Jae-ha
memberitahu Shi-kyeong kalau Kang-seok tergila-gila pada SNSD. Bahkan
diam-diam Kang-seok menulis jadwal tayang SNSD dan menyembunyikannya di
bawah keyboard komputer.
Tapi reaksi Shi-kyeong tidak seperti yang Jae-ha harapkan. Ia meminta Jae-ha tidak membicarakan hal ini lagi.
“Hei,
bagaimana bisa kau selalu memasang wajah seperti Hakim Bao (hakim
terkenal di Cina yang sangat adil dan berwajah tembok eh tegas) hingga
kau bahkan tak bisa bergurau?”
Shi-kyeong berkata saat ini
Kang-seok pasti sedang bingung jadi sebaiknya Jae-ha pura-pura tidak
tahu apa-apa. Ia lalu mengembalikan jadwal itu ke tempatnya semula dan
pergi ke luar.
“Ah,
stress,” gumam Jae-ha memegangi kepalanya. Ia sangat kesal pada
Shi-kyeong yang begitu mudah membuatnya marah. Tiba-tiba Dong-ha muncul
di hadapannya dan berkata sebentar lagi Kang-seok berulang tahun. Ia
ingin membicarakan hadiah.
“Hadiah apa? Minggir!” ujar Jae-ha. Tapi ia berbalik dan bertanya hadiah apa yang disiapkan Shi-kyeong.
Kang-seok melihat tiga hadiah di atas kasurnya. Ia bingung untuk apa semua ini.
Young-bae
menjelaskan itu adalah kebiasaan orang Selatan untuk memberi hadiah
saat ada yang berulangtahun. Kang-seok mulai membuka hadiah-hadiahnya.
Dong-ha
memberi hadiah jam tangan tahan air. Kang-seok sangat senang. Jae-ha
memberi sebotol vitamin. Kang-seok langsung menyuruh Young-bae membuang
vitamin itu.
“Kita tidak tahu apakah itu beracun.” LOL^^
Tersisa hadiah dari Shi-kyeong. Isinya sebuah netbook berwarna pink. Kang-seok dan Young-bae terkejut.
“Apakah Komrad Eun Shi-kyeong akan mati kelaparan setelah memberikan ini?” tanya Kang-seok.
“Dia
memberinya pasti karena dia mampu membelinya,” sahut Young-bae. Ia
malah terlihat lebih senang dari Kang-seok. Katanya netbook itu
menggunakan sistem Windows sementara mereka masih menggunakan Linux.
Young-bae membukanya dan ada sebuah surat. Young-bae meminta Kang-seok meng-klik surat itu. Kang-seok menurut.
Maka
muncullah SNSD dalam lagu “The Boys” di layar netbook. Di bagian bawah
video klip itu, tertulis pesan berjalan: “Teman saling mengetahui apa
yang kaupikirkan tanpa perlu mengatakannya, bukan? Ini adalah hadiah
yang kauharapkan. Aku tahu semuanya. (Young-bae tak enak hati dan
mengulurkan tangan untuk mematikan video itu tapi Kang-seok
menghentikannya.) Aku tahu kau mengeluarkan air liur saat diam-diam
menonton mereka di TV. Tidak perlu malu. Adalah hal normal mengidolakan
kebudayaan negara yang lebih maju. Tidak lama lagi, yang lainpun akan
tertarik dengan kebudayaan Korea Selatan. Aku harap kau terlahir kembali
pada hari ulang tahunmu dan membawa orang-orang itu pada kebudayaan
yang lebih maju. Selamat datang di dunia baru. Selamat, dari
Shi-kyeong.”
Tentu saja pesan itu dari Jae-ha, bukan dari
Shi-kyeong. Kang-seok mengepalkan tangannya dengan marah. Kang-seok
menutup netbook itu. Wajahnya seakan siap meledak.
Young-bae
keluar dan berpapasan dengan Shi-kyeong. Shi-kyeong bertanya apakah
Kang-seok ada di kamarnya. Young-bae berkata, sebagai manusia Shi-kyeong
seharusnya tidak seperti itu. Shi-kyeong bingung.
Ia masuk ke
kamar Kang-seok. Oh NO!! Tapi Kang-seok hanya menyuruh Shi-kyeong keluar
tanpa membalikkan badannya. Hmm…ia tahu siapa pelaku sebenarnya.
Kang-seok membanting netbook itu hingga hancur berantakan. Aduuuh sayang
bangeet…pink lagi >,<
Jae-ha
terkejut saat mendengar laporan Dong-ha bahwa tidak terjadi apapun
hanya saja netbooknya hancur berantakan. Jae-ha sebenarnya mengharapkan
Kang-seok dan Shi-kyeong bertempur. Dong-ha berkata ini kan era
perdamaian. Jae-ha berkata tetap saja para pria seharusnya berkelahi
agar dapat mengakrabkan diri.
Tak
puas karena siasatnya tak berhasil, Jae-ha memanggil Kang-seok saat
kelas latihan belum dimulai. Kang-seok menghampirinya. Dong-ha dan
Young-bae terlihat tegang.
Jae-ha bersikap seakan ia seorang sahabat. Ia berkata pada Kang-seok bahwa ia dengar Shi-kyeong mengatakan beberapa hal aneh.
“Kudengar kau menyukai SNSD?”
Wajah Kang-seok langsung berubah.
“Ia
bilang kau menonton penampilan mereka di TV tiap malam (Kang-seok
memang sekamar dengan Shi-kyeong) dan ia pikir ia akan mati karena
tertawa. Apakah itu benar? Aigoo, Eun Shi-kyeong…berlagak di mana-mana.
Ia bukan orang seperti itu. Tapi kau tahu ia kelihatannya tidak begitu
menyukaimu. Mungkin ia sudah mengatakan hal ini pada para komandan. Jika
mereka tahu, mungkin mereka akan mengusirmu keluar.”
Tak tahan
lagi, Kang-seok mencengkeram kerah Jae-ha dan menekannya ke dinding. Ia
menahan Jae-ha hingga Jae-ha tak bisa bergerak.
“Apa kau pikir aku bodoh?” tanya Kang-seok.
“Aku hanya mengkhawatirkanmu,” ujar Jae-ha ketakutan.
Kang-seok
berkata, dari nada bicara Jae-ha ia sudah tahu yang sebenarnya, dan
lagi hanya Jae-ha satu-satunya orang yang sanggup melakukan hal kotor
seperti ini. Jae-ha masih berusaha menyangkal bukan ia yang
melakukannya. Ia tidak bersalah.
“Hanya ada dua orang yang tahu
rahasiaku. Kau, yang tak sengaja melihatku menonton TV dan Komrad Kim
Hang-ah. Menurutmu siapa orangnya? Komrad Kim Hang-ah? Kau orangnya.”
Kamera keamanan menangkap kejadian itu. Petugas langsung mengangkat telepon.
Hang-ah masuk ke kelas dan terkejut melihat apa yang terjadi. Kang-seok tak mempedulikannya.
“Apakah
semuanya adalah gurauan bagimu? Aku terpesona oleh para gadis itu dan
merasa terganggu, apakah hal itu lucu menurutmu? Tapi..setiap orang
memiliki nilai mereka masing-masing dan tidak bisa dinilai orang lain
seenaknya.”
Mendengar perkataan Kang-seok, Hang-ah menyadari apa
yang telah terjadi. Ia memandang Jae-ha dengan tatapan “ini akibat
perbuatanmu sendiri”.
Kang-seok
berkata Korea Utara sangat berarti baginya. Ia tanya apakah Jae-ha tahu
hal itu? Ia sudah merendahkan diri dan bertahan menghadapi negara
selatan yang korup dan kapitalis selama 30 tahun. Seberapa banyak Jae-ha
mengerti itu?!! Dengan marah Kang-seok mengetatkan pegangannya di leher
Jae-ha. Ckckck…kalau sampai sekarang Jae-ha belum kapok juga, ngga tau
deh >,<
Shi-kyeong menghambur ke ruang pengawasan CCTV dan melihat situasi di kelas itu dari layar monitor.
“Hari
ini aku harus membunuhmu, “ ujar Kang-seok. Ia mengangkat Jae-ha hingga
terangkat dari lantai. Jae-ha kesulitan bernafas. Hang-ah diam saja
menyaksikan semuanya. Kurasa ia tahu Kang-seok tidak mungkin membunuh
Jae-ha dan ia juga tahu Jae-ha harus diberi pelajaran. Shi-kyeong pun
tak bertindak karena ia ingin melihat situasinya terlebih dulu.
Namun
keadaan bertambah rumit karena Komandan Selatan masuk dan melihat
Kang-seok sedang mengancam nyawa Jae-ha. Ia mengambil senjatanya dan
mengarahkannya pada Kang-seok.
Seorang perwira Utara datang dan
mengacungkan senjatanya pada Komandan Selatan. Perwira Selatan
mengacungkan senjatanya pada Hang-ah. Dan Komandan Utara langsung
mengacungkan senjatanya pada perwira itu. Semua saling mengacungkan
senjata kecuali Dong-ha, Young-bae, dan Hang-ah yang bingung harus
melakukan apa.
Suasana menjadi tegang. Shi-kyeong melihat
situasi buruk itu dari layar monitor. Seekor burung terbang masuk dari
jendela dan hinggap di kursi. Semua mengarahkan senjatanya pada burung
itu. Itu berarti semua sangat konsentrasi dan bersikap waspada. Satu
gerakan sedikit saja bisa berakibat fatal. Semua menyadari hal itu.
Shi-kyeong
mengangkat teleponnya. Keheningan mencekam di ruang kelas itu terpecah
oleh alunan suara SNSD. Suara darimanakah itu? Ternyata suara ringtone
dari ponsel Jae-ha. Semua diam tak bergerak.
“Bolehkan aku menjawab teleponnya?” tanya Jae-ha pada Kang-seok. Kang-seok melotot.
“Sebenarnya aku juga penggemar SNSD,” kata Jae-ha. Wrong words, Kang-seok mengetatkan cengkramannya di leher Jae-ha.
“Tapi
bukan Tiffany! Bukan penggemar Tiffany,” kata Jae-ha cepat. Entah
kenapa Kang-seok mengendurkan tangannya. Jae-ha menjawab teleponnya.
Dari Shi-kyeong.
Shi-kyeong
berkata sebentar lagi alarm akan dibunyikan dan alat penyembur air di
langit-langit akan memancarkan air. Ia meminta Jae-ha merunduk begitu
saatnya tiba.
“Kau ingin aku meminta maaf?” tanya Jae-ha.
Shi-kyeong berkata walau situasinya serius tapi tidak mudah untuk
memulai tembakan.
“Apa kau gila?!!!” tiba-tiba Jae-ha membentak.
“Mengapa aku harus meminta maaf? Apa-apaan ini? Aku bertanya apa ia
menyukai beberapa penyanyi dan dia tiba-tiba mencekikku. Dan para
perwira yang memegang senjata berkata SNSD yang terbaik. Karena SNSD,
ada huru-hara antara Utara dan Selatan. Apa yang bisa kukatakan dalam
situasi seperti ini?”
Shi-kyeong kebingungan karena jawaban
Jae-ha jaka sembung makan kedondong alias ngga nyambung. Tapi Hang-ah
cepat menangkap maksud Jae-ha. Ia tersenyum.
Jae-ha terus berceloteh di telepon. Ia berkata orang yang menyebabkan masalah adalah Hang-ah bukan dirinya.
“Kau suka Jang Dong-gun, bukan?” tanyanya pada Hang-ah.
“Aku suka Brad Pitt,” jawab Hang-ah pura-pura polos.
“Dia
bilang Brad Pitt, jelas targetnya tinggi. Karena itu aku tidak bisa
meminta maaf. Mengapa aku harus disalahkan dengan tidak adil? Tidak mau!
Tapi, karena telah mengabaikan perbedaan setiap orang…aku minta maaf.”
Jae-ha menatap Kang-seok dengan wajah menyesal, “Aku tidak berpikir sebelum bertindak.”
Pelan-pelan Kang-seok menurunkan tangannya. Semua menurunkan senjatanya dan menghela nafas lega.
Jae-ha
ini cukup pintar. Ia tetap mengatakan kalau menjadi penggemar bukanlah
kesalahan. Itulah sebabnya ia bilang ia tidak mau meminta maaf hanya
karena SNSD. Tapi ia mengerti mengapa Kang-seok marah. Jae-ha telah
mengabaikan perbedaan dirinya dengan Kang-seok, dalam hal ini perbedaan
antara Utara dan Selatan, dan akhirnya hampir menyebabkan tragedi. Di
bagian komen nanti aku akan menyelipkan sedikit mengenai Korea Utara^^
Jae-kang
menerima pemberitahuan dari PBB bahwa mereka sedang mempertimbangkan
ulang keikutsertaan Korea Utara dan Selatan dalam WOC demi keselamatan
ke-16 negara yang berpartisipasi. Hal ini jelas merupakan pukulan bagi
Jae-kang yang begitu mengharapkan WOC ini berhasil.
Ibunya masuk
dan memperlihatkan foto seorang gadis yang ia anggap cocok untuk
menjadi istri Jae-ha. Sayangnya, ia tak melihat wajah Jae-kang yang
kusut.
“Mengapa Ibu tak mengirimnya ke sana? Sekolah
Kerajaan….Ibu seharusnya mengirim Jae-ha ke sana,” kata Jae-kang. Ia
melepaskan rasa frustasinya pada Ibunya. “Ibu seharusnya mendidiknya
karena Ibu tahu kepribadiannya buruk. Dia adalah anggota keluarga
kerajaan! Walau ia telah dewasa, Ibu seharusnya…”
Jae-kang
menatap ibunya yang tampak shock menerima kemarahannya. Jae-kang merasa
tak enak. Ia berdiri dan membungkuk meminta maaf pada ibunya. Lalu ia
pergi meninggalkan ibunya.
Sekretaris
Eun melaporkan, latihan selanjutnya bagi tim WOC adalah berlari 60 km
dalam waktu 8 jam dengan membawa persenjataan lengkap. Jae-kang
berkomentar walau latihan itu terdengar sulit tapi sebenarnya latihan
yang cukup biasa. Ia mempersilakan Sekretaris Eun pergi, ia harus
menulis Ilseongrok (Ilseongrok: jurnal pribadi Raja yang dimiliki setiap
Raja sejak jaman Joseon).
Setelah Sekretaris Eun pergi,
Jae-kang berbicara pada ayahnya. “Ayah, ini Jae-kang. Apa yang harus
kulakukan?” Kasihan Jae-kang. Impiannya terancam hancur berantakan.
Anggota
tim berusaha meningkatkan kemampuan fisik mereka setelah mengetahui
mereka harus berlari sejauh 60 km dalam waktu 8 jam. Young-bae dan
Dong-ha terus berdebat mengenai latihan mana yang lebih keras dan siapa
yang lebih tangguh, Utara atau Selatan? Jelas latihan di Utara lebih
berat tapi Dong-ha pun tak mau kalah.
Kang-seok menegur mereka,
tak peduli Utara atau Selatan mereka akan segera menjalani pelatihan itu
jadi sebaiknya mereka tidak mengobrol. Dong-ha berkata Kang-seok tidak
berhak menegurnya. Ia menganggap karena kesalahan Kang-seoklah maka
mereka harus bekerja keras. Young-bae membela Kang-seok, semua gara-gara
Jae-ha yang memulai duluan.
Hang-ah juga tak tahan lagi
mendengar perdebatan mereka. Ia menegur Young-bae dan Dong-ha, adalah
hal normal jika mereka memiliki banyak perbedaan.
“Ia bahkan
menukar hadiahnya!” ujar Young-bae. Hang-ah terkejut. Young-bae
menjelaskan, Jae-ha sengaja melakukannya agar Kang-seok dan Eun-kyeong
berkelahi. Dong-ha memberi isyarat pada Young-bae agar tutup mulut tapi
Hang-ah terlanjur mendengar semuanya.
Serta merta ia mendatangi Jae-ha yang sedang berenang dan langsung menanyakannya.
“Bukankah
aku sudah minta maaf?” kata Jae-ha cuek lalu naik ke pinggir ke kolam
renang. Hang-ah menendangnya hingga Jae-ha kembali tercebur ke air.
Jae-ha mengomel mengapa Hang-ah mengungkit masalah yang sudah selesai.
“Sebagai
wakil negaramu dan terlebih lagi seorang Pangeran, hanya karena kau
kesal kau membuat rencana agar sesama anggota berkelahi? Kau
mempermalukan negaramu dan menyebabkan anggota tim dihukum dan kau
enak-enakkan bermain air?” sembur Hang-ah.
Jae-ha protes,
berenang juga salah satu bentuk latihan fisik. Jika hanya melakukan
latihan fisik seperti yang dilakukan Hang-ah dan yang lainnya maka tubuh
malah akan menjadi berat dan tak bisa berlari cepat. Hang-ah
menggeleng.
“Benar-benar seperti nyamuk yang masih berdenging
setelah menggigit orang. Seperti pencuri yang setelah mencuri
menyalahkan pemilik rumah karena tidak mengunci rumahnya dengan baik.”
“Apa
artinya itu? Apa kau memarahiku?” taya Jae-ha. Kalau di sini sih
peribahasanya: lempar batu colek orang lain biar orang lain yang
disalahkan^^
Hang-ah berkata ia akan membiarkan Jae-ha
merenungkan kesalahannya sampai pagi di situ. Ia mengacungkan gembok dan
tersenyum. Lalu ia berjalan ke luar meninggalkan Jae-ha sendirian.
Jae-ha
tentu saja terkejut. Ia akan ditinggalkan di tempat itu sendirian! Tapi
Hang-ah tak mempedulikan protes Jae-ha. Ia merantai dan menggembok
pintu yang menuju ke area kolam renang.
Pada
saat itu beberapa mobil tentara memasuki tempat latihan. Beberapa orang
tentara turun dari mobil itu dan berlari memasuki tempat berlatih.
Mereka bersenjata.
Jae-ha yang terkurung di area kolam renang
tiba-tiba mendengar suara alarm dibunyikan. Shi-kyeong juga
mendengarnya. Ia mengangkat teleponnya dan menerima kabar buruk. Keadaan
darurat, pihak Utara terprovokasi untuk menyerang! Shi-kyeong terkejut.
Ia diperintahkan untuk segera mengamankan Jae-ha. Shi-kyeong segera
berlari keluar.
Jae-ha melongok ke luar dan melihat beberapa
tentara bersenjata menuju ke arahnya. Untunglah ia tak meminta
pertolongan pada para tentara dan malah berlari masuk ke dalam.
Para
tentara itu menendang-nendang pintu masuk ke kolam renang namun tidak
berhasil membukanya. Jae-ha menyembunyikan diri di dalam kolam. Para
tentara itu menembaki pintu lalu memasuki area kolam renang.
Sayangnya,
Jae-ha tertangkap. Ia terpaksa keluar dari kolam dan mengangkat kedua
tangannya. Para tentara itu menodongkan senjata ke arahnya. Shi-kyeong
dan Dong-ha juga tertangkap.
Sementara
itu Hang-ah diberitahu komandannya kalau telah terjadi bentrokan antara
Utara dan Selatan dan situasinya cukup serius. Hang-ah bertanya siapa
yang melepaskan tembakan pertama, Utara atau Selatan?
Komandan tak menjawabnya. Ia menyerahkan sebuah koper berisi 3 senjata api pada Hang-ah.
“Kau bertanggung jawab atas orang-orang dari Selatan, mengerti? Ini adalah perang.”
Hang-ah tertegun.
Jae-ha,
Shi-kyeong, dan Dong-ha dikumpulkan dalam satu ruangan. Jae-ha bertanya
sebenarnya apa yang terjadi. Shi-kyeong menyalakan TV. Televisi
menyangka berita bahwa pihak Korea Utara mengumumkan perang pada
Selatan. Tak ada perdamaian lagi.
Pintu dibuka, mereka menoleh.
Melihat ketiga rekan mereka dari Utara memasuki ruangan. Jae-ha melihat
Hang-ah membawa senjata di pinggangnya. Hang-ah menyuruh pengawal pintu
meninggalkan ruangan. Sekarang hanya ada mereka berenam di sana.
Komandan
Utara mengawasi keenamnya dari layar monitor. Tak lama kemudian,
Komandan Selatan memasuki ruang pengawasan. Hmmm…ada apa ini? Apakah ini
semacam tes?
Young-bae
mematikan televisi. Hang-ah menghampiri Shi-kyeong dan bertanya apakah
mereka terluka. Shi-kyeong bertanya apakah semua ini benar.
“Keluarlah
dengan kami lebih dulu. Kami telah menerima perintah untuk membawa
kalian melewati perbatasan. Mobil telah tersedia di luar. Kalian hanya
perlu mengikuti kami,” Hang-ah menjelaskan.
Tapi Jae-ha tidak
percaya. Ia meminta Hang-ah menyerahkan senjatanya barulah ia percaya.
Hang-ah memegang sarung senjatanya. Shi-kyeong, Jae-ha dan Dong-ha
terlihat tegang. Bagaimana jika Hang-ah menembak?
Sementara
itu Komandan Utara dan Selatan malah duduk bersama menyaksikan mereka
dari layar monitor. Komandan Selatan khawatir akan terjadi sesuatu tapi
Komandan Utara berkata situasi ini cepat atau lambat akan terjadi dan
semua harus siap mental. Mereka hanya bisa berdoa agar tidak ada yang
terluka.
Hang-ah tidak mengeluarkan senjatanya. Ia menjelaskan
situasinya saat ini sangat buruk dan mereka juga memerlukan senjata itu
untuk keadaan darurat.
“Kenapa, apa kalian tidak mempercayai kami?” tanyanya.
“Ya,” jawab Shi-kyeong.
Jae-ha berkata bagaimana bisa mereka percaya perwira Utara akan membantu mereka meloloskan diri di saat perang sedang terjadi.
Young-bae berkata mereka benar-benar sedang berusaha membantu mereka meloloskan diri. Ia sangat kecewa.
“Komrad
Ryeom Dang-ha, apa kau tidak ingat? Kita bahkan makan kerang bersama.
Kita menyanyi bersama,” Young-bae mendekati Dong-ha.
“Jangan mendekat,” sahut Dong-ha.
Shi-kyeong
meminta senjata. Hang-ah berkata ini bukan saatnya bernegosiasi.
Shi-kyeong bersikeras meminta senjata. Hang-ah akhirnya mencabut
senjatanya, diikuti Kang-seok dan Young-bae. Mereka serentak menodongkan
senjata mereka ke arah tim Selatan.
Komandan
Selatan, yang melihat timnya berada di bawah ancaman senjata, merasa
tak tahan lagi. Tepat saat itu beberapa pria memasuki ruangan
pengawasan. Para komandan berbaris untuk menyambut orang yang datang.
Jae-kang.
Hang-ah
menodongkan senjatanya pada Shi-kyeong dan memerintahkannya ikut
dengannya. Dalam kilas balik, Hang-ah ternyata memang diperintahkan
untuk menyelamatkan tim dari Selatan. Hang-ah sangat lega. Komandan
Utara telah menyiapkan semuanya untuk bisa membawa tim Selatan melewati
perbatasan. Mobil, seragam tentara Utara dan ijin lewat.
Hang-ah
diberi waktu 20 menit untuk mengeluarkan mereka. Jika terlalu lama,
dikhawatirkan akan ada perubahan perintah. Ia diminta menggunakan waktu
sebaik mungkin dan tidak menyebabkan keributan karena tim Selatan pasti
sangat sensitif saat ini.
Kembali ke saat ini, Hang-ah melihat
jamnya. Waktu terus berjalan. Karena tim Selatan tidak mau
mempercayainya, terpaksa ia menodongkan senjata. Dong-ha yang pertama
kali keluar di bawah todongan senjata Young-bae.
“Kita harus
segera pergi,” ujar Hang-ah pada Shi-kyeong. Jae-ha berkata mereka
memang harus cepat jika ingin menyerahkannya pada pemimpin Utara.
Hang-ah menegaskan situasinya saat ini sangat genting. Jika situasinya
bertambah buruk mereka semua bisa mati.
Jae-ha berkata bukankah
Hang-ah memang sudah siap mati? Jika Hang-ah hendak menangkapnya, tak
akan ada gunanya jika ia mati. Itulah sebabnya Jae-ha pikir Hang-ah
tidak menembaknya. Karena Jae-ha (sebagai Pangeran Selatan) bisa
digunakan sebagai tawanan perang dan alat negosiasi.
Jae-ha malah menarik kursi dan duduk dengan santai.
“Tangkap aku,” tantangnya.
“Tidakkah kau mengerti juga, tidak ada gunanya membujuk orang seperti dia,” ujar Kang-seok pada Hang-ah.
Hang-ah masih belum mau menyerah. Ia beralih ke hadapan Jae-ha sedangkan Kang-seok menodongkan senjatanya pada Shi-kyeong.
“Aku
hanya diberi perintah untuk mengeluarkan kau dari sini,” Hang-ah
mengokang senjatanya dan mengacungkannya ke arah Jae-ha., “Tidak masalah
dalam keadaan hidup atau mati.”
Jae-ha terpana.
“Hei, apa yang kita makan barusan?” ujarnya tiba-tiba pada Shi-kyeong.
“Cumi goreng, sangat pedas,” jawab Shi-kyeong.
“Ah, pantas saja perutku seakan terbakar,” keluh Jae-ha sambil memegangi perutnya. Ia malah menanyakan obat pada Hang-ah.
“Baiklah, aku akan mengurusnya sendiri,” ujar Jae-ha sambil bangkit berdiri.
“Komrad
Lee Jae-ha!!” seru Hang-ah kesal. Bagi Hang-ah waktunya tinggal sedikit
agar ia bisa menyelamatkan teman-temannya dari Selatan tapi Jae-ha
malah terus bersikap seenaknya. Tapi Jae-ha memang tidak tahu apapun.
Ia
mengomel harus segera ke kamar kecil. Hang-ah tak bisa berbuat apa-apa
selain membiarkan Jae-ha dan Shi-kyeong masuk kamar kecil.
Dari
ruang pengawas, Komandan Utara melaporkan pada Jae-kang bahwa tidak ada
kamera pengawas di lorong dan di kamar kecil. Artinya, mereka tak bisa
lagi melihat situasi di sana. Jae-kang termenung.
Jae-ha dan
Shi-kyeong masuk ke kamar kecil dan menguncinya. Walau terlihat
seenaknya dan sombong saat di luar tadi namun di sebenarnya Jae-ha
ketakutan. Tangannya terlihat gemetar saat ia mencuci tangan. Ia
bertanya pada Shi-kyeong apa yang harus mereka lakukan.
Karena
mereka tidak keluar juga dari kamar kecil, Kang-seok khawatir keduanya
melarikan diri lewat jendela tapi Hang-ah berkata seluruh tempat ini
telah dikepung. Tak ada jalan melarikan diri. Dua orang perwira muncul
untuk memeriksa keadaan tapi Hang-ah menyuruh mereka mundur.
Tiba-tiba
terdengar suara kaca dipecahkan dari dalam kamar kecil. Kang-seok
mendobrak pintu dan masuk. Shi-kyeong segera merebut senjatanya. Jae-ha
juga berusaha merebut senjata tapi Hang-ah bukan tandingannya. Jae-ha
terjatuh ke lantai hingga kakinya terluka.
Hang-ah menodongkan senjatanya pada Jae-ha. Shi-kyeong menodongkan senjata pada Kang-seok. Jae-ha pelan-pelan bangkit berdiri.
“Baiklah, sebenarnya berapa nilaiku?” tanya Jae-ha getir.
Hang-ah
sekali lagi berkata mereka bukan hendak menangkap Jae-ha dan membawanya
ke Pyongyang (ibukota Korut). Tapi Jae-ha tetap tak percaya. Ia tetap
beranggapan dirinya akan digunakan sebagai alat negosiasi (agar Raja
Korsel tidak berkutik).
“Aku tidak akan hidup seperti itu. Aku
adalah Pangeran Korea Selatan. Menyerah dalam perang bahkan tanpa
menembakkan senjata? Agar aku bisa dipermalukan sebagai manusia?
Menggunakan nyawaku untuk ditukar dengan wilayah kami? Walau aku
berandal pembuat masalah, bagaimana bisa aku melakukan itu? Bagaimana
kakakku melihatku? Bagaimana rakyatku memandangku? Jadi aku tidak akan
meninggalkan tempat ini. Selangkahpun. Hidup atau mati, semuanya di
tanganmu.”
Hmmm.. jika ini adalah perang sungguhan dan Jae-kang
bisa mendengar perkataan ini, pastilah ia sangat bangga pada adiknya.
Hang-ah bahkan sempat tersentuh, tidak menyangka Jae-ha akan seberani
ini. Tapi sayangnya ini adalah ujian. Ujian kepercayaan.
Mendengar
perkataan pangerannya yang gagah berani, Shi-kyeong menodongkan
senjatanya ke pelipis Kang-seok. Hang-ah dalam posisi terjepit. Jae-ha
tak mau ikut dengannya dan rekannya dalam bahaya. Apa yang harus ia
lakukan?
Pelan-pelan Hang-ah membalik senjatanya dan menyerahkannya pada Jae-ha. Jae-ha terkejut.
“Apakah kau percaya sekarang?”
“Benarkah? Kau benar-benar hendak mengirim kami ke luar perbatasan?” tanya Jae-ha.
Hang-ah
meminta Jae-ha tidak menodongkan senjata pada para tentara di luar
karena keadaan sangat sensitif sekarang ini, tidak ada yang tahu apa
yang akan terjadi.
Sementara
itu, ruang pengawasan mendapat laporan bahwa Kang-seok dan Hang-ah
memasuki kamar kecil dengan senjata. Komandan Selatan merasa situasi
sudah tidak terkendali. Tidak ada yang tahu apa yang terjadi di dalam
kamar kecil itu dan lagi ada dua orang yang membawa senjata. Ia
menyarankan agar Raja menghentikan simulasi ini. Jae-kang menghela nafas
panjang dan menyetujui saran tersebut.
Hang-ah memberi petunjuk
pada Jae-ha bagaimana cara mereka bisa keluar dari perbatasan. Mereka
hanya perlu duduk di mobil, sisanya tak perlu dikhawatirkan.
“Mengapa kau tidak mengatakannya lebih awal? Mengapa kau harus menodongkan senjata?” omel Jae-ha.
“Kau tidak mengerti juga apa aku yang kukatakan hingga aku berpikir untuk memecahkan gendang telingamu.”
“Jika kau melepaskan tembakan, kalian semua akan habis.”
“Sebenarnya
aku berniat menangkapmu dan menjualmu ke pasar, tapi siapa yang mau
membeli orang lemah sepertimu.” Wah, pasti laku tuh^^
Jae-ha
protes ia selama ini hanya menahan diri. Jika ia menunjukan kekuatannya,
bajunya akan robek karena tak sanggup menahan kekekaran ototnya.
“Kelihatannya
hanya perutmu yang akan melesak ke luar” sahut Hang-ah. Jae-ha berkata
ia seharusnya membawa Hang-ah ke balkon istananya, barulah Hang-ah akan
mengetahui kekuatannya.
“Kalau Jang Dong-gun menemaniku, baru aku mau ikut,” ujar Hang-ah. Dee juga mau ikut! Ya kan Dee?? Hehe^^
“Dia sudah menikah dan punya anak.”
“Bagaimana dengan Brad Pitt? Dia punya berapa anak?”
“Tak
peduli punya anak atau tidak, memangnya dia akan melirikmu? Angeline
Jolie akan menendangmu jauh-jauh. Bahkan Jennifer Aniston bukan
tandingannya sekarang.”
Jae-ha membuka pintu keluar. Mereka
diserbu sorotan lampu mobil. Senjata-senjata dikokang. Mereka telah
dikepung perwira Utara.
Jae-ha menoleh dan menatap Hang-ah dengan kecewa. Ia merasa dikhianati. “Bahkan sampai akhir pun…. kau...”
“Komrad Lee Jae-ha…” Hang-ah berusaha menjelaskan.
Dorr!!
Jae-ha menembak Hang-ah tepat di jantungnya. Hang-ah tersentak, menatap Jae-ha tak percaya. Air mata mengalir di pipinya.
Jae-ha
berbalik dan mengacungkan senjatanya ke pelipisnya sendiri. Para
perwira itu mengangkat senjata mereka dan menodongkannya pada Jae-ha.
“Kau
tidak boleh, Pangeran!!” seru Shi-kyeong sambil berlari menghambur ke
depan Jae-ha. Menjadikan dirinya sendiri sebagai tameng. Hang-ah
menangis.
Dalam keadaan menegangkan seperti itu, terdengar suara yang
mengumumkan bahwa simulasi telah berakhir. Serentak para perwira
menurunkan senjata mereka.
Para komandan dari Utara dan Selatan
berjalan ke arah mereka. Jae-ha, Shi-kyeong, Hang-ah, dan Kang-seok baru
menyadari kalau semua itu hanya rekayasa. Walau begitu Hang-ah
menyentuh bagian yang tadi ditembak Jae-ha. Tak ada darah. Peluru dalam
senjata itu bukan peluru tajam. Namun hatinya terasa sakit.
Jae-kang berjalan mendekati mereka. Jae-ha terpana melihat kakaknya.
“Kau…kau melepas tembakan?” tanya Jae-kang, ia terkejut melihat Hang-ah yang lemas.
Raja mengumpulkan semuanya dan memberikan pengumuman. Hang-ah tak ada di sana.
“Apa
yang baru saja dijalani oleh kalian adalah tugas akhir pelatihan ini.
Akulah yang mengajukannya. Anggota Utara dan Selatan telah
menyetujuinya. Ini bukanlah hal yang sulit. Setiap orang hanya perlu
mengikuti instruksi tapi tidak semua orang dapat diyakinkan dengan
mudah. Selatan melepas tembakan,” kata Jae-kang sedih. Ia tak bisa
menyembunyikan kekecewaannya.
“Walau pernah ada ketegangan di
antara kita namun sekarang tidak lagi. Melepas tembakan…berarti
mengakhiri semuanya (mengakhiri perdamaian). Tapi…” Jae-kang melihat
Jae-ha, “Adikku sendiri yang melepas tembakan. Aku ingin semua orang
tahu bahwa Selatan dan Utara bisa bekerja sebagai satu kesatuan dan
bekerja dengan baik bersama-sama. Itulah sebabnya aku melibatkan adikku.
Sepertinya keputusan yang telah kubuat terlalu jauh untuk dicapai.
Semuanya, ini adalah kesalahanku.”
Jae-kang
keluar dari podiumnya dan berdiri menghadap semua perwira. “Aku minta
maaf.” Jae-kang membungkukkan badannya dalam-dalam. Semua membuka topi
mereka dan balas membungkuk pada Jae-kang. Kecuali Jae-ha. Matanya
berkaca-kaca. Ia yang berusaha untuk tidak mengecewakan kakaknya
ternyata telah melakukannya.
Hang-ah
berada di ruang perawatan. Ia sangat lemas hingga tak bisa berdiri dan
jatuh terpuruk di lantai. Sebenarnya luka di dalam hatinya jauh lebih
sakit daripada luka di tubuhnya. Ia teringat saat Jae-ha menembaknya.
Jae-ha
menemui kakaknya. Jae-kang bersikap dingin pada Jae-ha. Jae-ha berkata
situasi saat itu seperti benar-benar terjadi perang.
“Jadi, muncullah seorang pahlawan?” tanya Jae-kang. Ia membuat gerakan menembak dengan jarinya “Bang!” ke arah Jae-ha.
“Jika
itu kakak, apakah kakak bisa berpikir dengan baik pada situasi seperti
itu? Semua senjata ditodongkan padaku!!” seru Jae-ha. Ia tak mengerti
mengapa ia disalahkan.
“Jadi…kau benar-benar kehilangan akal dan
tidak berpikir apapun. Seperti binatang,” ujar Jae-kang dingin. Jae-ha
tak bisa berkata apa-apa lagi.
Jae-kang
mendapat laporan kalau anggota komita Utara dan Selatan sedang menunggu
responnya. Ia mengangkat telepon. Komandan Selatan menanyakan petunjuk
Jae-kang mengenai kegiatan selanjutnya.
“Tugas terakhir telah
selesai. Apa lagi yang diperlukan? Tim Gabungan Utara dan Selatan akan
dibubarkan tengah malam ini,” ujar Jae-kang tegas sambil menatap Jae-ha.
Jae-ha menoleh.
Komandan Utara menutup telepon dan
memberitahukan keputusan Raja pada komandan lainnya. Semua menghela
nafas panjang dan menunduk kecewa tapi tak bisa berbuat apa-apa.
“Dibubarkan?” tanya Jae-ha. Ia bertanya apakah pembubaran itu karena dirinya. Jae-kang tak menjawab dan beranjak pergi.
“Mereka
adalah musuh!! Selama 60 tahun, mereka adalah musuh dan aku telah
dicuci otak untuk mempercayai itu. bahwa aku tidak boleh mempercayai
mereka. Siapa yang melakukannya?!” seru Jae-ha membela dirinya.
“Walau
begitu!! Kau harus bisa menyeberangi jurang itu. Kau adalah keluarga
kerajaan. Aku juga tahu kau banyak kekurangan. Tapi kau Pangeran, kau
harus menjadi teladan. Kupikir jika aku menaruhmu di dalam situasi
tertekan kau akhirnya akan mencapai sesuatu. “
Jae-ha berkata ia juga telah berjuang dengan susah payah, dengan senjata ditodongkan di kepalanya.
“Jadi kau hanya akan membunuh dirimu sendiri?! Mengapa kau tidak langsung menembak dirimu sendiri saja?”
Jae-ha
tercekat mendengar perkataan kakaknya. Sebenarnya Jae-kang juga tidak
bermaksud demikian tapi ia terlampau kecewa. Benar juga sih. Bagi Jae-ha
mati adalah tindakan terhormat dan menjadikannya pahlawan tapi bagi
Jae-kang itu adalah tindakan termudah dan pengecut. Bunuh diri bukanlah
penyelesaian dari masalah, hanyalah tindakan melarikan diri dari
masalah.
“Pangeran? Teladan? Baiklah, aku akan menunjukkannya.
Kakak tahu tugas akhir yang sebenarnya kan? Berlari 60 km dalam waktu 8
jam. Aku akan melakukannya tapi batalkan pembubaran tim.”
“Apa kau sedang bercanda?” tanya Jae-kang frustrasi.
“Jam
berapa sekarang? Sekarang pk. 11.34 malam. Berarti aku harus tiba
sebelum pk. 07.34 pagi, bukan? Aku akan segera berangkat. Kakak hanya
perlu memberi tahu tujuan akhirnya.” Jae-ha berjalan melewati kakaknya.
“Lee Jae-ha….”
“Sudah cukupkah aku bertanggungjawab?” tanya Jae-ha. Ia meninggalkan kakaknya sendirian.
Hang-ah mendapat dari Young-bae dan Kang-seok kalau Jae-ha akan melakukan tugas lari itu untuk membatalkan pembubaran tim.
“Dia
bahkan mulai berlari tanpa pengawalan? Apa yang akan ia lakukan jika ia
bertemu perwira lain atau rakyat…” ujar Kang-seok khawatir.
“Biarkan dia. Mungkin dengan membiarkannya sedikit menderita akan membuatnya sadar,” sahut Hang-ah tegas.
Jae-ha
berlari dengan seragam lengkap, plus perlengkapan dan senjatanya. Empat
orang perwira mengikutinya dari belakang. Lucunya Jae-ha malah
mengharapkan kehadiran Hang-ah bahkan setelah tadi dia menembaknya. Kalo
orang normal sih pasti malu hati. Kangen kali ya^^
Sama seperti
Hang-ah. Walau tadi ia jelas menyuruh Jae-ha dibiarkan tapi ia sendiri
yang menyusul Jae-ha dengan mengendarai motor. Jae-ha serta merta
tersenyum girang tapi ia buru-buru berwajah serius lagi.
“Minggir,”
katanya. Ia lalu berjalan melewati Hang-ah seakan-akan hendak berjalan
sendirian. Hang-ah mengulurkan tangannya menghalangi Jae-ha, pura-pura
menunjuk ke suatu tempat.
“Lihat desa di sebelah sana? Dulu
pernah ada helikopter Amerika terhempas di sana. Para petani datang dan
menghancurkan helikopter itu sampai berkeping-keping.”
Hang-ah
menunjuk arah berlawanan. “Desa itu adalah tempat para tentara tinggal
saat menyelesaikan pelatihan khusus. Para tentara dan warga desa
biasanya mengadakan kompetisi bertarung dan menganggapnya sebagai
latihan. Para ahjumma yang berani bahkan ikut bertanding.”
Jae-ha mulai terlihat sedikit takut.
“Bangunan
ke-tiga di sana adalah tempat tinggal sebuah kelompok yang menamakan
dirinya “Sang Iblis”. Mereka adalah para bandit yang suka mencuri mas
kawin juga tas-tas para tentara. Siapapun yang berbicara terlalu banyak
akan dipukuli. Menggunakan sekop dan batang besi,” ujar Hang-ah.
“Ayo jalan.” LOL^^
Hang-ah pura-pura merasa terpaksa dan mulai berlari. Jae-ha tersenyum dan mengikutinya dari belakang.
Sementara
itu Raja menyampaikan keinginan Jae-ha untuk berlari dan meminta
masukan dari para komandan Utara dan Selatan. Ia akan mengikuti
keputusan mereka.
Hang-ah
dan Jae-ha berlari bersama. Seperti biasanya selalu ada perdebatan jika
mereka bersama. Hang-ah berkata Jae-ha benar-benar keras kepala hingga
kadang menjadi bodoh. Walau Jae-ha sedang menebus kesalahannya, apakah
akan mempengaruhi keputusan pembubaran tim? Apalagi berlari 60 km
bukanlah hal yang mudah dan Jae-ha berlum pernah berlari sejauh itu
sebelumnya.
“Mengapa aku harus berlari sejauh 60 km? Paling
banyak 2 km, itu mudah,”ujar Jae-ha tersenyum nakal. Hang-ah menoleh tak
mengerti.
“Pikirkan jika kau menjadi anggota komite Selatan.
Sebagai Pangeran, aku bersedia menerima hukuman atas kesalahanku. Lalu
apa pikiran mereka? ‘Dia Pangeran. Jika dia berlari sejauh itu, ia akan
kecapean.’ Mereka akan bertindak dengan memikirkan Raja, bukan? Mereka
akan mengambil keputusan dan menemui kakakku. Lalu kakakku bilang, ‘jika
kalian memutuskan demikian…’. Kakakku dianggap rendah hati dan para
anggota komite akan mendapat penghargaan karena telah melindungi anggota
kerajaan. Dan aku bisa kembali ke Selatan dengan selamat. Akhir yang
bahagia. OK?”
Gubrak!! Gini nih ekspresi Hang-ah waktu denger perkataan Jae-ha hahaha^^
Hang-ah
bertanya sejak kapan pikiran seperti itu muncul di kepala Jae-ha. Baru
saja, kata Jae-ha. Ia hanya harus berpura-pura lari semalaman. Lagipula
kakinya terluka (karena terjatuh saat di kamar kecil), bagaimana bisa
berlari sejauh 60 km?
“Tanggung jawab? Teladan? Jangan bercanda,” gumamnya sambil tertawa geli.
Sebuah mobil menghampiri mereka. Jae-ha menganggap ucapannya barusan akan terjadi.
“Lihat,
bukankah mereka datang untuk membujukku (berhenti berlari)? Kurasa aku
jenius. Ayo cepat berlari lagi, pura-pura kita kesakitan.”
Hang-ah
benar-benar tak habis pikir dengan cara berpikir Jae-ha. Jae-ha berlari
mendekati mobil itu dan pura-pura kecapean. Seorang perwira turun.
“Aku
datang untuk memberitahukan hasil rapat komite. Waktu mulai adalah pk.
11.34. Pada jalan ini terdapat Sekolah Dasar Dae Dong, 60 km jauhnya.
Kalian berdua harus tiba di sana sebelum pk. 07.34 pagi.”
“Mereka
benar-benar membiarkanku berlari?” tanya Jae-ha terkejut. Perwira itu
menunjukkan alat agar lokasi Jae-ha dan Hang-ah bisa terpantau. Para
pengawal yang tadi mengikuti Jae-ha diperintahkan kembali. Perwira itu
berharap Jae-ha dan Hang-ah berhasil lalu ia pergi.
Jae-ha
bengong. Kasiaaan deh^^ Terpaksa ia berlari. Baru saja berlari beberapa
ratus meter, ia bertanya masih seberapa jauh ia harus berlari. Ia ingin
beristirahat lebih dulu. Kakinya mulai terasa sakit.
Sebuah
mobil medis melewati jalan itu. Jae-ha melambaikan tangannya hendak
meminta tumpangan. Mobil itu berhenti. Ternyata anggota tim yang lainnya
datang.
Shi-kyeong bertanya apakah Jae-ha baik-baik saja. Jae-ha
meminta obat penahan sakit. Tapi perwira pengemudi mobil itu berkata
mobil itu hanya bertugas mencegah. Meminta pertoongan sama saja dengan
menyerah. Apakah Jae-ha mau menyerah?
“Kalau begitu mengapa kalian di sini?” tanya Jae-ha.
“Kami
ingin lari bersamamu,” ujar Shi-kyeong. Dong-ha dan Young-bae
melambaikan tangan mereka, dibalas oleh Hang-ah. Mereka merasa ikut
bertanggung jawab.
Hang-ah berterimakasih atas kedatangan Shi-kyeong, ia berkata ia sulit menghadapi Jae-ha yang selalu mengeluh.
“Kami seharusnya datang lebih cepat, aku minta maaf,” ujar Shi-kyeong.
“Tapi
sejak kapan memutuskan unutk ikut berlari? Sejam lalu aku memikirkan
wajah Komrad Eun Shi-kyeong, mungkinkah kau berpikir untuk datang pada
saat itu?” tanya Hang-ah. Jae-ha tak senang melihat keakraban keduanya.
Apalagi
ketika Shi-kyeong menanyakan keadaan Hang-ah, apakah Hang-ah masih
terkejut setelah tembakan tadi. Jae-ha baru teringat apa yang tadi ia
lakukan pada Hang-ah.
Hang-ah berkata ia tidak apa-apa. Ia
menyindir Jae-ha melakukannya untuk menyelamatkan nyawanya sendiri.
Jae-ha mengomel pada Shi-kyeong mengapa ia harus mengungkit masalah
memalukan itu.
“Kau ingin membuatku tampak bodoh kan? Kau
seharusnya datang lebih cepat. Kau sempat mandi dan makan, itulah
sebabnya kau terlambat. Dan kau sempat-sempatnya minta maaf karena kau
terlambat? Apa kau mempermainkan aku? Jelas-jelas kau menungguku
kelelahan agar saat kita tiba di tujuan akhir, di depan kakakku dan para
anggota komite kau akan berkata ‘Pangeran berjuanglah, biar aku
menggendongmu’. Sekilas saja aku tahu kau sedang berakting. Di masa yang
akan datang kau pasti akan terus mendapat kenaikan pangkat. Kau hebat,
Eun Shi-kyeong.”
Shi-kyeong menunduk sedih.
“Jangan
tertipu olehnya,” ujar Hang-ah pada Shi-kyeong. “Aku tahu apa yang
sebenarnya sedang dipikirkan Komrad Lee. Saat ia merasa malu, ia akan
membuat orang lain merasa bersalah. Ia ingin kau ikut menanggung
bebannya.”
“Kapan aku seperti itu?” kata Jae-ha gelagapan.
“Aku
minta maaf karena tidak bisa melihat niat baik Pangeran. Kami tidak
akan menjadi beban Pangeran. Pangeran bisa berlari sendiri. Kami akan
memperhatikanmu,” kata Shi-kyeong. Bwahahahaha…. totally salah mengerti.
Shi-kyeong pikir Jae-ha sengaja berkata seperti itu karena
tidak ingin Shi-kyeong dan yang lainnya ikut menanggung kesalahannya. Ia
pikir Jae-ha benar-benar ingin menebus kesalahannya sendirian.
Shi-kyeong ini contoh orang yang berpikiran positif.
Jae-ha tak menyangka Shi-kyeong berpikir seperti itu. “Ba-baiklah, sendirian. Kau mengerti maksud baikku sekarang?”
“Iya,
tapi jangan lupa. Kami selalu mendukungmu,” Shi-kyeong membungkuk
memberi hormat dan kembali naik ke mobil diikuti yang lainnya.
“Ah,
stress,” Jae-ha memegangi kepalanya. Hang-ah tersenyum geli. Jae-ha
selalu bersikap tidak baik pada Shi-kyeong tapi Shi-kyeong selalu
berpikiran lurus hingga akhirnya Jae-ha yang kena batunya.
Sementara
itu, walau Jae-kang tadi sangat marah pada adiknya, tapi ia tidak tidur
semalaman. Sebentar-sebentar ia melihat jam. Ia mengkhawatirkan Jae-ha.
Melewati
tengah malam, dinginnya udara semakin bertambah dengan turunnya salju.
Hang-ah menoleh dan melihat Jae-ha berjalan terseok-seok menyeret
kakinya yang sakit. Hang-ah melepaskan ranselnya dan mengambil kotak
jarum.
Polonium 102!!
Itulah yang ada di benak Jae-ha saat
melihat kotak jarum itu. Ia ketakutan dan mencoba melarikan diri.
Hang-ah menariknya dan menjatuhkannya ke tanah. Lalu ia membuka perban
luka Jae-ha.
Jae-ha berteriak-teriak kesakitan. Hang-ah tak
mempedulikan protes Jae-ha. Ia mengambil jarum dan menusukkan di sekitar
luka Jae-ha. (Awalnya aku kira itu jarum jahit tapi ternyata jarum
akupunktur)
Jae-ha
berhenti berteriak. Rasa sakitnya mereda. Hang-ah merawatnya dengan
teliti dan penuh perhatian. Hal ini tidak lepas dari pengamatan Jae-ha.
“Komrad, kau pikir aku ini orang seperti apa?” tanya Hang-ah.
“Partai merah,” jawab Jae-ha. Hang-ah tersenyum. Partai merah = orang Utara.
Keduanya
pun melanjutkan perjalanan. Salju turun semakin lebat. Mobil medis
pelan-pelan terus mengikuti mereka sekaligus memberi penerangan. Hang-ah
melihat Jae-ha kembali merasa kesakitan. Ia menawarkan akupunktur
kembali bahkan menawarkan Jae-ha meminta obat pada mobil medis.
“Bukankah itu artinya aku menyerah?” tanya Jae-ha. Ia lalu kembali berjalan.
Jae-ha
salah jika berkata ia berlari sendirian. Selain Hang-ah yang berlari di
sisinya, teman-temannya di mobil medis, Raja dan para Komandan Utara
dan Selatan juga mengorbankan waktu istirahat mereka untuk terus
mengawasi perjalanan mereka.
Teman-teman
di dalam mobil sangat khawatir melihat Jae-ha jalan tertatih-tatih.
Kang-seok berkata Jae-ha pasti tak bisa berpikir jernih didera rasa
sakit seperti itu. Dong-ha berkata pada Shi-kyeong sebaiknya mereka
meminta Jae-ha menyerah. Shi-kyeong juga mengkhawatirkan keadaan Jae-ha.
Ia meminta pengemudi membunyikan klakson agar Jae-ha berhenti.
Klakson
terus dibunyikan. Hang-ah melihat Jae-ha dengan khawatir. Jae-ha
berusaha terus berjalan. Di kepalanya, perkataan Jae-kang dan Hang-ah
terus berkelebat.
Hang-ah: Kau sebenarnya takut, bukan?
Jae-kang: Melepas tembakan berarti mengakhiri semuanya. Dan adikku sendiri yang melakukannya.
Hang-ah: Kau tidak memiliki ketangguhan dan keinginan untuk berjuang. Kau juga tak memiliki harga diri.
Jae-kang membungkuk: Aku minta maaf.
Jae-kang:
Aku pikir jika aku menaruhmu dalam situasi tertekan kau akan bisa
mencapai sesuatu. Jadi kau akan membunuh dirimu sendiri?!
Hang-ah: Jika kau ingin menyalahkan sesuatu, salahkan dirimu yang pengecut.
Jae-kang: Kau harus bisa melewati jurang itu. Kau adalah Pangeran!!
“Sebaiknya
kalian kembali!!” bentak Jae-ha pada mobil medis di belakangnya.
Hang-ah memberi tanda dengan tangannya agar mereka berhenti membunyikan
klakson. Ia melihat Jae-ha dengan sedih. Ia mengerti Jae-ha sedang
berjuang. Secara fisik dan juga mental.
Pagi
pun tiba. Mereka tiba di tepi sungai. Jae-ha berjalan menggunakan
tongkat dan tampak sangat kelelahan. Hang-ah mengulurkan tangannya untuk
membantu Jae-ha berjalan tapi Jae-ha tak menyambutnya.
Hang-ah
berjongkok di depan Jae-ha, siap menggendongnya. Jae-ha tak
mempedulikannya dan terus berjalan. Baru beberapa langkah, ia tersungkur
di tanah. Hang-ah buru-buru pergi untuk mengambil air di sungai.
Tapi
Jae-ha memang keras kepala. Ia tetap memaksakan diri berjalan tanpa
menunggu Hang-ah kembali. Akhirnya ia terjatuh berguling-guling. Hang-ah
segera berlari menghampirinya dan hendak membantunya bangkit.
“Aku
tidak mau! Tidak mau, tidak mau!!” seru Jae-ha frustrasi, “Berdiri pada
saat seperti ini, aku sudah mencapai batas!! Apa lagi yang kau ingin
untuk kulakukan?!! Apakah Pangeran itu peliharaan atau kacung (yang bisa
diperintah-perintah)? Aku bukannya ingin menjadi anggota keluarga
kerajaan jadi mengapa aku…”
Jae-ha tak tahan lagi. Ia menangis menumpahkan seluruh perasaannya. Hang-ah membiarkannya.
Keduanya
duduk berdiam diri. Hang-ah merogoh sakunya dan menaruh saputangan di
dekat Jae-ha tanpa mengatakan apapun. Jae-ha bertanya sekarang sudah jam
berapa. Pk. 07.09 pagi. Artinya 25 menit lagi waktu mereka habis.
“Aku tidak menakutimu kan? Tembakan itu. Aku bahkan merasa hatiku kosong,” kata Jae-ha pelan.
Hang-ah menoleh. Ia tersenyum. Ia tahu Jae-ha menyesali tindakannya menembak Hang-ah dan itu sudah cukup.
Hang-ah
membaringkan dirinya di atas batu dan berkata cuacanya enak sekali. Ia
menepuk tempat di sampingnya dan menyuruh Jae-ha ikut berbaring
sebentar.
“Tidak mudah menemukan hari cerah pada musim dingin,”
kata Hang-ah. “Melakukan yang terbaik hanya demi perdamaian, apa
gunanya? Bisa mengalami perasaan seperti ini, barulah merasakan hidup
yang sebenarnya.”
Jae-ha ikut berbaring. Keduanya diam-diam saling memperhatikan.
Sementara itu pusat pengawas bingung karena Jae-ha dan Hang-ah tidak menunjukkan pergerakan selama 5 menit.
“Apa yang sebenarnya sedang mereka lakukan?” tanya Komandan Utara.
“Mereka sedang tidur bersama,” jawab seorang perwira. LOL^^
Tak lama kemudian Jae-ha bangkit berdiri dan kembali mengenakan seluruh perlengkapannya. Hang-ah trkejut.
“Ayo jalan,” kata Jae-ha.
“Komrad Lee Jae-ha, ini sudah….”
“Aku adalah Pangeran.” Walau waktunya sudah habis, Jae-ha meneruskan perjalanannya.
Raja mendapat laporan kalau keduanya sudah terlihat. Ia menghela nafas lega.
Jae-ha
dan Hang-ah berjalan menuju tempat tujuan yang sduah terlihat di depan
mata. Jae-ha terjatuh. Shi-kyeong buru-buru menolongnya. Tapi Jae-ha
menepisnya.
“Apa kau ingin menertawakan kekalahanku?” katanya kesal.
“Kekalahan apa?” tanya Shi-kyeong.” Masih ada waktu 5 menit lagi, manfaatkan dengan sebaik-baiknya.”
Jae-ha
bingung. Ia memandang Hang-ah. Hang-ah tersenyum. Ia tadi berbohong,
sebenarnya bukan tersisa 25 menit lagi melainkan 40 menit. Ia
melakukannya karena ia melihat Jae-ha terlihat sangat lelah jadi ia
merasa Jae-ha harus menyerah dan beristirahat.
“Tempatnya di sana, ayo cepat dan lihatlah,” ujar Hang-ah.
“Dasar partai merah,” gerutu Jae-ha.
Hang-ah
tersenyum dan mengulurkan tangannya untuk membantu Jae-ha berdiri.
Jae-ha kali ini menerima uluran tangan Hang-ah. Mereka berjalan bersama
menuju garis akhir.
Para komandan dan perwira lainnya bersorak
gembira menyambut kehadiran mereka. Jae-ha melangkah dengan percaya
diri, dan melingkarkan tangannya ke pundak Hang-ah. Tim Utara dan
Selatan bersatu.
source : http://patataragazza.blogspot.com/2012/04/sinopsis-king-2-hearts-episode-4.html
re-posted and re-edited by : dianafitriwidiyani.blogspot.com
No comments:
Post a Comment