Hang-ah
dan Jae-ha sama-sama gugup, menanti apa yang akan akan terjadi setelah
mereka tertangkap basah. Mereka dipisahkan dalam ruang berbeda.
Jae-ha gelisah menanti kakaknya datang. Ketika pintu dibuka, ia cepat-cepat berkata, ”Kak, apa yang kaulihat tadi…”
Jae-ha
kaget saat melihat ternyata bukan kakaknya yang masuk melainkan ayah
Hang-ah. Jae-ha langsung menunduk seperti anak sekolah yang akan
dihukum. Hang-ah juga kaget saat melihat Raja yang menemuinya.
Jae-kang mempersilakan Hang-ah. Dengan lembut ia bertanya apakah Hang-ah begitu menyukai Jae-ha. Hang-ah menunduk malu.
“Terima kasih, Nona Kim Hang-ah.”
Mendengar
itu, pelan-pelan Hang-ah mengangkat kepalanya. Jae-kang meminta maaf
pada Hang-ah. Karena Jae-ha, Hang-ah pasti banyak menderita.
“Bukan begitu, aku tidak apa-apa,” kata Hang-ah.
Jae-kang
berkata setelah pertunangan segalanya akan menjadi lebih sulit. Pihak
Utara dan Selatan tidak terlalu saling mengenal dan mengerti satu sama
lain. Setiap orang mungkin berkomentar tidak baik mengenai Hang-ah.
Salah paham dan bahkan dengan agresif menentang Hang-ah. Apakah itu
tidak apa-apa?
“Apakah kau ingin aku menanggung sebagian dari
bebanmu?” tanya Jae-kang sambil tersenyum, “Hanya sampai kau terbiasa
dengan tempat ini. Sampai Jae-ha bersikap lebih dewasa. Kau bisa
berlindung di belakangku untuk sekarang.“
Hang-ah terharu
mendengar perkataan Jae-kang. Jae-kang berkata walau ia terlihat bukan
apa-apa bagaimanapun ia adalah seorang Raja, jadi setidaknya ia memiliki
kekuasaan.
“Aku adalah perisai yang sangat cocok,” katanya.
Hang-ah bertanya apakah tidak apa-apa jika ia yang menjadi pendamping Jae-ha.
“Karena kau orangnya, semua akan baik-baik saja,” sahut Jae-kang yakin. Hang-ah tersenyum penuh haru T_T
Sementara
itu Jae-ha sedang diinterogasi ayah Hang-ah. Ayah Hang-ah bertanya
apakah Jae-ha melakukannya (mencium Hang-ah) karena menyukai Hang-ah
atau hanya bermain-main saja.
“Aku…sebenarnya….kami sedikit mabuk,” jawab Jae-ha gugup.
“Ketika keluarga kerajaan Korea Selatan mabuk, apakah mereka terbiasa memeluk wanita?”
“Bukan, bukan seperti itu. Seperti yang Anda lihat, itu karena suka sama suka.”
Ayah
Hang-ah berkata ia sudah lama tahu perasaan puterinya (yang menyukai
Jae-ha). “Tapi Pangeran Lee Jae-ha, apakah Pangeran menyukai puteriku
atau tidak?”
Jae-ha tak bisa menjawab pertanyaan ayah Hang-ah.
“Aku
mengerti. Aku harus segera kembali dan melapor pada atasanku. Pangeran
Korea Selatan mabuk, insting hewannya mengambil alih, dan mempermainkan
seorang gadis Utara. Aku akan segera kembali dan melapor pada partai.”
Jae-ha
buru-buru memegangi kaki ayah Hang-ah dan berkata bukan seperti itu
maksudnya. Ia berusaha membujuk ayah Hang-ah dengan tatapan memohon.
Tapi ia tahu ia sudah kalah.
Aku tahu Jae-ha masih belum juga mau
mengakui perasaannya pada Hang-ah. Tapi terus terang aku lebih suka
jika ayah Hang-ah mengancam akan membawa Hang-ah pulang ke Utara dan
tidak akan pernah kembali lagi ke Selatan. Dengan begitu, perasaan
Jae-ha akan terlihat.
Berita
pertunangan segera memenuhi negara itu. Pernak-pernik dengan foto
Jae-ha dan Hang-ah tersebar di mana-mana. Di topi, di bantal, tas,
bahkan bus. Para pakar memberikan analisis mereka mengenai pernikahan
lintas negara itu. Ada yang memberikan tanggapan positif, ada pula yang
negatif.
Hang-ah telah diberi visa untuk memasuki Korea Selatan.
Dan setelah menjalani pelatihan keluarga kerajaan selama 3 bulan di
istana, ia akan diberi kewarganegaraan Korea Selatan secara penuh.
Dengan demikian Hang-ah akan menjadi orang pertama yang memiliki dua
kewarganegaraan Korea.
Ayah Hang-ah menyaksikan perkembangan berita pertunangan puterinya melalui berita TV.
Seorang
ahli horoskop di TV menjabarkan prospek pasangan itu dilihat melalui
horoskop mereka. Menurutnya, mereka berdua sangat cocok. Sementara
seorang shaman berkata sang wanita (Hang-ah) sangat berbahaya. Mereka
dikelilingi oleh api. Api itu tidak hanya membakar mereka tapi juga
sekeliling mereka. Jika terjadi demikian, sang pria (Jae-ha) harus
memberi dukungan. Tapi pria itu tidak memiliki kemampuan untuk memberi
dukungan pada sang wanita. Shaman itu berkata keduanya tak memiliki masa
depan.
Ayah Hang-ah sedikit cemas memikirkan apa yang akan
dihadapi puterinya di Selatan. Ia menemui Jae-ha untuk berpamitan.
Jae-ha mempersilakan calon ayah mertuanya untuk berpamitan dengan
Hang-ah yang ada di kamar sebelah. Tapi ayah Hang-ah mendadak bersujud
memberi penghormatan pada Jae-ha, seperti pada jaman Joseon.
Jae-ha
terkejut dan segera memintanya berdiri. Tapi ayah Hang-ah tetap
menunduk. Jae-ha memberi isyarat agar para pengawal meninggalkan ruangan
(pada saat seseorang menyembah seperti itu, ia sedang merendahkan
dirinya. Jae-ha tidak ingin hal ini dilihat orang lain karena akan
mempermalukan ayah Hang-ah).
“Pangeran,
aku tidak tahu banyak mengenai kebiasaan menyebut gelar. Jadi aku tidak
tahu bagaimana cara yang benar untuk memanggil Pangeran.”
Jae-ha
berkata ini bukan jaman Joseon jadi tidak perlu bersikap terlalu
formal. Tapi, ayah Hang-ah melakukan ini bukan sebagai pejabat pejabat
Utara. Ia sekarang adalah seorang ayah yang hendak melepas puterinya
untuk memasuki keluarga kerajaan.
“Puteriku, Kim Hang-ah,
sebenarnya adalah anak yang sangat malang. Ibunya meninggal saat ia
dilahirkan. Ia tumbuh tanpa kasih seorang ibu. Walau begitu, sejak
kecil, dengan tangan-tangan mungilnya ia membuat makan malam dan
mengerjakan pekerjaan rumah tangga. Setiap kali ada waktu ia akan
bermanja-manja padaku. Kadang sebagai anak laki-laki, kadang sebagai
anak perempuan. Dengan kata lain, dia adalah segalanya bagiku,” kata
ayah Hang-ah sambil menangis, “Dia seorang yang sangat patuh. Asalkan
Pangeran mengajarinya, ia akan belajar dengan baik. Jadi, tolong…”
Ayah
Hang-ah kembali memberi hormat dengan berlutut dan membungkuk
dalam-dalam. Kali ini Jae-ha tak menghalanginya. Ia mengerti ayah
Hang-ah sedang memintanya untuk menjaga Hang-ah dengan baik.
Hang-ah
melihat kepergian ayahnya dari jendela. Ayahnya tak menemuinya untuk
berpamitan. Ia hanya melambaikan tangan seolah kepergiannya bukan hal
besar. Hang-ah menangis membaca pesan sms yang dikirim ayahnya.
“Kau harus mematuhi peraturan Selatan tanpa syarat. Mulai sekarang kau adalah bagian dari Selatan.”
“Ayah…aku minta maaf. Ayah…” isak Hang-ah.
Makan
malam pertama Hang-ah bersama keluarga kerajaan terasa canggung. Walau
Hang-ah anak pejabat Utara tapi kebiasaan dan tata krama di sana jauh
berbeda dengan Selatan, apalagi dengan keluarga kerajaan. Ia mengamati
dan mencoba mengikuti kebiasaan mereka.
Ibunda Raja bertanya apakah Hang-ah menyukai makanannya. Hang-ah menjawab dengan sopan kalau makanannya enak.
“Ibu,
nasinya harum bukan? Ini adalah ginseng khusus yang dikirim dari Utara,
lalu dicampur dengan beras,” Jae-kang membuka percakapan.
“Ahh..pantas
harum sekali. Tapi mereka tidak punya banyak uang, jadi kenapa mereka
mengirimnya?” tanya Ibunda Raja tanpa sadar kalau ucapannya bisa
menyinggung Hang-ah.
“Benar, bukannya kami tidak mengerti
keadaanmu (di Utara). Di masa yang akan datang tidak perlu mengirimnya
lagi,” sambung Jae-ha. Hang-ah melirik Jae-ha dengan kesal.
“Oya,
apakah mereka sudah menerima 100 lemari pendingin yang kami kirim? Tapi
apakah tidak terlalu berkilau jika ditaruh di rumah?
Berkilau…berkilau…berkilau…,” kata Jae-ha tanpa mempedulikan perasaan
Hang-ah.
Jae-kang menendangi kaki Jae-ha. “Aku tahu…berhentilah
menendang,” kata Jae-ha pada kakaknya. Untunglah Hang-ah sudah terbiasa
dengan gaya bicara Jae-ha yang seenaknya.
Ibunda
Raja menanyakan garis leluhur Hang-ah. Hang-ah kebingungan. Jae-kang
menjelaskan, di Korea Utara mereka tidak memiliki garis seperti itu.
Ibunda Raja ternganga.
Sedikit info, Korea Selatan sangat
menganggap penting garis keturunan mereka. Pada jaman Joseon,
keluarga-keluarga bangsawan yang berjasa diberi penghargaan dan
lama-lama mereka membentuk klan. Nama keluarga menunjukkan klan mereka
(kadang status sosial mereka juga), yang mendominasi adalah marga Kim,
Park, Lee, Kang, dan Cho. Adat melarang pernikahan dari klan yang sama.
Tak peduli mereka saudara sangat jauh sekalipun. Karena itu setiap
keluarga menyimpan catatan garis keturunan hingga ratusan tahun leluhur
mereka untuk mencegah terjadinya pernikahan sesama klan. Hingga saat ini
mereka masih bisa menyebutkan dan membanggakan jasa dan kebesaran klan
mereka.
“Apakah benar kau tidak punya?” tanya Jae-ha penasaran.
Hang-ah
menjelaskan walau begitu mereka tetap berdoa pada leluhur mereka karena
mereka percaya para leluhur memiliki kedudukan dan jasa masing-masing.
Untunglah Ibunda Raja mengerti dan tidak mempermasalahkannya. Jae-kang
tersenyum senang. Sayangnya, Hang-ah salah mengerti ucapan calon ibu
mertuanya. Ia kira ibu mertuanya membicarakan senam pagi.
“Sayangnya
kami tidak melakukan olahraga pagi maupun gerakan 1000 pinggul. Aku
baru mendengarnya ketika pertama kali tiba di sini,” kata Hang-ah
tertawa. Walau bingung, yang lain mengangguk.
“Tapi kau kan memiliki olahraga Chollima (berkuda ribuan mil), apakah itu tidak sama?” tanya Jae-ha.
Hang-ah
melirik Jae-ha dengan tatapan mautnya. Ibunda Raja melihatnya dan
terlihat khawatir (bagaimanapun juga Hang-ah adalah tentara dari unit
khusus).
“Ibu, lihat betapa menakutkannya dia,” bisik Jae-ha.
“Tidak, tidak, ia tidak menakutkan,” sahut Ibunda Raja cepat, “Ia akan menjadi menantuku, mana mungkin aku takut?”
Hang-ah tersenyum senang dan memuji wajah Ibunda Raja yang kulitnya mulus dan awet muda. Dan juga pelit.
Semua tertegun mendengar kata-kata terakhir Hang-ah. Dengan wajah polos, Hang-ah mengamati reaksi lainnya.
“Apa katamu? Ibuku pelit?” tanya Jae-ha tak percaya.
“Eh? Aku mengatakan ia orang yang ceria,” kata Hang-ah bingung.
Jae-shin
segera menangkap letak kesalahannya. Dialek. Dialek Hang-ah membuat
orang salah mengerti ucapannya. Jae-ha tertawa, “Sudah kubilang ia
seorang huh-dang bukan?” (Huh-dang adalah julukan bagi Lee Seung-gi di
acara 1Night 2 Days, artinya orang yang berbeda cara berpikirnya dengan
orang lain hingga seringkali dianggap kurang tanggap atau lemot).
Seorang pelayan tak bisa menahan tawanya. Ibunda Raja melihat hal itu dan terlihat tidak senang.
Ibunda
Raja memanggil kepala pelayan istana. Ia berkata bagaimanapun Hang-ah
akan menjadi menantunya jadi bagaimana bisa mereka menertawakannya
seperti itu.
“Dia datang ke sini sendirian, pasti dia merasa
kesepian. Itulah sebabnya kita harus memperlakukannya dengan lebih
baik.” katanya. Ibunda Raja ternyata sangat pengertian.
Hang-ah
memulai pelajaranya. Yang pertama adalah mengenai uang. Ia sama sekali
tidak tahu menahu mengenai sistem bank. Hang-ah menganggap sistem itu
merepotkan. Bukankah uang bisa disimpan di kotak penyimpanan atau di
bawah lantai kayu?
“Apakah kalian melakukannya karena takut
dicuri?” tanyanya. Pengajarnya menjelaskan, selain untuk keamanan tapi
juga untuk mendapatkan bunga. Dana keluarga kerajaan yang diperoleh pun
dikembangkan dengan cara dimasukkan ke bank.
“Dikembangkan?” tanya Hang-ah bingung. Dia pikir uangnya bisa melar. LOL^^
Hang-ah benar-benar harus belajar dari dasar >,<
Namun
Hang-ah sangat rajin dan mau belajar. Ia diajarkan mengenai mata uang
Korea dan ia menggambarkan setiap orang yang tertera pada uang tersebut.
Ibunda Raja datang dan memuji Hang-ah belajar dengan rajin
(seperti anak sekolah). Hang-ah berjanji akan meneteskan darah dan
keringat untuk melakukan yang terbaik.
Bagi ibu Jae-ha, ucapah
Hang-ah terlalu berlebihan. Ia menyarankan agar Hang-ah lebih
berhati-hati dalam berbicara. Banyak pelayan di istana ini dan juga
istana adalah tempat di mana setiap gerak gerik Hang-ah selalu diawasi.
Sebelum Hang-ah mengerti, sebaiknya Hang-ah tidak banyak bicara.
“Jadi, sebaiknya aku tidak berbicara sepatah katapun?” tanya Hang-ah.
“Bukan begitu, hanya agar kau lebih berhati-hati. Tapi mengapa kau berpikir demikian? Apa permintaanku berlebihan?”
“Bukan
begitu, aku hanya masih belum jelas mana yang benar dan mana yang salah
sehingga aku tidak tahu apa yang boleh dan tidak boleh kukatakan,” kata
Hang-ah jujur.
Tapi Ibunda Raja menganggap Hang-ah membela
dirinya sendiri dan akhirnya menyuruh Hang-ah mengatakan apapun yang
ingin ia katakan lalu pergi meninggalkan Hang-ah. Hang-ah termenung
sedih.
Jae-shin
minum-minum dengan teman-teman bandnya. Shi-kyeong dan beberapa
pengawal duduk di dekat meja mereka. Teman Jae-shin berteriak meminta
tambahan soju pada pemilik tempat makan itu. Melihat tatapan Shi-kyeong,
ia mengubah pesanannya menjadi sup ikan. Jae-shin jadi tak enak pada
temannya dan pamit pada teman-temannya.
Jae-shin keluar diikuti
para pengawalnya. Merasa gerah dan kesal karena kebebasannya dibatasi,
Jae-shin menantang Shi-kyeong berlari ke sebuah tembok kota di dekat
situ.
“1, 2, …”Jae-shin langsung berlari. Terkejut, Shi-kyeong lari menyusulnya.
Jae-shin
tiba ti tembok itu dengan terengah-engah sementara Shi-kyeong sudah
berdiri tegak menunggunya di sana. Ia bertanya mengapa Jae-shin berlari
pada hitungan ke-2, itu menyalahi aturan. jae-shin mengaku kalah dan
mencoba menaiki tembok yang cukup tinggi.
Melihat Jae-shin
kesulitan, Shi-kyeong mengulurkan tangannya untuk membantunya naik.
Jae-shin mengajak Shi-kyeong duduk bersama. Syuuut, dengan satu lompatan
Shi-kyeong naik ke tembok itu. Kereeen^^ (pemandangannya bagus banget)
Jae-shin
tertawa geli saat Shi-kyeong membuka jasnya untuk dijadikan alas duduk.
Ia melihat ke langit. Ada bintang jatuh. Ia segera menyuruh Shi-kyeong
membuat permohonan.
“Aku tidak percaya pada takhayul, “ ujar
Shi-kyeong. Jae-shin melirik kesal. “Benar-benar…Kau pikir aku tidak
tahu? bekerjasamalah denganku sedikit saja.”
Jae-shin memberi
contoh dengan melipat tangannya. Shi-kyeong melipat tangannya dan
memejamkan mata. Tapi ia tidak membuat permohonan, pelan-pelan ia
menoleh mengamati Jae-shin.
“Permohonan apa yang kaubuat?” tiba-tiba Jae-shin menoleh.
Shi-kyeong berdehem kaget.
“Perdamaian
dunia, negara yang damai? Apakah hal seperti itu?” tanya Jae-shin.
Shi-kyeong menoleh kaget, dengan tatapan” bagaimana kau bisa tahu”.
“Yang benar saja,” ujar Jae-shin,” kau benar-benar membuat permohonan seperti itu?”
Ia
menertawakan Shi-kyeong. Ia pikir hal lucu seperti itu hanya ada di
dalam drama komedi. Ternyata benar-benar ada orang seperti Shi-kyeong.
Shi-kyeong tidak tertawa. Ia bertanya apanya yang lucu. Lalu ia menanyakan apa permohonan Jae-shin.
“Aku berharap album rahasiaku yang kukerjakan diam-diam selama ini bisa menjadi hit.”
“Benar,
Puteri seorang penyanyi. Tapi aku seorang tentara. Apakah begitu aneh
jika seorang tentara menginginkan kedamaian dalam negararnya? Seorang
penyanyi boleh tapi mengapa seorang tentara tidak bisa?”
“Tapi kau kan bisa memohon kenaikan jabatan? Itu munafik.”
“Apakah
begitu munafik bagi seorang tentara mengkhawatirkan kedamaian
negaranya?” tanya Shi-kyeong dengan nada kesal. “Puteri, kau merasa kami
sekumpulan orang bodoh, kan? Kami orang-orang gila yang dungu dan
sederhana. Itu benar, itulah sebabnya aku selalu menyuruh mereka tidak
mengenakan seragam militer saat mereka berjalan-jalan. Mengapa? Karena
kami akan ditertawakan. Tapi itu tidak masalah lagi karena sudah menjadi
kebiasaan. Walau mayoritas kami orang-orang bodoh tapi kami hanya
melindungi negara ini. Kalian bisa menyanyi dan minum-minum karena ada
kedamaian dalam negara ini. Karena kami, kalian bisa makan minum dan
bermain. Jadi mengapa?! Menertawakan kami?”
Jae-shin merasa
bersalah dan tak enak hati. Ia bertanya perlukah ia menyanyi. Shi-kyeong
menatapnya marah. Jae-shin menjelaskan ia tidak bermaksud sinis, ia
hanya ingin meminta maaf dengan tulus tapi tampaknya kata-kata “aku
minta maaf” tidak cukup untuk menyampaikan permintaan maafnya.
“Aku
belum pernah menyanyi untuk orang lain sebelumnya. Bahkan teman-teman
satu band-ku belum mendengar lagu ini. Ini pertama kalinya,” katanya
meyakinkan. Shi-kyeong menunduk dan mengangguk mempersilakan Jae-shin
menyanyi.
Maka Jae-shin pun menyanyi dengan sangat indah. I like
this song^^ Lagu mengenai cinta pertama. Dan itulah yang dirasakan
Shi-kyeong sat ini. Diam-diam ia melirik melihat sang Puteri.
Sekretaris
Eun bertemu dengan seorang asing bernama Daniel Craig (James Bond???).
Sekretaris Eun berterima kasih atas sumbangan Daniel (sebesar 30 miliar
won) pada kebudayaan Korea dan warisan keluarga kerajaan. Daniel berkata
seperti Sekretaris Eun menyukai The Beatles, ia juga menyukai
kebudayaan Korea.
“Kudengar Raja akan pergi berlibur,” kata Daniel.
Sekretaris
Eun membenarkan. Daniel Craig ingin tahu ke mana Raja berlibur.
Sekretaris Eun berkata informasi itu sangat rahasia. Daniel cepat-cepat
meminta maaf. Ia beralasan ia hanya ingin tahu ke mana ia harus berlibur
jika ia ke Korea lagi. Daniel Craig berkata ia mengerti dan meminta
maaf karena telah menanyakannya.
Sekretaris
Eun kembali ke kantornya dan menemukan sebuah hadiah di mejanya. Ketika
dibuka, isinya adalah album the Beatles. Dari Daniel Craig. Sekretaris
Eun menelepon Daniel dan berkata ia tidak bisa menerima hadiah yang
berharga itu. Ia akan mengirim kembali hadiah itu.
Tapi Daniel
Craig merasa tersinggung. Itu hanyalah hadiah persahabatan. Ia berkata
kadang ia tak mengerti kebiasaan di Korea. Mengapa semuanya selalu
dipolitisir? Sekretaris Eun menyukai The Beatles dan ia menyukai
kebudayaan Korea jadi apa salahnya ia menyumbang untuk kebudayaan Korea
dan memberi hadiah persahabatan pada Sekretaris Eun.
Apakah
salah memberi hadiah? Apakah salah memberi sumbangan? Sekretaris Eun
merasa tak enak hati dan akhirnya ia berkata ia menerima hadiah
persahabatan itu dan berterima kasih. Daniel Craig hendak menutup
teleponnya saat Sekretaris Eun memanggilnya dan berkata jika Daniel
hendak mencari tempat berlibur di Korea, Anmyeondo patut menjadi
pertimbangan. Pemandangan matahari terbenamnya sangat indah. Daniel
Craig mengangguk senang. NOOOO!!!!
John
Mayer mengamati foto-foto korban dari kekejaman wanita pembunuh
bawahannya. Ia berkata ada 101 cara untuk membunuh seseorang. Bagaimana
jika tema selanjutnya: ‘matahari terbenam’?
“Matahari terbenam…api…bagaimana menurutmu?” tanyanya pada si wanita. “Kudengar matahari terbenam di Anmyeondo sangat indah.”
Raja
dan Ratu berlibur di Anmyeondo. Seluruh tempat itu telah diperiksa dan
pengamanan diperketat. Shi-kyeong telah mengatur patroli 3 jam sekali
dan memastikan untuk melarang orang tak dikenal memasuki area itu. Namun
atas permintaan Jae-kang, CCTV (kamera pengaman ) hanya dipasang di
area masuk.
Sementara
itu Hang-ah meneruskan latihannya di istana. Tapi berita mengenai
sebuah kesalahannya tersebar di website istana. Ibunda Raja mengetahui
hal itu dan segera memanggil Hang-ah menemuinya.
Hang-ah menemui
calon ibu mertuanya. Ia berkata ia sudah melihat berita itu. Ibunda Raja
berkata memang sulit berada di negara lain, apalagi bagi seorang wanita
Utara. merasa ibu Jae-ha mengerti perasaanya Hang-ah berkata itulah
sebabnya ia bekerja keras (sampai mengeluarkan darah dan keringat).
“’Tidak perlu, cukup berhati-hati ketika kau berbicara dan bertindak. Bukankah sudah kukatakan padamu?” ujar Ibunda Raja.
Ia
juga bertanya mengapa Hang-ah pergi ke dapur untuk membuat ppongpongi
(kue beras khas Utara). Hang-ah memotong ucapan calon ibu mertuanya
bahwa ia ke dapur untuk belajar memasak makanan khas Selatan tapi
pelatihnya malah menanyakan makanan khas Utara jadi ia mengenalkan
ppongpongi. (Jadi sebenarnya kesalahan Hang-ah hanyalah membuat kue khas
Utara di dapur Selatan?)
“Bukan Selatan tapi Republik Korea, “
Ibunda Raja membetulkan. Kau tidak boleh mengatakan kata-kata itu di
istana. Kau juga tidak boleh memotong perkataan orang lain. Aku adalah
Ibu Suri, Ibunda Raja.”
Hang-ah
meminta maaf. Tapi lagi-lagi ia salah. Ia tak mengenal perbedaan
jondaemal (bahasa sopan) dan banmal (bahasa pergaulan). Ibunda Raja
mengajarkan cara meminta maaf yang benar. Tapi kali ini nada bicara
Hang-ah yang salah di mata Ibunda Raja. Dua-duanya stress.
Jae-ha melihat seorang pelayan istana bersikap aneh di depan ruangan ibunya. Ia melihat dengan curiga.
Ibunda
Raja berkata pada Hang-ah bahwa ia telah 40 tahun tinggal di istana dan
baru kali ini ia berbicara dengan nada keras. Ia bercerita ia seorang
rakyat biasa. Sebagai Ratu yang berasal dari kalangan rakyat biasa, ia
sangat takut membuat kesalahan jadi ia berpura-pura sudah mati (tidak
menonjolkan diri). Begitulah caranya hidup selama ini.
“Tapi kau bukan hanya orang biasa. Kau juga dari Utara. Bukankah kau harus lebih merendahkan kepalamu?” kata Ibu Suri.
Hang-ah
terluka mendengar perkataan Ibu Suri. Ia bertanya apakah sebagai orang
Korea Utara, ia lebih buruk dari rakyat biasa. Ibunda Raja menghela
nafas panjang, mengira Hang-ah sedang membela diri lagi dan bersikap
sinis.
“Banyak yang ingin kukatakan pada Anda. Tapi aku takut akan bertentangan dengan Anda,” kata Hang-ah.
“Kau memang bertentangan denganku, katakan saja,” sahut Ibunda Raja gusar.
“Aku tahu Republik Korea menganggap kami rendah. Tapi walau aku berkekurangan, aku tetap mewakili Korea Utara di sini.”
Ibunda
Raja bertanya apakah artinya Hang-ah akan meneruskan kebiasaannya
sebagai Korea Utara. Hang-ah mencoba menjelaskan bukan itu maksudnya
tapi Ibunda Raja bertanya bagaimana jika kesalahan Hang-ah kembali
terebar. Untung kali ini baru tersebar di web istana hingga ia bisa
menghapusnya. Bagaimana jika tersebar di internet, maka Jae-kang akan….
Percakapan
mereka diinterupsi oleh kedatangan Jae-ha. Ibunda Raja menghentikan
kata-katanya. Merasakan ketegangan di antara keduanya, Jae-ha bertanya
ada apa. Ibunda Raja tidak mengatakannya dan menyuruh Hang-ah kembali.
Setelah Hang-ah pergi, Jae-ha duduk dan bertanya apa yang terjadi. Ia bertanya apakah Hang-ah kembali membuat masalah.
“Sangat
baik. Dia sangat baik. Jangan pergi dan bertanya padanya: “ada apa’? Ia
sudah sangat terbebani. Apa kau mengerti?” tanya ibunya.
Jae-ha
mengangguk tapi jelas ia bukan tipe anak penurut. Ia pergi menemui
Hang-ah. Kepala pelayan melarang Jae-ha masuk karena Hang-ah sedang
belajar etiket keluarga kerajaan bersama 10 orang ahli (wow). Ia meminta
Jae-ha menunggu dua jam. Bahkan gertakan Jae-ha tidak berhasil untuk
membuatnya bisa menemui Hang-ah.
Ia keluar dengan kesal. Jae-shin
meneleponnya. Ia sedang berada di pasar dan lokasinya tak jauh
daritempat liburan Jae-kang. Ia mengajak Jae-ha memberi kejutan bagi
Jae-kang dengan pergi ke sana. Jae-ha berkata ia sedang sibuk tapi
Jae-shin tahu kakaknya tidak sibuk, paling juga minum-minum.
Walau seorang puteri, Jae-shin tidak segan berbelanja di pasar dan bahkan membayar tiga kali lipat dari harga sebenarnya.
Jae-shin menyuruh Jae-ha mengajak Hang-ah. Ia melihat Hang-ah sangat lelah akhir-akhir ini.
“Hang-ah
sedang belajar. Aku saja tak bisa menemuinya. Tapi mengapa kau mau
pergi ke sana? Sudah sulit bagi kakak dan kakak ipar untuk bisa beduaan.
Mengapa kau harus pergi dan mengganggu mereka?”
“Apa kakak harus
berkata seperti itu? Aku kan tidak akan tidur di antara mereka berdua?
Aku hanya akan membawakan makanan. Apa salahnya?” protes Jae-shin. Tapi
Jae-ha menutup teleponnya.
Shi-kyeong
sedang menandai tempat patroli di peta ketika teleponnya berbunyi. Ia
mengangkatnya dan terdengar teriakan histeris seorang wanita.
“IBUUUU!!! Tolong, tolong, lepaskan aku!!! Tolong lepaskan aku!!”
Shi-kyeong tertegun lalu ia bertanya dengan nada lembut, ”Ada apa?”
“Kau tidak tertipu?” tanya Jae-shin kecewa, ”Kukira kau super bodoh..” LOL^^
Jae-shin
mengajak Shi-kyeong pergi bersamanya dan makan bersama Raja dan Ratu.
Shi-kyeong tersenyum dan berkata ia baru saja melihat mereka.
“Melihat
dan makan bersama kan berbeda. Kau tidak tahu keahlian memasak kakak
ipar, kan? Makan makanan yang dimasak Ratu bersama Raja dan Puteri
adalah kesempatan sekali seumur hidup. Cepatlah datang.”
Shi-kyeong
bertanya kapan Jae-shin selesai makan malam. Jae-shin senang dan
berkata sekitar pukul 7. Shi-kyeong meminta Jae-shin meneleponnya jika
sudah selesai, ia akan menjemputnya.
Sebuah
mobil asing berhenti di pos penjagaan menuju tempat berlibur Raja dan
Ratu. Mereka pura-pura tersesat dan menanyakan jalan. Di kursi belakang
mobil, duduklah sang wanita pembunuh suruhan John Mayer.
Pengawal
memberi tahu arah yang ditanyakan oleh mereka dan orang asing itu
berterima kasih sambil mengulurkan tangnnya. Tanpa curiga sang pengawal
menjabat tangan si pria asing. Dari sidik jari si pengawal yang
tertempel di sarung tangan, para penjahat itu mengetahui kalau itu
benar-benar tempat berlibur Raja dan Ratu. Mereka menyusup masuk ke
dalam area itu dan mengawasi gerak-gerik Raja dan Ratu. Sementara Raja
dan Ratu sedang asyik berjalan menyusuri pantai tanpa menyadari bahaya
yang mengintai mereka.
Para
penjahat menyelusup ke dalam rumah peristirahatan dan melakukan sesuatu
pada cerobong asap, juga memasukkan sesuatu (seperti arang) ke dalam
tunggku perapian.
Tiba-tiba mereka mendengar suara mobil.
Jae-shin tiba di sana. Ia masuk menenteng barang belanjaannya dan
menemukan rumah peristirahatan itu kosong. Ia pikir kakak dan kakak
iparnya sedang berjalan-jalan di luar. Saat ia keluar, ia dihadang oleh
para penjahat itu.
Seorang dari mereka memegangi lengannya. Sang wanita pembunuh mendekati Jae-shin.
Raja
dan Ratu kembali ke rumah peristirahatan. Mereka menemukan kantung
belanjaan Jae-shin di atas meja. Melihat isinya, mereka tahu Jae-shin
yang datang. Tapi mereka tidak melihat mobil di luar jadi mereka pikir
Jae-shin datang hanya untuk mengantarkan bahan makanan.
Shi-kyeong
memonitor patroli pengawal dari posnya. Ia melihat jam. Sudah melewati
pukul 7 dan Jae-shin belum juga menelepon. Ia mulai merasa khawatir.
Hang-ah
telah selesai dengan pelatihannya. Ia mengenakan hanbok pengantin
wanita jaman Joseon dan terlihat sangat lelah. Tapi begitu melihat
Jae-ha duduk menunggunya di kamarnya, ia tersenyum senang.
Jae-ha bertanya ada apa antara Hang –ah dengan ibunya. Hang-ah menjatuhkan dirinya ke tempat tidur.
“Aku disemprot sampai mati?” jawabnya.
“Disemprot?”
Hang-ah
berkata ia mendapat teguran. Jae-ha bertanya ada masalah apa tapi
Hang-ah meminta mereka membicarakannya lain kali karena ia sangat lelah
dan sebentar lagi ia harus belajar memanah.
Jae-ha berkata
ibunya adalah seorang yang sangat lembut. Jika ibunya sampai bersuara
tinggi itu berarti Hang-ah telah melakukan kesalahan yang sangat berat.
Tentu
saja Hang-ah jadi kesal. Ia berkata ia hanya meminta ibu Jae-ha
memikirkan harga dirinya. Tapi melihat sikap Jae-ha yang menuduh,
Hang-ah tak mau menceritakannya. Jae-ha melunak. Ia memegang tangan
Hang-ah dan bertanya sebenarnya ada apa. Hang-ah menepis tangan Jae-ha
dengan kesal. Jae-ha jadi ikut kesal.
“Jika kau mau bertahan,
maka bertahanlah sampai akhir. Apa dengan mengatakan ‘tidak apa-apa’
dengan mulut terkatup membuatmu telah melakukan hal yang baik?”
“Kalau
begitu apa yang harus kukatakan?! Saat aku bertahan, mereka mengatakan
aku keras kepala. Saat aku tak bertahan, mereka berkata aku kasar,”
Hang-ah mencurahkan isi hatinya. Semua yang dilakukannya dianggap salah.
Tapi
Jae-ha bepikir pasti Hang-ah telah membesar-besarkan harga dirinya di
depan ibunya. Hang-ah berkata ia memiliki harga diri dan sebagia orang
Utara…. Belum selesai Hang-ah berbicara, Jae-ha malah merendahkan
Hang-ah dengan menyinggung kemiskinan Hang-ah. Orang Utara tidak hidup
dengan baik dan miskin, jadi untuk apa punya harga diri?
Hang-ah
kecewa mendengar perkataan Jae-ha. Jae-ha menyadari kesalahan
perkataannya. Ia meminta maaf. Justru karena kami miskin maka kami harus
memiliki harga diri, ujar Hang-ah.
“Jika aku merendahkan diri,
apakah orang-orang akan memujiku? Jika sebagai orang miskin aku bahkan
tidak memiliki harga diri, bukankah aku akan semakin diinjak?!” serunya.
“Bukankah sudah kubilang aku minta maaf?” balas Jae-ha. Melihat
kesedihan Hang-ah, Jae-ha tak tega. Ia berlutut di depan Hang-ah dan
menggenggam tangannya. Tapi Hang-ah terlalu marah dan menepis tangan
Jae-ha. Jae-ha tertegun dan pergi meninggalkan Hang-ah.
Dalam
keadaan seperti ini, biasanya wanita hanya membutuhkan pendengar yang
baik. Seseorang yang berada di sisinya untuk mendengarkan apa yang ia
rasakan. Atau cukup sebuah pelukan hangat untuk memberi dukungan^^
Sayangnya Jae-ha tidak mengerti itu.
Di luar, Jae-ha menyesal
dengan sikapnya dan berbalik untuk membuka pintu tapi (lagi-lagi) ia tak
melakukannya. “Mengapa aku begitu bodoh,” makinya pada diri sendiri.
“Aku
ingin pulang sekarang juga!! Di sini semuanya hanya mengenai uang,
uang, dan uang! Mereka berkata orang yang tidak punya uang pada dasarnya
tidak berharga,” Hang-ah curcol melalui telepon. “Aku ingin pulang
skarang juga! Cepat kirim mobil ke sini sekarang!”
Tapi Hang-ah tidak menelepon ayahnya. Ia hanya menekan tombol sembarangan dan mencurahkan kekesalannya.
Hang-ah
mendapat telepon dari penelpon tidak dikenal. Dengan lesu ia
mengangkatnya, “Anda guruku, bukan? Aku akan segera menuju ke sana..”
“Adik ipar…” terdengar suara Jae-kang.
Hang-ah tergagap. Jae-kang memuji Hang-ah telah bekerja keras.
“Yang Mulia…” Hang-ah refleks membungkukkan badannya memberi hormat . Hahaha….efek pelajaran barusan kayanya.
Jae-kang dan istrinya tertawa. Ia berkata Hang-ah pasti sedang belajar etiket. Apakah ada masalah?
Hang-ah
berterima kasih pada Jae-kang. Ia baik-baik saja. Sambil menahan
tangisnya, ia bertanya kapan Jae-kang kembali. Jae-kang berkata ia akan
kembali besok sore.
“Kenapa? Apa terjadi sesuatu?”
Hang-ah menggeleng, “Tidak ada apa-apa. Semuanya bersikap baik padaku.”
Jae-kang tersenyum dan bertanya apakah Jae-ha juga memperlakukan Hang-ah dengan baik. Hang-ah mengiyakan dengan suara sedih.
Jae-ha
sedang berada dalam mobil menuju suatu tempat. Ia masih memikirkan
pertengkarannya dengan Hang-ah hingga ia mengangkat telepon dengan mood
jelek. Kakaknya yang menelepon.
“Jae-ha…kau tahu aku benar-benar menyukaimu, bukan?”
“Apa kakak minum-minum?” tanya Jae-ha.
“Hanya satu gelas. Aku sangat menyukaimu dan juga Kim Hang-ah.”
“Kau
pasti bersenang-senang, sementara perang telah dmulai di sini,” gerutu
Jae-ha. Jae-kang bertanya apakah Jae-ha dan Hang-ah bertengkar lagi. Ia
berkata itu hanyalah pertengkaran pasangan kekasih (bukan perang).
Jae-ha berkata hidup kakaknya enak sekali, bagaimana bisa begitu banyak mawar (keindahan) di dunia ini di mata kakaknya ?
“Dengan
pikiran terbuka. Coba bukalah hatimu. Dengan begitu pintu surga akan
terbuka untukmu. Semua masalah di dunia ini akan bisa diselesaikan,”
Jae-kang menasihati.
Jae-ha berkata ia sudah tahu lalu menutup
teleponnya dan mengomel mengatai kakaknya telur membosankan. Ia melihat
sms yang dikirim kakaknya. Hanya bertuliskan “hehehe”. Jae-ha menghapus
pesan itu dan tak membalasnya.
Jae-kang menatap teleponnya,
menantikan balasan sms dari Jae-ha yang tak kunjung datang. Apakah
mereka benar-benar bertengkar, tanyanya pada istrinya. Ratu tertawa dan
mengingatkan ketika mereka masih pasangan baru menikah mereka bertengkar
setiap hari karena masalah kecil.
“Tentu saja, ini pertemuan Utara dan Selatan. Jika tidak bertengkar malah aneh,” ujar Jae-kang.
Ia
tersenyum dan membaringkan diri di pangkuan istrinya. Rasanya begitu
menyenangkan tapi waktu mereka hanya tinggal beberapa jam saja. Ratu
berkata besok semua ini hanya tinggal kenangan.
“Tapi aku telah
menderita sebanyak yang aku perlukan untuk mencapai saat ini. Rasanya
baru kemarin aku melihat keruntuhan tembok Berlin. Aku patut dipuji,
bukan” tanya nya pada istrinya.
“Ya, andai saja rakyat tahu
betapa manisnya Raja mereka,” kata Ratu. Raja tertawa dan duduk. Rakyat
tidak boleh tahu, bisa-bisa ia ditertawakan.
Mereka
duduk bersantai dan membicarakan masa depan mereka bersama. Tiga bulan
lagi akan ada petunangan Jae-ha dan pelaksanaan WOC. Jae-kang berkata
hanya melihat tentara Utara dan Selatan berjalan beriringan saling
memeluk bahu rekan mereka dengan bahagia.
Ratu berkata walau itu baik tapi mereka juga harus memikirkan usia mereka. Bagaimana jika Jae-ha yang mempunyai anak duluan?
Jae-kang
berjanji pada istrinya, setelah pertunangan Jae-ha dan WOC selesai, ia
akan hidup dengan bebas. Ratu tersenyum bahagia. Jae-kang berkata mereka
akan mempunyai anak dan sering-sering berlibur ke tempat ini.
“Bagaimana jika kita mempunyai anak yang mirip Song Joong-ki?” tanya Ratu.
“Tidak
mau. Aku ingin mempunyai anak perempuan lebih dulu. Memanggilku ‘ayah’
dengan suara seindah matahari,” kata Jae-kang. Keduanya tersenyum.
“Tidak
peduli anak laki-laki atau perempuan, kita akan segera memiliki anak.
Lalu bermain dengan anak-anak adik ipar. Pasti sangat menyenangkan,”
kata Ratu.
“Anak mereka pasti menang dari anak–anak kita. Keduanya orang-orang dengan tekad kuat.”
Ratu tertawa. Keduanya bersandar dan memejamkan mata mereka. Mereka merasa sangat mengantuk.
“Tidurlah. Mulai sekarang hanya masa bahagia yang akan datang,” gumam Ratu.
Keduanya tertidur sementara api di perapian terus menyala. Gelas di tangan Jae-kang jatuh bergulir ke lantai. T_T
Bagaimana
dengan Jae-shin. Ia dibawa para pembunuh itu ke sebuah tebing. Para
penjahat itu hendak membuat seolah-olah Jae-shin mengalami kecelakaan
mobil dengan menjatuhkannya ke bawah tebing. Sang wanita pencabut nyawa
menyuruh Jae-shin masuk ke mobil.
“Bagaiman jika mati karena
jatuh?” tanya Jae-shin tiba-tiba. Lalu ia berlari dan melompat dari
tebing yang ternyata cukup tinggi. Para pembunuh itu tak bisa berbuat
apa-apa karena mereka melihat sebuah mobil mendekati area jatuhnya
Jae-shin.
Tenyata
itu mobil Shi-kyeong yang hendak menjemput Jae-shin. Untunglah ia turun
dan menemukan Jae-shin yang tak sadarkan diri. “Puteri!! Puteri!!”
panggilnya panik. Jae-shin diam tak bergerak. Shi-kyeong segera berlari
ke mobilnya untuk memanggil pertolongan. Para pembunuh itu terpaksa
pergi.
Pengawal
kerajaan pergi ke rumah peristirahatan untuk memberitahu Raja mengenai
kecelakaan Jae-shin tapi pintu tidak dibukakan. Melalui jendela, mereka
melihat Raja dan Ratu tidur dalam posisi aneh.
Jae-ha bersiap
memberikan sambutannya dalam sebuah acara pesta festival film. Saat ia
sedang bercanda dan tertawa bersama orang-orang yang hadir, tiba-tiba
Sekretaris Eun masuk bersama para pengawal. Mereka berdiri di hadapan
Jae-ha.
“Yang Mulia Raja telah wafat,” Sekretaris Eun melaporkan.
Jae-ha
terkejut. Ia masih tak bisa mencerna perkataan Sekretaris Eun.
Sekretaris Eun dan para pengawal berlutut. Semua yang ada di ruangan itu
ikut berlutut.
“Yang Mulia Raja,” Sekretaris Eun memberi hormat.
Jae-ha terpaku.
Mereka
segera kembali ke istana. Di mobil, Sekretaris Eun menyampaikan
kemungkinan penyebab kematian Raja dan Ratu adalah keracunan gas
karbonmonoksida. Sepertinya berasal dari perapian. Ia juga memberitahu
kalau Jae-shin saat ini sedang dioperasi karena tulang belakangnya
patah. Tubuh bagian bawah Jae-shin ada kemungkinan mengalami kelumpuhan.
Perdana Menteri sedang menuju istana untuk membicarakan
penobatan dan prosedur pemakaman. Setelah itu Presiden Amerika Serikat
akan menelpon dan para duta besar akan menyampaikan belasungkawa mereka.
Jae-ha
tak sanggup menanggung semua itu sekaligus. Ia memerintahkan agar mobil
berhenti. Mereka berhenti di jembatan. Jae-ha turun dari mobilnya.
Sejak ia diberitahu mengenai kematian kakaknya, ia bahkan belum diberi
kesempatan untuk berduka. Tangannya gemetar. Ia berusaha menenangkan
hatinya dan menahan air matanya.
Sekretaris Eun mendapat sms dari
klub M tapi ia tidak menghiraukannya. Dengan tegar Jae-ha berkata pada
Sekretaris Eun bahwa ia akan menemui Perdana Menteri lebih dulu lalu ia
akan pergi ke tempat kakaknya. Setelah itu ia akan menerima ucapan
belasungkawa dari presidan Amerika dan para duta besar. Ia meminta
jadwalnya diatur seperti itu. Sekretaris Eun mematuhinya.
Namun
sekarang Jae-ha akan pergi ke rumah sakit untuk menemui ibu dan
adiknya. Ibunda Raja diberitahu operasi Jae-shin berjalan sukses tapi
ada masalah dengan kakinya. Ibunda Raja berusaha tegar dan bertanya di
mana Raja berada. Yang ia maksudkan adalah Jae-ha.
Ia melihat
kedatangan mobil kerajaan dari jendela. Namun kali ini bukan Jae-kang
yang turun dari sana, melainkan Jae-ha. Jae-ha mempersiapkan hatinya
untuk bertemu ibunya.
“Ibu,” panggilnya begitu ia melihat ibunya.
‘Apa
yang kaulakukan di sini sekarang? Raja sebelumnya telah wafat. Kau
seharusnya mengenakan pakaian hitam berkabung. Tak peduli seberapa
darurat situasinya tak bisakah kau sedikitnya melakukan hal itu?
Sekarang kau adalah Raja di dalam istana,” tegur ibunya.
Pintu
ditutup hingga hanya tinggal Jae-ha dan ibunya. Ibunda Raja tertatih
mendekati puteranya. Jae-ha menggenggam tangan ibunya.
“Sekarang
kau harus mengumpukan kekuatanmu. Jika kita hancur semuanya akan hancur.
Kita berdua harus melakukannya. Ibu akan bertanggungjawab mengenai
urusan di dalam istana dan Yang Mulia urusan di luar. Hanya dengan
begitu keluarga kerajaan kita bisa menemukan jalan keluar,” ibu Jae-ha
tak bisa menahan tangisnya lagi, ”Raja sebelumnya begitu bersinar. Jadi
Yang Mulia, Ibu mohon…”
Ia memeluk Jae-ha dan menangis. Jae-ha memeluk ibunya dengan hati hancur namun ia tetap menahan air matanya.
source : http://patataragazza.blogspot.com/2012/04/sinopsis-king-2-hearts-episode-7.html
re-posted and re-edited by : dianafitriwidiyani.blogspot.com
No comments:
Post a Comment