Jae-ha
kembali ke istana. Ia turun dari mobilnya dan melihat ke atas. Para
shaman sedang mendoakan arwah Raja dan memanggil-manggil roh Jae-kang.
Jae-ha masuk ke kamarnya. Pakaian berkabungnya sudah tergantung rapi.
Ia
berganti pakaian. Kenangan mengenai kakaknya membanjiri ingatan Jae-ha.
Tanpa sadar air matanya mengalir. Jae-ha menutup wajah dengan
tangannya. Mencoba menahan air matanya.
Ayah
Hang-ah menelepon Hang-ah setelah mendengar berita itu. Ia
mengkhawatirkan puterinya. Ia berani meninggalkan Hang-ah di Selatan
karena Jae-kang, tapi bagaimana sekarang? Hang-ah tidak memiliki waktu
untuk berbicara dengan ayahnya. Ia meminta maaf dan menutup teleponnya
lalu berjalan ke luar.
Di luar ia berpapasan dengan Jae-ha.
Mereka berpandangan dengan sedih. Sekretaris Eun mengingatkan waktu
mereka tak banyak. Mendengar panggilan “Yang Mulia’ Sekretaris Eun pada
Jae-ha, Hang-ah seolah tersadar siapa Jae-ha sekarang. Ia memberi jalan
untuk Jae-ha dan memberi salam, “Yang Mulia.”
Jae-ha menoleh. “Jangan sampai kau pun memanggilku begitu,” katanya dengan suara tercekat.
Hang-ah melihat mata Jae-ha yang merah karena menahan tangis. Ia hanya bisa menatap calon suaminya dengan sedih.
Jae-ha
langsung dinobatkan sebagai Raja. Hang-ah tak bisa tinggal diam. Ia
bertanya pada kepala pelayan apa yang bisa ia lakukan untuk membantu.
Jae-ha
memasuki ruang kerjanya. Ia terdiam sejenak melihat meja kerja kakaknya
yang sekarang menjadi mejanya. Jae-ha duduk dan bertanya pada
Sekretaris Eun apa yang harus ia kerjakan untuk pertama kali.
Sekretaris
Eun menjawab Jae-ha haru membuat Ilseongnok (jurnal harian Raja. Setiap
hari Raja mengungkapkan isi hatinya kepada Raja terdahulu. Karena
sekarang jaman modern, catatannya berupa rekaman audio bukan tulisan
lagi). Jae-ha diminta mengubah password untuk merekam jurnalnya karena
setiap Raja memiliki password masing-masing.
Ia memandang lukisan
kakaknya dengan mata berkaca-kaca. Jae-ha menekan sebuah tombol.
Keluarlah alat perekam dari bawah lukisan itu. Alat perekam itu memberi
instruksi agar Jae-ha mengucapkan kode untuk mulai merekam.
Jae-ha memandang wajah kakaknya.
“Apa kau senang?” tanyanya.
“Kode untuk memulai rekaman telah tersimpan. Silakan ucapkan kode untuk mengakhiri rekaman.”
“Apa yang kaulihat?” katanya marah.
“Kode untuk mengakhiri rekaman telah tersimpan.”
(jadi
setiap hari Jae-ha akan merekam jurnalnya dengan password mulai “Apa
kau senang?” dan password akhir “Apa yang kaulihat?”. Weird password,
tapi dijamin ngga akan ada orang yang bisa buka jurnal itu ^^)
Air mata kembali mengaliri wajah Jae-ha. Ia segera menghapusnya.
Jae-ha masuk ke ruang baca di mana Sekretaris Eun telah menunggu. Sekretaris Eun bertanya apakah Jae-ha telah selesai merekam.
“Tidak ada yang perlu dibicarakan dengan orang yang telah mati,” ujar Jae-ha. “Selanjutnya apa?”
“Pertama-tama, ada delapan proposal resmi yang harus diputuskan dalam iminggun ini. Juga tiga proposal kelompok bala bantuan.”
Jae-ha
menoleh melihat tumpukan proposal di dekat rak. “Bagaimana bisa ada
begitu banyak pekerjaan pada periode berkabung seperti ini? Ah…stress..”
“Besok pagi pada rapat sarapan, Yang Mulia akan menerima ucapan
bela sungkawa dari tiap duta besar. Lalu ada rapat mnegenai Arirang.”
“Tunggu, Arirang?”
Sekretaris
Eun berkata Arirang akan dilaporkan oleh negara tetangga sebagai
warisan budaya negara tersebut. Jae-ha bertanya jadi jika orang Korea
menyanyikan lagu Arirang maka artinya mereka menyanyikan lagu negara
tersebut? “Lalu lama-lama mereka akan mengatakan tanah kita adalah milik
mereka dan negara kita budak mereka? Bagaimana bisa terjadi hal seperti
ini? Apa yang negara kita lakukan selama bertahun-tahun ini?”
Sekretaris
Eun menjawab negara telah mengadakan berbagai pertunjukkan secara umum
dan diplomatis di berbagai negara. Tapi bagi Jae-ha hal itu tdak cukup.
Ia menyalahkan Menteri Administrasi dan Sekretaris Eun. Dan mengomel selama ini orang-orang bekerja atau hanya bermain-main.
“Kalau
begitu apa yang Yang Mulia telah lakukan selama ini? Masalah ini telah
ada sejak 10 bulan lalu. Media telah membicarakannya. Kementerian negara
juga telah mengetahuinya. Keluarga kerajaan telah mengatur beberapa
pertunjukkan besar. Salah satunya tidak terlalu jauh. Tepat diadakan di
aula bawah istana ini. Apa yang Yang Mulia telah lakukan?”
Sekretaris
Eun mengisyaratkan Jae-ha tidak berhak marah/protes karena selama ini
Jae-ha sendiri yang tidak mempedulikan negaranya.
Jae-ha meminta
semua informasi mengenai Arirang dibawa kepadanya. Sekretaris Eun
berkata pekerjaan Jae-ha sudah cukup banyak hari ini. Ia akan
membawakannya besok.
“Apa kau tidak tahu berapa IQ-ku? 187. Jika kau tidak pecaya, kau bisa mengkonfirmasinya besok,” tantang Jae-ha.
Sekilas
info. Arirang adalah lagu rakyat yang secara tidak resmi dianggap
sebagai lagu rakyat Korea Selatan (dan juga Korea Utara. Keduanya
mengenal lagu ini hingga sering dianggap sebagai pemersatu kebudayaan
Utara dan Selatan). Tapi ternyata lagu ini didaftarkan oleh Cina sebagai
warisan budayanya. Walau Cina berdalih lagu itu didaftarkan sebagai
kebudayaan etnis Korea yang tinggal di Cina, namun berbagai kalangan
melihat ini sebagai langkah awal Cina. Hmmm….ternyata bukan negara kita
aja yang dicaplok kebudayaannya sama negara tetangga >,< (sumber:
http://www.haohaoreport.com/l/27901)
Jae-ha bekerja keras hingga Sekretaris Eun melihatnya dengan bangga.
Menteri
pertahanan menemui Sekretaris Eun sehubungan dengan kematian Jae-Kang.
Mereka telah menyelidikinya dan mennemukan cerobong asap di rumah
peristirahatan itu telah diblokir dan jendela hanya bisa dibuka
setengah.
Menteri Pertahanan bertanya apakah saat pemeriksaan
awal keadaannya memang seperti itu. Sekretaris Eun berkata Jae-kang
memang memilih rumah yang lebih tua tapi kondisinya masih baik. Menteri
pertahanan berkata terdapat sisa abu arang di dalam tungku perapian yang
mengandung karbonmonoksida dalam jumlah mematikan. Itulah penyebab
kematian Raja dan Ratu.
Sekretaris Eun teringat pada Daniel Craig yang ingin mengetahui tempat Raja berlibur. Lalu dirinya yang menganjurkan Amyeondo.
Menteri
Pertahanan berkata ia tidak mencurigai Sekretaris Eun dan hanya ingin
memberitahu hasil penyelidikannya. Mungkin saja ini hanyalah serangkain
kejadian tak menguntungkan yang menimpa keluarga kerajaan. Sekretaris
Eun termenung di tepat duduknya.
Kecurigannya terbukti saat ia
menerima sebuah email. Email itu berisi foto rumah peristirahatan Raja
di Amyeondo dan tulisan ”Terima kaih untuk bantuanmu” di bawahnya.
Sekretaris Eun terpana lalu menunduk dalam-dalam.
Jae-shin
masih belum sadar setelah operasi. Ibunda Raja menyekanya sambil
berusaha mengatur ulang jawal kegiatannya dan mengurus kegiatan amalnya.
Seorang dayang menawarkan diri untuk membantu menyeka Jae-shin, tapi
Ratu menolaknya karena Jae-shin akan malu jika mengetahui tubuhnya telah
diseka orang lain. Sejak kecil Jae-shin adalah seorang yang sangat
menghargai dirinya sendiri.
Ia betanya pada perawat mengapa
Jae-shin belum sadar juga. Perawat itu berkata Jae-shin akan segera
sadar karena tidak ada masalah dengan otaknya.
“Begini juga baik. Jika ia bangun, ia akan merasa seperti di neraka,” kata Ibunda Raja.
Jae-ha
masih terus bekerja. Sekretaris Eun tidak masuk dengan alasan sakit,
shock karena kematian Raja. Lebih tepatnya shock karena menjadi penyebab
kematian Raja.
“Aku baik-baik saja dan ia jatuh sakit duluan, “gerutu Jae-ha.
Shi-kyeong masuk dengan wajah gugup. Ia melaporkan kalau Jae-shin telah sadar. Jae-ha segera pergi ke rumah sakit.
Ternyata
Jae-shin tidak ingat bagaimana ia bisa jatuh dari tebing. Ia bahkan tak
tahu kalau ia jatuh. Sepertinya trauma karena bertemu para penjahat itu
telah membuatnya lupa.
Ingatan terakhirnya adalah ia menelepon
Jae-ha dan mengajaknya pergi menemui Jae-kang. Shi-kyeong bertanya
apakah Jae-shin ingat telah meneleponnya.
“Aku ingat, lalu aku
pergi ke pasar. Lalu apa yang kulakukan?” tanyanya bingung. Ia berusaha
meraih ponselnya namun tubuh bagian bawahnya tidak bisa digerakkan.
“Ibu, apa yang terjadi dengan kakiku?” tanyanya ketakutan. Semua terdiam.
Sekretaris
Eun dipanggil menghadap Jae-ha. Jae-ha sedang membaca laporan kematian
kakaknya ketika Sekretaris Eun tiba. Jae-ha bertanya apakah Sekretaris
Eun baik-baik saja. Ia mempersilakan Sekretaris Eun duduk.
‘Apakah
kematian kakak benar-benar kecelakaan?” tanya Jae-ha. Sekretaris Eun
tak bisa menatap wajah Jae-ha. Jae-ha bertanya pemeriksaan keamanan di
Amyeondo sudah dilakukan bukan?
Ia
berkata sangat mencurigakan kejadian pada tungku dan kecelakaan
Jae-shin terjadi mendadak pada saat yang bersamaan. Mobil Jae-shin tidak
rusak dan Jae-shin tidak ingat bagaimana ia bisa jatuh.
“Tentu
serangkaian ketidakberuntungan bisa saja terjadi. Tapi tidakkah
menurutmu itu aneh?” tanyanya. Dari cara berbicara Jae-ha, sepertinya ia
mencurigai sesuatu.
Sekretaris Eun memandang lukisan diri Jae-kang.
“Raja
sebelumnya mati karena aku. Aku tidak melakukan pemeriksaan keamanan
dengan benar. Ini semua tanggungjawabku. Aku siap menerima hukuman.”
Jae-ha tertegun. ”Perapian tidak diperiksa?”
“Sepertinya begitu,” kata Sekretaris Eun.
“Bagaimana dengan cerobongnya?”
“Tidak diperiksa.”
“Jendelanya?”
Sekretaris
Eun menunduk. Jae-ha menendang meja dengan marah hingga meja terguling
dan rusak. Ia berdiri dan berusaha menenangkan dirinya.
“Aku akan
menanyakan satu hal padamu. Kau bersedia menerima hukuman apakah karena
kau merasa bersalah atau karena kau membenciku? Karena kau berpikir
bekerja untuk membantuku adalah usaha sia-sia?”
Sekretaris Eun memandang Jae-ha. “Keduanya.”
“Kalau begitu kau harus menerima hukumanmu. Tinggallah di sisiku. Dan ubahlah Raja sampah ini menjadi manusia.”
“Yang Mulia, aku…’
“Kau
tidak mengerti apa yang aku katakan? Aku terlalu sibuk untuk memecatmu
sekarang,” kata Jae-ha tajam. Ia menyuruh Sekretaris Eun mengurus jadwal
berikutnya. Sekretaris Eun memberi hormat dan keluar untuk melaksanak
perintah Jae-ha.
Di lorong, Sekretaris Eun mendapat sebuah telepon. Dari John Mayer. John menanyakan hasil pertemuan Sekretaris Eun dengan Raja.
“Anda siapa?”
“Kau masih berpura-pura tidak tahu? Terima kasih untuk bantuanmu.”
Sekretaris
Eun terkejut. Ia berhenti bicara karena ada pelayan yang lewat. John
bertanya Sekretaris Eun pasti menemui Raja dan berpikir untuk
mengundurkan diri bukan? Ia menebak Sekretaris Eun pasti tidak
mengatakan infromasi yang paling penting pada Raja, yaitu menerima suap
dari klub M dan membocorkan informasi. Sekretaris Eun diam tak menjawab.
“Halo? Halo?” panggil John.
“Suap itu….aku sudah pasti tidak…”
Tapi
John Mayer mengetahui titik kelemahan Sekretaris Eun. Ia berkata
Sekretaris Eun memang tidak berniat menghancurkan keluarga kerajaan tapi
Sekretaris Eun tidak bisa menyangkal kalau ia penggemar The Beatles.
Album
yang diberikan pada Sekretaris Eun adalah satu-satunya album di dunia
dan harganya lebih dari 50 juta won. Siapa yang akan memberikan barang
seberharga itu pada seorang teman? Dan karena Sekretaris Eun tidak
mengakuinya pada Raja berarti Sekretaris Eun sudah mengkhianati Raja.
Sekretaris
Eun tak bisa membantah. John berkata Sekretaris Eun adalah seorang yang
perfeksionis, pastinya tidak bisa menerima kesalahan sedikitpun. Dan
tidak akan mengakui kalau ia sudah menerima suap.
“Kau pikir kau
bukan orang seperti itu. Kau orang yang bersih. Karena itu masalah kau
menerima suap dihapus seluruhnya dari pikiranmu. Jadi kau menemui Raja
dan sengaja meminta maaf tanpa mengatakan hal yang sebenarnya. Kau juga
memilih meminta maaf saat Raja, yang tidak berpengalaman, sedang sangat
sibuk. Saat dia selalu memerlukanmu dan harus menyimpanmu di sisinya.
Apa kau sudah merasa lebih baik sekarang? Benar, kau mendapat pembebasan
dari hukuman, bukan? Apa lagi yang kautakutkan?”
“Aku bukan orang munafik.”
“Tidak,
aku tidak memberitahumu apa yang seharusnya kaulakukan. Sebaliknya, kau
orang bijaksana. Bukankah Rajamu mengecewakan? Dia adalah sampah. Orang
bernama Lee Jae-ha itu tidak bisa menyelesaikan masalah apapun. Ia
hanya tahu menyuruh orang untuk menangkapku. Jika hal ini berlanjut,
negara ini akan runtuh. Kau juga tahu itu.”
John berkata itulah
sebabnya mereka harus memikirkan apa yang perlu dilakukan. Sebenarnya ia
orang yang suka damai. Selama ia tidak diprovokasi, semuanya akan
baik-baik saja. Ia berkata akan mengontak Sekretaris Eun untuk banyak
hal di masa yang akan datang. Ia akan mengajukan beberapa proposal agar
Jae-ha tidak membuat masalah. Dengan kata lain ia mengancam Sekretaris
Eun.
“Tapi untuk itu kita harus menyelesaikan sebuah masalah, bukan?” tanya John Mayer.
Sekretaris
Eun tak menjawab. Tapi keesokan harinya di dalam surat kabar
diberitakan bahwa kematian Raja dan Ratu adalah karena kecelakaan.
Akibatnya sang wanita pembunuh bisa keluar dari Korea tanpa mendapat
halangan.
Hang-ah
menghabiskan waktunya di kebun Ibunda Raja. Kepala pelayan berkata
Ibunda Raja memerintahkan agar Hang-ah tidak melakukan apapun. Hang-ah
berkata jika terus begini ia akan dilarang berada lebih dari 500 meter
dari kamarnya. Ia sudah menghitungnya. Jarak dari kamarnya ke kebun ini
adalah 487 meter jadi ia tidak melanggar perintah Ibunda Raja.
Kepala
pelayan itu tetap melarang Hang-ah melakukan pekerjaan di kebun.
Hang-ah berdiri. Ia tidak melanggar hukum. Semua keluarga kerajaan
sedang sangat sibuk, hanya ia yang tidak mempunyai apapun untuk
dikerjakan.
“Tidak apa-apa, dan lagi Anda belum resmi menjadi anggota keluarga kerajaan,“ ujar kepala pelayan mengingatkan.
“Aku
hanya mencabuti rumput liar. Hanya karena aku, yang seorang Korea
Utara, mencabuti rumput liar, tidak berarti seluruh rumputnya akan
berubah menjadi merah. Jadi jangan khawatir,” sahut Hang-ah.
Jae-ha
berjalan sambil membawa pekerjaannya. Ia melewati kebun ibunya dan
melihat Hang-ah sedang berkebun dibantu beberapa dayang. Ia tersenyum.
Senyum pertama sejak kematian Jae-kang.
Jae-ha menghampiri
Hang-ah. Hang-ah senang melihat Jae-ha. Jae-ha berkata Hang-ah terlihat
cocok mengerjakan pekerjaan seperti itu (kotor-kotoran).
“Kita sudah lama tidak bertemu dan hanya itu yang bisa kaukatakan?” omel Hang-ah.
“O-ho.. betapa lancangnya kau,” kata Jae-ha menirukan kalimat Raja dalam drama sageuk.
“Maafkan
hamba,” sahut Hang-ah, sambil membungkuk seperti dalam sageuk. Jae-ha
tersenyum geli dan berbisik di telinga Hang-ah apakah Hang-ah sedang
syuting sageuk. Hang-ah mendelik kesal tapi ia lalu menatap wajah Jae-ha
yang terlihat letih.
“Kau sedang mengalami masa sulit.”
“Aku lebih mengkhawatirkan ibuku. Ia tampaknya tak bisa bertahan lebih lama lagi.”
Hang-ah
segera menawarkan diri untuk melihat ibunda Raja. Tapi belum selesai ia
bebicara, Jae-ha yang meminta bantuan pada Hang-ah untuk melihat ibunya
dan menolong Jae-shin. Itu berarti Jae-ha mempercayai Hang-ah.
Ibunda
raja sedang memijat kaki Jae-shin. Diam-diam Jae-shin mengambil sisir
yang berujung tajam dan menusukkannya ke pahanya dalam-dalam. Ibunda
Raja terkejut. Luka itu berdarah.
“Apa yang kaulakukan?” tanyanya panik.
“Ibu,
hebat sekali. Aku tidak merasa sakit sedikitpun. Seperti kaki yang
terbuat dari karet,” kata Jae-shin. Ibunda Raja ternganga.
Ibunda raja hendak ke luar sebentar. Ia memberi instruksi pada Shi-kyeong. Terdengar teriakan dari dalam kamar.
“Siapa di luar? Jika itu Eun Shi-kyeong, suruh dia pergi!” teriak Jae-shin.
“Ini
perawat,” seru Ibunda Raja. Ia mengajak bicara Shi-kyeong. Karena
Shi-kyeong putera Sekretaris Eun, ia percaya padanya. Ia meminta
Shi-kyeong menghubunginya jika terjadi sesautu dan jangan masuk ke kamar
Jae-shin jika tidak dipanggil.
Saat
Ibunda Raja keluar, ia berpapasan dengan Hang-ah. Dengan dingin ia
bertanya apa yang Hang-ah lakukan di sini. Hang-ah berkata ia belum
menengok Jae-shin sejak Jae-shin dirawat. Ibunda Raja dengan marah
bertanya pada kepala pelayan yang mengantar Hang-ah. Kepala Pelayan
berkata Jae-ha yang meminta Hang-ah datang dan menyampaikan salam pada
Ibunda Raja dan Jae-shin.
“Jae-shin sedang tidur,” katanya pada Hang-ah. Hang-ah berkata ia akan menunggu sebentar.
“Kubilang ia sedang tidur,” kata Ibunda Raja dengan nada tajam.
“Iya,
kupikir aku akan melihat,” Hang-ah melihat Ibunda Raja melotot padanya,
ia segera mengubah taktiknya dan berpura-pura sakit, “Uhuk-uhuk..Aku
sedang flu, aku minta maaf.”
Ibunda Raja berkata dokter baru
datang sore nanti. Hang-ah berkata ia akan menemui sendiri dokter di
ruang sebelah dan meminta obat. Ibunda Raja tak bisa berkata apa-apa
lagi dan pergi meninggalkan Hang-ah. Hang-ah menghembuskan nafas lega.
Jae-shin
sedang mendengarkan musik ketika ia mencium bau yang tak enak. Ia
mencari sumber bau itu dan membuka selimut yang menutupi bagian bawah
tubuhnya. Wajahnya terlihat panik.
Hang-ah diperiksa oelh dokter.
Ia berusaha mengulur waktu dan menanyakan keadaan Jae-sin. Ia bertanya
aapakah kaki Jae-shin akan seperti itu selamanya. Dokter membenarkan,
Jae-shin harus sesegera mungkin menjalani perawatan. Walau mungkin tidak
pulih sepenuhnya tapi bisa meningkatkan kualitas hidupnya. Hang-ah
merasa sedih.
Jae-shin
kebingungan. Ia menelepon mencari ibunya tapi ibunya tidak ada. Ketika
pelayan bertanya apa ada yang ia perlukan. Tidak ada, jawab Jae-shin
cepat. Ia melihat sekotak tissue di ujung tempat tidunya.
Dengan
bersusah payah Jae-shin berusaha meraih tempat tissue itu. Air matanya
mengalir di tengah perasaan tak berdaya dan kesal karena tubuhnya tidak
bisa digerakkan dengan bebas. Jae-shin berhasil menyentuh ujung kotak
tissue itu tapi tubuhnya tak seimbang hingga ia terjatuh ke lantai.
Mendengar
suara orang terjatuh, seluruh orang di depan kamar Jae-shin menghambur
ke pintu. Tapi Jae-shin berteriak dari dalam agar tidak ada seorangpun
yang masuk. Jika ada yang masuk maka ia akan membunuh dirinya sendiri.
Ia tidak ingin ada orang yang melihat dirinya dalam keadaan seperti itu.
Dokter
mendapat telepon yang diberitahu ada masalah mengenai Jae-shin. Hang-ah
yang mendengarnya langsung tanggap dan segera pergi ke ruangan
Jae-shin. Sementara itu Shi-kyeong putus asa . Ia tidak tahu apa yang
harus dilakukan. Ia takut Jae-shin benar-benar melakukan ancamannya. Ia
meminta pihak rumah sakit untuk membantu.
Hang-ah masuk dan bertanya apa yang sebenanrya terjadi. Dari dalam terdengar Jae-shin berteriak.
“Siapa
di luar? Jangan masuk! Kaca atau vas, apapun bisa kugunakan untuk bunuh
dirri. Aku juga bisa bunuh diri dengan menggigit lidahku. Jika kau
ingin memastikannya, masuk dan lihatlah sendiri!”
Hang-ah berjalan ke kamar Jae-shin. Shi-kyeong menghalanginya. Hang-ah menatap Shi-kyeong.
“Seseorang yang ingin mati tidak akan mengatakan hal seperti itu,” katanya yakin.
Shi-kyeong
tertegun. Hang-ah berjalan masuk ke kamar Jae-shin dan menutup
tintunya. Ia melihat Jae-shin yang tergeletak di lantai, dan keadaan
kasur Jae-shin. Hang-ah berbalik dan mengunci pintu kamar Jae-shin,
Tanpa berkata apapun ia membuka seprai dan selimut Jae-shin dan
melemparnya ke kamar mandi lalu menyalakan air hangat.
“”Hei!!
Hei, apa yang kaulakukan!!!” seru Jae-shin, “Pergi, pergi sana!!
Lepaskan!” Ia meronta-ronta. Hang-ah tak peduli. Ia menendang lepas
sepatunya dan mengangkat Jae-shin dari lantai lalu menyeretnya ke kamar
mandi.
Jae-shin diceburkan ke dalam bak mandi. Dengan tenang,
Hang-ah membuka pakaian Jae-shin. Jae-shin berteriak-teriak memaki
Hang-ah sebagai komunis gila. Hang-ah memegangi Jae-shin.
“Bukankah
kau baru pup? Mandi. Atau kau mau membuat genangan kotoran?” tanya
Hang-ah tegas. Jae-shin tertegun dan tak meronta lagi.
Para dokter datang dan berteriak dari luar apakah Jae-shin baik-baik saja.
“Beritahu mereka, semuanya baik-baik saja,” kata Hang-ah sambil menyabuni Jae-shin, ”atau akan sangat memalukan bagimu.”
Jae-shin diam saja.
“Pup!!”
seru Hang-ah. Ia memberi isyarat akan memanggil Jas-hin “Puteri pup”.
Lalu memelototinya seperti seorang ibu pada anaknya yang nakal.
“Tidak apa-apa. Semua baik-baik saja. Kalian boleh pergi,” seru Jae-shin akhirnya.
Jae-shin
menyuruh Hang-ah pergi, ia bisa mandi sendiri. Tapi Hang-ah tak mau
melepasnya. Jae-shin meminta Hang-ah melepaskannya, ia bisa meminta
bantuan ibunya nanti. Tak disangka-sangka Hang-ah menampar punggung
Jae-shin. Plak!
“Apa kau bersikap rasional? Apa kau tahu betapa
sibuknya Ibunda Raja sekarang? Banyak hal yang harus ia lakukan dan
mengurus masalah di istana. Tidak cukup tidur, memakan obat seperti
memakan makanan. Ia bisa ambruk setiap saat. Tapi sebagai puterinya
(plak!)…sebagai Puteri (plak!)…bagaimana bisa kau bersikap seperti ini?”
Hang-ah memarahi Jae-shin.
Jae-shin terdiam dan menangis.
“Pup?
Semua orang di dunia melakukannya. Raja pup, Jang Dong-gun juga. Aku
juga melakukannya sebelum datang ke sini. Apa yang patus
dibesar-besarkan mengenai itu?”
Hang-ah hendak menyabuni Jae-shin
lagi tapi Jae-sin menepis tangannya. Lalu ia berkata, ‘Jangan memukulku
di tempat yang sama lagi, rasanya sakit.”
Hang-ah meminta
Jae-shin mengangkat lengannya. Pelan-pelan Jae-shin mengangkat
lengannya. Tapi baginya itu tetap terasa memalukan hingga ia menangis.
Hang-ah malah berkata kulit Jae-shin halus sekali, apakah ada lotion
khusus yang digunakan Jae-shin.
“Ini alami,” kata Jae-shin
(maksudnya sudah dari sononya kulitanya bagus). Hang-ah tersenyum,
menyadari Jae-shin sudah mengubah sikapnya.
Ibunda
raja datang. Ia melihat ruangan Jae-shin dipenuhi orang yang berkumpul
di pintu dan seorang teknisi sedang membongkar pintu kamar Jae-shin. Ia
bertanya ada apa.
Ibunda Raja masuk ke kamar Jae-shin dan
menemukan Hang-ah sedang memberi pelembab pada kaki Jae-shin. Keduanya
seperti sahabat. Mereka tak menyadari kehadiran Ibunda Raja.
Jae-shin meminta Hang-ah mengoleskan krim banyak-banyak karena kakinya kering.
“Walau kau tak memintanya, aku sudah mengoleskannya banyak-banyak.”
“Kulit
kakiku kering jadi kakak harus mengoleskannya tebal-tebal.” Hang-ah
tersenyum lalu mengoleskan krim ke telapak kaki Jae-shin.
“Tunggu…tunggu…kakak harus memakai krim perawatan kaki.”
“Krim apa itu? Apakah menggunakan kaus kaki tidak cukup?” tanya Hang-ah polos.
Jae-shin
berkata kesempurnaan fashion adalah sepatu jadi kesempurnaan tubuh
adalah bagian kaki. Apakah Hang-ah tidak tahu tu? Ia memberitahu lotion
mana yang harus digunakan Hang-ah.
Hang-ah berkata orang
Selatan…Korea Selatan membungkus tubuh mereka dengan uang. Menggunakan
krim berbeda untuk tiap bagian wajah, tubuh, mata, dan kaki. Kenapa
tidak sekalian menggunakannya untuk bola mata dan lidah, celoteh
Hang-ah.
Ia
melihat Ibunda Raja sedang memperhatikan di dekat pintu. Cepat-cepat
Hang-ah berdiri dan memberi hormat. Ia terlihat takut hingga tak berani
berkata apapun. Jae-shin melihatnya.
“Ibu, tadi aku pup,” katanya
ceria pada ibunya. “kakak telah mencuci pakaian dan selimut setidaknya
tiga kali tapi masih tercium sedikit baunya.”
Ibunda Raja
terkejut mendengar penuturan Jae-shin. Mungkin ia tak menyangka Hang-ah
akan berbuat sejauh itu untuk puterinya dan tak menyangka Jae-shin
bersedia membiarkan Hang-ah membantunya.
“Kakak, bagaimana jika
kita menyemprotkan parfum?” tanya Jae-shin pada Hang-ah. Ia mencoba
menghilangkan ketegangan Hang-ah. “Kita bilang saja botolnya tumpah.”
“Aku sudah membubuhkan kopi di atasnya,” kata Hang-ah takut-takut.
“Mmm….benar, kopi. Baunya tajam dan warnanya juga pas, benar kan, Bu?”
Ibunda Raja terus menatap Hang-ah.
Sekembalinya
ke istana, ia mengajak Hang-ah ke dapur istana. Lalu ia memerintahkan
semua orang keluar hingga tinggal Ibunda Raja dan Hang-ah dalam dapur
itu. Keduanya masih sulit berkomunikasi. Ibunda Raja menyebut kerang,
Hang-ah mengira gendang telinga.
Ibunda Raja menjelaskan keluarga
kerajaan menyukai masakan kerang yang direbus dengan sup. Ia
mempelajari cara membuat masakan ini dari ibu mertuanya yaitu Ratu yang
terdahulu.
Ibunda
Raja berkata ia sudah mencoba mengajarkan masakan ini pada koki istana
tapi mereka tidak pernah bisa membuat dengan rasa yang pas kecuali
menantunya (istri Jae-kang).
(Dan sekarang ia mengajarinya pada
Hang-ah, berarti ia sudah menerima Hang-ah sebagai menantunya^^).
Hang-ah pun menyadari hal itu. Ia berusaha mengikuti dan memperhatikan
instruksi ibu mertuanya. Ibunda Raja masih merasa terganggu dengan
dialek Utara Hang-ah tapi kali ini ia tertawa ketika Hang-ah mencoba
memperbaikinya dengan menggunakan dialek Selatan. (See? Tiga orang
sekaligus dibuat tersenyum kembali oleh Hang-ah).
Malam
itu keluarga kerajaan makan malam di kamar Jae-shin di rumah sakit.
Ibunda Raja menyodorkan masakan kerang yang dibuat Hang-ah pada Jae-ha.
Hang-ah tersenyum bangga.
“Benarkah ?” tanya Jae-ha kagum. “Kalau begitu aku tidak akan memakannya. Kau saja yang mencoba.”
Jae-ha menyodorkan piring itu pada Jae-shin.
Jae-shin
mencobanya dan mengatakan rasanya terlalu asin. Ternyata Hang-ah salah
memberi bumbu. Jae-ha menertawakan kesalahan Hang-ah. Tapi Ibunda Raja
berkata Hang-ah bisa memasaknya dengan kematangan yang tepat padahal
itulah bagian yang tersulit. Ia kembali menyodorkan piring itu pada
Jae-ha.
“Haruskan aku memakannya?” protes Jae-ha. Ibunda Raja memberinya tatapan “makan saja”.
Terpaksa
Jae-ha memakananya. Ia tersenyum pada Hang-ah yang menanti reaksinya.
Di saat Hang-ah mengira Jae-ha akan memuji masakannya, Jae-ha malah
menundukkan kepala mengeluh keasinan. Ia bertanya mengapa tidak ada
daging.
Ibunda
Raja mengingatkan mereka masih dalam masa berkabung, mereka harus
berpuasa makan daging. Jae-ha berkata ia ingat ketika ayahnya meninggal,
ia harus berpuasa penuh tiga hari hingga mengira akan mati kelaparan.
“Sepertinya
kakak memiliki pandangan ke masa depan yang kuat dengan memperbolehkan
kita makan, mengubah sedkit tradisi (Jae-kang menggunakan kekuasaannya
untuk mengubah tradisi pada masa berkabung. Sebelumnya harus berpuasa
penuh, sekarang hanya puasa makan daging.)”
Mendengar Jae-kang
disebut, Ibunda Raja terdiam. Jae-hin dan Jae-ha tersadar. Mood di
ruangan itu berubah sedih. Jae-ha mengomel seharusnya kakaknya tetap
memperbolehkan mereka makan daging.
“Oppa (Jae-kang) sangat kuno,” kata Jae--shin.
“Kakakmu cukup keras kepala. Ia mendapatkannya dariku. Maafkan, Ibu kalian juga keras kepala.”
Jae-shin
dan Jae-ha tertawa mendengar perkataan ibu mereka. Jae-ha berkata pada
Hang-ah sebenarnya ibunya sedikit pelit, seperti yang pernah Hang-ah
katakan. Jae-shin dan Hang-ah tertawa. Suasana kembali ceria.
Tapi
setelah mereka berpisah, Ibunda Raja tak bisa menahan tangisnya. Di
dalam mobil ia terus memanggil nama putranya Jae-kang. Shi-kyeong yang
duduk di bangku depan sedih mendengarnya. Jae-shin melihat foto-foto
kakak dan kakak iparnya. Lalu menangis sambil memeluk foto mereka
erat-erat.
Hari
pemakaman Jae-kang. Hang-ah mengenakan pakaian berkabung dan duduk di
kamarnya mengenang calon kakak iparnya. Ia ingat Jae-kang berkata akan
menjadi perisainya (pelindungnya). Lalu telepon terakhirnya yang
memanggil adik ipar dengan penuh kasih sayang seperti pada adiknya
sendiri. Hang-ah menangis.
Suasana syahdu dan sedih meliputi
semua yang hadir dalam pemakaman itu. Ibunda raja tak bisa menahan air
matanya melihat foto-foto Jae-kang sejak kecil hingga masa terakhir
hidupnya. Jae-ha tetap menahan air matanya. Bertahan tak menangis
sedikitpun.
Namun
sekembalinya ke ruang kerjanya, ia menangis di depan lukisan diri
kakaknya. Hang-ah masuk hendak mengembalikan sesuatu. Ia tahu Jae-ha
habis menangis. Ia meminta Jae-ha mengeluarkan semuanya (seluruh
kesedihannya).
“Apa yang sedang kaubicarakan? Aku sibuk, Banyak pekerjaan yang masih harus kulakukan,” elak Jae-ha.
Tapi
Hang-ah menahannya. Ia berkata jika Jae-ha terus seperti ini, Jae-ha
akan jatuh sakit (menggunakan pekerjaan sebagai cara untuk melarikan
diri dari kesedihannya).
“Tak ada yang lebih penting selain menjaga diri sendiri walau kau sangat sibuk. Curahkan isi hatimu.”
“Kau melanggar batas kali ini.,” ujar Jae-ha marah lalu pergi meninggalkan Hang-ah.
Hang-ah menemui Sekretaris Eun. Ia bertanya apakah jadwal Jae-ha bisa diundur 3 jam. Dua jam juga boleh.
Jae-ha
tampaknya sudah berada di batas kekuatannya. Shi-kyeong masuk dan
melihat Jae-ha berjongkok dan bersandar pada mejanya krena lelah secara
fisik dan emosi. Shi-kyeong berkata jadwal Jae-ha telah diundur.
Sementara
itu Hang-ah mempersiapkan diti. Ia sudah menanyakan makanan kesukaan
Jae-ha pada Sekretaris Eun. Sekretaris Eun tak yakin tapi tampaknya
Jae-ha sangat menyukai daging. Susis?
Susis dan wine sudah
terhidang di meja. Hang-ah menonton adegan sebuah dram dan berusaha
mengikuti cara bicara dan intonasi si wanita. Sampai-sampai ia merasa
mual sendiri.
Ia lalu teringat Jae-ha pernah berkata wanita yang
memanggil “oppa yang paling tampan”, ”oppa yang terbaik” adalah tipe
wanita terbaik. Maka Hang-ah pun berlatih memanggil oppa. LOL^^
Jae-ha masuk dengan wjah letih dan bertanya apa yang ingin dibicarakan Hang-ah.
“Aku hanya ingin kau beristirahat sedikit,” kata Hang-ah dengan logat Selatan.
Jae-ha berkata ia harus bekerja dan sangat sibuk. Ia melihat susis di atas meja dan berkata ia tidak boleh makan daging.
“Ini hanya susis,” kata Hang-ah masih dengan logat Selatannya yang aneh.
“Memangnya susis bukan daging? Ada apa denganmu?”
“Tidak
apa-apa memakannya. Aku sudah mendapat persetujuan. Karena itu, silakan
dicicipi, o ---- pa,” Hang-ah menutup mulutnya sendiri karena malu.
Jae-ha tercengang sementara Hang-ah mencubit bibirnya seakan telah melakukan kesalahan. Jae-ha mencoba menahan tawanya.
“Apa kau baru memanggilku ‘oppa’? Itukah yang kudengar? Kita kan seumur mengapa kau bersikap aneh?”
Hang-ah
terduduk malu di sofa. Jae-ha tertawa. Ia bertanya apakah Hang-ah telah
berlatih. Hang-ah menyangkalnya tapi Jae-ha tak percaya.
“Aku
adalah fans nomor satu Yang Mulia. Bagiku Yang Mulia seperti Kim
Seung-su dan Cha Su-lee,” Hang-ah mengangkat kedua tangannya.
“Dan…siapa mereka?” tanya Jae-ha ikut mengangkat kedua tangannya. They are so cute^^
Hang-ah
memberitahu Jae-ha siapa kedua orang itu. Pembawa acara dan aktor
terkenal. Kalau di Korea selatan sama seperti Kim Tae-hee dan Jeon
Do-yeon.
“Apa kau mengikuti dialog dalam drama itu? Bagiku, orang
ini adalah Kim Tae-hee dan Jeon Do-yeon (ayo tebak drama apa hahaha…
Itu adalah perkataan Joo-woon saat melihat Gil Ra-im diperbudak oleh
sutradaranya – Secret Garden).”
Hang-ah merengut karena Jae-ha menertawainya.
“Ayo
cepat pergi. Pergi dan hadiri rapatmu. Selesaikan saja pekerjaanmu
seharian,” omel Hang-ah. Jae-ha tertawa. Ia duduk di samping Hang-ah dan
meminta Hang-ah meneruskan karena benar-benar lucu.
“Aku tidak melakukannya agar terlihat lucu. Aku hanya ingin kau ceria kembali.”
“Aku
sekarang sudah ceria. Walau kau mempersiapkannya dalam waktu yang
singkat tapi tidak jelek. Aku sungguh-sungguh. Walau tidak memiliki
penampilan seksi seperti bintang asli tapi kau ahlinya dalam terlihat
lucu. Karena itu, lakukan lagi. Sayang sekali kau tidak melakukannya
padahal sudah berlatih,” bujuk Jae-ha.
“Tapi kau tidak boleh tertawa. Mengerti?”
Jae-ha mengatupkan bibirnya rapat-rapat dan berjanji tidak akan tertawa.
Maka Hang-ah pun beraksi. Ia menari mengikuti tarian Bo Peep (T’ARA). Lengkap dengan cakar kucingnya. Cute abis^^
Jae-ha akhirnya tak bisa menahhan tawanya lagi. Hang-ah bersembunyi di balik pintu begitu melihat Jae-ha tertawa.
Jae-ha
bertepuk tangan. “Wah Kim Hang-ah, kau benar-benar bom. Ada apa dengan
cakar itu. Apa kau akan menggunakannya untuk memukul fans penguntitmu?”
Jae-ha mengoda Hang-ah hingga Hang-ah menepaknya dengan cakar beruangnya
hehe…
Jae-ha
membaringkan dirinya di tempat tidur Hang-ah. Ia ingin tidur di sana
tapi Hang-ah berkata waktunya tinggal 30 menit lagi. Jae-ha harus bangun
dan kembali bekerja.
“Kau saja yang pergi dan memberitahu
mereka. Kau kan gadis Korea utara. Cukup ancam dia dengan jarum beracun
dan dia akan takut padamu,” Jae-ha mengusulkan.
Hang-ah mendelik.
Ia berkata ia akan menunggui Jae-ha tidur dan membangunkannya nanti.
Jae-ha malah menarik Hang-ah hingga Hang-ah terjatuh ke tempat tidur.
“Apa yang kau lakukan?” seru Hang-ah kaget.
“Aku adalah tunanganmu dan Raja,” Jae-ha menatap Hang-ah.
Hang-ah
bangkit berdiri dan mengingatkan sejak jaman Joseon etiket harus
diutamakan. Jae-ha mengancam jika Hang-ah seperti itu terus ia akan
mencari selir.
“Apa kau pikir kau Raja Uija?” tanya Hang-ah kesal. (Raja Uija adalah Raja Baekje yang diberitakan memliki 3000 wanita istana)
Jae-ha
masih mencoba merayu Hang-ah. Ia membicarakan kulit Hang-ah dan menarik
Hang-ah duduk kembali. “Apakah kau sudah melakukan perawatan kulit,
mari kulihat,” Jae-ha membelai pipi Hang-ah. Tapi Hang-ah yang clueless
malah mengambil cermin (biasanya di Kdrama ini adalah saat si wanita dan
pria berpandangan lalu….)
“Itu aneh, aku sudah mengenakan krim
yang banyak setiap hari,“ ujar Hang-ah bingung, “Yang Mulia juga memuji
kulitku bertambah bagus.”
“Kapan aku mengatakannya?” tanya Jae-ha.
Hang-ah terdiam. Jae-ha mengerti kakaknya yang telah mengatakannya. Hang-ah menunduk sedih.
“Kau percaya pada kata-katanya? Kakakku memang seperti itu. Begitulah caranya kakak iparku tertipu olehnya. Kau sungguh polos.”
“Tidak, ia bahkan meneleponku dan mengirimiku foto. “
Jae-ha menanyakan foto apa. Hang-ah menjawab foto pada hari Raja meninggal.
“Ia
bilang telah mengirimmu foto yang sama. Apa kau tidak menerimanya?”
tanya Hang-ah. Jae-ha teringat pada sms yang diterimanya pada hari
kakaknya meninggal. Ia berkata ia telah menghapusnya.
“Aku merasa terganggu olehnya. Kukira ia minum terlalu banyak.”
Melihat
wajah Jae-ha yang sedih dan merasa bersalah, Hang-ah berusaha
menghiburnya. Mereka bisa melihat foto itu bersama-sama dari ponselnya.
Hang-ah memperlihatkan foto Jae-kang dan istrinya pada Jae-ha.
“Dasar,
mereka tidak terlihat cocok,’ gumam Jae-ha. Matanya mulai berkaca-kaca.
Hang-ah memperhatikan ekspresi Jae-ha. Ia pikir Jae-ha membutuhkan
waktu sendirian untuk mengenang kakaknya dan mengeluarkan perasaannya,
karena itu ia bangkit berdiri dan bersiap pergi. Tapi Jae-ha memegang
tangannya.
“Aku
menutup teleponnya.” Jae-ha teringat perkataan terakhir kakaknya pada
saat mereka berbicara terakhir kali di telepon dan bagaimana jawabannya
pada saat itu.
“Aku…menutup telepon terakhir kakakku…begitu
saja,” Jae-ha tak bisa menahannya lagi dan menangis tersedu-sedu.
Hang-ah memegang pundak Jae-ha.
“Aku minta maaf…aku benar-benar
tidak berpikir akan menjadi seperti ini,“ isaknya pada kakaknya. Hang-ah
menarik Jae-ha ke dalam pelukannya. Jae-ha menangis mengeluarkan
seluruh kesedihannya.
Jae-ha
terbaring di tempat tidur Hang-ah. Hang-ah berbaring di sisinya,
memperhatikan Jae-ha yang tidur nyenyak. Dari minimnya pakaian yang
mereka kenakan, kita tahu mereka telah tidur bersama.
Sekretaris
Eun mendapat laporan kalau Jae-ha belum juga kembali. Sekretaris Eun
langung memerintahkan agar tidak seorangpun boleh mengetahui hal ini. Ia
sendiri yang akan pergi menjemput Jae-ha.
Hang-ah sudah menunggu
ketika Sekretaris Eun datang. Ia memberi tanda agar para pengawalnya
menjemput Jae-ha yang tidur di kamar tidur Hang-ah.
Sekretaris
Eun menegur Hang-ah yang tidak mengirim Jae-ha kembali. Ini masih masa
berkabung (biasanya dalam masa berkabung dilarang melakukan hubungan
suami istri – kalau jaman Joseon malah dilarang selama 3 tahun).
“Akulah yang mengundang Yang Mulia. Aku minta maaf,“ kata Hang-ah tenang.
Aku
mengerti Hang-ah bermaksud baik dengan berkata ia yang mengundang
Jae-ha artinya ia mengijinkan terjadinya hubungan mereka berdua. Tapi
Sekretaris Eun adalah orang yang kolot. Kurasa hal ini malah akan
membuatnya tidak menyukai Hang-ah yang dianggap tidak menghormati
tradisi masa berkabung.
John Mayer menelepon Sekretaris Eun dan berkata ia sedang dalam perjalanan menuju Korea Selatan.
“Jadi bagaimana? Apa kau akan diusir kembali?” tanyanya.
John tiba di Korea Selatan. Ia mengeluh setiap kali melangkah keluar pesawat yang tercium adalah bau kimchi yang menyengat.
Jae-ha
diberitahu ia akan menemui John Mayer. Sekretaris Eun (yang sudah
memberi ijin masuk pada orang gila itu) berkata John adalah ketua Klub
M, pemasok militer multinasional. Jae-ha mengeluh ia telah bertemu
dengan 13 orang pagi ni dan masih ada 27 orang lagi siang ini, untuk apa
ia menemui kepala perusahaan kecil.
Sekretaris Eun berkata klub M bukanlah perusahaan kecil. Ini menyangkut 130 perusahaan skala besar yang tersebar di dunia.
“Jadi dia kaya,” gumam Jae-ha. Ia mengangguk mengerti.
Dan
orang gila itu pun untuk pertama kalinya masuk ke istana. Jae-ha
menantinya untuk makan siang bersama. John Mayer masuk dan menatap
Jae-ha dengan terpesona. Jae-ha kebingungan. Ia mengulurkan tangannya
untuk menjabat tangan John.
Tapi John langsung membungkuk memberi hormat.
“Aku merasa sangat terhormat bisa bertemu Yang Mulia”
Jae-ha tersenyum.
“Senang bertemu denganmu,” ujarnya sambil mengulurkan tangan. John menyambut uluran tangan Jae-ha.
“Aku benar-benar berterima kasih untuk kesempatan ini. Kesempatan untuk bisa bertemu denganmu lagi.”
“Kita pernah bertemu sebelumnya?” tanya Jae-ha bingung.
“Yang Mulia tidak ingat?”
source : http://patataragazza.blogspot.com/2012/04/sinopsis-king-2-hearts-episode-8.html
re-posted and re-edited by : dianafitriwidiyani.blogspot.com
No comments:
Post a Comment