Pesta
makan malam yang direncanakan Jae-ha gagal total. Dong-ha melihat
Jae-ha dengan khawatir. Jae-ha menusukkan garpunya kuat-kuat pada
donatnya yang berbentuk hati. Heartbreak?
Dong-ha menyarankan
agar Jae-ha menemui Hang-ah dan membujuknya. Pada hari terakhir akan
diadakan konferensi pers. Bagaimana jika pada hari itu Hang-ah masih
bersikap seperti ini? Dong-ha mengusulkan agar Jae-ha membujuk Hang-ah
untuk sama-sama memberitahu pers bahwa mereka saling menyukai, tapi
karena akan mempengaruhi situasi politik internasional maka mereka
memutuskan untuk putus.
Jae-ha
berkata akhirnya memang harus seperti itu tapi baginya yang penting
adalah prosesnya. Cara apa yang harus ia gunakan agar akhirnya seperti
itu? Sebagai Pangeran, ia merasa harga dirinya dilukai oleh wanita dari
Utara. Bukan hanya harga dirinya tapi juga kehormatan Korea Selatan
telah hancur. Pfft..bahkan reaksi Dong-ha pun menunjukkan kalo ucapan
Jae-ha lebay alias berlebihan.
Jae-ha berkata ia tidak bisa merendahkan dirinya dan membujuk Hang-ah untuk bekerjasama dengannya.
“Ini
sudah melewati batas!!” seru Jae-ha,” Hal ini tidak bisa diselesaikan
hanya dengan mencampakkannya saja. Aku akan membuatnya mabuk kepayang.
Selama sisa hidupnya, aku ingin ia salah menganggap bahwa aku
mencintainya. Aku akan membuatnya tak bisa menikahi orang lain. Sedih
dan depresi sendirian, sampai ia mati. Lalu, pada saat ia mendekati
ajalnya, aku akan berkata: ‘aku - tidak pernah – mencintaimu’.”
Dong-ha
bengong. Jae-ha berkata apakah Dong-ha pikir itu terlalu kejam, apakah
Dong-ha tidak melihat apa yang telah Hang-ah lakukan padanya.
“Ok,
baiklah jika Pangeran ingin membuatnya demikian. Tapi, Pangeran harus
membuatnya jatuh cinta terlebih dahulu. Dia bilang dia sama sekali tak
punya perasaan pada Pangeran.”
“Benar juga, itu adalah masalah,” kata Jae-ha frustrasi. Dong-ha mengingatkan waktunya hanya 3 hari lagi.
Jae-ha menyuruh Dong-ha menelepon Shi-kyeong. Shi-kyeong sedang makan di restoran bersama ayahnya. Ia mengangkat teleponnya.
“Katakan padaku, bagaimana cara kau memikat Kim Hang-ah?” tanya Jae-ha tanpa basa-basi.
“Aku tidak memikat…”
“Kau
tidak mau mengatakan yang sebenarnya? Aku mengerti, tunggulah sampai
aku kembali ke Seoul. Kau pasti akan mati!” kata Jae-ha kesal sambil
menutup teleponnya.
Sekretaris
Eun menyarankan agar Shi-kyeong mengulang ujian hukum. Ia tahu tidak
mudah menjadi pengawal Jae-ha. Bukan kehormatan yang didapat, malah
Shi-kyeong harus merendahkan dirinya. Itu tidak seperti karakter
Shi-kyeong.
“Apa Ayah tidak suka aku menjadi tentara?”
Sekretaris
Eun tidak menjawab. Shi-kyeong berkata pekerjaan ini lebih cocok
untuknya. Walau ia mengerti pelajaran saat ia belajar hukum tapi ia
merasa otaknya tak sepintar ayahnya. Ia berkata ia tidak akan
mempermalukan ayahnya.sebagai tentara. Sekretaris Eun terlihat kecewa
tapi ia tidak mengatakan apapun.
Shi-kyeong pamit pada ayahnya karena ia harus menjemput Puteri. Ia bahkan hendak membayar makan siang mereka.
“Tinggalkan saja,” kata ayahnya.
“Aku juga menghasilkan uang , Ayah,” kata Shi-kyeong tersenyum. Sekretaris Eun menghela nafas panjang.
Shi-kyeong
dan dua orang rekannya dalam perjalanan menjemput Puteri. Puteri akan
tiba di airport 20 menit lagi tapi Shi-kyeong mendapat kabar kalau
Puteri telah tiba di Korea beberapa waktu lalu. Menurut laporan, Puteri
bersembunyi dari para pelayannya dan pulang ke Korea menggunakan pesawat
lain sendirian. Shi-kyeongmemerintahkan rekannya untuk melacak
keberadaan Puteri.
Puteri terlacak berada di sebuah tempat
hiburan malam. Shi-kyeong masuk ke dalam untuk mencarinya. Sang Puteri,
berteriak dari atas panggung dengan dandanan nge-rock. Pokoknya jauh
dari kesan Puteri. Shi-kyeong belum pernah melihat Puteri jadi ia tidak
tahu wajah Puteri seperti apa.
“Halo semuaaa, Lee Jae-shin telah kembali!!” teriak Puteri.
“Lee Jae-shin! Lee Jae-shin!” Para pengunjung meneriakkan namanya.
Mendengar itu Shi-kyeong menoleh ke atas panggung. Seseorang berteriak Jae-shin memang mirip dengan Puteri.
“Puteri?
Anak nakal yang hanya bisa menyendiri itu,” seru Puteri. Semua
bersorak. Shi-kyeong melihat Puteri dengan tatapan curiga.
Puteri
mulai menyanyi berjingkrak-jingkrak di atas panggung. Kereeeen^^
Shi-kyeong memperhatikannya dengna cermat. Ngga akan ada yang
menyalahkan kalau Shi-kyeong salah mengenali, abis Puteri yang satu ini
emang beda dengan puteri dari negeri dongeng^^
Jae-shin
diseret ke dalam sebuah ruangan untuk diinterogasi. Ia kesal dengan
perlakukan kasar yang ia terima. Shi-kyeong ada dalam ruangan itu,
sedang melaporkan kalau ia belum menemukan Puteri. Manager tempat itu
tidak terlihat. Dan tempat itu bukan main-main, tempat para penjahat
berkumpul.
Shi-kyeong melirik Jae-shin yang memberi isyarat
dengan gaya wanita nakal. Ia melaporkan ada seorang penyanyi yang
menghina Puteri di depan semua orang.
“Tapi apa kau yakin sms
terakhir dari Puteri terdeteksi dari tempat ini?” tanya Shi-kyeong.
Mendengar itu, Jae-shin mengeluarkan ponselnya dan mengirim sms.
“Apa?
Kau mendapat pesan terbaru? Di mana?” tanya Shi-kyeong di telepon (pada
rekannya yang bertugas melacak keberadaan Puteri melalui GPS).
“Di sini,” kata Jae-shin mengacungkan ponselnya.
Shi-kyeong langsung menghampiri Jae-shin dan memitingnya. Ia bertanya darimana Jae-shin mendapat ponsel Puteri.
Jae-shin
keluar dengan dandanan berbeda. Ia menjadi wanita anggun yang jelas
menunjukkan kalau ia seorang Puteri. Ia menemui para pengawal istana,
termasuk Shi-kyeong, yang tadi salah mengenali dirinya.
Begitu Puteri memasuki ruangan, mereka langsung memberi hormat. Puteri tertawa.
“Waahh,
kalian ini benar-benar… Jadi yang mengenakan pakaian kasual adalah
pengemis dan yang berdandan adalah Puteri?” tanyanya tajam. Ia berhenti
di depan Shi-kyeong dan mulai memeriksa pakaian Shi-kyeong. Tentu saja
Shi-kyeong merasa jengah tapi Puteri berkata ia belum menerima hormat
Shi-kyeong jadi Shi-kyeong kembali bersikap menghormat.
Puteri membuka kancing jas Shi-kyeong dan menggeledahnya untuk mencari tahu namanya.
“Deputi
pengawal keluarga kerajaan, Eun Shi-kyeong? Bukankah aku sudah
mengatakan dengan jelas bahwa kau dilarang mengirim seorangpun kemari?”
“Tapi Kapten Pengawal berkata…”
“Ahh..jadi perintah Kapten lebih penting dari perintahku?”
Shi-kyeong tak bisa menjawab. Jae-shin mendekatinya dan bertanya kalau begitu mengapa Shi-kyeong tidak mengawal Kapten saja.
“Aku
bilang akan pulang dengan taksi, apakah perkataanku bagai angin lalu
saja di telingamu? Mengapa kau membuat keputusan sendiri? Tanpa minta
ijin, kau melacak posisi seseorang melalui telepon mereka. Kau tak bisa
menerima gurauan dan tidak memiliki fleksibilitas. Sebenarnya bagaimana
cara kau hidup? Darimana kau mendapat penyakit buruk untuk menghakimi
orang dari penampilan mereka? Karena sikap superior itulah orang
menunjuk-nunjuk keluarga kerajaan, apa kau tahu?”
Tak terima dengan tuduhan Puteri, Shi-kyeong berkata Puteri juga tidak terlihat sebagai Puteri. Jae-shin tertawa tak percaya.
“Apakah
dengan memakai pakaian sutera baru bisa disebut Puteri? Silakan masuk,
selamat datang (Jae-shin meniru gaya puteri kemayu), apakah itu yang
disebut anggun?”
Shi-kyeong berkata yang ia maksud adalah
Jae-shin sama sekali tidak memiliki ciri seorang Puteri. Kau ini tidak
menarik, ujar Jae-shin. Stres karena Shi-kyeong tak juga mengerti
ucapannya. Well, bukan cuma Jae-shin yang stres sama Shi-kyeong^^
Jae-shin
menyuruh para pengawal itu menunggunya sementara ia mengobrol dengan
beberapa teman lamanya yang sudah lama tak ia temui.
Ia berbalik
pergi. Para pengawal diam-diam menurunkan tangan mereka. Jae-shin
berbalik dan berkata ia masih belum menerima hormat mereka. Terpaksa
mereka menaikkan tangan kembali, memberi hormat. Jae-shin membalas
hormat mereka lalu pergi. Semua menurunkan tangan dan menoleh pada
Shi-kyeong seakan ini semua kesalahan Shi-kyeong.
Keesokan
harinya, Hang-ah sarapan sendirian. Ia bertanya pada pelayan apakah
hanya ia yang akan sarapan, di mana Pangeran? Pelayan itu berkata Jae-ha
tidak mau membuat Hang-ah tidak nyaman dengan kehadirannya jadi ia
sarapan sendirian di kamarnya. Kang-seok menghampiri Hang-ah dan
berkomentar kalau Jae-ha ternyata cukup tahu diri. Hang-ah menoleh dan
bertanya apakah Kang-seok tidak akan sarapan. Artinya ia menyuruh
Kang-seok pergi. Hang-ah akhirnya sarapan sendirian.
Keesokan
harinya, Jae-ha tetap tidak muncul. Hang-ah jadi merasa sedih. Atau
mungkin merasa kehilangan? Ia bahkan salah mengenali pelayan sebagai
Jae-ha.
Ibunda
Raja seperti biasa melakukan kegiatan amal untuk membagikan makanan
pada orang miskin. Beberapa rakyat berkata mereka tidak ingin Jae-ha
menikah dengan gadis dari Utara. Bahkan ada yang menjatuhkan mangkuk
dengan kasar. Ibunda Raja terlihat sedih.
Jae-shin menemui
Jae-kang. Jae-kang memberi “uang saku” pada adiknya (Oh no…setelah
mengetahui cerita ep 7 dan 8, aku jadi menangis melihat keduanya T_T).
Jae-shin
mengeluh kakaknya begitu pelit pada adik yang hanya ditemuinya setahun
sekali. Apa yang bisa ia lakukan dengan uang 10 ribu won (sekitar 10
dollar atau 100 ribuan)?
“Jika kau tidak mau, kembalikan saja,”
kata Jae-kang. Jae-shin cepat-cepat mengambil uangnya. Jae-kang bertanya
lagu apa yang dinyanyikan Jae-shin di klub. Ibu mereka akan khawatir
jika mengetahuinya.
“Apakah Kakak tahu apa yang paling
dikhawatirkan Ibu saat ini? Itu adalah wanita Korea Utara yang akan
menjadi menantu keduanya,” kata Jae-shin.
Jae-kang menghela
nafas lalu memberi dua lembar uang lagi pada adiknya yang tersenyum
gembira. Hehe…padahal jumlah itu pastinya kecil untuk ukuran keluarga
kerajaan tapi aku suka melihat kedekatan mereka sebagai adik kakak.
Tampaknya memberi uang saku ini adalah kebiasaan mereka berdua (Jae-kang
memberi uang saku sebagai pengganti ayah mereka yang sudah tiada).
“Tapi aku merasa hal ini akan sangat menarik, “ kata Jae-shin bersemangat, “Wanita itu seperti apa?”
Belum
sempat Jae-kang menjawab, Sekretaris Eun masuk dan ingin berbicara
dengan Jae-kang. Sambil keluar, Jae-kang sempat menepuk pipi adiknya.
Jae-shin tertawa dan mengajak kakaknya duet suatu saat nanti.
Sekretaris
Eun melaporkan bahwa John Mayer akan tiba di Korea hari ini. Ia ingin
bertemu dengan Jae-kang. Tapi tampaknya Jae-kang sudah cukup meladeni
kegilaan John. Ia mengutus Sekretaris Eun untuk menemui John di bandara.
John tidak mengenalnya. Sekretaris Eun memperkenalkan dirinya
sebagai Sekretaris Kepala keluarga kerajaan. John tertawa, ia tidak
perlu disambut secara pribadi seperti ini.
“Yang Mulia (John Mayer selalu memanggil Jae-kang dengan sebutan Cheon-ha, panggilan untuk Raja jaman Joseon) sehat kan?”
“Raja
harus memikul seluruh Republik Korea. Jadwalnya sudah padat. Sedikit
sulit bagi pemilik perusahaan biasa untuk menemuinya di saing hari
seperti ini.”
Dengan kata lain John itu bukan orang penting hingga Raja harus menemuinya. Senyum John lenyap.
“Sebagai
tambahan, kami percaya Klub M Tuan John Mayer berpotensi bahaya bagi
keamanan Korea Selatan. Demi keamanan publik, menurut Undang-undang
Imigrasi pasal 12 ayat 1, Sampai bulan Maret tahun depan, Anda dilarang
keluar masuk Korea Selatan. Silakan pergi.”
John sangat marah.
”Ada apa ini?!!!” teriaknya pada asistennya. Para pengawal berdatangan
mendengar teriakan John. John menatap Sekretaris Eun dan tersenyum.
“Tampaknya
keluarga kerajaan Korea Selatan ingin merasakan sulapku. Aku mengerti.”
Ia membungkuk lalu mendongak menatap Sekretaris Eun dengan penuh
kemarahan. John pergi meninggalkan Korea.
Dong-ha menemui Hang-ah di kamarnya. Hang-ah sangat senang melihat Dong-ha.
“Komrad Ryeom Dong-ha, sudah lama tak bertemu. Apa kau baik-baik saja?”
“Ya, aku baik-baik saja” jawab Dong-ha.
Hening.
“Aku senang bertemu denganmu.”
“Ya.”
Hening lagi.
“Pangeran, dia….”
“Aku tidak hendak menanyakannya, jangan salah paham…” ujar Hang-ah cepat-cepat.
“Ya.”
“Ehm, karena kau telah menyinggungnya. Apakah Komrad Lee Jae-ha baik-baik saja?” tanya Hang-ah khawatir. LOL^^
“Tidak, sepertinya ia terpukul. Karena kau tidak menyukainya, ia memikirkanmu dengan tidak muncul di hadapanmu lagi.”
Hang-ah
jadi tak enak hati. Dong-ha berkata Jae-ha akan menemui Hang-ah
sebentar saat pertemuan dengan pers pada hari terakhir nanti. Dong-ha
pamit pada Hang-ah.
Hang-ah
berjalan –jalan ke daerah kamar Jae-ha. Ia melihat seseorang
mondar-mandir di kamar, tampak seperti sedang gelisah. Tiba-tiba lampu
kamar dipadamkan.
Kang-seok muncul di belakang Hang-ah dan mengejutkannya dengan berkata Jae-ha tidur lebih awal.
“Mungkinkah ia memadamkan lampunya untuk menonton film aneh sendirian?” kata Kaeng-seok.
“Kudengar hari ini ada program spesial SNSD di TV, apakah kau tidak menonton?” tanya Hang-ah.
“I—itu,
aku tidak menontonnya lagi,” kata Kang-seok gelagapan. “Eh, hari sudah
malam. Kau akan berjalan-jalan,kan? Kalau begitu, aku pergi dulu.”
Kang-seok
berbalik dan berjalan dengan gagah. Namun begitu Hang-ah tak
melihatnya, ia langsung berlari sekencang-kencangnya menuju kamarnya.
Seseorang
memperhatikan Hang-ah dari balik jendela kamar Jae-ha. Ia melihat
Hang-ah berbalik. Orang itu adalah Dong-ha. Ia segera melaporkan kalau
Hang-ah sedang menuju ke arah Jae-ha dan akan tiba sekitar 3 menit lagi.
Hang-ah
berjalan dan mendengar suara alunan piano. Ia menuju arah datangnya
suara piano itu. Ternyata Jae-ha sedang memainkan grand piano di
halaman. Hang-ah tersentuh dan berjalan mendekati Jae-ha.
Padahal
kalau dipikir-pikir, mana ada orang yang menaruh grand pianonya di
tengah-tengah halaman pada malam hari yang dingin kalau bukan untuk
mencari perhatian. Iya kan?? Tapi bahkan Hang-ah pun termakan rayuan
seperti ini ^^
Begitu
melihat Hang-ah, Jae-ha berhenti bermain. Hang-ah pura-pura tidak
melihat ke arah Jae-ha. Jae-ha bertanya apakah Hang-ah sedang
berjalan-jalan. Ia mempersilakan Hang-ah melanjutkan jalan-jalannya dan
berbalik pergi.
“Eh lagu apa itu?” tanya Hang-ah.
“Lagu tadi? Ave Maria.”
Tapi
Hang-ah merasa itu bukan Ave Maria. Jae-ha berkata orang Korea Utara
tidak tahu lagu itu. Hang-ah protes, memangnya dia hanya mempelajari
lagu perjuangan? Ia juga pernah belajar lagu klasik, bahkan memainkan
organ waktu kecil. Hanya saja ia berhenti karena tidak bisa memainkannya
dengan baik.
“Pokoknya itu bukan lagu Ave Maria,” kata Hang-ah yakin. Jae-ha tersenyum dan kembali berjalan menuju pianonya.
“Aku
memainkan musik pengiringnya. Prelude dari Bach. Lalu ada seorang
bernama Gounod yang menambahkan melodinya hingga lahirlah lagu Ave
Maria.”
Hang-ah masih tak percaya. Jae-ha mengajak Hang-ah duduk
dan membuktikannya. Hang-ah duduk di samping Jae-ha dan memainkan lagu
itu bersama Jae-ha.
Hang-ah terkesan karena lagunya cocok.
Jae-ha tersenyum. Ia berkata walau Bach dan Gounod tinggal di negara
berbeda dan lahir pada jaman yang berbeda tapi musik mereka saling
mengisi (maksudnya sama seperti Hang-ah dan dirinya). Sungguh
mengagumkan.
Jae-ha
menoleh menatap Hang-ah dan berhenti bermain. Hang-ah ikut berhenti.
Pelan-pelan Jae-ha mendekatkan wajahnya pada wajah Hang-ah. Hang-ah
memejamkan matanya. Sedikit lagi bibir Jae-ha menyentuh bibir Hang-ah,
ia tiba-tiba berdiri. Ia berkata hari sudah malam, sebaiknya Hang-ah
tidur. Jae-ha mengucapkannya dengan sedih. Hang-ah terpaku. Perasaannya
campur aduk.
Malam itu Hang-ah mencari lagu Ave Maria dan
mendengarkannya berulangkali. Ia bahkan tidak mengangkat telepon
ayahnya. Malam itu ia tidak bisa tidur.
Keesokan
paginya Dong-ha melapor pada Jae-ha bahwa rencana mereka berhasil.
Menurut pelayan yang mengantarkan makanan ke kamar Hang-ah, Hang-ah
tampak linglung. Jae-ha benar-benar telah membuatnya mabuk kepayang.
“Bagus
sekali,” ujar Jae-ha puas. Ia mengeluarkan lagu selanjutnya setelah Ave
Maria, judulnya “Cinta yang Tak Mungkin Terwujud.” Lagu itu ia masukkan
dalam flashdisc.
Dong-ha bertanya apakah lagunya tidak terlalu kuno.
“Apa yang telah Kim Hang-ah lakukan padaku?” tanya Jae-ha.
“Mencampakkan Pangeran,” ujar Dong-ha. Jae-ha mendesis tak setuju.
“Ah…hanya mencintai Pangeran seumur hidupnya sampai maut memisahkan,” Dong-ha membetulkan jawabannya.
Jae-ha
berkata itulah sebabnya ia harus menggunakan lagu itu agar efeknya
lebih kuat. Ia ingin perasaan mengawang-awang seperti dalam drama
televisi. Seperti cerita sepasang kekasih yang saling mencintai tapi tak
bisa bersama karena menderita penyakit mematikan (Scent of A Woman?).
Sama seperti situasinya sekarang, Selatan dan ….
“Tapi, bagaimana jika pada suatu saat kalian berdua tidak bisa saling melepaskan satu sama lain?” tanya Dong-ha.
“Tidak
mungkin terjadi,” sahut Jae-ha yakin. Kenapa? Karena wanita hanya
menyukai efek mengawangnya saja. Jika pada akhirnya keduanya bersama
maka hanya akan terasa biasa saja. Perasaan mengawang itu akan hilang.
Agar
lebih mengerti, aku jelaskan menggunakan Kdrama. Sering kita menonton
Kdrama dan terhanyut dalam alur percintaan mereka. Kita merasa jantung
ikut berdebar saat mereka jatuh cinta, merasa melambung saat cinta
mereka bersemi, merasa sedih saat mereka patah hati, dan merasa
frustrasi saat cinta mereka mengalami ujian besar. Namun saat akhirnya
mereka bersama, happy ending, berpelukan dan kiss selama beberapa detik,
semua perasaan itu lenyap. Kadang hati terasa hampa. Itulah yang
dimaksud Jae-ha.
Dong-ha mengacungkan jempolnya. Kagum pada cara berpikir Jae-ha^^
Hang-ah mendapat flashdisc dari Jae-ha. Flashdiscnya keren ya, bener-bener khas kerajaan^^
Hang-ah
memutar isinya di TV. Lagunya emang kuno banget tapi yang membuat
Hang-ah terkesan adalah rangkaian fotonya bersama Jae-ha saat mereka
menjalankan pelatihan bersama. Semua itu membuatnya mengingat kembali
kebersamaannya bersama Jae-ha.
Sepertinya
misi Jae-ha sukses. Hang-ah seharian merenung di kamarnya. Menjelang
malam, ia masih duduk terpaku dilantai kamarnya. Lamunannya terhenti
saat angin berhembus kencang dari balkon. Ia berjalan menuju pintu
balkon untuk menutupnya.
Hang-ah melihat Jae-ha sedang berjalan di tengah hujan salju. Hang-ah tak bisa menahan perasaannya lagi dan berlari keluar.
Jae-ha
yang berjalan melewati kamar Hang-ah sempat menoleh ke balkon namun ia
tidak melihat Hang-ah. Ia kembali berjalan tapi apa yang dilihatnya
membuatnya terpaku di tempat. Hang-ah sedang berlari menuju ke arahnya.
Jae-ha tak bisa berpikir apapun. Hang-ah berlari dan menghambur
memeluk Jae-ha. Jae-ha balas memeluk Hang-ah dengan erat. Ia merasa
bingung dengan apa yang ia rasakan saat ini.
Keesokan
harinya, Dong-ha mengucapkan selamat pada Jae-ha. Jae-ha telah
berhasil. Semua orang membicarakan pelukan semalam. Lalu apa langkah
selanjutnya? Mencampakkan dengan kejam atau dengan cara lebih halus?
“Apakah ini terlalu kejam?” tanya Jae-ha, “Ia belum pernah menjalani hubungan apapun.”
Dong-ha
menganjurkan agar Jae-ha memutuskan hubungan dengan baik-baik. Jae-ha
malah membela Hang-ah yang telah menjadi kambing korban Utara dan
Selatan.
“Jadi Pangeran akan menikahinya?” tanya Dong-ha.
“Apa aku gila? Ia pernah dilatih untuk membunuhku. Mengapa aku harus hidup bersamanya?”
Jae-ha bingung apa yang harus ia lakukan.
“Bisakah ia menjadi kekasihku tanpa perlu menikahinya?”
“Pangeran, apakah kau menyukainya?”
“Bagaimana bisa aku menyukai wanita seperti itu?”
Yup, teruslah menyangkal perasaanmu, Jae-ha. Bahkan Dong-ha pun terlihat tak percaya.
Jae-ha
menemui Hang-ah. Ia berkata sebaiknya mereka bersama-sama mengatakan
pada pers bahwa mereka membatalkan pertunangan mereka.
“Aku akan melakukannya,” ujar Hang-ah.
Tapi
ternyata yang dimaksud Hang-ah adalah ia akan melakukan pertunangan itu
dengan Jae-ha. Jae-ha terkejut. Hang-ah berkata mereka memiliki
perasaan satu sama lain. Walau hubungan Selatan dan Utara tidak baik
tapi hati mereka bersama. Apa lagi yang harus ditakutkan?
Takut,
jelas Jae-ha takut. Bukan takut karena Hang-ah berasal dari Utara tapi
ia takut untuk menyadari dan mengakui perasaannya pada Hang-ah.
Hang-ah
mendekati Jae-ha dan menggenggam tangannya. Ia berkata mereka pasti
bisa melewatinya. Jika kemauan maka akan ada jalan keluar. Jae-ha
berusaha menarik tangannya dari tangan Hang-ah tapi Hang-ah tak mau
melepasnya.
“Kau harus percaya pada perasaanmu. Tak peduli apapun kesulitannya, kita bisa menang,” kata Hang-ah.
Jae-ha
semakin ketakutan. Ia tak menyangka Hang-ah akan seperti ini. Hang-ah
berkata asalkan ia bersama Jae-ha, ia bersedia melewati suka dan duka
bersama. Jae-ha tak tahan lagi.
“Sudah kubilang aku tidak mau!! Aku benci ini, sungguh mengganggu!” serunya sambil menepis tangan Hang-ah.
Hang-ah terkejut.
“Aku
belum gila, mengapa aku mau menikah denganmu? Apa kau tak bisa melihat?
Itu semua hanya pura-pura. Ini adalah akhir memuaskan yang kuinginkan
daripada tak ada akhirnya sama sekali. Tapi kau membuatnya….”
Hang-ah
menatap Jae-ha dengan perasaan terluka. Jae-ha berkata ia masih ingin
bersenang-senang. Awalnya ia hanya ingin memberi cerita dongeng bagi
Hang-ah yang belum pernah menjalin hubungan. Tapi mengapa Hang-ah
menganggapnya begitu serius.
“Walaupun kau naif, tapi seharusnya
ada batasnya. Mengapa kau seperti ini?” Jae-ha malah menyalahkan
Hang-ah. Ia meminta agar mereka berhenti berpura-pura. Mereka saling
mencampakkan. Biarkan saja hubungan Utara dan Selatan pergi ke neraka.
“Dengan kata lain, semua yang terjadi hanyalah mimpi?” gumam Hang-ah. Air mata mengalir di pipinya.
“Ya, semua hanya pura-pura. Semuanya,” Jae-ha menegaskan.
“Piano juga?”
“Pelukan
kemarin memang panas. Siapa suruh kau begitu mudah ditipu? Sedikit trik
saja kau sudah terjatuh. Apa kau sedang menunjukkan kalau kau tidak
pernah menjalin hubungan? Benar-benar naif.”
Hang-ah menatap
Jae-ha, menangis tanpa suara. Jae-ha pergi meninggalkan Hang-ah. Baru
beberapa langkah, Jae-ha berbalik. Ia kembali ke kamar Hang-ah. Tapi
sayang, ia tidak membuka pintunya.
Mereka
kembali ke Seoul. Jae-ha melihat tempat duduk Hang-ah yang kosong.
Jae-ha merasa tak enak tapi ia memutuskan Hang-ah yang salah karena
mudah ditipu. Hang-ah duduk menyendiri di ujung belakang pesawat.
Saatnya
pertemuan pers untuk memberitahukan hasil sangyeonrae kepada publik.
Jae-ha dan Hang-ah berdiri berdampingan siap memasuki ruang konferensi.
Hang-ah sama sekali tidak mau melihat Jae-ha. Wajahnya sedih.
“Semua
sudah ditentukan,” kata Jae-ha pada Hang-ah,” Jika pembawa acara
bertanya, aku yang akan menjawab. Kau tidak perlu mengatakan apapun. Kau
hanya perlu tersenyum malu. Seorang juru bicara akan menyatakan bahwa
kita saling menyukai tapi terlalu sulit untuk melewati perbedaan.”
Hang-ah diam membisu.
Raja
diberitahu mengenai keputusan ini. Walau ia terlihat sedikit kecewa
tapi tidak ada lagi yang bisa dilakukan. Ia meminta Sekretaris Eun
memberitahu pihak Utara. Ayah Hang-ah lega saat diberitahu keputusannya
seperti itu. Hal ini akan meredakan ketegangan antara Utara dan Selatan.
Jae-ha tak enak melihat Hang-ah yang diam membisu. “Kau pasti
membenciku juga kan? Kau hanya perlu memperlihatkan perasaan benci itu
sambil tersenyum malu.” Ia khawatir kemarahan Hang-ah meledak saat
konferensi pers itu.
Tapi Hang-ah tetap tak mengatakan apapun.
Keduanya
memasuki ruang konferensi. Semua mengamati layar TV mereka dan menunggu
dengan harap-harap cemas. Pembawa acara menanyakan perasaan keduanya.
Jae-ha
sudah siap menjawab saat Hang-ah tiba-tiba berkata ia yang akan
menjawab lebih dulu. Ia menoleh menatap Jae-ha dengan lembut.
“Aku mencintai Pangeran Lee Jae-ha. Aku akan menerima pertunangan ini.”
Seisi
ruangan itu langsung gaduh sementara Jae-ha shock menatap Hang-ah.
Jae-kang bingung, tak mengerti mengapa tiba-tiba keputusan Hang-ah
berubah. Ayah Hang-ah mengangkat telepon dan minta langsung disambungkan
dengan keluarga kerajaan Selatan.
Pers
menanyakan jawaban Jae-ha. Jae-ha terjebak. Hang-ah sudah menyatakan
cintanya di depan umum. Jika Jae-ha menolak, itu berarti ia
mempermalukan Hang-ah, dan itu berarti mempermalukan Korea Utara.
Akibatnya bisa fatal. Jika ia menerima pernyataan Hang-ah berarti mereka
harus menikah. Hang-ah telah balas dendam dengan caranya sendiri.
Jae-ha
kebingungan. Semua menanti dengan cemas apa jawaban Jae-ha. Dong-ha
berkata Jae-ha tidak akan menerima tapi Shi-kyeong berkata Hang-ah sudah
menyatakan perasaannya di depan umum. Tapi Dong-ha tidak yakin, dengan
kepribadian Jae-ha seperti itu mana mau ia menikah?
“Bunga peach,
bunga plum telah berguguran. Cahaya musim semi telah layu. Hal itu baik
setelah hujan turun sepanjang malam. Sebatang tunas hijau tumbuh,”
Jae-ha menjawab dengan puisi karyanya sendiri.
Hang-ah tersenyum
sinis. Jae-ha berkata ia sudah selesai bicara. Mau tak mau Hang-ah
mengakui kecerdikan Jae-ha. Sekarang semua orang bertanya-tanya,
sebenarnya Pangeran ini ngomong apa seeeeh??? (termasuk aku)
Televisi
dipenuhi para analis bahasa untuk menganalisis isi puisi Jae-ha.
Jae-shin menontonnya bersama Jae-ha. Ia bertanya-tanya sebenarnya
kakaknya menolak atau menerima pertunangan itu.
“Siapa yang suka jika musim semi telah berlalu?” ujar Jae-ha.
“Aaaah…jadi kakak menolaknya. Baiklah, aku akan memberitahu hal ini pada kakak (Jae-kang),” kata Jae-shin bersemangat.
“Hei! Hei…bukankah aku bilang sebuah tunas telah tumbuh?” sergah Jae-ha. Jadi arti puisi itu: plin plan?
Jae-hameminta
Jae-shin menemui Hang-ah untuk melihat keadaannya. Jae-shin langsung
menangkap perilaku kakaknya yang tidak biasanya. “Sebenarnya ada apa?”
tanyanya. Jae-ha menghela nafas panjang.
Hang-ah
sedang berbicara dengan ayahnya lewat telepon. Ia meyakinkan ayahnya,
ia hanya mengatakan apa yang dirasakannya. Ayahnya tak percaya. Awalnya
Hang-ah akan menolak Jae-ha tapi mengapa mendadak menerima pertunangan
itu, bukankah itu aneh?
“Bukan seperti itu, Komrad Lee Jae-ha memperlakukanku dengan baik,” kata Hang-ah sambl menahan tangisnya.
“Ada apa dengan suaramu?” ia menyadari puteri kesayangannya sedang menangis.
Terdengar
ketukan di pintu Hang-ah jadi Hang-ah pamit pada ayahnya dan menutup
teleponnya. Ia berseru pada orang yang mengetuk pintunya dan meminta
maaf karena ia sedang tidak ingin bertemu dengan siapapun. Jae-shin
nongol dari balik pintu.
“Apa kabar? Aku Lee Jae-shin.”
Hang-ah
tak mengetahui siapa Jae-shin. Jae-shin memberanikan diri untuk masuk
dan bertanya apakah Hang-ah tidak melihat kaitan dari namanya.
“Lee Jae-kang….Lee Jae-ha…Lee Jae-shin.”
Mengetahui Jae-shin adalah puteri dari Selatan, Hang-ah segera memberi salam.
Ayah Hang-ah tak tenang saat mengetahui puterinya menangis. Ia tak bisa tinggal diam.
Hang-ah
dan Jae-shin segera menjadi teman. Jae-shin bahkan memanggil Hang-ah
dengan sebutah “Eonni” (kakak). Ia mengaku ia dikirim Jae-ha untuk
melihat keadaan Hang-ah. Ia tidak tahu alasannya hanya saja ia terus
disuruh menemui Hang-ah. Ia bertanya apakah telah terjadi sesuatu di
Jeju (tempat sangyeonrae diadakan).
Hang-ah menyangkalnya, tak
terjadi apa-apa di sana. Jae-shin berkata ia mengenal kepribadian
kakaknya dengan baik. Ia bisa menebak secara kasar apa yang sebenarnya
telah terjadi. Tapi ia ingin mendengar ceritanya dari kedua belah pihak.
Sekretaris
Eun mendapat laporan bahwa Kim Nam-il (ayah Hang-ah) sedang menuju ke
istana. Sekretaris Eun merasa keberatan karena ada prosedur yang harus
diikuti. Tapi ayah Hang-ah berkata ia sedang dalam perjalanan menuju
istana dan akan tiba 3 jam lagi.
Jae-ha pergi ke kamar Hang-ah.
Ia membuka pintunya dan hanya melihat Jae-shin di sana. Jae-shin duduk
cemberut, jelas menandakan ia tahu apa yang diperbuat kakaknya pada
Hang-ah di Jeju. Jae-ha masuk dan tak melihat Hang-ah di kamarnya.
Jae-ha duduk di hadapan Jae-shin dan menanyakan keadaan Hang-ah.
“Oppa, sebenarnya apa yang kaulakukan pada Oenni?”
“Apakah keadaannya benar-benar buruk?” tanya Jae-ha merasa bersalah.
“Bukankah
kakak bilang hanya bercanda sedikit? Apakah mempermainkan perasaan
orang lain hanya sebuah gurauan?” sembur Jae-shin.
“Aigoo…mengapa kau juga bersikap seperti ini? Aku benar-benar akan gila.”
“Kak,
walau kakak menyukai wanita tapi kakak tidak pernah terlalu peduli pada
wanita yang tidak kakak sukai. Kalau begitu mengapa Kakak bersikap
seperti ini? Bukankah kakak bilang tidak tertarik sedikitpun padanya?”
Jae-ha terdiam.
Sebenarnya
Hang-ah tidak keluar dari kamar. Ia bersembunyi di dalam ruangan kecil
yang terdapat pada kamar itu (kaya Yeon-woo di kamar Hwon^^). Hang-ah
mendekat ke pintu agar bisa mendengar dengan lebih jelas.
Jae-shin
tahu kakaknya adalah seorang pemalas, tidak akan bersusah payah
berpura-pura suka pada orang yang tidak disukainya. Ia berkata pada
Jae-ha mungkin Jae-ha belum jelas dengan perasaannya sendiri.
“Sekarang Oenni sangat terluka dan wajahnya yang tirus menunjukkan ia telah menangis cukup lama,” kata Jae-shin.
Jae-ha
berkata Hang-ah memang sebaiknya berdiet untuk menurunkan sedikit berat
badannya (padahal Ha Ji-won sudah menurunkan berat badan lho untuk
berperan dalam drama ini^^). Jae-shin buru-buru memberi isyarat agar
Jae-ha tidak bicara keras-keras (takut ucapan barusan terdengar
Hang-ah). “Kakak ini bena-benar minta dipukul!” bisiknya kesal.
Jae-ha berkata semua ini salah Eun Shi-kyeong. Jae-shin tanya apakah Eun Shi-kyeong pengawal yang membosankan itu.
“Bagaimana kau bisa mengenalnya? Apa kau juga dirayunya?”
“Tidak, hanya saja tadi aku bertemu dengannya. Memangnya dia merayu Eonni?”
Jae-ha
pun curhat bahwa Hang-ah tersenyum bagai bunga mekar di depan
Shi-kyeong. Ia memeragakan tawa Hang-ah. Memangnya Oenni tidak boleh
tertawa seperti itu, tanya Jae-shin. Keduanya menirukan gaya tawa
Hang-ah, lucu banget^^
Jae-ha berkata bagaimana bisa seseorang dengan aura pembunuh tertawa seperti itu.
“Bagaimana
dengan aku? Aku adalah Pangeran Korea Selatan. Bahkan aku tinggal
sekamar dengannya. Bagaimana bisa dia lebih….Daya lihatnya benar-benar
rendah. Ia bahkan tidak mau datang ke sangyeonrae. Hanya karena dia
(Shi-kyeong) meneleponnya satu kali saja, ia langsung datang.”
Jae-shin menatap kakaknya dengan penuh pengertian. Ia sadar kakaknya menyukai Hang-ah.
Lalu Jae-ha terdiam saat ia mengingat pelukannya dengan Hang-ah.
“Jadi kakak menyukainya? Oenni yang itu?” tanya Jae-shin tersenyum.
Jae-ha masih menyangkalnya. Jae-shin berdiri dan berteriak, ”Oenni, kau mendengarnya bukan? Dia memang seperti itu.”
Ia
membuka pintu dan memperlihatkan Hang-ah dalam posisi….menguping.
Hang-ah buru-buru menegakkan tubuhnya. Jae-ha berseru kesal pada
adiknya. Nice sister^^
Jae-ha
dan Hang-ah duduk bersama. Hang-ah menghela nafas panjang dan menyindir
ini memang situasi rumit. Apakah pria di Selatan memang serumit ini
atau hati pria memang rumit?
“Kalau begitu katakan padaku. Kau menyukaiku atau tidak?” tanya Hang-ah.
“Jika aku menyukaimu, memangnya kenapa?” tanya Jae-ha serius. Hang-ah terkejut juga mendengar pengakuan Jae-ha.
Jae-ha
berkata orang biasa saja bisa bercerai walau mereka saling mencintai.
Sebagai keluarga kerajaan yang menyukai wanita dari Utara apakah akan
berjalan sesederhana itu? Dan lagi mengapa harus ia yang menghadapi
kerumitan itu?
“Seperti yang kau bilang, aku…adalah sampah. Aku
hanya memikirkan diriku sendiri dan melihat diri sendiri. Aku tidak
menyesal dan tidak berpikir.”
“Tidak ada orang yang menyebut diri mereka sampah,” kata Hang-ah menghibur.
Jae-ha
berkata sedang menggali lubang untuk melarikan diri (dari keterlibatan
dengan pernikahan politik). Ia merasa lebih baik jika ia memiliki
sebutan itu.
Jae-kang diberitahu kalau Jae-ha masih
mempertimbangkan pertunangan itu. Ia berniat menemui adiknya untuk
membicarakannya. Sekretaris Eun memberitahu Raja kalau ayah Hang-ah
sedang menuju ke istana. Ayah Hang-ah sudah melewati perbatasan.
Melihat
Jae-ha yang murung, Hang-ah tersenyum. Ia berkata ia juga sebenarnya
ingin mengubah nasibnya dengan menikahi keluarga kerajaan Selatan.
Artinya motifnya tidak murni karena menyukai Jae-ha. Jae-ha tahu Hang-ah
sedang mencoba menghiburnya. Hang-ah berkata sedikitnya ia pernah
memiliki pikiran seperti itu. Dan juga sedikit keinginan untuk membalas
dendam.
“Balas dendammu terlalu kejam,” ujar Jae-ha tertawa.
“Tapi…menggunakan
hidupku sebagai alat balas dendam (menikah karena balas dendam), pada
akhirnya bukankah aku yang rugi? Jadi, mari batalkan pertunangan itu.
Kita ikuti skenario awal : walau kita saling menyukai tapi akan
mempengaruhi hubungan Utara dan Selatan, jadi kita memutuskan untuk
putus. Meski nantinya aku mungkin dicap wanita gampangan.”
Tapi
anehnya Jae-ha tidak tampak lega atau senang. Ia bertanya bagaimana
Hang-ah akan menangani gosip yang nanti beredar. Jika Hang-ah tidak bisa
menanganinya dengan benar, bisa-bisa Hang-ah tak bisa menikah seumur
hidupnya. Ckckck…ngga separah itu kaleeee…nikah aja belom.
“Aku bisa pergi ke luar negeri dan bertemu pria asing,” sahut Hang-ah, “Aku bisa mencari Pangeran Arab yang kaya.”
“Bagaimana dengan WOC?”
“Bagaimana
aku masih bisa berpartisipasi dalam WOC jika sudah terjadi seperti ini
(tidak mungkin mereka berada dalam satu tim)? Tentu saja aku harus
mengalihkannya pada perwira lain.”
Hang-ah
berdiri dan berkata ia menikmati selama ia di sini. Ia akan menganggap
semua ini sebagai pengalaman dalam hidupnya agar ia hidup lebih baik di
masa yang akan datang.
“Komrad, kau juga harus hidup dengan baik.” Hang-ah mengulurkan tangannya sebagai salam perpisahan.
Jae-ha
bertanya apakah Hang-ah akan pergi sekarang. Hang-ah akan pergi besok
tapi pasti akan sibuk sekali jadi mungkin tak ada waktu lagi untuk
mengucapkan selama tinggal.
“Mari kita berpisah di sini,” kata Hang-ah, “Dengan cool seperti dalam drama di Selatan.”
Jae-ha
tidak juga menyambut uluran tangan Hang-ah. Bahkan bersalaman pun kau
tak mau, tanya Hang-ah. Dengan sedih ia menurunkan tangannya.
“Di Selatan, ada sebuah kebiasaan untuk mengakhiri sesuatu. Namanya sangat bagus, sangat Korea. Duipuri (pesta akhir).”
Duipuri
ternyata minum-minum bersama. Keduanya minum sampai mabuk. Hang-ah
berkata kebiasaan ini sangat bagus. Ketika minuman di meja telah habis,
Hang-ah pergi membuka lemari pendingin. Ia berseru kagum melihat lemari
pendingin itu dipenuhi minuman beralkohol. Ia duduk di depan lemari
pendingin dan memanggil Jae-ha untuk membawa makanan ringan ke sana.
Mereka minum-minum di depan lemari pendingin.
Ayah Hang-ah telah tiba di istana. Raja menemuinya. Tanpa basa-basi ayah Hang-ah menanyakan di mana Jae-ha berada.
Di
lantai. Ia duduk berdampingan dengan Hang-ah di depan lemari pendingin.
Hang-ah tertidur, kepalanya berayun-ayun. Jae-ha tertawa. Ia menepuk
pundak Hang-ah dan memberi isyarat agar Hang-ah bersandar di pundaknya.
“Aku tidak akan tertipu lagi. Kau ingin menciumku lagi, kan?” kata Hang-ah cemberut. Jae-ha tertawa.
“Aku
pernah menciummu? Kau duluan yang menciumku, dalam mimpimu,” kata
Jae-ha sambil menarik kepala Hang-ah agar bersandar padanya.
“Mimpi
yang mana? Bagaimana bisa hal itu dilakukan tanpa perasaan? Aku bisa
membacanya dari pikiranmu,” kata Hang-ah berusaha agar tidak bersandar
di pundak Jae-ha.
“Jadi, kau ingin aku menciummu?” tanya Jae-ha geli.
“Bibirku belum pernah tersentuh orang lain. Tapi kau, telah mencium ratusan kali sebelumnya,” sahut Hang-ah.
Jae-ha menarik tangan Hang-ah hingga mereka berhadapan. Keduanya bertatapan.
Ayah Hang-ah dan Jae-kang berjalan menuju kamar Hang-ah. O-ow^^
Jae-ha menggenggam tangan Hang-ah dan perlahan mendekatinya.
“Arab
menganut poligami, kau tidak akan sanggup menjalaninya,” ujarnya lembut
(ia cemburu karena Hang-ah berkata akan mencari Pangeran Arab).
“Lihat saja, aku akan menyingkirkan yang lainnya,” sahut Hang-ah.
“Kau tidak menyukai Jang Dong-gun lagi?” Mata Jae-ha terus tertuju pada bibir Hang-ah.
“Aku tidak tertarik pada suami orang lain.”
“Siapapun
tidak bisa, jadi siapa yang akan menikahimu?” Jae-ha semakin mendekat
hingga wajahnya hanya berjarak beberapa senti dari wajah Hang-ah.
“Siapapun tidak masalah, asal bukan denganmu,” gumam Hang-ah.
Bibir mereka bertaut. Keduanya berciuman.
Ayah
Hang-ah dan Jae-kang sudah tiba di depan kamar Hang-ah. Melihat sikap
para pelayan yang gugup, Jae-kang langsung membuka pintu kamar.
LOL
Jae-kang shock melihat Hang-ah dan Jae-ha sedang berciuman di lantai.
Ia langsung memalingkan wajahnya. Jae-ha dan Hang-ah melepaskan diri,
masih dalam keadaan bingung.
Ayah Hang-ah masuk dan melihat keduanya. Jae-ha dan Hang-ah buru-buru berdiri. Tertangkap basah…
source : http://patataragazza.blogspot.com/2012/04/sinopsis-king-2-hearts-episode-6.html
re-posted and re-edited by : dianafitriwidiyani.blogspot.com
No comments:
Post a Comment