ekspresimu berubah.” Bong-gu menertawakan Hang-ah lalu
pergi. Hang-ah kesal melihat Bong-gu bebas pergi begitu saja (me too
>,<)
Surat
yang dimaksud oleh Bong-gu adalah rincian daftar persyaratan dari Klub M
agar perang Utara-Selatan tidak terjadi. Pada intinya, mereka ingin
mengendalikan Korea Selatan dan meminta tuntutan terhadap Bong-gu
dibatalkan. Sekretaris Eun berkata tentu saja mereka tidak boleh
memenuhi tuntutan itu. Sama saja dengan menjual Korsel pada Klub M untuk
dikendalikan.
Ia, Jae-ha, dan Hang-ah sedang membicarakan surat
tersebut. Jae-ha khawatir jika perang benar-benar meletus. Sekretaris
Eun berkata sejak awal mereka memang selalu dalam ancaman perang.
Hang-ah berkata rencana perkawinannya membuat semuanya bertambah buruk.
“Nona Kim Hang-ah tidak melakukan kesalahan apapun,” kata
Sekretaris Eun menenangkan. “Mereka hanya berusaha mencari kesalahan.
Sekarang mereka menyerang kita secara psikologi untuk menekan kita. Kita
tidak boleh membiarkan mereka mengendalikan kita.”
Rupanya
Sekretaris Eun benar-benar telah belajar dari kesalahannya. Ia sekarang
sangat menentang Klub M (atau karena dendam juga Bong-gu telah membunuh
Shi-kyeong).
Jae-ha masih khawatir akan terjadi perang. Bong-gu sanggup melakukan apapun.
Sekretaris
Eun berkata hanya ada dua pilihan bagi Jae-ha. Pertama, memenuhi semua
tuntutan Bong-gu dan mengobarkan bendera putih tanpa syarat. Menyerahkan
negara mereka. Kedua, mencoba segala cara kecuali menyerah, dan
berusaha sebaik-baiknya mencegah terjadinya perang.
“Jika Yang Mulia seorang warga negara, Raja seperti apa yang akan Yang Mulia pilih?”
Jawabannya sudah pasti. Jae-ha memandang Hang-ah yang sejak tadi mengamati reaksinya. Jae-ha tersenyum.
“Kita mulai dengan diplomasi,” ujarnya. Mereka tidak akan menyerah.
Jae-ha
dan Hang-ah mengunjungi 20 negara untuk menjalankan kegiatan
diplomatik. Gunanya? Mendekati mereka agar mendukung persatuan Utara dan
Selatan.
Dong-ha
menemui Jae-shin dan menyerahkan brankas peninggalan Shi-kyeong. Ia
telah diberitahu jika terjadi sesuatu pada Shi-kyeong, maka ia harus
menyerahkan kotak itu pada Jae-shin. Kotak itu diberikan pada setiap
pengawal kerajaan untuk menyimpan barang berharga mereka.
“Berapa kodenya?” tanya Jae-shin. Duka masih menyelimuti wajahnya.
“8603… maafkan aku,” Dong-ha lupa kode selanjutnya. Ia merogoh kantung celananya.
Jae-shin menekan tombol 860315. Kode diterima. Dong-ha terkejut.
“Itu
adalah tanggal ulang tahunku,” kata Jae-shin dengan sedih. Ia membuka
kotak itu. Di dalamnya hanya terdapat sebuah video VHS (kuno banget^^).
Dong-ha
memasukkan video itu ke pemutar VHS milik Shi-kyeong yang hanya berada
di ruangan Shi-kyeong. Sekarang ruangan itu digunakan oleh Dong-ha, tapi
untungnya ia tidak membuang pemutar video itu walau sudah ketinggalan
jaman. Dong-ha menyerahkan remote pada Jae-shin lalu meninggalkannya
sendirian.
Jae-shin menekan tombol “play”. Muncullah Shi-kyeong di layar dengan wajah lugunya T_T
“Ehem…awalnya aku berniat menulis surat tapi aku penulis yang buruk jadi aku membuat video ini.”
Jae-hin meneteskan air mata.
“Mengenai
ciuman itu, aku minta maaf. Aku seorang pengecut, Puteri. Karena aku
membosankan dan menyebalkan, jika aku membuat kesalahan sedikit saja
mungkin akan membuat Puteri merasa bosan. Jadi aku hanya bisa
memperhatikan Puteri dari jauh. Tapi tetap saja itu tidak berhasil,”
Shi-kyeong tersenyum malu.
Jae-shin menonton video itu seakan Shi-kyeong duduk di hadapannya.
“Sejak
pertama kali bertemu denganmu, aku telah menyukaimu. Kau sangat bebas
dan anggun. Sikap-sikap yang tidak aku miliki. Aku telah memikirkannya
puluhan ribu kali mengenai betapa baiknya jika aku adalah orang yang
Puteri sukai. Aku tak sepadan untuk Puteri, bukan?”
Jae-shin
menangis, karena sebenarnya ia juga merasakan hal yang sama pada
Shi-kyeong. Ia merasa tak sepadan dengan Shi-kyeong karena ia cacat.
“Karena
itu aku mengumpulkan keberanianku karena aku ingin menjadi orang yang
sepadan dengan Puteri. Jika Puteri melihat video ini….Tidak, aku… Tidak,
Puteri tidak akan menonton video ini (karena artinya Shi-kyeong telah
mati jiak Jae-shin sampai menonton video ini). Aku juga tidak akan mati.
Aku akan kembali dengan penuh percaya diri,” Shi-kyeong tersenyum
dengan yakin.
Ia mengeluarkan sebuah buku dan memperlihatkannya pada Jae-shin. Buku kumpulan humor.
“Aku akan membawa buku ini bersamaku. Tidak akan ada lagi orang yang membosankan di masa yang akan datang.”
Jae-shin tertawa di tengah tangisnya.
Shi-kyeong
bahkan melucu dengan berkata kalau ia akan luwes mulai dari sekarang,
sambil mengangkat tangannya. Ia menertawakan dirinya sendiri.
“Aku
akan akan penuh percaya diri dan keren seperti Puteri saat aku
kembali.Dan akan mengatakannya sendiri pada Puteri. Bahwa aku
mencintaimu,” Shi-kyeong tersenyum polos.
Ia memberi hormat. Jae-shin menangis tersedu-sedu.
Bong-gu
melihat berita mengenai kegiatan Jae-ha (yang mengadakan kegiatan
diplomatik bersama Menteri dari Korut ke Jerman dan negara-negara lain
di Eropa) melalui pesawat televisi di rumah sakit. Karena ia mengajukan
pembebasan dengan alasan kesehatan, maka ia harus dirawat agar terlihat
lebih meyakinkan.
Ia bertanya pada Daniel Craig mengenai balasan
surat yang ia kirimkan pada Jae-ha sebagai hadiah pernikahan. Belum ada
tanggapan dari Jae-ha. Jae-ha malah mengadakan perjalanan diplomatik
bersama pejabat dari Utara juga.
“Bagaimana dengan Amerika?” tanya Bong-gu.
“Para
senator berusaha keras. Tapi mereka mengalami kesulitan untuk membuat
alasan penyerangan ke Utara tanpa penyebabkan perdebatan politik. Dan
lagi Utara dan Selatan sedang dalam keadaan damai pada saat ini. Tidak
ada lagi alasan,” jawab Daniel Craig.
“Benarkah? Kalau begitu buatlah alasan,” ujar Bong-gu.
Berikutnya,
tersiar dalam berita terjadi ledakan bom bunuh diri di Michigan (sebuah
kota di Amerika), oleh teroris yang diidentifikasi sebagai teroris dari
Korea Utara. Direktur Amerika tersenyum melihat berita itu dan
menelepon Presiden. Melaporkan kalau teroris Korut menyerang mereka. Ia
bertanya berapa lama lagi mereka harus memberi tolerasi.
Jae-ha
menonton Presiden Amerika memberi pernyataan akan melawan aksi teroris
Korut dan melakukan tindakan keras. Ia langsung memerintahkan untuk
pulang ke Korsel.
Tentu
saja teroris itu bukan dari Korut. Itu adalah perbuatan Klub M untuk
mengadu domba Korut dan Amerika. Lalu karena Amerika sekutu Korsel, maka
Korsel dipaksa untuk membantu Amerika menyerang Korut. Dengan demikian
yang berperang adalah Utara dan Selatan.
Komandan Tinggi Korut
sangat kesal atas tuduhan Amerika. Ayah Hang-ah menemuinya. Ia berkata
masalah ini tidak sederhana. Sepertinya Amerika bukan hanya
menakut-nakuti.
Komandan Tinggi mengira perjanjian damai Utara
dan Selatan yang telah membuat Amerika bertindak. Ia pikir Amerika tidak
senang dengan kedekatan Utara dan Selatan.
Ayah Hang-ah
mengusulkan agar mereka meminta bantuan Selatan. Terus menyangkal kalau
serangan teroris ini perbuatan Utara hanya akan sia-sia dan malah akan
memperburuk keadaan. Apalagi mereka tidak tahu apakah benar Amerika akan
menyerang Utara atau tidak.
“Jadi kita harus meminta bantuan
pada Selatan untuk menjadi perantara kita dengan Amerika? Apakah Selatan
akan lebih mementingkan kita daripada Amerika?” tanya Komandan Tinggi
tak percaya.
“Kalau begitu, apa kau ingin bertempur dengan Amerika?” tanya ayah Hang-ah. Komandan Tinggi mendesis kesal.
“Tidak,
bukan? Kita akan mati jika kita melawan mereka. Hubungi Selatan dengan
diam-diam dan minta mereka menjadi mediator Amerika dan kita,” ayah
Hang-ah menasihati. Komandan Tinggi tampaknya setuju. Tak ada jalan
lain.
Sementara
itu Perdana Menteri Korsel mendapat telepon dari seorang Jenderal
bintang empat Amerika. Sigh….PM ini tidak bisa diharapkan >,<
Entah
apa yang mereka bicarakan, yang pasti Korsel mengumumkan melalui berita
bahwa persiapan perang telah dinaikkan ke tingkat 3. Komandan Tinggi
Korut dan ayah Hang-ah menyaksikan berita ini melalui TV.
Ayah
Hang-ah terkejut mendengar berita bahwa Korsel akan memihak Amerika dan
menyerang Utara. Komandan Tinggi tersenyum sinis, setelah WOC dan
pertunangan Utara-Selatan, inikah hasil dari 3 tahun kepercayaan yang
telah mereka bangun? (juga hasil kerja keras Jae-kang dan ayah Hang-ah)
Komandan
Utara mengangkat telepon, hendak mengumumkan perang. Ayah Hang-ah masih
berusaha menasihatinya, tapi Komandan Tinggi membentak ayah Hang-ah.
Jika ayah Hang-ah hendak membicarakan kepercayaan Utara-Selatan lagi,
sebaiknya ayah Hang-ah keluar sekarang juga. Ayah Hang-ah tak bisa
berkata apa-apa lagi.
Maka segera muncul dalam berita kalau
Korut mengumumkan perang terhadap Korsel karena merasa dikhianati. Para
pengawal kerajaan melihat berita itu dan bingung mengapa Korut menuduh
mereka berkhianat.
Komandan pengawal kerajaan menelepon Dong-ha
dan memberinya sebuah tugas. Dong-ha merasa keberatan dengan tugas itu
tapi akhirnya ia menurut.
Ia
menemui Jae-ha dan Hang-ah yang masih berada di atas kapal. Mereka
telah tiba di Korsel dan siap kembali ke istana, tapi Dong-ha meminta
Jae-ha kembali sendirian ke istana.
Jae-ha
dan Hang-ah bingung. Dong-ha berkata ayah Hang-ah hendak menemui
Hang-ah. Jae-ha tersenyum dan berkata ia juga akan menemui ayah Hang-ah.
Tapi Dong-ha berkata kalau ayah Hang-ah ingin berbicara berdua dengan
Hang-ah. Dan nanti ia akan mengantar Hang-ah dan ayahnya kembali ke
istana.
Jae-ha
masih merasa ada yang aneh. Hang-ah menenangkannya. Ia menyuruh Jae-ha
kembali lebih dulu ke istana, ia akan menyusul. Hang-ah menyaksikan
kepergian Jae-ha dari atas kapal. Ayahnya menghampirinya. Hang-ah
menyapanya dengan gembira tapi ia heran melihat raut wajah ayahnya.
Jae-ha
dan Hang-ah berada dalam mobil yang berbeda. Hujan turun dengan lebat.
Dong-ha yang menemani Jae-ha terlihat merasa bersalah.
Sementara
itu mobil Hang-ah tidak memasuki Seoul. Hang-ah bertanya pada ayahnya
mereka hendak ke mana. Ayah Hang-ah tak menjawab dan tak berani
memandang wajah puterinya.
Iring-iringan
mobil Jae-ha berhenti di markas militer. Para Jenderal menemuinya.
Jae-ha bertanya apa yang sebenarnya sedang terjadi. Dong-ha memberitahu
Jae-ha kalau persiapan perang telah dinaikkan ke level 3 dan sekarang
komando militer menjadi komando gabungan Korsel-Amerika.
“Apa???!” seru Jae-ha kaget.
Hang-ah
dibawa ayahnya ke perbatasan Utara-Selatan. Hang-ah berteriak pada
ayahnya untuk memberitahunya apa yang sebenarnya sedang terjadi. Ia
digiring oleh pengawal ayahnya.
“Utara telah mengumumkan kalau mereka akan menyerang Seoul,” kata Dong-ha pada Jae-ha.
“Ini
perang. Amerika telah mengumumkan akan menyerang Pyeongyang,
dan….Pyeongyang akan menyerang Seoul,” kata ayah Hang-ah pada puterinya.
Jae-ha dan Hang-ah terbelalak.
“Bagaimana dengan Hang-ah?” tanya Jae-ha.
“Mari
kita pergi. Kita bisa pergi sekarang karena aku memohon pada Menteri
Persatuan Korsel,” kata ayah Hang-ah. Hang-ah dipegangi oleh pengawal
ayahnya dan diseret melewati perbatasan.
“Tidak, aku tidak bisa kembali ke Utara seperti ini!” seru Hang-ah.
“Aku tanya Hang-ah di mana?!!” bentak Jae-ha pada Dong-ha.
“Komrad Lee Jae-ha!!” seru Hang-ah meronta-ronta berusaha melepaskan diri. “Ayah!!!”
source : http://patataragazza.blogspot.com/2012/06/sinopsis-king-2-hearts-episode-19.html
re-posted and re-edited by : dianafitriwidiyaniblogspot.com
No comments:
Post a Comment