Woo Ri celingukan mencari dokter Jang
Joon Ha matanya bertemu pandang dengan mata Joon Ha. Joon Ha mengalihkan
pandangannya dan segera pergi dari tempat itu.
Presdir Choi menerima berkas tentang latar belakang Jang Joon Ha (Dia penasaran siapa Joon Ha dan segera mencari tahu) Sekertaris
Kim mengatakan kalau ayah Jang Joon Ha adalah dokter Jang Tae Park
karena tugasnya menolong orang dia sering bepergian kemana-mana. Sulit
mencari informasi lebih lanjut tentang dia. Informasi sekolah Joon Ha
juga tertera diberkas itu.
Presdir Choi menyimpan berkasnya di laci. Ia melihat foto Ma Roo lalu mengambil dan memandangnya.
Kang Min Soo berada di laboratorium
menerima telepon dari Woo Ri yang melaporkan kalau belum bertemu dengan
dokter Jang Joon Ha. Min Soo merasa kalau Joon Ha bukan tipe orang yang
ingkar janji, ia akan mencoba menghubungi Joon Ha lagi.
Ny Tae mengunjungi lab dan mendengar
Min Soo menyebut nama putranya. Min Soo menjelaskan kalau ia minta
tolong pada Joon Ha karena ia memiliki masalah, “Mereka menolak menjual
lukisan itu kepada Woo Kyung!”
Ny Tae ingin tahu lebih jelasnya. Tapi
Min Soo menegaskan kalau ia bisa mengatasi masalah ini. Min Soo mencoba
menghubungi Joon Ha tapi ponselnya tidak aktif. Min Soo kesal, “Apa dia
pikir dia itu Cha Dong Joo?”
Min Soo mengatakan pada Ny Tae kalau
Dong Joo selalu me-nonaktifkan ponselnya. “Dia tidak pernah menjawab
telepon orang lain, apa dia tidak membutuhkan orang lain?” Ia juga
mengira Joon Ha pasti sudah terpengaruh sifat Dong Joo. “Kenapa anakmu
tak mau mendengarkanmu?” Ny Tae tertawa, orang tua mereka juga tak
mendengarkan mereka. Min soo berkata kalau Dong Joo dan Joon Ha sangat
dekat satu sama lain.
Min Soo menunjukan campuran kosmetik
yang ia teliti, “Warnanya tak berbeda dengan kulit kita!” sahut Min Soo.
Min Soo berkata kalau ia masih memiliki masalah lain yaitu tak bisa
menghubungi Cha Dong Joo. “Dia sama sekali tak pernah menghubungiku!”
Tiba-tiba ada sms dari Dong Joo meminta bertemu. Min Soo terkejut, “Bagaimana dia bisa tahu nomorku?”
Dong Joo berada di taman dimana bunga-bunga chery mulai beguguran, di telinganya terpasang headseat yang terhubung ke ponselnya.
“Bunga chery, bunga chery-nya berjatuhan!” ucap Dong Joo.
Ia menatap ke ponselnya dan tertulislah apa yang baru saja ia ucapkan.
“Bunga
chery-nya mengambang. Bunga chery-nya melayang di udara!” Dan kembali
layar posel menunjukan kalimat yang diucapkan Dong Joo. (haha canggih
ya!)
Dong Joo tersenyum menatap ponselnya. Kemudian ia menyimpannya dan kembali menikmati indahnya bunga-bunga chery berguguran.
Woo Ri bertanya pada petugas yang
melintas apa dokter Jang Joon Ha sudah datang. Petugas itu menjawab tak
tahu. Woo Ri bertanya ke resepsionis tapi jawaban dari mereka sama tidak
tahu.
Jang Joon Ha berdiri di
resepsionis meminta bantuan untuk dihubungkan ke dr. Kim Yeon Gyu kepala
operasi bedah. Petugas resepsionis tanya apa yang harus ia katakan pada
dokter itu. Joon Ha berkata kalau dokter itu akan tahu, “Aku Jang Joon
Ha!”
Woo Ri terkejut mendengar nama orang
yang dicarinya itu sudah ada di dekatnya. “Apakah anda dokter Jang Joon
Ha?” tanya Woo Ri. Joon Ha menjawab ya, “Ada apa?”
Woo
Ri berkata kalau Kang Min Soo memintanya datang ke rumah sakit. Joon Ha
juga mengatakan kalau Min Soo sudah memberitahukan ini padanya.
Joon Ha menerima telepon dari resepsionis dan bicara dengan dr Kim Yeon Gyu. Woo Ri terus memperhatikan Joon Ha.
Setelah selesai menelepon Joon
Ha menyuruh Woo Ri pergi ke bagian bedah syaraf dan meminta Woo Ri
menyebutkan namanya saja, “Kau tahu namaku kan?”
Woo Ri membungkuk mengucapkan terima kasih. Kemudian ia menatap jam tangan milik Ma Roo.
Di dalam ruang periksa Nenek ditanyai
dokter, “Apa ini?” Nenek heran dengan pertanyaan dokter, “Ini apa? Tentu
saja itu pulpen kenapa tanya-tanya!” Nenek menjawabnya galak.
Seung Chul meminta Nenek jangan bicara seperti itu. Tapi Nenek malah membentaknya meminta Seung Chul menutup mulut.
Dokter berkata tak apa-apa, kemudian
ia meminta Nenek menghitung mundur bilangan dari 100. Nenek mencoba
mengingat-ingat, “Itu itu!”
Woo
Ri meminta dokter supaya hitungannya diganti ke bilangan ribuan saja.
Dokter tanya berapa 1000–700? Nenek bingung ia memandang Woo Ri.
Woo Ri menjelaskan “Pembeli membayar 1000 won dia membeli mentimun seharga 700 won berapa kembaliannya?” (pelajaran yang selalu kuberikan ke anak-anakku di sekolah hihihi)
Nenek
bingung menjawabnya dan malah marah-marah, “Sudah setua ini aku disuruh
menjual mentimun? Kau saja yang jual!” Woo Ri cemas melihatnya.
Dokter melanjutkan pertanyaannya, “Kalau begitu berapa hari jumlah di bulan ini?”
Woo Ri duduk lemas memikirkan apa yang disampaikan dokter tadi.
“Kemungkinan
besar dia menderita alzheimer. Tes darah akan dilakukan berikutnya.
Tekanan darahnya naik, ada banyak tanda-tanda alzheimer. Fungsi hatinya
juga memburuk. Semua gejala menunjukan penyakit alzheimer. Kemungkinan
ada organ tubuh yang tak berfungsi. Lebih baik dia di diagnosa lebih
dalam di rumah sakit ini!”
Nenek keluar dari toilet dan
terus ngomel, kenapa ia harus memberikan air seninya dan juga tetap
harus membayar. Nenek melihat Woo Ri duduk melamun. Nenek menepuk
mengagetkan Woo Ri, “Apa kau sakit?” Woo Ri berusaha seceria mungkin dan
tersenyum tidak apa-apa dan bertanya bisakah Nenek buang air kecil
karena nanti antrian bis-nya akan panjang jadi Nenek harus mengosongkan
kandung kemihnya. Woo Ri juga mengingatkan kalau tekanan darah Nenek
sudah tinggi dan tak boleh marah-marah.
Seung Chul tiba-tiba datang dan berkata kalau mereka mengalami masalah. Seung chul menarik Woo Ri kemudian ia berbisik.
Woo Ri langsung ke bagian administrasi
rumah sakit, “Untuk tes 500 dolar apa itu tidak terlalu mahal?” tanya
Woo Ri. Petugas berkata kalau itu hanya untuk MRI belum termasuk
pemeriksaan lain.
Woo Ri tanya kalau jumlah test
pemeriksaannya dikurangi apa bisa menjadi lebih murah. Ia tak paham
tentang semuanya tapi kalau Neneknya melakukan semua test apakah
alzheimer-nya akan sembuh.
Joon Ha yang melintas tempat itu
mendengar apa yang dikatakan Woo Ri tentang kondisi Nenek. Petugas
menjelaskan kalau itu hanya test untuk men-diagnosa, untuk hasilnya
memerlukan tindakan selanjutnya.
“Tapi apa memang semahal itu, hanya untuk test diagnosa? 500 dolar!” Woo Ri kebingangan dan ia menepuk dahinya seperti yang ayahnya lakukan ketika kebingungan. Joon Ha melihat apa yang dilakukan Woo Ri.
Woo Ri tanya kapan ia harus membayarnya, bisakah mendapat diskon. Petugas berkata tak ada diskon.
Dong Joo menemui Min Soo, dan oh... Min Soo tengah memasker wajahnya hitam putih hahaha.
Min Soo berkata tak jelas ketika membaca sebuah berkas. Dong Joo langsung merebut dan membacanya sendiri.
Dong Joo berkata kalau ia yang akan mengurus semuanya. Ia meminta Min Soo memeriksa email untuknya.
Dong Joo segera pergi tapi Min Soo menariknya, “Apa kau mau pergi?”
Dan maskernya retak hahaha, “Hahh
masker murahan!” sahutnya. “Kenapa kau mau pergi apa kau tahu berapa
nilai transaksi ini? Kita perlu kontrak untuk bunganya?”
Dong Joo menegaskan kalau ia yang akan mengurus semuanya.
Min Soo kembali menarik Dong Joo, “Kita dipihak yang sama kenapa kau menjauhiku?”
Dong Joo menatap tajam Min Soo, “Perempuan yang banyak bicara adalah perempuan yang paling tak kusukai!”
Dong Joo langsung memasang
earphone-nya dan segera pergi sari sana. Tapi ia berpapasan dengan Joon
Ha di pintu. Dong joo menyapa kakaknya tapi kemudian langsung pergi
karena urusannya sudah selesai.
Min Soo penasaran kenapa Dong
Joo begitu dingin terhadapnya. Ini untuk pertama kalinya dia diacuhkan
laki-laki. Joon Ha hanya tersenyum dan bertanya apa yang mau Min Soo
diskusikan dengannya.
Min Soo langsung menarik Joon Ha dan menyalakan laptopnya. Ia membuka rekaman Woo Ri ketika tampil di TV.
Min
Soo berkata kalau yang disampaikan Woo Ri di televisi yang mengatakan
kalau keluraga mereka memiliki tanah yang luas itu bukan keadaan yang
sebenarnya. Dia melakukan kebohongan yang kekanak-kanakan.
Joon Ha terus menatap layar laptop
matanya mulai terlihat sendu. Min Soo merasa kasihan pada Woo Ri tapi
bagaimanapun juga ia perlu Woo Ri untuk menjual lukisan itu. Tatapan
mata Joon Ha menunjukan kalau ia mulai tersentuh melihat rekaman itu.
Min Soo meminta pendapat Joon Ha,
“Haruskah kita menolong mereka menemukan saudaranya?” Joon Ha terkejut
mendengar usulan Min Soo.
Joon Ha kembali ke mobilnya dan
teringat ketika ia melihat Woo Ri dipesta Woo Kyung dan memperkenalkan
diri sebagai Mi Sook kecil. Juga sikap Woo Ri yang sama persis seperti
ayahnya ketika kebingungan. Joon Ha juga teringat ketika ia meninggalkan
Mi Sook kecil di depan kantor polisi dulu, ia meminta Mi Sook kecil
menunggunya karena ia akan kembali. Mata Joon Ha berkaca-kaca mengingat
itu tapi kemudian ia memantapkan hatinya karena sudah memilih jalan yang
ia ambil.
Woo Ri mengajak Seung Chul ke panti
pijat, ternyata bukan untuk pijat tapi untuk menemui Manajer Teamnya
yang tengah dipijat. Woo Ri meminta Seung Chul memberi hormat pada
Manajer Team, “Aku membawakanmu pegawai baru apa kau bisa
mempekerjakannya?”
“Bukankah aku sudah bilang aku
tak mau!” Seung Chul sewot dan akan pergi dari sana. Woo Ri langsung
menendang kaki membuat Seung Chul mengerang memegang kaki seperti
memberi hormat pada Manajer Team. Woo Ri berseru kalau Seung Chul sudah
tak sabar untuk bekerja.
Seung Chul tambah sewot, “Aku tak mau.
Aku tak mau menjual mobil!” Woo Ri menarik Seung Chul bagaimana dengan
biaya rumah sakit Nenek. Seung Chul kesal kenapa ia harus ikut terlibat.
Woo Ri mengingatkan kalau Seung Chul
sudah menipu uang ayahnya dengan berbohong akan mencari Ma Roo. Ia
mengancam akan memberitahukan ini pada Bibi Lee. Seung Chul langsung
menyerah. Woo Ri memaksanya memberi hormat pada Manajer Team.
Woo Ri akan menemui pelanggan
dan meminta Seung Chul rajin bekerja tapi kemudian ponselnya berdering.
Woo Ri terkejut mendengar beritanya.
Young kyu tengah membersihkan taman, Woo Ri meneleponnnya. Young kyu shock mendengar berita yang baru didengarnya.
“Ma Ma Ma Roo. Be be benarkah Ma Roo?” Young Kyu gemataran memegang ponselnya.
Paman Lee berteriak di depan
warungnya, “Ma Roo pulang. Ma Roo pulang!” membuat semua orang
bergembira menyambutnya. Bibi Lee tak percaya mendengarnya.
Young kyu lari-lari pulang ke rumah,
“Ma Roo Ma Roo!” kakinya seakan tak kuat berdiri ia jatuh dan menangis.
“Mi Sook tolong aku!” Young kyu menatap langit berharap Mi Sook
membantunya berdiri memberi kekuatan padanya untuk kembali ke rumah
secepatnya.
Woo Ri lari-lari pulang ke rumahnya,
tiba-tiba ada mobil yang melintas. Ia segera menepi, kemudian
melanjutkan larinya. Mobil itu berhenti bersamaan dengan ponsel Woo Ri
berdering, ia menjawabnya sambil lari. “Halo!”
“Nona Bong Woo Ri?”
“Ya ya ya aku Bong Wo Ri, Bong Woo Ri. Oppa!” Woo Ri mengira yang menelpon itu Ma Roo.
Ternyata yang di dalam mobil adalah
Cha Dong Joo. Ia pula yang menelpon Woo Ri. Dong Joo membaca tulisan
yang tertera diponselnya apa yang diucapan Woo Ri tadi.
Dong Joo : “Nona Bong Woo Ri aku ingin bertemu denganmu!”
Woo
Ri tetap mengira itu Ma Roo yang sudah pulang, “Ya dimana kau? apa kau
sudah pulang? Oppa cepat datang!” Dong Joo tak mengerti maksud
jawabannya.
“Oppa dimana kau? kenapa diam saja Oppa Oppa Oppa!” Woo Ri berhenti berlari tak jauh dari mobil Dong Joo.
Dong Joo melihat wanita di samping mobilnya terus bicara dan tulisan diponselnya terus menunjukan kata, “Oppa Oppa!”
Ya Dong Joo menatap Woo Ri. Ia mengingatnya sebagai gadis yang mengira ia kakaknya ketika di pesta Woo Kyung tempo hari.
Dong Joo terus memperhatikan Woo Ri
yang bicara ditelepon dan ia sendiri menatap layar ponselnya, ia membaca
apa yang diucapkan Woo Ri.
Dong Joo : “Aku bukan kakakmu!”
Woo Ri langsung lemas mendengarnya, “Kalau begitu kau siapa?”
Dong Joo kembali membaca layar ponselnya, “Aku... Cha Dong Joo!”
Woo Ri : Siapa?
Dong Joo : Cha Dong Joo
Woo Ri terdiam sejenak kemudian ia bergumam lirih, “Piano-ist?”
Dong
Joo membaca layar ponselnya, tertulis piano-ist. Dong Joo heran
piano-ist. Ia menatap Woo Ri dan ia teringat teman masa kecilnya yang
minta diajari bermain piano.
Woo Ri : “Pianika .... Woo Kyung... Cha Dong Joo?”
Dong Joo tersenyum membaca tulisan yang tertera di layar ponselnya. Ia terus menatap Woo Ri.
Tapi
kemudian Dong Joo menyadari sesuatu, “Aku tak mengerti apa maksudmu.
Aku menghubungimu untuk membahas lukisan, ayo kita bertemu!”
Woo Ri diam, Dong Joo melihat layar
ponsel belum ada tulisannya. Woo Ri segera pergi dari sana, “Sudah
kubilang lukisan itu tak kujual!” sahut Woo Ri sambil lari.
Dong Joo melihat tulisan di ponselnya. Ia menatap Woo Ri yang lari menjauh darinya.
Woo Ri berjalan pelan dan melihat ke belakang, “Anak bodoh. Dia bahkan lupa tentang pianika!”
Woo Ri menerima telepon dari Seung Chul yang memintanya bergegas. Ia kembali lari pulang ke rumahnya.
Dong Joo berdiri bersandar pada
mobilnya, ia mengingat ketika ia bermain dengan Joon Ha ketika masih
kecil. Joon Ha meledeknya sebagai anak bodoh, penakut, dan kotoran semut
agar mau bermain. Joon Ha berkata kalau ia akan memanggil Dong Joo
dengan sebutan kotoran semut.
Dong Joo juga teringat ketika Woo Ri menghampiri dirinya dan berkata tentang kotoran semut itu, Dong Joo tersenyum mengingatnya.
Woo Ri tiba di rumah dan pria yang mengaku sebagai Ma Roo tengah ditangisi Nenek. Nenek menangis haru.
“Maafkan aku Nenek!” sahut Ma Roo palsu. Woo Ri terharu melihatnya.
“Oppa!” panggil Woo Ri tapi Seung Chul menariknya.
Paman
Lee penasaan, “Berapa usiamu tahun ini?” Ma Roo palsu menjawab kalau
usianya 30 tahun dan ketika ia meninggalkan rumah tahun 1995.
“Oppa!” Woo Ri kembali akan mendekat tapi Seung Chul lagi-lagi menariknya.
Seung Chul tanya ke Ma Roo palsu, siapa nama ibunya Woo Ri. Ma Roo palsu berfikir sejenak ia mengingat-ingat, “Mi sook kecil, Mi Sook, Mi sook!” ucapnya sambil memeluk Woo Ri.
Nenek membenarkan. Bibi Lee tak menyangka kalau dia masih ingat dengan Mi Sook.
“Ya Mi Sook nama ibu kita, Ibuu....!”
Ma Roo palsu langsung nangis dan memeluk Woo Ri lagi. “Oppa apa kau tahu
sudah berapa lama ayah menunggumu?” sambung Woo Ri. “Aku merindukan
ayah!” ucap Ma Roo palsu.
Paman Lee ikut terharu. Tapi tatapan mata Seung Chul lain, ia curiga. “Dia hanya mengejar uang!” sahut Seung Chul.
Woo Ri tahu kalau kakaknya akan pulang, ia memperlihatkan jam tangan yang Ma Roo titipkan padanya, “Apa kau mengingat ini?”
Ma Roo palsu mengalihkan pembicaraan dengan berkata kenapa tinggal di rumah ini.
Nenek
mengatakan kalau sekarang mereka tinggal di sini, rumah yang lama sudah
di jual untuk membiayai pencarian Ma Roo. Kami hanya menyewa disini.
Ma Roo palsu heran, “Kenapa menyewa? Taman botani itu bukan milik kalian? Katanya kalian sudah kaya?”
Young Kyu sampai di rumah
tergesa-gesa, “Ma Roo di sini? Mana Ma Roo?” Nenek menunjukan kalau
laki-laki yang ada di sebelah Young Kyu adalah Ma Roo.
Young kyu memandangnya, “Ma Roo?”
“Ayah!” ucap Ma Roo palsu.
Young kyu meraba wajah Ma Roo palsu
dan memintanya diam ia akan melihatnya. Young kyu menutup mata Ma Roo
dengan tangannya. Ma Roo palsu memejamkan mata.
“Kau bukan Ma Roo!” sahut Young Kyu.
“Bukan Ma Roo, bukan Ma Roo, dia bukan Ma Roo. Bukan. Dia bukan Ma Roo
bukan Ma Roo, aku pasti tahu Ma Roo!”
Woo Ri penasaran bagaimana ayahnya tahu kalau dia bukan Ma Roo.
“Setiap
kali aku memandang Ma Roo, dia selalu menghindar karena malu jadi aku
hanya bisa menyentuhnya ketika dia tidur. Sejak dia kecil dia selalu
kuusap saat tidur! Dia bukan Ma Roo dia anak aneh, ibu mana Ma Roo?”
Ma Roo palsu ketakutan identitas aslinya terungkap, ia langsung ambil langkah seribu. Seung Chul dan Paman Lee mengejarnya.
Keduanya berhasil menangkap Ma Roo palsu. Tiba-tiba Shin Ae datang, “Mana dia? Mana anakku?”
Seung
Chul mendorong Ma Roo palsu ke Shin Ae. Shin Ae kaget dan mendorong Ma
Roo palsu sampai terjatuh ia kemudian langsung kabur.
Young kyu terus memanggil nama Ma Roo kepalanya ia benturkan ke dinding rumah. Woo Ri sedih melihatnya.
Nenek memarahi Woo Ri sambil menangis, “Dasar gadis nakal siapa yang menyuruh masuk TV bagaimana kalau ayahmu tidak ada?”
Shin Ae masuk kamar dan ikut marah, “Apa itu Ma Roo? Apa dia seperti Ma Roo?” Shin Ae memukulkan tasnya ke Woo Ri.
Young kyu langsung melidungi Woo Ri.
Shin
Ae : “Aku sudah jauh-jauh datang ke sini. Apa kalian pikir ini
main-main? Aku tak mau kalian mencari Ma Roo? Apa kalian iri dengan
hidupku? apa kalian ingin Ma Roo hidup miskin seperti kalian?”
Nenek menarik Shin Ae, “Tak ada yang menyuruhmu datang. Lebih baik kau pergi dan keluar!”
Shin Ae berkata ia tak akan datang lagi ke sini. Ia datang karena Young kyu meneleponnya.
“Bukankah kau bilang supaya diberi tahu kalau Ma Roo ditemukan!” Young kyu kembali kebingungan dan menepuk dahinya.
Nenek
memarahi Shin Ae, “Kau kurang ajar bukan manusia masih saja hidup
seperti itu. Anakmu lari dari rumah kau masih saja bermain-main, kau
yang salah. Kau sudah diperbudak uang hiduplah dengan uangmu!”
Shin Ae kesal dan berkata tak ada yang
ia cari di rumah ini anak itu sudah meninggal ucapnya. Nenek tambah
marah mendengar ini. Young kyu ketakutan, “Ibu anak siapa yang
meninggal?”
Woo Ri menenangkan ayahnya. Ia meminta Shin Ae pergi dari pada bicara yang tidak-tidak.
Shin Ae pergi dan berpesan untuk menghapus nomor ponselnya. Nenek terus mengumpat, “Ya Tuhan anak durhaka!”
Joon Ha berdiri di depan gambar ayahnya yang ditempel di dinding Taman bekas rumahnya dulu. Ia kemudian merobek kertas itu dan membuangnya.
Joon Ha bretemu Dong Joo disana. Dong
Joo melihat apa yang dilakukan kakaknya. Joon Ha bertanya kenapa datang
ke sini. Dong Joo menjawab kalau ibu menyuruhnya datang, “Kau sendiri?”
Joon Ha : “Aku juga. Aku disuruh datang katanya ada yang ingin disampaikan!”
Joon Ha ingin tahu kenapa Dong Joo tak
menjawab teleponnya. Dong Joo beralasan kalau ia tengah mengemudi jadi
tak bisa menjawab telepon.
Dong Joo : “Kak, tidakkah ada yang ingin kau sampaikan padaku?”
Joon Ha : “Tentang apa?”
Dong Joo : “Sesuatu seperti earphone atau kotoran semut? Bong Woo Ri?
Pertanyaan Dong Joo ini menghentikan langkah kakakanya. “Mi sook kecil?” sambung Dong Joo. Joon Ha memandang terkejut.
Terdengar suara Ny Tae, “Jadi kalian disini?” Joon Ha tak menjawab pertanyaan adiknya.
Ketiganya berada di dalam rumah. Ny
Tae bertanya ke Dong Joo apa menyukai rumahnya, ini lebih baik daripada
di Seoul. Udaranya nyaman dan populasi penduduknya sedikit. Ny Tae
meminta pendapat Joon Ha.
Joon Ha
tersenyum, “Banyak sekali jendelanya pemandangannya bagus banyak
tanaman dan warna hijau sangat bagus untuk mata Dong Joo!”
Dong Joo menatap tajam kakaknya. Ny Tae memuji apa yang disampaikan Joon Ha. Ia sependapat.
Ny
Tae memberikan hadiah untuk Dong Joo bentuknya seperti jam tangan tapi
bukan jam tangan. Ia juga sudah menyiapkan hadiah untuk Joon Ha.
Ny Tae membuka berkas dan menyuruh Joon Ha mendekat ke arahnya.
Ny Tae : “Min Soo sudah menyiapkan daftar periset bisakah kau memilihkan yang terbaik?”
Dong Joo berkata kalau ia sudah melakukannya, dia mungkin sudah berangkat naik pesawat.
Ny Tae dan Joon Ha terkejut dengan apa
yang disampaikan Dong Joo. “Apa kau sudah memutuskan?” tanya ibunya.
“Tentu saja bukankah aku pemimpinnya!” sahut Dong Joo.
Terdengar suara bel pintu berbunyi dan
benda di tangan Dong Joo yang mirip seperti jam tangan memberikan
sinyal memberi tahu kalau ada yang menekan bel.
Dong Joo menatap heran. Ny Tae menyuruh Dong Joo melihatnya sendiri siapa yang datang.
Dong Joo membuka pintu dan disana Manajer penanggung jawab taman datang.
Manajer mendengar kalau penghuni rumah ini orang hebat jadi ia ingin melihatnya. Ia memberi hormat pada Dong Joo.
Manajer memperkenalkan dirinya, “Aku MD taman botani Namaku Lee Pul Ip!”
Dong Joo : Lee Pil Ip?
Manajer tertawa, walau ia seperti orang asing tapi ia adalah penduduk lokal.
Manajer
ingin masuk ke dalam rumah tapi Dong Joo memintanya tak usah masuk dan
menyuruh meninggalkan barang-barang yang dibawa manajer ditinggalkan
saja disini. Manajer beralasan kalau ini berat.
Jam tangan Dong Joo memberi
tanda kalau ada suara air mendidih. Ia melihat jam tangannya namun
ketika Manajer ikut melihat dengan cepat ia menarik tangannya.
Joon Ha ingin tahu kenapa ibu menyuruhnya datang ke sini karena Rumahnya yang dulu berada di sini.
Ny Tae tahu itu tapi bagaimanapun juga
tempat itu adalah tempat pertama Presdir Tae (Kakek) membangun pabrik,
“Disinilah aku ingin memulainya apa kau mengerti perasaan ibu?”
Ny Tae : “Kau adalah anakku, Jang Joon Ha. Kalau kita mati, kita akan mati bertiga. kau ingat janji kita itu kan?”
Dong Joo mengingatkan kalau airnya
sudah lama memdidih. Ia merasa tak terbiasa menggunakan benda yang baru
dipakainya. Kemudian Dong Joo langsung keluar rumah.
Ny Tae heran kenapa Dong Joo dingin terhadapnya, apa dia juga seperti itu pada Joon Ha.
Joon Ha berkata kalau Dong Joo tak ingin diganggu dan meminta ibunya membiarkannya, “Dia akan baik-baik saja!”
Ny
Tae menyandarkan kepalanya ke tubuh Joon Ha. Ia berkata kalau ia sedang
tak bisa berfikir dan Joon Ha tak perlu mencemaskannya.
Dong Joo memasukan pakaiannya ke lemari, kemudian ia mengambil benda kesayangannya.
Ya itu kantung kacang pemberian Mi Sook kecil dulu, Dong Joo tersenyum memandangnya.
Dong Joo berdiri di depan cermin, ia
mengenakan earphone dan berkata kotoran semut. “Mulai sekarang kau
kupanggil kotoran semut. Begitukah dia berbicara?”
Dong Joo memperagakan bagaimana Joon Ha bicara seperti itu padanya.
Joon Ha masuk kamar, “Apa yang kau
lakukan?” Dong Joo balik bertanya kenapa belum pergi. Joon Ha mengatakan
kalau ibu pulang lebih dulu, “Apa ada yang akan kau sampaikan?”
Dong Joo menjawab tidak ada, tapi
masih ada yang ingin ia dengar, “Apakah kau akan melamar? Kenapa kau
tegang?” Dong Joo merasa kakaknya bersikap tegang kali ini.
Joon Ha tahu ia tak bisa menutupi
rahasianya lagi dan mulai jujur. Ia sudah berbohong tentang keluarganya
yang sudah meninggal, “Sebenarnya bukan keluargaku yang sudah meninggal
tapi Bong Ma Roo!” Joon Ha minta maaf ia berjanji tak akan berbohong
lagi.
Dong Joo : “Tunggu. Jadi gadis itu benar-benar adikmu?”
“Bukan!”
jawab Joon Ha. “Dia tidak ada hubungan langsung denganku, dia putri ibu
tiriku. Jadi kami tak ada hubungan, jangan temui dia lagi!”
“Aku tak mau!” sahut Dong Joo. “Kalau
kau tak memiliki hubungan dengannya berarti aku bisa berkencan dengannya
kan?” Dong Joo memainkan kantung miliknya.
Young kyu membenturkan kepalanya ke dinding. Woo Ri memohon ayahnya jangan seperti itu, “Ini salahku. Ini salahku!” ucap Woo Ri.
Woo Ri menempelkan tangannya ke dinding tepat dahi ayahnya menyentuh dinding, “Ayah kepalamu akan sakit!”
Bukan Ma Roo bukan Ma Roo bukan Ma Roo.
Woo
Ri melepas tangan dan ayahnya kembali membenturkan dahinya ke dinding.
Buuuk kali ini ayahnya merasakan sakit di dahi. Sakit! Young kyu
memandang Woo Ri.
“Melihatmu seperti ini hatiku
lebih sakit lagi!” sahut Woo Ri. “Apa ayah suka kalau hatiku sakit?” Woo
Ri meninggikan suaranya sambil menangis.
“Tidak.. tidak.. aku tak suka, aku tak suka!” Jawab ayahnya kemudian kembali membenturkan dahinya ke dinding.
Woo Ri menangis melihatnya. Ia tak
tahan melihat ayahnya seperti ini. Ia langsung mengambil posisi di
samping ayahnya ikut membenturkan kepalanya ke dinding.
Paman Lee, Bibi Lee dan Seung Chul tak
bisa tidur karena keributan Woo Ri dan ayahnya. Mereka yang berada di
lantai bawah kesal mendengarnya.
“Young kyu kenapa belum tidur?” teriak Paman Lee. “Woo Ri kami tak bisa tidur!” teriak Seung Chul.
“Aigoo
aku sudah tak tahan lagi!” Bibi Lee terus menggerutu. “WOO RI...!” Bibi
Lee berteriak lebih keras dari pada suara suami dan anaknya.
Bibi Lee akan melabrak naik ke lantai 2
tapi Seung Chul menahannya dan berkata kalau hari ini Woo Ri sudah
mendapatkan 3 kali pukulan.
“Apa maksudmu 3 pukulan?” tanya ayahnya.
Seung Chul : “Dia sangat terpukul, kalau Woo Ri kabur nanti tinggal Paman dan Nenek!”
Paman Lee menyadari satu hal kalau Woo Ri ikut kabur juga, mereka yang akan pusing mengurus Nenek dan Young kyu.
Woo Ri senang Seung Chul akan mendapatkan uang 1500 dolar dan ingin tahu dari mana Seung Chul mendapatkan uang itu.
Seung Chul malah bertanya berapa mobil yang harus ia jual untuk mendapatkan 1500 dolar.
Woo Ri senang akhirnya Seung Chul mau menjual mobil, “Kau harus menjual 5 mobil untuk mendapatkan 1500 dolar!”
Seung Chul merangkul Woo Ri, “Kau harus berterima kasih padaku!”
Woo Ri : “Jadi dari mana uangnya?”
Seung Chul menggenggam tangan Woo Ri dan meletakkan di dadanya. Ia menatap tajam Woo Ri, “Dari sini!” ucapnya lirih.
Woo Ri : Apa?
“Tentu saja dari dalam hatiku!” Seung Chul tertawa.
“Aku
baru mulai berfikir bagaimana caranya mendapatkan uang 1500 dolar. Kita
bersama, bersama!” Seung Chul memperagakan bahasa isyarat bersama.
Paman Lee memberikan obat untuk Young
kyu dan minta segera diminum lalu tidur. Young kyu menerima dan mencium
aromanya dulu, “Ini bukan obat!” sahut Young kyu, “Ini mengandung
alkohol, alkohol itu buruk!”
Paman Lee mengatakan kalau itu tidak terlalu buruk, “Orang akan tertidur setelahnya!”
Nenek membenarkan setelah Young Kyu meminum itu pasti akan melupakan semuanya. Nenek sendiri terus minum.
Paman Lee mengancam kalau Young kyu seperti itu Woo Ri akan kabur dari rumah.
Paman menjelaskan kalau Woo Ri sudah mendapatkan 3 pukulan, “Shin Ae memukulnya, biaya rumah sakit 150 dolar!”
Nenek belum paham, 150 dolar?
Bibi Lee menjelaskan kalau pagi ini
ada tagihan rumah sakit sebesar 150 dolar, ia mengeluh kenapa tagihan
rumah sakit sangat mahal. Young Kyu ingin tahu seberapa banyak 150 dolar
itu.
Nenek marah mendengarnya, “Kenapa aku membiarkan mereka membawaku ke rumah sakit? Aku tak mau ke rumah sakit!”
Paman Lee berkata kalau Nenek
tak ke rumah sakit masalahnya tak akan selesai, “Sudah 16 tahun selalu
saja Ma Roo... Woo Ri itu tak ada hubungan darah dengan Ma Roo, bahkan
mereka tidak saling menyayangi. Karena itulah gadis itu akan pergi dari
rumah!”
Nenek menatap tajam paman Lee, “Terus
kenapa? Kenapa Woo Ri akan pergi dari rumah?” kemudian Nenek menyadari
sesuatu dan meminta putramya minum alkohol. Paman Lee mengajak sohibnya
bersulang.
Dong Joo masih beres-beres rumah barunya, Joon Ha memintanya memperhatikan dia bicara.
Dong Joo meletakkan foto dirinya dan kakek di atas piano. Joon Ha mengambil foto itu dan meminta Dong Joo memperhatikannya.
“Aku tak memerlukan bantuanmu pergilah!” seru Dong Joo.
Joon Ha : “Haruskah kau melalui semua ini?”
Dong
Joo : “Memangnya ada cara lain? Orang-orang yang tak kuingat ketika aku
kecil bukan masalah bagiku. Haruskah aku berkata pada mereka, haloo
lama tak bertemu? Menyalami mereka seperti itu?”
Dong
Joo meminta kakaknya jangan khawatir, ia tak akan menyusahkan kakaknya.
Joon Ha menegaskan kalau ini bukan tentang Dong Joo, “Ibunya tuli!"
Dong joo tertegun memperhatikan ucapan kakaknya.
Joon Ha : "Kau sudah tahu kenapa aku
harus menjelaskan ini padamu. Menderita selama 16 tahun, mengapa kau
memulainya kalau nanti akan ketahuan?”
Dong Joo : “Kalau aku tahu akan ketahuan, aku tak akan memulainya. Aku percaya aku tak akan ketahuan!”
Ny Tae mengatakan pada suaminya kalau
Dong Joo meninggalkan rumah. Setelah sekian lama tinggal di Amerika dia
tak mau mendengarkan omelan orang tuanya.
Presdri Choi : “Lalu kenapa dia kembali? Kenapa tidak tinggal di Amerika saja?”
Ny
Tae : “Kau kan sudah tua. Kau menyuruhku memanggilnya, tapi kau
menyuruhnya membantumu kerja. Harusnya kita memiliki anak lagi ketika
masih muda. Baik-baiklah pada Dong Joo. Ingatlah Dong Joo anakmu
satu-satunya!”
Ny Tae menerima telepon dari Joon Ha. katanya ia tak akan pulang, Ny Tae bertanya kapan pulang?
Presdir Choi mengingatkan istrinya walaupun dia anak dokter Jang istrinya tak perlu terlalu baik pada Joon Ha.
“Aku mengerti. Air mandinya sudah kusiapkan!” sahut Ny Tae melanjutkan percakapannya dengan Joon Ha
Joon Ha meminta ibunya tak perlu menghawatirkan Dong Joo, dia akan baik-baik saja.
Dong Joo memperhatikan kakaknya bicara tapi ia tak bisa mengetahui apa yang dikatakan kakaknya karena tak menatap langsung.
Dong Joo akan tidur dan meminta
kakaknya jangan mematikan lampu. Joon Ha memandang adiknya dan berkata
kalau ia menghubungi ibu dan akan menginap di rumah Dong Joo.
“Tak perlu kau katakan itu!” sahut Dong Joo langsung memiringkan tubuhnya.
Joon Ha tidur di samping Dong Joo. Ia mengambil remote dan mematikan lampu kamar.
“Hyung!” teriak Dong Joo bangun menyalakan lampu kecil di sebelahnya. “Mana remotenya!”
Joon Ha menopang kepala dengan tangannya, “Jangan tidur dengan lampu menyala kau akan pusing waktu kau menutup matamu!”
“Berikan padaku!” Dong Joo mengulurkan tangan meminta remote.
“Tidur saja matamu sudah merah!” tangan Joon Ha memejamkan mata Dong Joo.
“Berikan padaku!” seru Dong Joo terus meminta.
Joon Ha memegang tangan Dong Joo yang
meminta remote, “Kenapa? Apa? Apa kau mau menyentuh tanganku? Apa kau
mencintaiku?” Buwahahaha...
Aishhh Dong Joo kesal dan segera kembali menyelimuti tubuhnya untuk tidur.
Joon Ha tertawa melihat tingkah adiknya dan kembali tangannya menopang kepalanya dan menatap Dong Joo, ia menghela nafas.
“Dong Joo, aku sudah merasa nyaman dengan keadaan ini. Aku yang memilih jalan ini. Kau dan ibu akan kulindungi sampai akhir!”
Young Kyu terus minum Woo Ri meminta ayahnya berhenti minum. Semuanya sudah mulai mabuk.
Nenek menangis dalam mabuk, “Kau dimana? kenapa tidak pulang?”
“Cukup!” teriak Young Kyu mengagetkan
semuanya. “Sudah 16 tahun, 16 tahun. Ma Roo.. Ma Roo... Sampai kapan
kalian akan terus seperti ini?
Kita
semua harus melanjutkan hidup. Apakah tanpa Ma Roo kita tak bisa hidup?
apakah sekarang kita semua tak bisa hidup tanpa Ma Roo?
Anak durhaka!” Young kyu menuangkan kembali minumannya. Semua mentap terheran-heran.
“Bagaimana kalau Woo Ri pergi dari rumah?” sambung Young Kyu. “Siapa yang pergi dari rumah?” tanya Woo Ri tak mengerti.
“Ini
rumah kita, ini rumah kita!” teriak Young kyu. “Sudah 16 tahun, 16
tahun. Kenapa kita berfikir tak bisa hidup tanpa Ma Roo?”
Paman Lee : “Lihat dia, kalau mabuk pikirannya malah jadi waras!”
Karena mabuk Young kyu langsung ambruk.
Woo Ri duduk menyendiri di depan rumah ia memandang langit, “Ibu!” Ucapnya.
Kemudian Woo Ri menutup kedua telinga
dengan tangannya mencoba mendengar dengan suara hatinya, “Ibu. ibu
katakan padaku. katakanlah sesuatu. Katakanlah sesuatu Bu!” Woo Ri mulai
menangis.
Presdir Choi membuka koper
pakaian Dong Joo (kayaknya sih) kemudian ia melihat ada foto istrinya,
Dong Joo dan Joon Ha tertawa bersama.
Dong Joo dan Joon Ha masih tidur, terlihat arloji Dong Joo memberi sinyal kalau ada telepon yang berdering.
Perlahan tirai kamar terbuka. Dong Joo
merasakan silau sinar matahari pagi. Dong Joo dan Joon Ha terbangun
bersamaan. (siapa yang membuka tirainya ya? Apa otomatis gitu)
Dong Joo melihat arlojinya memberi
sinyal ada yang menelpon. Ia berkata pada kakaknya kalau udaranya segar,
apa kakaknya mau olahraga pagi.
Joon Ha mengingatkan kalau Dong Joo jangan terlalu banyak aktifitas dan menyuruhnya kembali tidur.
Dong Joo mengelilingi taman yang banyak ditumbuhi bunga-bunga. Ia juga mengenakan earphone-nya.
Ia melihat seekor burung terbang dan berusaha menerka suara yang dikeluarkan burung, crit crit crit...
Dong Joo berkeliling taman banyak pekerja yang bekerja di sana.
“Minggir
minggir!” seorang pekerja berteriak menyuruh Dong Joo menepi tapi Dong
Joo tak tahu, “Bukankah sudah kubilang minggir!” sahut pekerja.
Dong Joo duduk di taman sendirian. Ia
melihat dua orang yang bermain dengan anjing mereka. Dong Joo menirukann
suara anjing, guk guk guk.
Dong Joo kembali berjalan menikmati udara segar, ia melihat daun-daun bergerak ditiup angin, “Anginnya suaaaahhhh!”
Dong Joo kembali berjalan.
Woo Ri menggantikan ayahnya bekerja di
taman. Ia bersama dengan ibu-ibu pekerja. Ia sudah menyelesaikan
pekerjannya dan bertanya apa lagi yang harus ia kerjakan.
Ibu pekerja berkata kalau mereka akan menanam bunga dan masih banyak pekerjaan lainnya.
Ibu pekerja merasa kasihan melihat ayah Woo Ri yang sekarang sakit. Woo Ri meyakinkan kalau ayahnya hanya sakit kepala.
Ibu pekerja meminta Woo Ri mengambil
obat yang tengah mereka bungkus untuk ayah Woo Ri. Woo Ri senang dan
bertanya berapa harganya.
Ibu
penjaga bilang bawa saja karena panennya kali ini banyak. “Ayahmu kerja 3
lebih keras dari pada orang lain, tak ada yang bisa menandinginya!”
Ibu
pekerja memberikan Woo Ri beberapa bungkus tamanan obat yang mereka
panen. Woo Ri senang dan berterima kasih ia juga akan memberikannya pada
Nenek karena sering mengalami sakit kepala.
Woo Ri harus pergi ke suatu tempat, ia berdiri dan melihat Dong Joo berjalan-jalan di taman.
Woo Ri mengusap-usap matanya barangkali ia salah lihat. Ia lalu menyusul Dong Joo.
Woo Ri berjalan pelan di belakang Dong Joo, Dong Joo tak menyadari ada yang mengikutinya.
Woo Ri mengendap untuk melihat wajah Dong Joo dan itu membuat Dong Joo kaget, Ah dasar!
“Kenapa kau terkejut?” tanya Woo Ri. “Kenapa ke sini ? kau bilang kau bukan kakakku?”
Dong Joo malah balik bertanya, “Apa kau bekerja disini?”
Woo Ri menatap Dong Joo. Dong Joo
segera berlalu. Woo Ri kesal, “Kau pulang dan kau tetap tak mau
mengaku!” (Woo Ri masih mengira kalau Dong Joo itu Ma Roo) Kemudian Woo
Ri menelepon ayahnya.
Young kyu keluar kamar
terhuyung-huyung karena pengaruh mabuk semalam, ia merasakan kepalanya
sakit, Woo Ri kepalaku? Ucapnya sambil menerima telepon. Nenek tanya
Young kyu mau kemana. Young kyu berkata kalau Woo Ri menyuruhnya datang,
ia merasakan pusing di kepala.
Nenek menuruni tangga membawa bak mandi ia terus ngomel. Nenek merasakan kakinya yang sakit dan turun dari tangga sambil duduk.
Ketika Nenek sampai di luar ia bingung
mau kemana. Ia celingukan dan memandang bak yang dibawanya, Nenek
berdiri terpaku memandang rumah.
Dong Joo masih di taman dan menatap ke belakang, “Dia masih sama saja, pergi begitu saja!”
Dan taraaaaaaa
Woo Ri melompat dan berdiri dihadapan Dong Joo. Tentu saja ini mengagetkan Dong Doo.
Woo Ri langsung menunjuk, “kutangkap kau!”
Dong Joo : Apa-apaan ini?
“Aku adikmu!” teriak Woo Ri.
Dong Joo tersenyum, “Aku bukan Oppa-mu, kenapa kau mengatakan kalau aku ini Oppa-mu?”
“Kotoran semut!” ucap Woo Ri galak. “Kenapa kau selalu bilang kotoran semut, kata-kata yang hanya diucapkan oleh Oppa-ku!”
Dong Joo : “Apa aku tak boleh mengatakannya? aku bukan Oppa-mu!”
Woo Ri : “Lalu kenapa kau mencariku?”
Dong Joo : Aku?
Mata Woo Ri berkaca-kaca, “Kenapa kau ada di sini? kau pasti Oppa-ku!”
Dong Joo berkata kalau ia mencari taman botani, “Jangan ganggu aku lagi, aku akan marah!”
Dong
Joo berjalan pergi, Woo Ri masih berteriak. “Apa kau benar-benar
membenciku?” Air mata Woo Ri mulai menetes, “Apa aku masih marah padaku?
Ayah menunggumu, ayah merindukanmu. Oppa!”
“Aku takkan lagi memanggilmu Oppa tapi
jangan pergi sebelum ayah sampai disini. Biarkan ayah menemuimu
sebentar saja!” Woo Ri terus berteriak sambil menangis tapi Dong Joo tak
melihatnya.
“Apa kau masih akan tetap seperti ini selamanya?” Woo Ri lari menyusul dan langsung memegang tangan Dong Joo erat-erat.
Dong Joo langsung menepiskannya, “Apa yang kau lakukan?”
Woo Ri menahan tubuh Dong Joo meminta menunggu sebentar saja.
Dong Joo : “Ada apa denganmu? lepaskan aku!”
Woo Ri : “Oppa, aku tahu kau tak manyukaiku tapi jangan pergi dulu ada yang akan kusampaikan tunggulah dulu!”
Joon Ha berdiri di depan rumah dan
terkejut melihat Young Kyu lari-lari memanggil Woo Ri, ia tak percaya
bisa melihat ayahnya lagi di tempat ini.
Woo Ri senang ayahnya datang dan
langsung menggandeng lengan Dong Joo. Young kyu merasakan sakit di
kepalanya. Woo Ri berkata bukankah ayahnya bilang bisa mengenali Ma Roo,
“Siapa dia?”
Young kyu manatap Dong Joo, “Apa dia Ma Roo?”
Woo Ri membenarkan dan berkata kalau dia masih menyangkalnya.
Young kyu menyentuh wajah Dong Joo dan
berusaha untuk meraba. Dong Joo menepiskan tangan Young Kyu. Woo Ri
menyahut bukankah ekspresinya sama seperti dulu.
“Dia bukan Ma Roo!” sahut Young kyu. “Dia bukan Ma Roo!” Woo Ri tak percaya bukankah tadi ayahnya sudah melihat.
“Dia bukan Ma Roo, dia bukan Ma Roo!”
Woo Ri meminta ayahnya melihat sekali lagi tapi Young Kyu bersikeras kalau itu bukan Ma Roo.
Young kyu masih merasakan pusing
dikepalanya, ia jongkok memegang kepalanya. Woo Ri berkata kalau ayahnya
terlalu banyak minum dan meminta melihatnya sekali lagi. Young kyu
meyakinkan ini bukan karena alkohol, “Dia memang bukan Ma Roo, dengan
melihatnya saja aku sudah tahu dia bukan Ma Roo!”
Dong Joo kembali berjalan dan melihat Joon Ha berdiri di depan rumah menatapnya.
“Tiap hari aku melihatnya tidur, mulutnya seperti ini, matanya seperti ini. Dia bukan Ma Roo dia bukan Ma Roo!”
Bukan menatap Dong Joo tapi joon Ha menatap Young Kyu dan Woo Ri, melihat itu mata Joon Ha terlihat sedih hampir menangis.
Woo Ri meminta ayahnya melihat Dong Joo sekali lagi.
“Dia
bukan Ma Roo, ketika mata Ma Roo tertutup matanya seperti ini, alisnya
seperti ini, bibirnya seperti ini. Ma Roo tidak suka dilihat olehku jadi
aku hanya bisa memandangnya ketika dia tidur!” Young kyu hampir
menangis.
Woo Ri meminta ayahnya jangan menangis, “Ayah aku yang salah aku yang salah!”
Joon Ha tak tahan melihatnya ia hampir menumpahkan air matanya. Dong Joo memandangnya.
Tahu kalau Dong Joo melihatnya, Joon Ha mencoba menguatkan diri.
re-posted and re-edited by : dianafitriwidiyani.blogspot.com
No comments:
Post a Comment