“Musuh
negara: Lee Jae-ha. Bunuh begitu terlihat. Apa yang harus kulakukan?
Haruskah aku menuruti perintah itu?” tanya Hang-ah pada Jae-ha yang
terpana di lantai.
“Aku akan bersikap baik,” ujar Jae-ha cepat. “Katakan saja apa yang kauinginkan dan aku akan melakukannya sebaik-baiknya.”
Hang-ah
tersenyum dan melepaskan tongkat pel yang tadi ia pakai untuk menahan
Jae-ha. Hang-ah berkata ia tadi hanya bercanda. Ia datang ke sini untuk
berlatih jadi untuk apa ia membunuh Jae-ha. Ia mengulurkan tangannya
untuk membantu Jae-ha berdiri.
Jae-ha menghindar ketakutan dan melihatnya dengan curiga. Hang-ah menarik kerah baju Jae-ha dan menariknya berdiri.
“Jangan
takut,” kata Hang-ah sambil menepuk dada Jae-ha, ”Dulu memang sering
terjadi hal seperti ini (antara Korut dan Korsel) tapi sekarang kita
hidup dalam masa damai dan saling mengerti.” Sekali lagi ia berkata ia
hanya bercanda dan ia berharap mereka bisa bekerja sama dengan baik di
masa yang akan datang.
Jae-ha sepertinya benar-benar ketakutan
karena ia tidak berani berbicara satu patah katapun. Seakan-akan jika ia
salah bicara maka habislah riwayatnya.
“Mengapa wajahmu seperti
itu? apa kau pikir aku akan memakanmu hidup-hidup?” tanya Hang-ah
dengan nada bergurau. “Ayo bersemangatlah!” ujarnya seakan-akan tidak
pernah terjadi apapun.
Frankfurt, Jerman.
Seorang
pria tua terbaring sakit. Ia diperiksa oleh dokter asing. Pria tua itu
melihat ke ujung tempa tidurnya, pada seorang pria berwajah sedih yang
memotongi kuku kakinya. Pria tua itu tersenyum dan memberi isyaat agar
para dokter pergi. Tampaknya pria tua itu seorang yang sangat kaya atau
paling tidak sangat berpengaruh karena ia dirawat dalam kamar yang
sangat luas.
Begitu para dokter pergi. Pria berbaju merah yang
memotongi kuku pria tua segera menghambur ke sisi pembaringan. Ia
memegangi tangan si pria tua dan menangis.
“John, Ayah minta maaf. Ayah terlalu mengabaikanmu,” kata si pria tua.
“Tidak,
Ayah. Ayah memberiku sesuatu dan itu cukup bagiku,” kata pria bernama
John (Yoon Jae-moon) itu sambil menangis. John tampaknya sudah berumur
namun sikapnya agak aneh, seperti anak-anak.
Ia mengeluarkan
sebuah bolpen. Ternyata ia adalah anak yang dulu menikam Jae-ha dengan
bolpen dan menulis di jendela. Bolpen itu adalah hadiah Natal dari
ayahnya.
“Teman-temanku sangat iri karena bolpen ini dari Amerika. Jadi Ayah, tolong…,” John menangis.
Pria
tua itu mengulurkan tangannya. John menyalakan musik. Ayah John
menyingkap selimutnya dan mengeluarkan sebuah map berisi surat
wasiatnya.
“Surat ini kutulis bersama pengacaraku. Mulai sekarang, kau akan menjadi pemilik Klub M.”
John
terpana melihat surat itu. Ia menangis keras dan bertanya mengapa
ayahnya berkata demikian. Ayahnya meminta segelas air minum.
John
berdiri dan membawa map wasiat ke ujung kamar yang jauuuuuh untuk
menelepon perawat. Ia berkata ayahnya menginginkan segelas air.
Raja
Jae-kang mendapat laporan dari Sekretaris Eun bahwa komisi gencatan
senjata di PBB telah menyetujui kerjasama Korut dan Korsel. Amerika dan
Cina sedang mengawasi setiap perkembangan dengan ketat. Jae-kang berkata
PBB tidak memiliki alasan untuk tidak menyetujuinya tapi harus
dipastikan agar mereka tidak menemukan alasan untuk membubarkan
krejasama ini. (Jika Korut dan Korsel bersatu maka akan menjadi nergara
besar yang harus diwaspadai dunia)
Jae-kang menghela nafas
panjang. Sekretaris Eun bertanya apakah Raja ingin tahu berita terakhir
mengenai Klub M. Raja berkata akhir-akhir ini tampaknya tidak ada
pergerakan. Sekretaris Eun melaporkan Tn. Mayer saat ini sedang sakit
parah dan sudah ada beritanya. Sepertinya untuk sementara Klub M akan
berkutat dengan masalah internal mereka.
“Siapa yang akan mengalami kerugian terbanyak dengan adanya WOC?” tanya Raja.
“Tentu saja Klub M,” jawab Sekretaris Eun.
Klub
M adalah penjual senjata. Menjual senjata untuk mendapatkan uang.
Mereka memiliki jaringan luas yang tersebar di seluruh dunia. Tidak ada
yang tahu apa yang akan mereka lakukan selanjutnya. Sekretaris Eun
berkata ia akan mencari tahu lebih banyak.
Seoang
wanita asing, yang sudah pasti bukan seorang perawat (dandanannya
menyeramkan dan alisnya ditindik), membawa segelas air ke kamar Tn.
Mayer (pria tua yang terbaring sakit). John duduk dengan wajah tegang
sambil menekan-nekan bolpennya hingga terdengar suara “klik” terus
menerus. Wanita itu berjalan melewati John tanpa melirik sedikitpun.
Setibanya
di sisi pembaringan Tn. Mayer, wanita itu mengeluarkan alat suntikan
dan menyuntikkan sesuatu ke dalam selang infus. Tn. Mayer membuka
matanya dan mulai kejang-kejang. Bunyi “ klik” dari bolpen John semakin
cepat dan semakin intens. Tiba-tiba hening… Tn. Mayer meninggal dunia.
Tanpa
berkata sepatah katapun John turun ke ruangan bawah yang sepi. Ia
melhat map berisi surat wasiat dan bolpen di kedua tangannya.
Pelan-pelan senyum mengembang di wajahnya. Lalu ia mulai tertawa
terkikik dan berguling di lantai. Crazy I’d said >,<
John
mengangkat kedua tangannya dan berteriak. Tulisan “I am King” bergema di
benaknya. Sekarang ia adalah ketua Klub M yang baru.
Jae-ha
meminta seorang perwira menelepon kakaknya. Karena ini jaman canggih,
mereka menggunakan telepon video^^ Jae-kang dan Sekretaris Eun melihat
Jae-ha dari layar televisi.
“Kak, apa kau tahu apa yang baru
saja terjadi? Wanita itu, pemimpin WOC dari Utara, berani mengancam
untuk membunuhku di kamar kecil,” katanya berapi-api.
Jae-kang memejamkan mata dan menarik nafas panjang. “Jae-ha---ya….”
“Dan juga, seorang perwira dari pihak kita telah menodongkan senjata padaku. Tebak siapa orangnya? Putera Sektretaris Eun.”
Sekretaris Eun mengerutkan kening. Sepertinya Jae-ha tidak tahu Sekretaris Eun juga berada di sana.
“Kakak
tidak bisa mempercayainya bukan? Aku juga sama, tapi itulah
kenyataannya. Kakak, WOC yang selama ini Kakak nantikan sebenarnya
berisi orang-orang yang tidak bisa dipercaya..”
Jae-kang langsung mengambil remote dan mematikan koneksi. Ia melempar remote itu ke atas meja dengan kesal dan berdiri marah.
“Anak ini semakin memburuk!”
Ia
meminta Sekretaris Eun jangan khawatir, Jae-ha hanya bicara
sembarangan. Ia berkata tidak akan menerima telepon Jae-ha lagi di masa
yang akan datang.
Tak
berhasil meyakinkan kakaknya, Je-ha terpaksa kembali ke asrama. Di
depan kamarnya tertulis Kim Hang-ah, Lee Jae-ha. Jae-ha menarik nafas
pasrah. Mereka sekamar…yeaaayy^^
Ia masuk dan melihat Hang-ah
sedang memasukkan pakaian dalamnya ke sebuah tas kecil. Jae-hae berkata
siapa yang mau melihat pakaian dalam bekas. Hang-ah terkejut saat
mengetahui Jae-ha sudah berada di kamar. Ia segera menutup tasnya dan
menguncinya.
“Kudengar banyak hidung belang di sini,” ujarnya santai.
Jae-ha
juga mulai membongkar tas. Ia mengeluarkan berbotol-botol produk
perawatan kulit. Hang-ah terkagum-kagum melihat semuanya.
“Bolehkah aku mencoba beberapa?” tanya Hang-ah riang sambil menghampiri meja.
Jae-ha
buru-buru menghalanginya. Ia bergumam mengapa Hang-ah tidak menggunakan
milik sendiri dan malah ingin menggunakan miliknya. Apalagi setelah
peristiwa tadi, apakah Hang-ah tidak punya malu.
“Mengapa kau bergumam? Jika kau ingin mengatakan sesuatu bicaralah yang jelas!”
“Aku
ingin memberimu ini,” Jae-ha cepat-cepat menyodorkan sebotol perawatan
kulit miliknya. Sepertinya ia masih takut. Hang-ah mengulurkan
tangannya, siap menerima sedikit krim. Jae-ha tersenyum nakal.
“Daripada yang ini…”Jae-ha mencari-cari di antara botolnya. “Ah, ini!” Ia mengambil sebuah botol.
Ia
mengocok botol itu lalu menumpahkannya ke tangan Hang-ah. Hang-ah
sangat senang, ia berkata tidak perlu banyak-banyak. Jae-ha berkata krim
itu harus dipakai banyak-banyak agar menyerap dengan baik.
Hang-ah
mengangguk mengerti. Ia mulai mengusapkan krim itu di wajahnya. Tapi
wajahnya terasa panas. Ia bertanya krim apakah itu.
“Ah…maaf
ternyata ini krim cukur. Jelas bukan untukmu. Merk itu aku gunakan
untuk kulit wajah yang sensitif,” kata Jae-ha pura-pura terkejut.
Hang-ah mendelik kesal.
Pelatihan
dimulai. Anggota tim mendapat pengarahan dari Shi-kyeong mengenai WOC.
WOC diadakan setiap dua tahun oleh Komisi Gencatan Senjata PBB dan tahun
ini diadakan untuk ketiga kalinya. Kriterianya adalah bagaimana
merespon situasi darurat dan diikuti oleh 16 negara. Slogan kompetisi
ini adalah persahabatan. Dengan demikian kerja sama dan kerja tim sangat
penting.
Hang-ah berterima kasih atas penjelasan Shi-kyeong. Ia bertanya pada Jae-ha apakah Jae-ha tahu siap pemenang pertama WOC.
“Hm…tentara
luar angkasa,” jawab Jae-ha asal. Peserta lain langsung menoleh.
Suasana ketegangan mulai muncul. Tapi Hang-ah tidak memperpanjangnya.
“Pemenangnya
adalah tim perwira yang didik oleh Sekolah Militer West Point di
Amerika Serikat. Pemenang pertama pada WOC kedua juga Amerika dan
pemenang keduanya adalah Inggris. Sedangkan Korea, karena perbedaan
prinsip antara Utara dan Selatan belum pernah mengikuti kompetis ini.
Sungguh disayangkan.”
Jae-ha tertawa tak percaya.
“Itu
benar. Itulah sebabnya Utara dan Selatan menggabungkan kekuatan kali
ini. Kta harus melakukan yang terbaik,” kata pemimpin pelatihan, “Itulah
sebabnya latihan kita akan di….”
Prang!! Lampu di ruangan itu
mendadak pecah. Hang-ah menoleh ke jndela. Seseorang berpakaian hitam
dan bertopeng menerobos masuk lewat jendela. Semua anggota tim bergerak
cepat menjauhi jendela untuk berlindung. Jae-ha bersembunyi di bawah
meja.
Penerobos
berpakaian hitam itu melepaskan tembakan bertubi-tubi ke segenap
penjuru ruangan. Ia melpompat naik ke atas meja dan memerintahkan semua
orang merunduk dan tidak boleh bergerak. Semua diam dan berpikir apa
yang harus dilakukan (kecuali Jae-ha tentunya).
Penerobos kedua
menerobos masuk dan mulai melepaskan tembakan. Diikuti penerobos ketiga.
Seorang penerobos mengisi kembali senjatanya. Kesempatan itu
dipergunakan pemimpin pelatihan untuk berlari menuju pintu. Dorr! Ia
ditembak. Darah memercik ke tembok dan pemimpin pelatihan roboh ke
lantai.
Hang-ah
menoleh pada Shi-kyeong. Shi-kyeong mengangguk. Mereka mulai beraksi.
Hang-ah berhasil mengambil alih senjata salah satu penerobos. Jae-ha
merangkak ke pintu dan berusaha membuka pintu tapi pintu itu terhalang
oleh tubuh pemimpin pelatihan.
Shi-kyeong dan Kang-seok juga
berhasil mengambil alih senjata lawan dan balik menodong mereka. Tapi
Kang-seok terpaksa menembak karena posisinya kurang baik.
Anehnya,
penerobos itu tetap berdiri. Kang-seok kembali menembak. Penerobos itu
tetap berdiri santai. Semua mencoba mencerna apa yang sebenarnya
terjadi.
Tiba-tiba
pemimpin pelatihan yang berlumuran darah bangkit berdiri. Jae-ha
berteriak ketakutan. Pemimpin pelatihan melepaskan kantung darang palsu
yang tadi ditembak oelh penerobos “palsu”.
Ia berkata pelatihan barusan adalah misi yang berhasil diselesaikan oleh tim Inggris dalam WOC pertama.
“Jangan
terlalu bangga karena kalian tidak tertembak. Selain peruru pertama
(yang mengenai lampu), peluru lainnya adalah peluru karet. Tugas
sebenarnya dimulai sekarang. Jelaskan apa yang baru saja terjadi.”
Ia
menyuruh Jae-ha berdiri dan bergabung dengan timnya. Seluruh anggota
tim mulai mencoba merekonstruksi ulang kejadian itu dengan menggunakan
maket dan mainan.
Dong-ha dan Young-bae hanya mengingat
sepotong-sepotong. Hang-ah dan Shi-kyeong yang berkepala dingin dapat
menganalisis dengan baik. Bahkan begitu penerobos pertama masuk, dari
senjata yang digunakan mereka langsung bisa menebak kalau ini hanya
latihan. Senjata itu terlalu lemah untuk menyebabkan kerusakan dan
penyerangan.
“Kalian semua melupakan hal yang paling penting,” ujar Jae-ha serius. Semua bingung.
Jae-ha
berjalan ke papan tulis dan mulai menjelaskan. Ia menggambar sebuah
lingkaran. “Ini adalah musuh.” Lalu ia menggambar lingkaran kedua. “Ini
adalah kita.”
Di tengah kedua lingkaran itu, ia menggambar garis merah yang memisahkan keduanya. Semua memperhatikan dengan serius.
“Hentikan mereka,” ujar Jae-ha tegas. Rasa penasaran membuat semua menunggu perkataan Jae-ha berikutnya.
“Tanpa melibatkan aku.”
Gubrakk!! Penonton kecewa LOL^^
Jae-ha berkata sebaiknya mereka ingat baik-baik hal itu lalu ia melenggang pergi.
Hang-ah menemui Shi-kyeong dan protes mereka tidak bisa memulai latihan dengan benar karena Jae-ha.
“Apakah
kau tidak melihat ia bahkan tidak bisa lari mengelilingi lapangan satu
kali saja? Kita seharusnya melatihnya secara fisik atau…”
“Aku akan menanganinya dengan caraku,” sahut Shi-kyeong tegas. Lalu ia berjalan pergi.
Malam
itu Shi-kyeong mengenakan seragam tentara lengkap berikut
perlengkapannya berlari mengelilingi lapangan. Hang-ah dan Kang-seok
memperhatikannya dari balkon.
“Komrad Eun Shi-kyeong telah memilih jalur yang paling sulit. Ia memperlihatkan contoh sebagai pemimpin,” ujar Kang-seok.
Jae-ha bergabung dengan mereka di balkon. Kang-seok meliriknya dengan sebal.
“Karena
satu komrad menghalangi tim, ia (Shi-kyeong) bahkan berusaha lebih
keras. Apa kau tidak merasakan sesuatu melihatnya seperti itu?” tanyanya
pada Jae-ha.
“Hmm.aku merasakannya. Sekarang aku tahu ia orang
seperti apa,” ujar Jae-ha. Hang-ah dan Kang-seok menoleh, mengira Jae-ha
“akhirnya” sadar.
“Dia gila… dia benar-benar gila kerja. Aku tak mengerti. Wah dia benar-benar…” Jae-ha bergidik, lalu masuk kembali ke dalam.
Hang-ah
dan Kang-seok tak percaya Jae-ha bisa-bisanya berkata seperti itu.
Kang-seok berkata jika Jae-ha ada di Utara, wajahnya pasti sudah lama
dibanjiri air mata dan ditendang keluar. Hang-ah meminta Kang-seok
bersabar seminggu lagi.
Mengapa?
Ternyata mereka berlatih bergiliran tempat. Seminggu kemudian tim WOC
menuju Korea Utara untuk berlatih. Jae-ha terlihat gugup datang ke Korea
Utara. Hihi sepertinya perkataan Hang-ah, mengenai bunuh di tempat saat
melihat Jae-ha, telah merasuk di hatinya.
Young-bae dan
Kang-seok senang sekali bisa kembali ke negara mereka. Kang-seok
menghampiri Jae-ha dan memberinya sebuah ponsel yang khusus digunakan di
Utara dan pemerintah memberikannya gratis untuk Jae-ha. Bukannya
berterima kasih, Jae-ha mengomel ia diberi ponsel kuno dan menaruhnya
begitu saja di kantung kursi bus.
“Bagaimana? Melihat langsung pemandangan Utara, bukankah sungguh indah?” tanya Kang-seok.
“Indah apanya?” sembur Jae-ha, “Bul-go-gi (daging sapi panggang)?” Jae-ha menunjuk papan reklame bergambar sapi.
“Jangan bicara sembarangan, kami semua tahu kau ketakutan,” ledek Kang-seok.
“Lihat
itu!” Jae-ha menunjuk sebuah papan lagi dengan tulisan sebuah slogan.
“Walau anjing menyalak, barisan terus berjalan? Apa hubungannya dengan
anjing menyalak? Apa pemimpin kalian seekor anjing?”
Deg!
Wajah Kang-seok berubah. Ketegangan terasa di dalam bus. Shi-kyeong
buru-buru keluar dari tempat duduknya dan menghampiri Kang-seok.
Kang-seok sepertinya sudah siap memakan Jae-ha hidup-hiidup. Jae-ha ini
ngga kapok-kapok ya, ia malah menantang apakah Kang-seok akan
memukulnya.
“Kami ini tamu. Tamu!”
Kang-seok menenangkan
dirinya. Jae-ha terus berceloteh bagaimana mereka bisa berpartisipasi
dalam kompetisi jika mereka terus seperti ini. Apakah Kang-seok juga
akan memukul jika tentara Amerika yang datang. Ia menyuruh Kang-seok
duduk dengan menepuk-nepuk pundaknya.
Kang-seok tak tahan lagi, ia menepis tangan Jae-ha dan siap maju. Shi-kyeong menahan lengan Kang-seok.
“Komrad Rhi Kang-seok, kembali ke tempat dudukmu,” ujar Hang-ah tegas sambil terus menatap ke depan.
“Komrad Kim Hang-ah,” protes Kang-seok.
“Kita harus memperlakukan tamu dengan baik.”
Kang-seok
menepis tangan Shi-kyeong dan kembali ke tempat duduknya. Jae-ha
terlihat sedikit takut dengan apa yang akan menimpanya tadi.
Mereka
tiba di asrama tempat pelatihan. Jae-ha masuk ke kamarnya, yang tentu
saja berbeda dengan kamar di Korsel walau tidak terlalu buruk juga. Ia
mendengar suara lalu melihat ke luar jendela. Timnya sedang berkumpul
mengelilingi api unggun. Jae-ha mengomel ia telah dikucilkan. Salah
siapa??
Kelima
anggota tim lainnya mengelilingi api unggun untuk mengakrabkan diri.
Hang-ah menyanyi lagu dari Utara diiringi permainan gitar Young-bae dan
akordeon Kang-seok. Giliran tim selatan yang didaulat untuk menyanyi.
Dong-ha
dan Shi-kyeong awalnya menolak tapi Dong-ha berkata Shi-kyeong terkenal
dengan permainan gitarnya yang mendayu-dayu. Ia mengambil gitar
Young-bae dan memberikannya pada Shi-kyeong. Akhirnya Shi-kyeong setuju
untuk mengiringi Dong-ha menyanyi.
Dong-ha
mulai menyanyi. Suranya ngga jelek sih tapi kurang pas nadanya. Lambat
laun Shi-kyeong mulai menyanyi dan terbawa suasana hingga ia menyanyi
sepenuh hati. Semua terkagum-kagum. Dong-ha tahu ia bukan tandingan
Shi-kyeong, ia berhenti menyanyi dan langsung melempar “mic”nya ke tanah
haha…suara Shi-kyeong bagus lho, coba kalau Jae-ha ikut nyanyi juga^^
Hang-ah
terpesona dengan alunan suara Shi-kyeong. Mereka semua menikmatiya.
Jae-ha memperhatikan mereka dari jendela. Entah ia tidak suka karena
dikucilkan, entah karena cemburu melihat Hang-ah terpesona, wajahnya
terlihat kesal.
Shi-kyeong
yang sedang menyanyi tiba-tiba berhenti karena suara telepon. Telepon
dari Jae-ha. Anggota tim yang lain mengomel lagi-lagi Jae-ha. Pangeran
satu ini bena-benar ahli membunuh mood orang lain.
Pangeran
menjebalkan Lee Jae-ha bertanya pada Shi-kyeong apakah ia tidak akan
diberi makan. Shi-kyeong mengajak Jae-ha bergabung, mereka sedang makan
kerang.
“Apa kau pikir aku orang primitif? Kerang bisa dimakan kapan saja. Di mana donat yang kita bawa dari airport?”
Shi-kyeong
berkata ia menyimpannya di kantin. Jae-ha langsung menutup teleponnya.
Young-bae dan Kang-seok tak habis pikir ada yang lebih merepotkan
daripada para petinggi negaranya. Dong-ha ikut-ikutan mulai mengeluh.
Shi-kyeong
menatap Dong-ha tajam. Hang-ah mencoba mengalihkan pembicaraan dengan
mengajak mereka melanjutkan. Tapi Shi-kyeong sudah tidak ingin menyanyi.
Ia menyuurh Dong-ha meneruskan ceritanya (mengenai komandan mereka yang
marah dan akting para prajurit yang meyakinkan). Hang-ah tiba-tiba
mendapat ide.
Jae-ha
keluar dari kamarnya. Ia mengomel mengapa ia harus berjalan sendiri ke
kantin. Baru beberapa langkah, ia melihat dua lembar foto di lantai.
Jae-ha memungutnya. Dua foto wanita cantik dan seksi. Jae-ha senang
sekali.
Tiba-tiba ia mendengar suara orang mengobrol dari sebuah kamar. Jae-ha penasaran dan menguping pembicaraan mereka.
Kang-seok: “Mengapa kita harus mengalah padanya? Menurut pemikiranku, Pangeran itu seharusnya di….”
Hang-ah: “WOC adalah proyek sangat penting bagi negara kita. Apa kau akan bertindak karena emosi?”
Kang-seok: “Tapi apakah masuk akal mengikuti semua kehendaknya?”
(Di
balik pintu, ternyata Hang-ah, Kang-seok dan Young-bae sedang
bersandiwara. Mereka sengaja berdialog seperti itu agar didengar Jae-ha.
Mengetahui Jae-ha masuk perangkap, Young-bae menyuruh teman-temannya
meneruskan sandiwara mereka.)
Kang-seok:
“Coba pikirkan. Jika terus seperti ini apakah akan terjadi perdamaian
di antara dua Korea? Serahkan saja padaku. Aku akan…”
(Hang-ah menghentikan Kangseok dan menyuruhnya kembali ke naskah LOL :D)
Kang-seok: “Aku tidak berkata agar kita melakukannya dengan terang-terangan. Apakah kita mempunyai Polonium 102?”
Hang-ah: “Polonium 102? Bukankah itu senjata pembunuh yang dibuat Intsitur Penelitian Senjata Nuklir?”
(“Baca ini,” bisik Kang-seok pada Young-bae. Young-bae awalnya menggeleng tapi akhirnya ia membacanya.)
Young-bae:
“Senjata yang dimaksud adalah jarum beracun yang 25 juta kali lebih
beracun daripada asam sianida. Apakah kita harus menggunakan jarum
beracun itu?”
Kang-seok: “Cukup satu suntikan. Kau harus
melakukannya ketika tidak ada orang. Saat dia tidur. Kita akan membuat
jantungnya berhenti berdetak.”
Jae-ha terhenyak.
Kang-seok: “Aku akan melakukannya. Jika Komrad Kim Hang-ah tidak mau, aku yang akan melakukannya. Jangan hentikan aku!”
Hang-ah:
“Jangan bicara seperti itu! Walau Pangeran Jae-ha tidak kita sukai,
bagaimana bisa kita membunuh Pangrean Korea Selatan?”
Hang-ah
mengintip dari lubang pintu dan melihat Jae-ha sudah mendengar seluruh
pembicaraan mereka. Ia membuka pintu. Jae-ha mundur ketakutan dan
mengambil sikap waspada (dengan memegang dua foto gadis seksi…Omo drama
ini bener-bener kocak^^).
Hang-ah pura-pura terkejut. Jae-ha memasukkan foto tadi ke saku selananya.
“Berapa banyak yang kaudengar? Kami hanya bermain-main. Jadi lupakan saja,” kata Hang-ah khawatir.
“Ooo..tentu saja,” sahut Jae-ha gugup. Ia berkata Hang-ah sebaiknya menenangkan Kang-seok.
“Kau benar,” kata Hang-ah serius. Ia merogoh sakunya dan mengeluarkan sebuah kotak.
Kotak itu dibuka. Isinya berbatang-batang jarum^^
“Tapi pekerjaan pembunuh tidak diketahui siapapun,“ Hang-ah mengeluarkan sebatang jarum yang panjang. Jae-ha mulai was-was.
“Dalam sesaat seseorang bisa…Wack!” Hang-ah membuat gerakan menusuk jarum itu ke dahinya. Jae-ha bertambah gugup.
“Dan ia seorang yang mudah emosi,” ujar Hang-ah bergidik ngeri lalu pergi meninggalkan Jae-ha yang ketakutan.
Jae-ha
langsung menemui Shi-kyeong. Ia b erkata akan berlatih dengan
sebaik-baiknya mulai sekarang. Poor shi-kyeong. Ia sangat terharu sampai
terlihat akan menangis. Shi-kyeong maju dan menggenggam tangan Jae-ha
dengan penuh perasaan.
Jaeh menyuruh Shi-kyeong masuk karena ia
akan berlatih dengan Hang-ah. Shi-kyeong kebingungan sementara Hang-ah
senyum-senyum. Jae-ha menarik tangan Jae-ha dan berbicara tanpa
mengeluarkan suara untuk memberi isyarat. Shi-kyeong tak mengerti.
Jae-ha
menarik kepala Shi-kyeong dan kembali berbicara tanpa mengeluarkan
kata-kata. “Jarum beracun berisi bahan atomik”. Hang-ah berdiri di
antara mereka berdua dan berbisik, “Apa yang kaukatakan?”
Jae-ha
buru-buru tertawa pada Shi-kyeong dan memintanya masuk sambil memegangi
kerah Shi-kyeong erat-erat seakan-akan tak mau ditinggalkan berdua
dengan Hang-ah. Tapi Shi-kyeong tak mengerti sinyal Jae-ha. Ia tersenyum
senang dan mengangguk lalu meninggalkan Jae-ha berdua dengan Hang-ah.
Jae-ha
terpaksa berlatih. Sebagai ganti lari di lapangna, ia berlari bersama
Hang-ah di treadmill. Shi-kyeong datang mengunjunginya dan hanya
mengucapkan dua patah kata.
“Pangeran, fighting!!” lalu ia pergi.
Jae-ha
mengomel Shi-kyeong lagi-lagi membuatnya speechless. Jika Shi-kyeong
tidak mempunyai mata setidaknya ia harus mempunyai otak. Hang-ah membela
shi-kyeong, bahkan di Utara tidak banyak pria yang seperti Shi-kyeong.
Jae-ha berkata jika Hang-ah menyukai Shi-kyeong mengapa tidak
menyimpannya di sini saja (Utara).
Keesokan paginya, Ibunda Raja
(kalau jaman sekarang ngga disebut Ibu Suri kali ya?) menanyai Jae-kang
mengenai rumor yang beredar. Jae-ha dikabarkan akan menikah dengan
wanita dari Korea Utara.
“Tentu saja tidak, Ibu. Sebaik apapun
perkembangannya, pernikahan tidak terpikirkan olehku,” sahut Jae-kang.
Ia bertanya pada istrinya apakah istrinya mendengar rumor tersebut.
Istrinya juga tidak tahu menahu.
Ibunda Raja berkata mereka
harus segera menikahkan Jae-ha. Rumor seperti ini timbul karena Jae-ha
belum juga menikah dan usianya semakin dewasa.
Tapi
tampaknya rumor itu benar karena Raja curhat pada ayah Hang-ah bahwa ia
merasa bersalah karena telah membohongi ibunya. Ia bertanya pada ayah
Hang-ah apakah ada wanita yang cocok untuk Jae-ha. Wanita modern yang
akan disetujui rakyat Korsel. Jae-kang berkata ia telah melihat beberapa
rekomendasi tapi tidak ada yang cocok (hmmm…aneh juga ya, kan Jae-ha
yang mau menikah?).
“Bagaimana dengan puterimu? Ia cukup cantik.”
“Puteriku masih sangat muda,” elak ayah Hang-ah.
Jae-kang
berkata bukankah usia Hang-ah sudah 30 tahun dan di Utara banyak wanita
yang menikah pada usia muda. Ayah Hang-ah berkata masih banyak yang
ingin dilakukan Hang-ah. Hang-ah belum memikirkan pernikahan dan banyak
pria yang mengantri untuk mendapatkan puterinya. Ckckck…seandainya ia
tahu >,<
Raja berkata ia mengerti, ia minta ayah Hang-ah
jangan khawatir. Ia bisa melihat ayah Hang-ah sangat menyayangi
puterinya. Ia bertanya-tanya apa rencana ayah Hang-ah untuk menikahkan
puterinya kelak.
Saat sedang melatih Jae-ha, Hang-ah mendapat telepon dari Ki-woon,
teman lamanya. Hang-ah terlihat senang sekali. Jae-ha terlihat sedikit
kecewa…ehm cemburu??
Malamnya
Hang-ah berdandan secantik mungkin. Ia bahkan berdandan sambil
bersenandung. Jae-ha memperhatikan tingkah Hang-ah dan bertanya Hang-ah
hendak menemui siapa. Kekasihnya?
“Temanku sejak kecil. Oya, walau aku pergi, kau tidak boleh bolos latihan malammu.”
Jae-ha
protes bagaimana bisa ia berlatih sendirian. Hang-ah mengancam ia telah
menaruh kamera untuk mengawasi Jae-ha. Jika Jae-ha bolos latihan maka
Jae-ha akan tamat.
Di
stasiun kereta, Hang-ah tersenggol orang lain hingga bedaknya terjatuh.
Ia memungutnya dan teringat pada teman yang memberikannya bedak itu.
Ki-woon.
Mereka bersahabat dan sangat dekat hingga Hang-ah yang
menghibur Ki-woon saat Ki-woon mengalami kegagalan cinta. Ki-woon saat
itu berkata jika di masa depan mereka tidak mempunyai pasangan bagaimana
jika mereka saja yang menjalin hubungan. Hang-ah saat itu menyetujuinya
walau Hang-ah berkata hal itu tidak akan terjadi karena dia belum
berusaha menjalin hubungan dengan siapapun dan akan banyak pria
mengantri untuknya setelah ia masuk universitas.
Hang-ah
tersenyum mengingat janji mereka waktu itu. Ia sampai di tempat yang
disepakati namun tempat itu gelap dan sepi. Ia membuka pintu dan masuk.
Di dalam gelap gulita.
Tiba-tiba lampu menyala. Hang-ah terkejut
melihat pemandangan di depan matanya. Teman-temannya menyanyi dan
ruangan itu telah didekorasi. Ki-woon berdiri di tengah ruangan.
Hang-ah tersentuh mendapat kejutan seperti ini. Ki-woon maju dan berlutut sambil menyerahkan sebuket bunga pada Hang-ah.
“Maukah kau meresmikan hubungan kita?” tanya Ki-woon.
Hang-ah
terpana dan tersenyum malu. Hatinya melambung. Teman-temannya bersorak.
Hang-ah mengulurkan tangan untuk mengambil bunga itu tapi tiba-tiba
Ki-woon berdiri.
“Bagaimana?
Bagaimana? Apakah ini seperti lamaran di Korea Selatan?” tanya Ki-woon
pada teman-temannya. Hang-ah tertegun. Teman-temannya tertawa. Seorang
dari mereka menenangkan Ki-woon, Hang-ah yang kaku saja bisa merona
dengan lamaran tadi, apalagi gadis lain.
Praak! Hati Hang-ah
hancur berkeping-keping. Tapi tidak ada seorangpun yang menyadarinya.
Salah seorang temannya malah memberi sebuah konfeti agar Hang-ah ikut
menyalakannya saat Ki-woon melamar gadis pujaannya. Mata Hang-ah mulai
berkaca-kaca.
Tak
menyadari kerusakan yang telah dibuatnya pada hati Hang-ah, Ki-woon
kembali berlatih dengan berlutut dan mengulurkan bunga pada Hang-ah.
Tapi kali ini Hang-ah tidak tersenyum melainkan terlihat sangat sedih.
Ki-woon terkejut dan bertanya ada apa. Hang-ah tak menjawab dan pergi
dari sana saat itu juga.
Jae-ha
berleha-leha di tempat latihan. Ia duduk-duduk dan bersiap menikmati
donatnya? Hang-ah tiba-tiba muncul. Hang-ah tidak berkata ap-apa dan
langsung naik ke treadmill. Jae-ha bergabung dengannya, meyakinkan
Hang-ah kalau ia akan segera berlatih begitu menghabiskan donatnya.
Melihat wajah Hang-ah yang murung, Jae-ha bertanya apa terjadi sesuatu.
Hang-ah
tidak menjawab dan mulai berjalan di treadmill tapi karena tidak
konsentrasi, kakinya keseleo dan ia terjatuh dari treadmill.
Jar-ha
menghampirinya dan bertanya apakah Hang-ah terluka. Ia membantu
memeriksa kaki Hang-ah. Hang-ah seperti hendak menangis. Jae-ha bergurau
kaki Hang-ah hanya terkilir sedikit. Bukankah Hang-ah seorang prajurit
terlatih? Mengapa jadi cengeng hanya karena terlikir sedikit?
Hang-ah
mulai menangis. Jae-ha terkejut. Hang-ah mengomel Jae-ha memutar-mutar
kakinya, tentu saja terasa sakit. Jae-ha tahu ada yang tak beres. Ia
menahan Hang-ah saat Hang-ah hendak berdiri.
“Ada apa? Apa kau
bertemu tentara Amerika? Apa seseorang mempermainkanmu? Mengatakan kau
orang miskin? (hihi..di Secret Garden Ra-im kan dikatain miskin sama
Joo-woon ^^)”
“Jangan bicara sembarangan kalau kau tak tahu
apa-apa,” gerutu Ra-im eh Hang-ah. Ia hendak bangkit berdiri tapi
lagi-lagi Jae-ha menangkap tangannya dan menahannya.
“Siapa orangnya? Siapa yang membuat pemimpin kita menangis?” tanyanya kesal.
Tersentuh
oleh perhatian Jae-ha, Hang-ah pun curhat mengenai apa yang dialaminya
barusan. Jae-ha bersikap simpatik seperti seorang sahabat.
Jae-ha
berkata bisa-bisanya Ki-woon menggunakan Hang-ah sebagai teman berlatih
untuk melamar gadis lain. Ia menduga Ki-woon bukanlah seorang tentara.
“Bagaimana kau tahu? Dia memang dikeluarkan,” kata Hang-ah kaget.
“Ternyata
pria Utara dan Selatan sama saja,” ujar Jae-ha. Ia berkata sebaiknya
Hang-ah melupakan Ki-woon, masih banyak pria lain di luar sana. Dan lagi
Hang-ah baru berusia 30 tahun, masih muda.
“Itu
di selatan. Di sini, wanita berumur 30-an dianggap wanita yang paling
tidak diinginkan di antara yang tidak diinginkan. Dan lagi di
ketentaraan tidak ada yang cocok,” keluh Hang-ah. Ia bertanya apakah ia
harus mengencani pria botak. Ia takut pada akhirnya ia akan hidup
sendirian sampai mati. Jangankan menikah, higga sekarng ia belum pernah
berkencan satu kalipun. Apakah itu masuk akal?
“Tentu saja tidak..sangat menyedihkan,” kata Jae-ha prihatin.
Hang-ah
berkata ia tidak membuat standar terlalu tinggi. Ia hanya menginginkan
pria berwajah cukup tampan, sehat dan menyayanginya. Ia tidak pernah
berpikir akan begitu sulit menemukannya. Poor Hang-ah >,<
“Penampilan luar dan latar belakang keluarga tidaklah penting,” ujar Jae-ha setuju.
“Ah,
tapi ia harus lebih tinggi daripadaku. Sedangkan mengenai penampilan
luar, jika ia begitu jelek hingga menjadi bahan olok=olok, tentu
tidaklah baik. Ia juga harus berkepribadian baik,” ujar Hang-ah
bersemangat. Curhat itu berlanjut hingga mereka kembali ke kamar.
Berarti daftar kriterianya udah panjang banget^^
“….Berkepribadian
baik dan dapat dipercaya seperti ayahku. Mengenai pendidikan, asalkan
lebih baik dariku sudah cukup baik. Oya, dia juga harus lucu. Jika dia
tak bisa bercanda pasti sangat membosankan.”
“Iya, bercanda di saat kau kencan sangatlah penting,“ sahut Jae-ha bosan.
Hang-ah senang karena Jae-ha menyetujuinya. Jadi ia pun melanjutkan daftarnya.
“Ia
harus mengerti aku dan menyukai hal yang sama denganku. Ah, dia juga
tak boleh berpikiran picik. Aku tak akan bisa memaafkan hal itu.”
Jae-ha tiba-tiba bertanya mengapa Hang-ah mengikuti WOC. Hang-ah terdiam mendengar pertanyaan itu.
“Itu karena partai…”
“…memberimu perintah? Tentara memang selalu dimanfaatkan,” ujar Jae-ha.
Bukan seperti itu, kata Hang-ah, partai hendak membantunya.
“Membantu…apa?” tanya Jae-ha tertarik.
“Kehidupanku sebagai wanita….singkatnya, seorang pria.”
“Mereka merencanakan pernikahanmu?” tanya Jae-ha terkejut.
Hang-ah
berkata ia juga meragukannya tapi ia terlalu malu untuk menolak. Walau
itu hanya sekedar ucapan, ia ingin mempercayainya. Iabertanya pada
Jae-ha mengapa pria selalu seperti itu.
Ia seorang wanita.
Menjadi tentara hanyalah pekerjaannya. Ia juga wanita yang menarik jika
para pria melihatnya dengan baik. Para pria berkata ia seorang yang bisa
diandalkan dan jujur jadi mereka menganggapnya sebagai adik. Bahkan
mereka berkata ingin punya anak laki-laki seperti Hang-ah.
“Sebenarnya apa salahku?” tanya Hang-ah.
Jae-ha
menatap Hang-ah lalu beringsut duduk di lantai. Apa kau ingin tahu,
tanyanya pada Hang-ah. Hang-ah mengangguk. Jae-ha memberi isyarat agar
Hang-ah ikut duduk bersamanya di lantai. Hang-ah menurut.
“Karena mereka buta. Di mataku, Kim Hang-ah adalah seorang wanita. Menarik dan menyenangkan.,” kata Jae-ha bersungguh-sungguh.
Hang-ah
terpana. Jae-ha pelan-pelan mengulurkan tangannya dan menggenggam
tangan Hang-ah. Hang-ah tentu saja tak menyangka Jae-ha akan bersikap
seperti tu. Apalagi Jae-ha pelan-pelan mendekatkan wajahnya. Hang-ah
buru-buru melepaskan tangannya.
“Terima kasih kau sudah
mengembalikan kepercayaan diriku, “ ujarnya gugup,” sebaiknya kau pergi
mandi agar kita bisa tidur bersama.” Ups!!
Jae-ha tersenyum geli. “Baiklah, aku akan mandi secepat mungkin.” LOL^^
Sementara
itu di suatu tempat, Klub M menyambut presiden ke-2 mereka, John Mayer.
John muncul dengan memakai pakaian resmi dan bercelana pendek. Hadirin
tertawa. John mengeluarkan secarik sapu tangan besar dan menutupi
kakinya. Abrakadabra! Celana pendeknya berubah menjadi celana resmi yang
sesuai dengan pakaiannya. Semua bertepuk tangan.
John
berkata ia tadinya hendak menyelenggarakan pesta yang lebih mewah namun
ia khawatir dengan tanggapan orang lain. Ia berkata saat ini Klub M
memegang kunci dunia. Sebanyak 136 perusahaan berada di bahwa Klub M.
Negara-negara yang mengenakan topeng perdamaian tidak bisa menentang
kehendak klub M. Ia berkata sebagai rasa terima kasih pada semua yang
hadir, ia akan menghadiahkan sebuah pertunjukkan.
Ia mengambil
sebuah buku. Lalu dari dalam buku itu ia mengeluarkan seekor merpati.
Merpati itu ia letakkan dalam sebuah kotak. Ketika diangkat, kotak itu
ternyata kosong. Tapi seorang anak kecil melihat ke dalam lengan baju
John dan berseru John menyembunyikan merpati itu di sana.
Deg!
Penonton terdiam. John menatap anak itu dan tersenyum aneh. Ibu anak itu
merasakan firasat buruk tapi tak berani berkata apa-apa.
John
bergumam ia sudah ketahuan tapi pertunjukkan baru akan dimulai. Ia
mengangkat tangannya dan dari dari dalam kolam keluar sebuah peti mati
berukir yang naik hingga melayang di udara. Ia mengacungkan tangannya
sekali lagi dan tutup peti itu terangkat tinggi. Ternyata di dalam tutup
peti itu berbaris tiga bilah pisau panjang yang tajam hingga bisa
menembus dasar peti.
Ia bertanya siapa yang bersedia menjadi
relawan untuk pertunjukkannya. Tdak ada yang mau. John menatap anak
kecil yang tadi menyerukan rahasia sulapnya.
John berkata anak
itu terlalu kecil untuk menjadi sukarelawan. Ibu si anak menghela nafas
lega. Tapi John menunjuk ayah si anak menjadi sukarelawan. Seorang
undangan mengamati dengan cermat (tampaknya pria ini berperan penting
karena ia sering disorot kamera).
Terpaksa
ayah si anak menjadi sukarelawan dan berbaring di dalam peti. Si ayah
mengamati tutup peti berbilah pisau di atasnya dengan ngeri. John
tersenyum dan mengangkat tangannya kembali. Tutup peti terangkat sangat
tinggi.
Sebagian melihat dengan kagum, sebagian dengan perasaan
waswas terutama ibu si anak. Ia memeluk anaknya erat-erat. Si ayah
sangat ketakutan melihat tiga bilah pisau tepat di depan matanya.
John
menggerakkan tangannya dan tutup peti itu meluncur ke bawah dengan
cepat. Semua undangan berseru kaget. Joh cepat-cepat menggerakkan
tangannya lagi dan peti itu berhenti sebelum sempat menghujam peti.
Undangan bertepuk tangan lega. John sangat menikmati semuanya itu.
Tiba-tiba
peti itu meluncur turun. Bam! Menghujam peti tersebut hingga menembus
dasarnya. Semua orang terdiam. John menutup mulutnya dengan tangan,
seakan-akan kejadian tadi tidaklah disengaja. Ia mengangkat tangannya
dan tutup peti itu terangkat. Peti itu dibalik hingga semua orang bisa
melihat isinya. Kosong.
John tersenyum menatap ibu si anak. Wanita itu menoleh ke sana kemari mencari suaminya tapi suaminya tidak muncul lagi.
Matikah
ia? Tidak. Setidaknya belum. Ayah itu di seret ke dalam suatu ruangan
di mana si wanita bertindik (yang menyuntik mati ayah John) sudah
menunggu. Pria itu didudukkan di kursi. Wanita bertindik mengambil
sebilah pisau runcing dan membakar ujungnya. Entah ia melakukan apa
dengan mata pria itu, yang pasti pria itu berteriak kesakitan. Kumpulan
orang-orang gila @_@(dan jangan bawa anak-anak ke pesta orang aneh
>,<)
Hang-ah
bolak-balik di tempat tidurnya. Ia gugup menunggu Jae-ha keluar dari
kamar mandi. Ketika akhirnya Jae-ha keluar, Hang-ah menutupi kepalanya
dengan selimut. Ia mengintip sedikit dan melihat handuk Jae-ha jatuh ke
lantai.
Terkejut, Hang-ah langsung bangkit. Ia berseru apa yang Jae-ha lakukan. Jae-ha berpakaian lengkap.
“Heh? Mengeringkan kakiku,” ujar Jae-ha tenang sambil menggosok-gosokkan kakinya ke handuk.
Hang-ah
jadi malu sendiri dan buru-buru tidur lagi. Jae-ha menghampiri tempat
tidur Hang-ah dan duduk di sisinya. Ia bertanya dengan lembut apakah
Hang-ah tidak bisa tidur. Hang-ah terkejut dan mendorong Jae-ha agar
pergi ke tempat tidurnya sendiri.
Jae-ha menenangkan Hang-ah.
Mana mungkin ia berani macam-macam dengan Hang-ah. Ia menyuruh Hang-ah
tidur dan mulai menepuk-nepuk punggungnya. Hang-ah bebalik untuk menepis
tangan Jae-ha tapi Jae-ha menangkap tangannya.
“Kim Hang-ah,
apakah kau tahu mengapa kau tidak memiki teman pria?” tanya Jae-ha, “Itu
karena kau terlalu galak. Kau harus belajar menerima.”
Hang-ah
terbelalak. Tapi ia menurut dan pelan-pelan membalikkan tubuhnya lalu
mulai memejamkan matanya sementara Jae-ha menepuk-nepuk punggungnya.
Setelah
Hang-ah tertidur, Jae-ha menatap Hang-ah dengan lembut. Pelan-pelan ia
merapikan rambut Hang-ah dan menggenggam tangannya. Jae-ha mencium leher
Hang-ah!
“Tidak!”
seru Hang-ah terbangun. Ia mengerjapkan mata, ternyata hari seudah
pagi. Jae-ha tidak ada di kamar. Tempat tidurnya bahkan sudah rapi.
Mimpikah ia?
Jae-ha masuk ke kamar sambil membawa sekotak donat
dan memakan sebuah. Ia menawari Hang-ah. Ia membawa 100 kotak donut dari
Korsel untuk dibagi-bagikan. Eh, emang Lee Seung-gi bintang iklan donat
ya??
“Kemarin, apa yang kaulakukan?” tanya Hang-ah tanpa menghiraukan tawaran Jae-ha. Jae-ha bingung, tentu saja tidur.
“Ah, begitu ya…apakah kau benar-benar hanya pergi tidur?” tanya Hang-ah penasaran.
“Apakah aku harus melakukan hal lain?” tanya Jae-ha bingung.
“Tidak! Tidak! Sudah cukup,” ujar Hang-ah cepat. Ia buru-buru pergi keluar.
Jae-ha melirik dan tersenyum nakal.
Hang-ah
berpapasan dengan Kang-seok dan Yeoung-bae. Kang-seok tersenyum dan
memuji Hang-ah mendadak terlihat cantik. Ia memberi isyarat pada
Young-bae.
“Benar! Benar!,” seru Young-bae. Ia menggenggam tangan Hang-ah dan memberinya semangat.
Kang-seok juga. Melihat tingkah aneh kedua temannya, Hang-ah kebingungan. Dan lagi, semua orang pun bersikap aneh.
Ahjumma
di kantin berkata ia akan senang mempunyai menantu seperti Hang-ah
walau ia sudah mempunyai menantu. Lalu Dong-ha berkata ia akan
mengenalkan banyak temannya jika mereka kembali ke Selatan nanti. Bahkan
Shi-kyeong yang pendiam pun menyarankan agar Hang-ah mencari hobi agar
tidak terlalu stress dengan masalah pernikahan. Hang-ah bengong. Ia lalu
tersadar siapa biang keladinya.
Hang-ah menerobos masuk ke kamar. Jae-ha sedang asik merawat wajahnya.
“Apakah kau menyebarkannya?” tanya Hang-ah tersengal-sengal.
“Hmmm…Bukankah
kau mengatakannya padaku agar aku bisa memberitahu yang lain?” jawab
Jae-ha polos. Ia berkata semua orang harus tahu agar Hang-a bisa menikah
lebih cepat. Hang-ah berusaha menahan kemarahannya.
Jae-ha tertawa, ia berkata ia merasa sayang jika hanya ia yang tahu.
“Tinggi,
bisa dipercaya, tampan, dan humoris. Mana ada pria seperti itu yang
akan menyukaimu? Jadi, kau harus berterima kasih padaku. Aku memberitahu
mereka dengan detil.”
Ia bertanya apakah Hang-ah mengikuti WOC hanya untuk mencari suami.
“Komandan,
aku benar-benar membutuhkan seorang pria sekarang. Aku akan
berpartisipasi jika kau mencarikan aku seorang pria. Itukah yang
kaukatakan padanya? Haha..aku benar-benar malu untuk pemimpin kita. Jika
aku mengikuti perintah, aku tidak akan ada di sini untuk
memperingatkanmu.”
Hang-ah bertanya apa Jae-ha saat ini sedang
mengancamnya, Mengancam untuk memberitahu yang lain kalau ia mengikuti
WOC hanya untuk mencari jodoh.
Hang-ah langusng mengambil kopernya dan mencari-cari sesuatu.
“Apa
kau mencari ini?” tanya Jae-ha menyodorkan sekotak jarum. Ternyata
semalam setelah Hang-ah tidur, ia bergerilya mengotak-atik barang-barang
Hang-ah untuk mencari kotak itu.
“Kau brengsek!!” maki Hang-ah.
Jae-ha
tertawa. Ia bertanya mengapa Hang-ah tampak aneh waktu bangun pagi ini.
Apakah Hang-ah bermimpi ia menciumnya. Hang-ah mendelik marah.
“Benarkah?”
tanya Jae-ha terkejut, lalu ia menertawakan Hang-ah. Hang-ah berbalik
pergi. Tapi Jae-ha tak melepaskannya, ia malah menanyakan detil mimpi
Hang-ah semalam dengan kata-kata yang kurang ajar.
Hang-ah masih berusaha bersabar tapi Jae-ha tidak mau berhenti. Ia berkata ia tidak tahu kalau Hang-ah menganggapnya spesial.
“Tapi
bagaimana ya? Aku tidak merasakan apapun padamu. Dan lagi, ini adalah
ketentaraan (jarang ada wanita). Jika seseorang mengenakan rok atau
semacamnya, aku seharusnya merasakan sesuatu Tapi aku tidak
merasakanya.”
Hang-ah memalingkan wajahnya. Ia terlihat sakit hati, kesal, terluka, dan marah.
“Ada
seorang wanita berdiri di hadapanku tapi aku tidak merasakan apapun,”
Jae-ha terus menyerocos. Ia mengambil tangan Hang-ah. Ia berkata ia
lebih baik memegang kemudi daripada memegang tangan Hang-ah. Setidaknya
ia ikut bergetar jika mobil bergetar tapi tangan Hang-ah hanya….tangan.
Hang-ah
menatap Jae-ha dengan mata berkaca-kaca. Seakan belum cukup, Jae-ha
berkata seandainya Hang-ah keluar dari shower pun seharusnya ia
merasakan sesuatu.
“Tapi aku tidak merasakannya. Mau bagaimana
lagi? Kau ….kau bukanlah wanita,” Ia melepaskan tangan Hang-ah begitu
saja. Air mata Hang-ah mengalir.
source : http://patataragazza.blogspot.com/2012/04/sinopsis-king-2-hearts-episode-2.html
re-posted and re-edited by : dianafitriwidiyani.blogspot.com
No comments:
Post a Comment