Hang-ah
masuk ke halaman rumah sebuah keluarga. Hang-ah bertanya bolehkah ia
meminjam telepon untuk sambungan internasional (drama ini banyak bahasa
asingnya. Selain bahasa Inggris, Jae-ha berbahasa Prancis, Shi-kyeong
bahasa Jepang, Sekretaris Eun bahasa Jerman, dan sekarang Hang-ah bahasa
Cina^^). Hang-ah mengaku berasal dari kota kecil. Suami istri itu
melihat keadaan Hang-ah yang penuh luka. Sang suami menyuruh Hang-ah
menunggu sebentar dan masuk ke dalam. Istrinya melihat dengan khawatir
dan masuk menyusul suaminya.
Sang istri keluar dan memberi teh
pada Hang-ah. Hang-ah memberikan jam tangannya sebagai tanda terima
kasih. Tapi sang istri tak mau menerimanya. Ia menyuruh Hang-ah segera
pergi. Hang-ah sadar ada yang tak beres. Ia bangkit berdiri.
Terlambat, para perwira Cina datang untuk menangkapnya. Rupanya sang suami telah melaporkan Hang-ah.
Hang-ah
diinterogasi. Saat ia menjawab ia adalah Kim Hang-ah, tunangan Raja
Korea Selatan, perwira yang menginterogasinya tertawa tak percaya. Ia
berkata bukan 1-2 kali saja ada pengungsi Korut yang mengaku ia ada Kim
Hang-ah tunangan Raja Korsel. Hang-ah menatap perwira itu dengan tatapan
penuh selidik.
Sebenarnya perwira itu berbohong. Ia mengatakan
itu hanya untuk menahan Hang-ah lebih lama. Interogasi itu sedang
diawasi oleh Komandan Cina. Komandan itu menelepon Bong-gu dan
mengatakan kalau ia telah mendapatkan Hang-ah.
Cina
berkata mereka hanya akan menahan Hang-ah sesuai prosedur. Bong-gu
membenarkan tapi ia menyarankan agar Cina menahan Hang-ah selama
sebulan. Itu tidak menyalahi prosedur, bukan? Dan lagi ia tidak membunuh
Hang-ah bukan karena tekanan dari Cina, tapi karena Hang-ah adalah
kartu AS-nya untuk mengendalikan Korea Utaraa dan Selatan dalam satu
pukulan. Ia tidak mau mengatakan rencananya sekarang.
Hang-ah
membuat keributan agar didatangi penjaga sel. Ia meminta dokter untuk
memeriksa lengannya yang terluka. Penjaga itu menyuruh Hang-ah menunggu
seminggu lagi karena Hang-ah akan dipindahkan. Hang-ah terkejut. Ia
bertanya ia akan dipindahkan ke mana tapi penjaga itu pun tidak tahu.
Hang-ah
menghabiskan waktu di selnya dengan terus berlatih agar tubuhnya tidak
kaku. Tapi seberapa kuatnya pun Hang-ah, ia tetap merasa kesepian dan
merindukan Jae-ha. Ia membayangkan Jae-ha berada di sisinya dan
memeluknya dengan hangat. Ketika kenyataan kembali menyadarkannya dan ia
duduk sendirian dalam sel yang sempit tanpa Jae-ha, air mata Hang-ah
menetes.
Jae-ha
pun merindukan Hang-ah. Ia terus bekerja untuk mencari cara mengadukan
Bong-gu pada ICC. Menurut Hukum ICC, serangan langsung pada setiap warga
sipil secara sengaja dan melakukan tindakan kriminal sama saja dengan
kejahatan terhadap hak asasi manusia. Keluarga kerajaan akan menuntut
Bong-gu berdasarkan hukum tersebut, atas kejahatannya terhadap Jae-kang
dan Ibunda Raja.
Sekretaris
Eun menghabiskan harinya-harinya dengan memancing. Suatu hari saat ia
pergi memancing, ia melihat Shi-kyeong telah menunggunya di dekat danau.
Shi-kyeong tersenyum melihat ayahnya.
Mereka memancing bersama
(nice view^^). Shi-kyeong bergurau dengan ayahnya mengenai hobi baru
ayahnya ini. Whaaa? Shi-kyeong bisa bergurau??^^
Ia
berkata selama ini ia merasa jauh dari ayahnya karena ia merasa ayahnya
memiliki harapan besar pada dirinya. Ia selalu ingin menyenangkan
ayahnya tapi kemampuannya terbatas. Ia takut apalagi ayahnya selalu
bersikap keras hingga ia tak bisa mendekat. Jadi, ia selalu merasa kecil
di hadapan ayahnya.
“Mungkin karena itulah aku sangat marah
pada Ayah. Untuk membalas semua rasa tidak percaya diriku. Tapi aku
merasa sedikit senang sekarang. Kurasa aku akhirnya bisa berdiri
sendiri.”
Sekretaris Eun menatap anaknya.
“Ayah,
tak peduli apapun yang terjadi padaku, tolong jangan salahkan diri
Ayah. Karena ini adalah pilihanku sendiri. Ayah adalah Ayah, dan aku
adalah aku.”
Apakah ini semacam firasat? Mungkin. Ayahnya juga
merasa aneh dengan perkataan Shi-kyeong. Ia bertanya apakah akan terjadi
sesuatu. Shi-kyeong tak sempat menjawab karena pancingannya mendapat
ikan.
Walau ikan itu lolos tapi ayah dan anak itu akhirnya bisa menghabiskan waktu bersama.
Jae-ha
bekerja bersama para kuasa hukum kerajaan untuk mempersiapkan tuntukan
terhadap Klub M. Dong-ha menemuinya dan berkata ada masalah darurat. Eun
Shi-kyeong bersikeras ingin pergi ke Cina. Aku senang kepergian
Shi-kyeong menjadi masalah darurat keluarga kerajaan. Shi-kyeong
harusnya tahu ini agar tidak merasa rendah diri lagi^^,
Shi-kyeong
meminta cuti pada komandannya, tapi komandannya tahu ini hanya alasan
Shi-kyeong agar bisa ke Cina. Shi-kyeong tak menyerah. Ia mengajukan
pengunduran dirinya dan membereskan semua barangnya. Dong-ha memberi
tahu Shi-kyeong kalau Jae-ha telah mengeluarkan perintah untuk melarang
Shi-kyeong meninggalkan Korea.
Shi-kyeong
pergi menemui Jae-ha. Ia menerobos ruang kerja Jae-ha dan berteriak
apakah ia dilarang meninggalkan negeri ini. Tapi Jae-ah berada di
ruangan dalam dan tidak bersedia ditemui. Sekretaris Jae-ha berkata
Shi-kyeong bisa mengatakannya di luar pintu. Shi-kyeong berjalan ke
pintu dan berbicara pada Jae-ha dari luar.
“Yang Mulia telah
memutuskan untuk menuntut orang itu, bukan? Tapi apakah itu akan
berhasil? Walau Yang Mulia menuntutnya, Cina tidak akan membiarkan
pasukan kita masuk negara mereka dan menangkapnya. Jadi biarkan aku
pergi padanya.”
“Masih banyak orang lain selain dirimu yang bisa pergi,” sahut Jae-ha dari dalam.
“Bagaimana
jika ia membunuh mereka satu per satu? Bong-gu sudah tahu aku tangan
kanan Yang Mulia. Jadi untuk menjatuhkan Yang Mulia dia akan terus
berusaha menarikku ke pihaknya. Jadi mengapa Yang Mulia tidak
membiarkanku melakukannya?!” seru Shi-kyeong frustrasi. “Apakah karena
aku temanmu? Kalau begitu Yang Mulia boleh tenang, karena aku tidak
pernah menganggap Yang Mulia sebagai teman. Karena itu aku mohon,
biarkan aku pergi, Yang Mulia!!”
Jae-ha
tetap diam dan tak menjawab. Shi-kyeong sangat kesal. Ia berteriak:
“Lee Jae-ha!! Kau boleh tinggal di dalam sana seharian mencari teman
untuk bermain. Sekarang kau tidak memiliki Hang-ah di sisimu, kau takut
akan kehilangan aku juga, bukan?”
Jae-ha terkejut mendengar
keberanian Shi-kyeong. Biasanya Shi-kyeong sangat hormat padanya.
Shi-kyeong berkata ia telah melepaskan perasaan bersalahnya.
“Jadi kumohon kau menjadi lebih kuat!!!”
Jae-ha keluar. “Lee Jae-ha?” tanyanya.
“Kau bilang kita adalah teman,” sahut Shi-kyeong cepat.
“Dasar brengsek, kau sudah keterlaluan!”
Keduanya saling menatap dengan penuh emosi. Melihat keteguhan di mata Shi-kyeong, Jae-ha menghela nafas panjang.
“Aku janji, aku akan kembali,” kata Shi-kyeong pelan. Jae-ha menatap Shi-kyeong, menyerah.
Keduanya
bekerja siang malam mempersiapkan tugas Shi-kyeong. Mereka sepakat,
kode mereka adalah: “Apakah kau bisa menelepon dengan aman?”
Jae-ha meminta bantuan pada Shi-kyeong untuk menemui Jae-shin. Shi-kyeong pasti tahu bagaimana perasaan Jae-shin saat ini?
“Bisakah aku melakukan apapun sesuai keinginanku?” tanya Shi-kyeong.
”Memangnya kau belum melakukannya?” tanya Jae-ha bingung.
“Bisa atau tidak? Bukan sebagai pengawal pada puterinya tapi sebagai sesama manusia.”
“Apanya yang sesama manusia?” sergah Jae-ha, “Seharusnya sebagai seorang pria pada seorang wanita.”
“Mengikuti hatiku…hanya sekali…hanya sekali ini saja. Bisakah aku pergi dan melihatnya?” tanya Shi-kyeong.
Jae-ha
tak menjawab. Ia mengangkat telepon dan memerintahkan agar Jae-shin di
bawa ke taman. Lalu tidak boleh ada seorangpun yang mendekati Jae-shin
dalam jarak 2 km. Kecuali Kapten Eun Shi-kyeong.
Tdinya
Shi-kyeong mengira ia juga tidak boleh mendekati Jae-shin. Ketika Jae-ha
tersenyum padanya dan bertanya apakah itu sudah cukup. Shi-kyeong
menghembuskan nafas lega.
Jae-shin
dibawa ke taman dan didudukkan di kursi taman. Para pelayan membawa
kursi roda Jae-shin pergi. Membiarkan Jae-shin senirian.
Jae-shin
nampak pucat dan tak punya semangat hdup. Ia menoleh dan melihat
Shi-kyeong. Serta merta Jae-shin menangis dan memalingkan wajahnya.
Shi-kyeong menghampiri Jae-shin.
“Kau
sudah dengar mengenai ingatanku, kan? Aku seperti monster. Kau mungkin
mendadak berpikir kalau aku sangat menakutkan,” kata Jae-shin sedih,.
“Ayahkulah
yang memberitahu Bong-gu mengenai Anmyeondo,” kata Shi-kyeong. Artinya
mereka sama. “Tapi aku memutuskan untuk tidak menyalahkan diriku
sendiri. Ayah adalah ayahku dan aku adalah aku.”
Jae-shin menangis menatap Shi-kyeong. Shi-kyeong berjongkok di hadapan Jae-shin.
“Puteri pun begitu. Ini adalah kesalahan mereka dan bukan kesalahanmu.”
Jae-shin tak tahan lagi dan terisak. Shi-kyeong menggenggam tangannya.
“Dengan
mengeluarkan ingatan itu saja sudah membuktikan Puteri adalah orang
yang kuat. Sama sekali bukan kesalahan Puteri,” Shi-kyeong menegaskan.
Jae-shin menangis tersedu-sedu sementara Shi-kyeong terus menggenggam
tangannya.
Shi-kyeong
menggendong Jae-shin melewati taman. Ia berkata ia akan pergi berlibur.
Jae-shin menanyakan ke mana Shi-kyeong akan pergi tapi Shi-kyeong tidak
memberitahunya. Ia berkata ia akan memberi PR pada Jae-shin. Ketika
Jae-shin selesai mengerjakan PR-nya, ia akan kembali. Jae-shin pura-pura
mengomel. Si-kyeong tersenyum.
“Katakan ‘ini bukan salahku’ 100 kali sehari.”
“Eun Shi-kyeong, kau juga harus melakukan hal sama.”
Shi-kyeong tersenyum.
“Baiklah. Puteri juga harus tersenyum 3 kali sehari meski terpaksa.”
Jae-shin mengangguk.
“Lalu Puteri harus rajin mengikuti psikoterapi dan tidak lupa rehab. Puteri juga harus berlatih menghadapi orang banyak.”
“Aku akan melakukannya.”
Shi-kyeong
mendudukkan Jae-shin di kursi roda. Ia juga meminta Jae-shin mulai
menyanyi kembali. Jae-shin menatap Shi-kyeong lalu mengecup pipinya.
“Apa lagi?” tanyanya malu.
Shi-kyeong
mengikuti dorongan hatinya untuk sesaat dan mencium Jae-shin.
Setelahnya ia sendiri merasa terkejut atas perbuatannya (karena
bagaimanapun Jae-shin adalah seorang Puteri) dan meminta maaf. Untuk
apa, tanya Jae-shin.
Shi-kyeong tak bisa menjawab dan buru-buru mendorong Jae-shin kembali ke istana. Jae-shin tersenyum.
Shi-kyeong masih merasa tak enak dan memarahi dirinya sendiri. Ia mengambil kertas dan menulis surat.
Sekretaris
Eun sedang memancing seperti biasanya ketika iring-iringan mobil
kerajaan berhenti tak jauh dari tempatnya. Jae-ha turun dari mobil.
Sekretaris Eun memberi hormat pada Jae-ha.
Jae-ha memberitahu
Sekretaris Eun mengenai rencana Shi-kyeong untuk menyusup ke tempat
musuh. Jae-ha berkata ia telah mencoba menghentikan Shi-kyeong tapi
Shi-kyeong bersikeras pergi.
“Tidak, aku yang mengirimnya.
Sekarang setelah kupikirkan, aku sebenarnya hanya berpura-pura
menghentikannya karena aku benar-benar membutuhkan bantuannya. Tapi jika
aku merasa senang karena telah membiarkannya pergi, aku akan merasa
kalau aku orang yang jahat.”
“Yang Mulia terlalu banyak
berpikir. Jika Yang Mulia saja berpikir begitu, maka akan jadi orang
seperti apa aku ini?” kata Sekretaris Eun.
Jae-ha tersenyum. Ia
meminta Sekretaris Eun kembali ke istana. Sekretaris Eun terkejut.
Jae-ha meminta Sekretaris Eun berada di sisinya sama seperti Sekretaris
Eun membantu Jae-kang.
“Tapi gajimu akan berkurang sedikit. Saat ini keuangan keluarga kerajaan tidak begitu baik, “ gurau Jae-ha.
Sekretaris Eun tersenyum. Ia berkata sebelum kembali ke istana ia harus meminta maaf pada seseorang.
Sekretaris
Eun menemui Ibunda Raja di istana dan mengakui semua perbuatannya. Ia
berkata mengaku pada Ibunda Raja adalah hal tersulit untuk dilakukan,
karena ia juga memiliki seorang putera. Ia sendiri tak mengerti mengapa
ia bisa menutupi insiden itu pada saat itu.
Ibunda Raja bertanya
bagaimana ekspresi Jae-kang pada saat itu. Bukankah Sekretaris Eun yag
terakhir melihatnya. Apakah Jae-kang bahagia? Sekretaris Eun berkata
Jae-kang sangat bahagia karena sudah lama tidak berlibur. Ibunda Raja
bertanya bagaimana ekspresinya saat kematiannya.
“Wajahnya tersenyum.”
“Itu
sudah cukup,” kata Ibunda Raja dengan sedih. Ia masih tak bisa melihat
wajah Sekretaris Eun tapi ia membiarkan Sekretaris Eun bekerja di istana
kembali.
Jae-ha
kesulitan mencari bukti kejahatan Bong-gu. Utara mengirimkan bekas PC
tablet yang berisi rekaman video Bong-gu saat penyenderaan Jae-ha di
taman bermain. Tapi karena tablet itu jatuh berkeping-keping, maka sulit
untuk diperbaiki.
Ia memandang lukisan Jae-kang dan berkata,
“Apa kau senang?” (kalimat itu mengaktifkan perekam jurnal hariannya
yang terletak di bawah lukisan Jae-kang. Jae-ha merekamnya setelah
kematian Jae-kang dan dinobatkan menjadi Raja)
“Apa kakak senang
melihatku berusaha mencari bukti dari atas sana?” Tentu saja tak ada
jawabannya. Jae-ha menunduk. Tiba-tiba ia teringat sesuatu. Jae-ha
menoleh ke arah meja tempat ia biasa menerima tamu.
Dong-ha
dan Shi-kyeong sedang berdiskusi bagaimana cara menyusupkan Shi-kyeong
ke kediaman Bong-gu. Shi-kyeong mendapat telepon dari Jae-ha.
“Aku sudah menemukan buktinya,” kata Jae-ha.
“Aku mengerti, aku juga sudah siap,” sahut Shi-kyeong.
“Baiklah, kau harus berhati-hati.”
Jae-ha
mengadakan konferensi pers (duh….gaya jalannya keren^^). Bong-gu
diberitahu mengenai hal itu oleh sekretarisnya. Kemungkinan mengenai
Klub M. Sekretarisnya yakin Jae-ha hanya menggertak. Tapi Bong-gu tahu
Jae-ha bukan orang yang sembarangan bertindak tanpa berpikir (hehe…dulu
sih gitu^^). Ia menyuruh sekretarisnya menyalakan TV untuk melihat
pidato Jae-ha.
Pidato Jae-ha:
“Hari
ini aku ingin memberitahu rakyat berita yang menyedihkan (seluruh
rakyat melihat dari setiap layar tv termasuk layar pengumuman dan
promosi di jalan, stasiun, maupun bandara). Telah dikonfimasi bahwa
kematian Raja sebelumnya Lee Jae-kang adalah karena ia dibunuh. (seluruh
orang terkejut, termasuk para staf dan pengawal keluarga kerajaan).
Raja Korea Selatan sebelumnya telah dibunuh oleh perusahaan
multinasional. Sekarang kalian akan melihat bukti video.”
Di
layar muncul video rekaman percakapan Bong-gu dan Jae-ha (episode 10),
saat Bong-gu mengaku pada Jae-ha kalau ia yang membunuh Jae-kang. Bukan
karena WOC atau pernikahan Utara-Selatan, melainkan karena Jae-kang
melarangnya masuk Korea Selatan.
Video rekaman itu dimulai dari
saat Bong-gu berkata, “Apa kau senang? (perkataan ini mengaktifkan
perekam ilseongnok-jurnal harian Jae-ha). Kau sukses memprovokasiku. Apa
kau merasa hebat?” dan seterusnya….dan seterusnya…
Seluruh
orang tertegun melihat video rekaman itu. Apalagi ketika Bonggu
mengeluarkan suara mendesis yang aneh. Semua orang terlonjak kaget.
Mereka tak meragukan kalau Bong-gu adalah orang gila yang berbahaya.
Media
pun berebut bertanya apakah orang itu John Mayer dari Klub M. Jae-ha
membenarkan. Bong-gu menatap layar tanpa berkedip. Keadaan mulai
berbalik.
“Raja bukan sekejar Raja. Ia mewakili 50 juta rakyat
negara kita. John Mayer dari Klub M telah membunuh 50 juta warga kita.
Ia telah menginjak dan mempermainkan kita.”
Jae-ha berkata berdasarkan bukti itu, ia akan melaporkan Bong-gu ke ICC atas kejahatan terhadap kemanusiaan.
Sementara
itu Sekretaris Eun pergi ke ICC dan mengajukan petisi untuk menuntut
Bong-gu. Jae-ha mengakhiri pidatonya dengan berkata bahwa mereka akan
berjuang. Mereka akan menangkap Bong-gu dan menghadapkan Bong-gu pada
keadilan hukum.
Sebuah pukulan untuk Bong-gu. Ia harus
bersembunyi untuk sementara waktu. Ia menyuruh sekretarisnya menghubungi
tempat penampungan untuk memindahkan Hang-ah besok pagi. Sekretarisnya
mengiyakan.
Benar
apa yang dikatakan Jae-ha. Bong-gu tidak memiliki orang yang percaya
padanya. Sekretarisnya diam-diam menelepon anggota Klub M lain dan
mengatakan kalau Bong-gu telah kehilangan kendali dan beresiko besar
pada operasi Klub M. Ia mengusulkan agar anggota lain itu diam-diam
mengatur pasukan untuk melawan Bong-gu. Ujung-ujungnya mencari pengganti
Bong-gu untuk memimpin Klub M.
Sesosok bayangan melintasi
Sekretaris Bong-gu. Sekretaris Bong-gu menoleh ke jendela. Bong-gu
berdiri di sana, dengan telepon di telinga. Ia telah mendengar semua
perkataan sekretarisnya.
Sekretarisnya terpaku. Diam tak bergerak.
“Siapa? Kau (yang akan menjadi pewaris)?” tanya Bong-gu. Jelas terlihat marah.
Bon Bon masuk. Sekretaris Bong-gu langsung menangis begitu melihat Bon Bon.
Pada
saat yang sama, Shi-kyeong dan Dong-ha mengendap-endap tak jauh dari
kediaman Bong-gu. Shi-kyeong tersenyum dan mengusap kepala Dong-ha
seperti seorang kakak pada adiknya. Ia memastikan kalau Dong-ha telah
mengingat kode mereka. Dong-ha tak menjawab, matanya berkaca-kaca
melihat Shi-kyeong pergi.
Sekretaris Bong-gu berakhir di kolam.
Bong-gu memerintahkan agar semua orang yang berkonspirasi dengan
sekretarisnya dilacak dan dibunuh.
Dorr!!
Terdengar suara tembakan. Bong-gu dan pasukannya buru-buru melindungi
Bong-gu. Shi-kyeong yang telah melepas tembakan dan menyusup masuk ke
dalam kediaman Bong-gu. Bon Bon mengejarnya. Mereka berkelahi. Kekuatan
orang gila memang lebih besar hingga ia berhasil menjatuhkan Shi-kyeong.
Padahal sebenarnya Shi-kyeong sengaja membiarkan dirinya ditangkap.
Shi-kyeong
dibawa ke hadapan Bong-gu dan dipaksa berlutut di hadapannya. Bon Bon
bertanya apakah Shi-kyeong datang untuk menebus kesalahan ayahnya
setelah mengetahui segala perbuatan ayahnya. Ia pikir Shi-kyeong datang
untuk membunuh Bong-gu.
“Bunuh aku,” kata Shi-kyeong tenang.
Bong-gu
melihat Bon Bon. Orang cacat mental yang penuh emosi. Lalu
sekretarisnya yang telah mengkhianatinya dan sekarang menjadi mayat.
Jelas ia membutuhkan orang yang bisa diandalkan di sampingnya.
“Kubilang bunuh aku segera,” tantang Shi-kyeong. Bon Bon mengokang senjatanya, siap menembak.
“Jangan bunuh dia, perlakukan dia dengan baik. Cukup awasi dia. Jangan biarkan dia melarikan diri,” kata Bong-gu.
Dong-ha
berlinang air mata saat melihat Shi-kyeong dibawa pergi oleh para anak
buah Bong-gu. Ia melaporkannya pada Jae-ha. Jae-ha memejamkan matanya
dan menunduk. Ia telah membiarkan sahabatnya masuk ke kandang singa.
Jelas
Bon Bon tak mengerti apa yang dimaksud dengan “perlakuan baik”. Mungkin
karena ia masih dendam pada Shi-kyeong karena Shi-kyeong mengungkit
kematian ibunya, Bon Bon menyiksa Shi-kyeong dengan mematahkan jari
tangannya. Shi-kyeong menjerit kesakitan.
Tapi hal ini
sebenarnya sudah diperkirakan Jae-ha sebelumnya. Saat merencanakan
penyusupan ini, Jae-ha telah memperingatkan Shi-kyeong bahwa Bong-gu
orang yang super licik. Jika Shi-kyeong langsung menyerah, Bong-gu akan
merasa curiga. Ia khawatir Shi-kyeong harus bertahan sampai akhir.
Akhirnya
lengan Hang-ah dirawat oleh dokter. Hang-ah meringis-ringis kesakitan
tapi dokter itu tahu Hang-ah hanya berpura-pura, karena lukanya sudah
hampir sembuh. Dokter itu berkata pada penjaga penjara kalau Hang-ah
bisa segera dipindahkan.
Mendengar itu, Hang-ah bertindak. Ia
tiba-tiba mencekik leher dokter itu dari belakang. Ia memerintahkan para
penjaga mundur, kalau tidak ia akan mematahkan leher dokter itu. Ia
meminta ponsel sang dokter, lalu menghubungi Jae-ha. Untunglah Jae-ha
mengangkat teleponnya.
“Komrad Lee Jae-ha!!!”
Jae-ha tertegun.
“Ini adalah penampungan Cina!!” Hang-ah memberitahu di mana ia berada.
“Ha-Hang-ah…” Jae-ha terkejut.
“Ini Cina, penampungan Cina!!” seru Hang-ah.
Perwira
Cina datang dan menembakkan senjatanya ke langit-langit. Ia
memerintahkan agar Hang-ah tidak bergerak. Ponsel terlepas dari tangan
Hang-ah. Ia mengangkat kedua tangannya dan sang dokter pun terlepas.
Mendengar
suara tembakan, Jae-ha sangat panik. Ia tidak tahu apa yang terjadi dan
bagaimana Hang-ah sekarang. Ia meminta Sekretaris Eun menghubungi duta
besar Cina dan Utara. Ia akan ke Cina sekarang juga.
Sementara
itu Komandan Cina (yang bersekutu dengan Bong-gu) memerintahkan agar
Hang-ah segera dpindahkan sebelum ditemukan Jae-ha. Ia mendapat kabar
kalau Korea Utara dan Selatan mengajukan permintaan untuk menutup jalan
masuk dan keluar tempat penampungan pengungsi di perbatasan. Tidak
seorang pun boleh keluar atau masuk penampungan itu. Komandan Cina dalam
keadaan terjepit. Jika Jae-ha sampai tahu ia menyembunyikan Hang-ah
selama ini maka Cina dalam posisi bersalah pada Korea.
Jae-ha
tiba di penampungan itu bersama para perwira dari Utara dan Selatan,
termasuk Young-bae. Tempat penampungan itu telah dijaga ketat agar tidak
ada seorang pun yang boleh keluar atau masuk.
Kepala penjara
memerintahkan perwiranya untuk diam-diam membawa Hang-ah keluar dari
penampungan itu. Ia lalu menemui Jae-ha dan menyambutnya dengan sopan.
Tapi Jae-ha tidak ingin berbasa-basi.
“Tiga jam lalu aku
menerima telepon dari tunanganku yang mengatakan bahwa ia ada di sini.
Sinyal pun terlacak dari tempat ini. Kami ingin memeriksanya.”
“Apa ini kesalahpahaman?” tanya kepala penjara itu gugup.
“Pergi cari,” perintah Jae-ha pada para pengawalnya, tanpa menghiraukan ucapan kepala penjara.
Young-bae,
Dong-ha, dan para pengawal lainnya menghambur masuk ke dalam tempat
penampungan. Mereka memeriksa tiap sel dan berteriak memanggil Hang-ah.
Young-bae yang paling bersemangat hingga ia jatuh bangun. Ia berteriak
sekeras–kerasnya.
“Komrad Kim Hang-ah!!” terdengar suara
Young-bae. Hang-ah tertegun. Ia lalu melawan para penjaganya. Ini adalah
satu-satunya kesempatan baginya untuk lolos. Tapi penjaga penjara
menodongkan senjata di kepalanya.
Jae-ha menunggu hasil
pencarian dengan khawatir. Kepala penjara menawarkan agar Jae-ha masuk
dan menunggu di dalam. Jae-ha berkata ia akan tetap menunggu di luar.
“Di
mana sebenarnya kau menyekap tunanganku? Bagaimana kalian
memperlakukannya? Aku harus melhatnya dengan kedua mataku sendiri,”
ujarnya tajam.
Hang-ah
digiring keluar selnya. Ia ragu-ragu dan mencoba bertahan. Para penjaga
memeganginya dan memaksanya keluar. Hang-ah berteriak sekeras-kerasnya.
“Komrad Lee Jae-ha!! Aku di sini!!! Komrad Lee Jae-ha!!!”
Jae-ha
mendengarnya!! Mulut Hang-ah dibekap kain agar ia tidak bisa berteriak
lagi. Hang-ah meronta-ronta tapi para penjaga itu memeganginya.
“Di
sana,” gumam Jae-ha. Ia berlari ke gedung di samping gedung utama. Jadi
selama ini para pengawal mencari di gedung utama, padahal Hang-ah
berada di gedung samping.
Jae-ha
berlari sekencang-kencangnya diikuti para pengawalnya. Mereka masuk ke
dalam gedung dan mencari di berbagai tempat, termasuk Jae-ha. Sementara
itu Hang-ah digiring oleh penjaganya. Entah hendak dibawa ke mana.
Jae-ha tak menemukan Hang-ah. Ia berteriak,” Hang-ah!”
Tepat
saat itu Hang-ah sedang digiring tak jauh dari tempat Jae-ha berdiri,
hanya saja Jae-ha melihat ke arah berlawanan jadi ia tak melihat
Hang-ah. Hang-ah berusaha mengeluarkan suara.
Jae-ha berbalik
dan mengenali Hang-ah. Tapi para penjaga itu tidak berhenti dan terus
membawa Hang-ah menjauhi Jae-ha. Jae-ha berlari ke arah Hang-ah pergi.
Hang-ah
telah dibawa hampir keluar pintu belakang. Jika para penjaga itu
berhasil membawanya keluar dan melarikannya dengan mobil, belum tentu
Jae-ha bisa menyusulnya. Ini kesempatan terakhir untuk Hang-ah. Ia tahu
itu.
Karena itu, dengan mulut tersumpal dan tangan terborgol ia melawan para penjaganya habis-habisan dan berusaha melepaskan diri.
DORR!!!
Seorang dari mereka menembakkan senjatanya dan mengenai Hang-ah.
Hang-ah tersentak lalu jatuh tersungkur (slow motion mode: on).
Jae-ha terkejut. Melihat tubuh Hang-ah diam tak bergerak di atas balkon. Darah menetes ke bawah.
Aku nonton episode ini sudah 3 kali tapi tetap saja terharu..hiks…hiks…T_T ekspresi Jae-ha…priceless…
Jae-ha
berlari menaiki tangga. Shock menatap Hang-ah. Tak ingin percaya apa
yang dilihatnya, Jae-ha pelan-pelan mendekati Hang-ah dan membalik
tubuhnya.
Hang-ah
masih hidup. Ia mengerang kesakitan. Jae-ah melihat kaki Hang-ah yang
terkena luka tembak. Ia mengangkat Hang-ah. Hang-ah menatap Jae-ha dan
tersenyum lega.
“Komrad Lee Jae-ha, aku baik-baik saja.”
Seluruh
perasaan yang selama ini ditahan oleh Jae-ha akhirnya bobol. Ia
menangis sambil memeluk Hang-ah erat-erat. Young-bae dan yang lainnya
menarik nafas lega. Terharu dengan pertemuan keduanya.
Daniel
Craig memberitahu Bong-gu kalau Jae-ha telah menemukan Hang-ah dan Cina
dalam keadaan tersudut. Pilihan terbaik sekarang adalah dengan
menggunakan Shi-kyeong.
Shi-kyeong hampir mati disiksa
habis-habisan. Shi-kyeong dalam keadaan terikat dan penuh luka. Ia
terlihat pucat dan sangat lemah. Bon Bon berkata sebentar lagi
Shi-kyeong akan kehilangan akalnya (karena penyiksaan yang tiada henti).
Bong-gu datang dan ia sangat marah saat melihat keadaan Shi-kyeong. Ia
menampar Bon Bon keras-keras dan memerintahkan agar Shi-kyeong
dilepaskan. Bon Bon terpana.
Bong-gu
mengajak Shi-kyeong berbicara. Ia berkata penasihatnya mengusulkan
untuk menarik Shi-kyeong pada pihak mereka lalu menugaskan Shi-kyeong
untuk membunuh Jae-ha. Shi-kyeong sendiri yang membunuh Jae-ha.
“Berdasarkan kepribadianmu, kau tidak akan bisa melakukannya sejauh itu, bukan?”
Shi-kyeong hanya diam.
“Aku
juga tak ingin memintamu hingga sejauh itu. Tapi kau harus berjanji
pedaku satu hal. Jadilah orangku. Aku juga ingin memiliki seorang yang
cakap dan serius di sisiku.”
“Tapi kau tak memiliki seorangpun.
Tidak satupun. Kau akan menjadi sangat kesepian,” kata-kata Jae-ha
memenuhi benak Bong-gu. Bong-gu bertanya sebenarnya di mana letak
kesalahannya. Bukankah dalam dunia ini uang yang paling berkuasa?
“Jadilah orangku. Ikuti saja rencana awal mereka,” ujar Bong-gu.
“Apa maksudmu dengan rencana mereka? Ini keinginannku sendiri,” sahut Shi-kyeong.
“Itu
tertulis dengan jelas di wajahmu. Kau tidak cocok menjadi mata-mata.
Lee Jae-ha mengirimmu ke sini untuk membawaku dalam perangkap.
Benar,kan?”
Shi-kyeong tak menjawab walau ia tampak terkejut.
“Jika
kau melihat dengan jelas, bukankah ia lebih buruk daripada aku?
Bagaimana bisa ia menggunakan temannya sendiri… bukankah ia juga
berpura-pura menghentikanmu untuk melepaskan diri dari rasa bersalahnya?
Sejujurnya, dia lebih kejam. Hanya di depan kalian ia selalu bersikap
baik dan jujur.”
“Kau juga tak lebih baik. Kau pikir apa yang kau lihat segalanya adalah milikmu.”
“Kau
benar, karena itu mengapa kau tak coba mengubahku? Berada di sisiku
seperti teman dan memberiku nasihat. Bagaimana jika kau jadi adikku
saja? Jika kau benci orang-orang busuk di sisiku, aku akan menyingkirkan
mereka. Jadi kau bisa berada di sisiku.”
“Bukankah kau yang terbusuk? Penjahat busuk.”
Bong-gu
jelas kecewa dengan penolakan Shi-kyeong tapi ia tak bersedia menyerah.
Ia memerintahkan agar Shi-kyeong diperlakukan baik.
Hang-ah
masih dalam perawatan di Cina. Ayahnya menjagainya. Hang-ah sadarkan
diri. Ia langsung mencari Jae-ha denga wajah ketakutan. Ayahnya bertanya
mengapa Hang-ah begitu gelisah. Hang-ah berkata Bong-gu adalah orang
yang sangat-sangat jahat. Mereka harus segera menemukan orang itu.
Jae-ha
masuk dan menghambur ke sisi Hang-ah. Hang-ah bertanya apakah Jae-ha
telah menemukan cara untuk menemukan Bong-gu. Melihat Hang-ah begitu
gelisah dan ketakutan tak seperti biasanya, Jae-ha dan ayah Hang-ah
berpandangan dengan khawatir.
“Jika kita pergi begitu saja tanpa
melakukan sesuatu, kita semua akan menjadi sasarannya. Kita harus
segera menangkap penjahat itu,” kata Hang-ah panik.
Jae-ha
meminta ayah Hang-ah menunggu di luar sebentar. Ayah Hang-ah sedih
melihat puterinya yang pemberani ketakutan seperti itu. Ia meninggalkan
Jae-ha dan Hang-ah berdua.
Hang-ah terus bertanya apakah Jae-ha
sudah menangkap Bong-gu. Jae-ha meminta Hang-ah tak memikirkan apapun
dan beristirahat. Hang-ah menggeleng.
“Tidak. Tak ada waktu untuk beristirahat,” tanpa sadar Hang-ah menangis,” Kau tidak tahu betapa menakutkannya orang itu.”
Jae-ha memeluk Hang-ah untuk menenangkannya.
“Maafkan aku, Hang-ah. Karena tak bisa melindungimu.”
Hang-ah meronta dan berkata ini bukan waktunya untuk bersantai. Tapi Jae-ha tak melepaskan pelukannya.
“Aku
tahu. Melihatmu seperti ini, kau pasti sangat ketakutan dan menderita
selama ini. Aku mengerti. Maafkan aku, Hang-ah. Kubilang aku akan
memberimu kebahagiaan tapi aku begitu lemah dan tak memiliki kekuatan.
Maafkan aku.”
Hang-ah menangis tersedu-sedu. Tangannya yang penuh memar terus memegangi Jae-ha.
Komandan
Cina, yang bersekutu dengan Bong-gu, menemui Jae-ha dan ayah Hang-ah
untuk meminta maaf. Ayah Hang-ah menyindir apakah masalah ini bisa
diselesaikan hanya dengan permintaan maaf.
Jae-ha menenangkan
ayah mertuanya. Ia meminta Komandan itu membuktikan penyesalannya dengan
membantunya menangkap Bong-gu. Komandan itu kebingungan. Jae-ha berkata
jika ia keberatan setidaknya ijinkan pasukan Korea untuk masuk ke Cina
dan menangkap Bong-gu.
Ayah Hang-ah mengancam akan memutuskan
kerjasama militer Utara dengan Cina, dan sebaliknya akan bergabung
dengan Rusia jika Cina tak memenuhi permintaan mereka. Komandan Cina
mati kutu.
Ia
marah-marah pada Bong-gu dan menyuruh Bong-gu segera meninggalkan Cina.
Bong-gu balik mengancam. Ia berkata bukan hanya Jae-ah yang bisa
menimbulkan kekacauan. Ia telah mendukung sang komandan selama ini dan
sebentar lagi akan ada pemilu. Ia mengancam akan menarik dukungannya.
Komandan Cina menggangap tingkah Bong-gu sudah melampaui batas.
“Kami
bukan orangmu (klub M). Kami adalah sebuah negara. Jika kita bertempur,
siapa yang kau kira akan menang? Ini waktunya bagi kalian untuk mundur.
Tinggalkan negara ini sebelum pukul 3 sore besok.”
Bong-gu
berkata ICC telah mengeluarkan perintah penangkapan dirinya (jika ia
keluar dari persembunyiannya maka ia akan ditangkap). Tapi Komandan itu
tak mau mendengar lagi dan memutuskan sambungan.
Bong-gu sekarang dalam keadaan terdesak. Ia mencari Shi-kyeong.
Ia
bertanya apakah Shi-kyeong sudah bersedia bekerja sama. Ia berkata
Shi-kyeong cukup memancing Jae-ha keluar dengan berpura-pura telah
berhasil masuk Klub M lalu memberikan alamat palsu (deuh….jadi inget Ayu
Ting Ting..di mana..di mana..dimanaaa).
“Kau harus
melakukannya. Aku benar-benar tidak ingin menghancurkanmu. Bukankah kau
telah disiksa? Itu hanya siksaan untuk anak-anak. Jika aku benar-benar
mengeluarkan perintah, akan sangat kejam. Sangat kejam hingga bisa
mematikan.”
Shi-kyeong teringat semua siksaan yang telah
dilaluinya. Matanya bergerak gelisah, ia terlihat takut. Tapi ia tetap
tak menerima tawaran Bong-gu (oh nooo…apakah agar terlihat lebih
meyakinkan???)
Bong-gu
membawa Shi-kyeong ke ruang penyiksaan. Berbagai macam senjata tajam
digelar di atas meja. Bong-gu memberi waktu pada Shi-kyeong hingga besok
jam 12 siang. Memikirkan ia harus membunuh Shi-kyeong jika Shi-keyog
tetap menolak, membuat Bong-gu sangat marah.
“Mengapa kau harus memaksaku hingga seperti ini?” serunya kesal.
Tampaknya
selain pada Jae-ha, ia juga terobsesi pada Shi-kyeong. Ia terobsesi
menjatuhkan Jae-ha dan terobsesi menjadikan Shi-kyeong orang
kepercayaannya. Mungkin ia iri pada apa yang dimiliki Jae-ha. Untungnya
ia tidak mencoba merebut Hang-ah >,< hiiiiyyy
Bon Bon masuk. Shi-kyeong menelan ludahnya. Matanya menunjukkan ketakutan dan rasa ngeri yang luar biasa.
Jae-ha
terus menemani Hang-ah. Hang-ah baru diberitahu Jae-ha mengenai
rencananya dan Shi-kyeong. Hang-ah khawatir, bagaimana jika terjadi
sesuatu yang buruk pada Shi-kyeong.
“Aku akan menyalahkan diriku
selamanya,” kata Jae-ha. Ia berkata tentara Korea akan tiba di Cina
besok pagi. Mereka hanya bisa menunggu dan melihat perkembangan
selanjutnya. Hang-ah terlihat khawatir.
“Kita harus percaya padanya. Pada Eun Shi-kyeong,” ujar Jae-ha.
Bon
Bon meneror Shi-kyeong dengan air keras. Ia sengaja mengacung-acungkan
botol iu ke dekat Shi-kyeong. Bon Bon berkata Shi-kyeong mampu bertahan
karena ia seorang tentara, tapi bagaimana dengan Sekretaris Eun dan
Jae-shin?
Bon Bon berkata ia telah mendapat ijin sekarang,
segalanya akan menjadi lebih buruk. Ia tidak akan membunuh Sekretaris
Eun dan Jae-shin. Ia hanya akan terus..terus…dan teruss menyiksa mereka.
Shi-kyeong teringat pada ayahnya dan Jae-shin. Matanya
diselimutp penderitaan yang mendalam. Bon Bon berkata mereka akan
memohon dan memohon tapi ia tidak akan berhenti menyiksa mereka.
Setetes
air keras jatuh ke tangan Shi-kyeong dan langsung membakar tangannya.
Shi-kyeong berteriak kesakitan. Hiiiyy…sampe merinding aku >,<
Keesokan
paginya Jae-ha dan Hang-ah telah bersiap-siap pergi. Tiba-tiba Jae-ha
mendapat telepon. Dari Shi-kyeong. Jae-ha memberi tanda pada Dong-ha.
Hang-ah melihat dengan waswas.
“Eun Shi-kyeong, apa kau baik-baik saja?”
“Ya , tak ada yang serius.”
“Apakah kau bisa menelepon dengan aman?”
“Aku
sudah masuk markas mereka. Aku mulai mendapat kepercayaan dari Kim
Bong-gu,” ujar Shi-kyeong. Di belakang Shi-kyeong, Bong-gu duduk
mendengarkan.
“Syukurlah, pasti sangat berat bagimu, bukan? Bagaimana dengan Bong-gu? Apakah kau sudah mendapat tempat persembunyiannya?”
“Ya, koordinat latitude 38-57-25-89, longitude 118-33-04-54.”
Jae-ha
berkata ia telah mengontak Cina dan mengirim pasukan ke koordinat
tersebut. Shi-kyeong bertanya apakah Jae-ha tidak akan ikut ke lokasi
tersebut. Jae-ha berkata ia telah menemukan Hang-ah. Karena Hang-ah
terluka, mereka harus kembali ke Korea. Shi-kyeong nampak terkejut.
“Datanglah dan saksikan langsung penangkapan Kim Bong-gu,” sahut Shi-kyeong. Jae-ha agak ragu.
“Bukankah
ini alasan kita bersusah-payah selama ini? Lokasinya tidak begitu jauh
dari ibukota, tak lebih dari 3 jam. Aku akan menjemput Yang Mulia.”
“Baiklah, ke mana aku harus pergi?” tanya Jae-ha.
“Sekitar 5 km arah barat laut dari lokasi yang tadi kusebutkan. Ada sebuah pabrik di sana. Kita bertemu di sana jam 3.”
“Oke.” Mereka menghentikan pembicaraan.
Bong-gu bertepuktangan dan menepuk pundak Shi-kyeong.
Hang-ah
bertanya apakah semua benar akan baik-baik saja. Jae-ha menenangkannya
dan menyuruh Hang-ah kembali ke Korea lebih dulu. Hang-ah ingin ikut
pergi bersama Jae-ha. Tapi Jae-ha melarang karena kaki Hang-ah terluka.
“Dan lagi siapa yang akan kutemui? Eun Shi-kyeong,” kata Jae-ha
tersenyum. Ia mengecup bibir Hang-ah dan berjanji akan segera kembali.
Mereka akan bertemu di Korea. Setelah membelai pipi Hang-ah untuk
terakhir kalinya, Jae-ha pergi meninggalkan Hang-ah. Hang-ah tak juga
merasa tenang.
Jae-ha
pergi ke tempat yang telah disepakatinya bersama Shi-kyeong. Shi-kyeong
telah menunggunya. Jae-ha menghampiri Shi-kyeong. Ia prihatin melihat
keadaan shi-kyeong, tapi Shi-kyeong terlihat sedikit aneh. Seluruh
tempat itu telah dikepung oleh pasukan bersenjata Bong-gu yang
bersembunyi. Di belakang telinga Shi-kyeong tertempel alat komunikasi.
Shi-kyeong
meminta Jae-ha mengikutinya. Bagaimana dengan para pengawal, tanya
Jae-ha bingung. Shi-kyeong menyarankan agar para pengawal itu disuruh ke
tempat persembunyian Bong-gu yang telah ia sebutkan sebelumnya. Lebih
banyak orang akan lebih banyak kekuatan untuk menghadapi orang-orang
Bong-gu.
Walau
awalnya nampak ragu, Jae-ha akhirnya mengangguk dan memberi tanda pada
para pengawalnya untuk pergi. Shi-kyeong berjalan ke mobil diikuti
Jae-ha. Seorang dari pasukan Bong-gu memberitahu Bong-gu kalau keduanya
telah pergi. Jae-ha mengajak ngobrol Shi-kyeong sepanjang perjalanan
tapi Shi-kyeong diam saja tak menjawab. Wajahnya dingin dan tanpa
ekspresi.
Hang-ah dan ayahnya dalam perjalanan pulang ke Korea.
Hang-ah berkata ia ingin memutar kembali. Ia tak bisa berhenti
mengkhawatirkan Jae-ha.
Jae-ha dan Shi-kyeong telah sampai. Mereka turun dari mobil. Tempatnya di dekat sebuah tebing yang mengarah ke laut.
“Bong-gu bersembunyi di tempat seperti ini?” tanyanya pada Shi-kyeong.
“Ya,” Shi-kyeong membenarkan.
Ia membawa Jae-ha mendaki tebing berbatu. Mereka tiba di sebuah teping landai yang luas.
Bong-gu memang ada di situ, tapi juga para pasukannya yang menodongkan senjata mereka ke arah Jae-ha. Jae-ha terkejut.
Bong-gu tersenyum melihat Jae-ha dan memberi hormat seperti biasanya. Tapi senyumnya adalah senyum penuh kemenangan.
Jae-ha terpana. Ia menoleh pada Shi-kyeong. Shi-kyeong mengacungkan senjatanya pada Jae-ha.
source : http://patataragazza.blogspot.com/2012/05/sinopsis-king-2-hearts-episode-18.html
re-posted and re-edited by : dianafitriwidiyani.blogspot.com
No comments:
Post a Comment