Joon Ha menatap sedih ayahnya. Young
Kyu terus berkata kalau wajah Ma Roo seperti yang ia sebutkan. Matanya
seperti ini, alisnya seperti ini, bibirnya seperti ini.
Woo Ri sedih melihat ayahnya seperti
ini, ia mengancam kalau ayahnya masih seperti itu ia akan pergi. Young
Kyu ketakutan dan bertanya benarkah putrinya akan pergi. Ia tak bisa
kehilangan Woo Ri. “Woo Ri ayah yang salah, ayah yang salah. Jangan
pergi. Ayah yang salah!” Young Kyu kembali menangis.
Woo Ri mengaku kalau ia tak akan
pergi kemana-mana, ia hanya bercanda. Woo Ri berusaha menenangkan
ayahnya, “Ayah jangan menangis!” Woo Ri turut sedih melihat ayahnya
seperti ini.
Dong Joo memandang kakaknya, Joon Ha
melihat Dong Joo menatapnya. Untuk menenangkan diri Joon Ha segera
berlalu dari sana. Dong Joo mengejar, Hyeong!”
Joon Ha mengambil jas dan ponselnya yang berdering. Ia segera masuk mobil dan tancap gas tak memperdulikan panggilan Dong Joo.
Joon Ha menyetir dengan pikiran berkecamuk, ponselnya berdering tapi ia tak menjawabnya. Ternyata yang menelpon ibunya, Ny Tae.
Ny Tae heran apa Joon Ha sibuk. Ia pun
meninggalkan pesan, “Joon Ha ibu menunggu di sini untuk berkencan, aku
akan memberikan hadiah. Cepat datang. Dan hati-hatilah mengemudi!” Ny
Tae sendiri tengah mempersiapkan baju untuk Joon Ha.
Ponsel Joon Ha kembali
berdering, ia memakai headseat dan menjawab teleponnya. Joon Ha mengira
itu telepon dari ibunya, “Ibu maaf aku tak bisa menjawab telepon aku
sedang mengemudi!”
“Ini aku Presdir Choi!” ucap si
penelepon. Presdir Choi ingin bertemu dengan Joon Ha. Ada yang ingin ia
bahas mengenai Dong Joo. Presdir meminta Joon Ha datang ke kantornya.
Usai menelepon Joon Ha, Presdir Choi meminta Sekertaris Kim membatalkan
semua janjinya sore ini.
Dong Joo duduk melamun sendiri di meja makan. Arlojinya memberi tanda kalau ada yang panggilan masuk di ponselnya.
Dong Joo celingukan ia melihat di dinding juga terdapat gambar tanda panggilan untuk telepon. Ia segera mengambil ponselnya.
Dong Joo bersiap keluar, ia melihat Woo Ri dan ayahnya masih berada di sana.
Woo Ri memarahi ayahnya seperti
memarahi anak kecil, “Siapa itu? jangan menangis dan sebutkan namanya?”
Young kyu menggeleng menolak memberi tahu (kayak ngambeknya anak kecil
hehe) Woo Ri kesal ia meninggikan suaranya, “Ayah!” Young kyu
menyembunyikan wajahnya.
Woo Ri meyakinkan pada ayahnya, apa mungkin ia akan meninggalkan rumah. Ia ingin tahu siapa yang mengatakan itu? katakan siapa?
Young kyu : “Aku tak akan bilang, nanti Mong Goon akan marah!” (Mong Goon nama panggilan paman Lee)
Woo Ri kesal ia sudah menduganya
kalau ini perbuatan Paman Lee. Ayahnya heran dari mana Woo Ri tahu. Woo
Ri berkata kalau hanya dengan melihat saja ia tahu semuanya. Ayahnya
kembali sedih, “Aku juga hanya dengan melihat tahu kalau itu bukan Ma
Roo!” Woo Ri meminta Ayahnya jangan sedih, bukankah ia sudah minta maaf.
Ia hanya berfikir kalau dia benar Ma Roo.
Young Kyu menekankan kalau ia tidak
menangis, “Kalau aku menangis kau akan meninggalkan rumah. Aku tidak
menangis. Woo Ri tiga kali dipukul!” Woo Ri tak mengerti, “Tiga kali
apa?”
“Tiga pukulan!” Ayahnya
memohon Woo Ri jangan pergi. “Shin Ae, penipu, kesulitan biaya rumah
sakit Nenek yang 150 dolar. Aku tak akan menangis!”
Dong Joo terus memperhatikan dua orang ini.
Young
Kyu berkata walaupun ia tidak menangis tapi air matanya tetap saja
keluar. Untuk menghibur ayahnya yang tengah sedih, Woo Ri meminta
ayahnya memperhatikan karena ia akan melakukan sesuatu.
Woo Ri mengambil posisi berdiri, ia melempar sepatu yang ia pakai. Tapi ketika akan menangkapnya ia tak bisa menggapainya.
Dong Joo melihat itu, ia
teringat sahabat kecilnya melakukan hal yang sama ketika di ruang kelas
piano. Woo Ri melakukannya lagi tapi tetap tak bisa menangkap sepatunya.
Ia kesal kenapa tidak bisa.
Ayahnya menyahut bukan seperti itu
caranya, kemudian Young kyu memperagakan bagaimana sepatu di lempar dan
menangkapnya, dengan sekali saja ia langsung berhasil. Woo Ri memberikan
tepuk tangan, “Karena microphone-nya sudah ada bagaimana kalau kita
menyanyi untuk Mi Sook!”
Keduanya menyanyi ‘Di padang
rumput yang biru’ sambil berputar-putar. Ketika menyanyi keduanya
memperagakan bahasa isyarat yang sesuai dengan kaliamat yang mereka
ucapkan.
Setelah selesai menyanyi Woo Ri berkata sambil menggunakan bahasa isyaratnya, “Bagiku ketika ayah tersenyum aku sangat bahagia!”
Young Kyu tersenyum riang, “Aku juga ketika Woo Ri tersenyum aku sangat bahagia!” Dan keduanya kembali menyanyi.
Dong Joo tersenyum menyaksikannya dan bergumam, “Orang-orang bodoh!”
Shin Ae tiba di kantor polisi, ia
melihat sekeliling mencari seseorang dan ia melihat ibunya duduk di
pojokan bersandar pada bak mandi. Shin Ae mendesah dan menghampiri
ibunya, “Ibu!” Bentak Shin Ae mengagetkan Nenek yang tengah memejamkan
matanya.
Nenek bingung bertanya dimana
dirinya. Shin Ae meminta ibunya lebih fokus, “Kenapa bisa tersesat, ibu
sungguh bodoh!” Nenek membentak dan beralasan ini karena alkohol. Shin
Ae meminta ibunya jangan berteriak seperti itu membuat malu saja.
Shin Ae menarik ibunya paksa dan
hampir terjatuh. Ya ampun ini orang sama Ibunya sendiri gitu. Polisi
disana panik dan membantu Nenek berdiri. Polisi memarahi Shin Ae, “Apa
benar kau putrinya?”
Shin Ae balik bertanya apa ibunya
melanggar hukum, kenapa polisi membiarkan ibunya duduk jongkok di
pojokan. Shin Ae menyombong pada polisi kalau dia itu wanita dari Woo
Kyung.
Nenek emosi mendengar nama Woo Kyung.
Ia meminta polisi menyuruh Shin Ae pergi. Dan meminta memanggilkan
anaknya, Bong Young kyu.
Shin Ae : “Apa Ibu bercanda? Kenapa tak dari tadi memanggilnya? Kenapa memanggilku?”
Nenek : “Kapan aku memanggilmu, pergi!”
Polisi menunjukan secarik kertas yang ia temukan di kantong Nenek. Itu alamat dan nomor telepon Shin Ae.
Shin Ae mencibir bukankah ibunya
bilang mereka putus hubungan kenapa masih membawa nomor
teleponnya. Nenek beralasan kalau bukan dia yang menulisnya, “Aku tak
bisa menulis bagaimana bisa aku menulis? Kapan Young kyu menulis ini dan
manaruh di bajuku?”
Shin Ae kembali mencibir ibunya,
“Sudah miskin masih sombong!” ia menarik mengajak Ibunya pulang. Nenek
meminta Shin Ae mencarikannya bus saja karena ia sudah tak mabuk, ia
bisa pulang sendiri. Shin Ae merasa aneh ia ingin tahu apa Woo Ri sudah
mengancam ibunya.
Nenek berkata tentu saja, karena Shin
Ae sudah memukulnya Woo Ri mengancam akan pergi dari rumah. “Apa kau mau
menggantikannya menjagaku?” Shin Ae cemas ia tak mau ini terjadi.
Paman Lee tengah menonton pertandingan sepak bola di TV (kayaknya MU vs Chelsea) Seung Chul merengek pada ayahnya ingin meminjam ATM, “Aku mau membeli mobil!”
Paman Lee mangacuhkannya, Seung Chul
mencabut colokan kabel TV bahkan ia menyemburkan air liurnya ke colokan
itu. Paman Lee merebut colokan dan akan menyetel kembali TV-nya. Seung
Chul mengingatkan jangan nanti kesetrum. Paman Lee tak jadi menyetel TV,
“Apa kau ini manusia?”
Seung Chul : “Aku bukan manusia tapi mulai sekarang aku mencoba menjadi manusia!”
Paman Lee : “Apa memiliki mobil akan merubahmu menjadi manusia? Kalau tak memiliki tujuan untuk apa memiliki mobil?”
Seung
Chul ngomel karena tak memiliki mobil ia tak bisa kemana-mana, “Ayah
belikan aku mobil. Kita bisa jalan-jalan dengan Woo Ri!”
Paman Lee tak paham, “Apa maksudmu kita?”
Tiba-tiba Woo Ri masuk dan menatap
marah, “Lee Seung Chul!” Woo Ri memperlihatkan berkas pada Paman Lee dan
bertanya apa yang tertera disitu tanda tangan Paman Lee atau bukan.
Seung Chul salah tingkah ia akan kabur. Paman Lee sewot, “Si bodoh ini!”
Paman Lee menaboki putranya, “Anak nakal kenapa kau memalsukan tanda
tangan ayahmu!”
Seung Chul makin sewot, “Kalau
begitu ayah tuntut saja aku, kalau Ayah menuntutku anakmu ini akan masuk
penjara!” Woo Ri marah apa dia menyuruh untuk menjual mobil ke ayah
Seung Chul sendiri. Ia kesal kenapa semuanya jadi seperti ini.
Shin Ae mengantar Nenek pulang. Woo Ri
tanya Nenek dari mana bukankah seharusnya ada di rumah. Nenek
menjawabnya galak ia baru saja dari luar mencari udara segar. Nenek
memandang Shin Ae, “Siapa yang menyuruhmu masuk? cepat keluar!”
Shin Ae bicara manis pada Paman Lee ia meminta tolong agar keluarga Lee menjaga Nenek.
Shin Ae dan Woo Ri bicara berdua di
kamar. Ia manatap marah Woo Ri, kalau bukan karena dia Nenek akan tetap
terkapar di pinggir jalan.
Shin Ae mengingatkan Woo Ri supaya
jangan sampai menyesal, “Hewanpun tahu berterima kasih kau tak boleh
seperti ini. Apa kau tahu bagaimana Nenek menjagamu? Aku tak mendapat
sepeser-pun uang darinya. Uang hasil jualan sayur di pasar semuanya
untukmu dan Young Kyu. Kalau kau mau menghindari hutang budi, kau akan
dihukum di neraka.
(Ucapan Shin Ae ini sebenarnya lebih pantas untuk diirinya sendiri-dasar dodol)
Woo Ri mengangguk mengerti. Shin
Ae kembali berkata, biar bagaimanapun juga Nenek sangat memperhatikan
kalian, setelah kejadian yang dulu ingatannya sudah berkurang. Bagaimana
dia bisa kembali normal setelah kehilangan Ma Roo.
Woo Ri berkata tanpa Shin Ae bicara
seperti itu pun ia sudah membawa Nenek ke rumah sakit, “Bibi aku minta
maaf tapi bisakah kau pinjami aku uang?”
Shin Ae mencibir, “Apa kau tak
tahu malu dalam keadaan seperti ini kau masih bisa mengatakan uang?
untuk apa? apa kau mau kabur dengan uang itu?”
Nenek ingin tahu apa yang dibicarakan keduanya di kamar. Ia menguping.
Woo Ri tanya apa maksudnya kabur. Ia tak bisa hidup tanpa Nenek dan Ayahnya. Ia meminta Shin Ae jangan sembarangan bicara.
Shin
Ae menambahkan kalau saat ini Nenek sudah tua, usianya tak lama lagi.
Kehilangan ingatan bukan penyakit. Orang tua memang seperti itu, jangan
membuang-buang uangmu untuk itu. Biarkan saja dia di rumah dan jangan
sampai keluar lagi.
Nenek mendengar semuanya, tatapan matanya mulai sedih. Ia tak menyangka putrinya sendiri mengatakan ini.
Terdengar Seung chul memanggil
Woo Ri. Nenek segera masuk ke kamarnya. Seung Chul melihat Nenek masuk
kamar. Ia menatap heran, “Nenek!” panggilnya sambil membuka pintu kamar
Nenek.
Seung Chul melihat Nenek sudah berbaring, “Nenek apa kau sudah tidur?” Nenek diam memejamkan matanya menahan tangis.
Setelah Seung Chul menutup pintu Nenek membuka matanya. Air matanya terus mengalir, ia menangis tak bersuara.
Ny Tae duduk melamun di tangga
rumahnya, Dong Joo datang membuyarkan lamunannya. Dong Joo tak melihat
ibunya duduk di tangga, ia langsung mencari ibunya ke kamar tapi kamar
itu kosong. Dong Joo berbalik dan melihat ibunya duduk di tangga, “Ibu
kau di situ?”
Ny Tae bangkit dari duduknya dan
berkata kalau ia sudah menunggu Dong Joo dan janji makan siangnya juga
sudah terlewat. Ia meminta Dong Joo melihat berkas yang dibawanya. Dong
Joo membuka amplop yang diberikan ibunya. Itu sebuah proposal rencana
bisnis, Proyek Kosmetik Woo Kyung ‘Energy Cell’ Dong Joo tanya, apa ini?
Ny Tae menjelaskan kalau di
dalamnya sudah ada CD, ia meminta putranya melihat dulu sebelum
menunjukannya di rapat. Jangan lupa minta tolong pada Joon Ha untuk
mengecek ulang. Setelah itu tunjukan pada Min Soo. Karena hal ini sangat
sensitif jadi tunjukan pada Min Soo.
Dong Joo memberikan kembali berkas
yang baru diterimanya dan berkata kalau itu sudah sia-sia, “Persiapan
untuk proyek itu sudah kuselesaikan!” Ny Tae berkata tidak ada salahnya
Dong Joo menerima bantuan, kenapa tiba-tiba ingin mengerjakannya
sendiri.
Ny Tae : “Selama ini kau sudah
di tolong Joon Ha. Min Soo adalah ketua periset. Kenapa tak kau tunjukan
materi ini kepada Min Soo, kau jangan menyangkal tentang keadaan
dirimu!”
Dong Joo : “Menyangkal apa? Bukankah
ibu bilang aku tak ada masalah. Ibu bilang aku baik-baik saja. Karena
ibu aku nyaris katahuan! Joon Ha-Hyeong, biarkan dia melakukan
pekerjannya sendiri. Aku tak mau dia terus menjadi malaikat pelindungku.
Aku bisa melakukannya sendiri!”
Ny Tae tak bisa melakukannya, “Supaya ibu tak khawatir Joon Ha harus berada di sampingmu, lakukan saja apa yang ibu katakan!”
Dong joo : “Tak bisakah ibu mempercayaiku? Aku bisa melakukannya sendiri. Aku bisa melakukan apa saja seperti Joon Ha!”
Ny Tae meminta Dong Joo jangan membandingkan diri dengan Joon Ha.
Ny Tae : “Walau orang lain tak tahu
kenyatannya tapi kau mengetahuinya, kau tuli. Jangan salahkan ibu, kau
juga ingin hidup seperti ini. Bukankah kau ingin mengambil alih
perusahaan Kakek? Bukankah kau ingin kembali ke situasi semula? Selagi
kita seperti ini apa kau pikir apa yang sedang Choi Jin Chul lakukan?”
Ny Tae penuh emosi bertanya bagaimana kita bisa mengembalikan warisan kakek?
“Sepertinya
kita memerlukan tanda tangan Choi Jin Chul untuk memindahkan hak milik
Taman Botani padamu!” Nya Tae membanting berkasnya dengan kesal.
Ny Tae masuk kamar dan membanting pintu kamarnya, ia langsung duduk lemas di ranjangnya.
Joon Ha berada di ruangan Presdir
Choi. Presdir terus memperhatikannya. Joon Ha merasa terhormat sudah
diundang ke kantor Presdir. Joon Ha memandang plat nama yang ada di meja
Presdir Choi dan tersenyum. Ia bertanya apa Presdir senang duduk di
kursi itu, kalau ia sendiri akan merasa terbebani.
“Kau mirip anakku!” sahut Presdir Choi.
Joon Ha : Apa?
Presdir Choi : “Cara bicara Dong Joo ketika masih kecil, aku menyukai masa itu!”
Joon Ha : “Apa anda ingin bertanya tentang Dong Joo?”
Presdir choi : “Sebelum itu, kau dan Dong Joo diperlakukan seperti Kakak adik, kenapa aku tak pernah melihatmu?”
Joon Ha berkata kalau Presdir
sangat sibuk, “Ketika anda mengunjungi Dong Joo anda hanya bertemu
sebentar lalu pergi. Apakah dengan begitu anda akan sempat melihatku?”
Joon Ha merasa penasaran pada Presdir
Choi karena Dong Joo tak pernah menceritakannya, tapi ia malah mendengar
cerita tentang kakek. Presdir heran apa Dong Joo bercerita tentang
Kakek pada Joon Ha.
Joon Ha berkata bukan Dong Joo yang
cerita, bukankah Dong Joo kehilangan ingatannya. Ia mendengarnya dari
ibu. Ia mendengar kakek meninggal ketika Dong Joo kecelakaan. Presdir
penasaran apa Dong Joo tahu kalau meninggalnya Kakek berkaitan dengan
kecelakaan dirinya. Joon Ha menjawab kalau Dong Joo tidak tahu. “Ibu dan
aku berjanji akan selalu merahasiakan ini!”
Presdir semakin penasaran dengan sosok Jang Joon Ha, “Apa kau sangat dekat dengan istriku?”
Joon Ha : “Benar. Aku dijadikan anak olehnya!”
Presdir : “Bagaimana dengan orang tuamu sendiri?”
Joon Ha : “Orang tuaku? Mereka sibuk dengan pekerjaan sosial mereka jadi mereka menitipkan aku pada ibu dan Dong Joo!”
Dong Joo masuk ke ruangan ayahnya dan
terkejut melihat kakaknya juga ada di sana. Ayahnya tanya kenapa Dong
Joo datang. Dong joo berkata kalau kedatangannya untuk balik nama
kepemilikan Taman Botani, ia memerlukan tanda tangan ayahnya.
Dong Joo memberikan suratnya dan
bertanya haruskan ia kembali nanti karena ia melihat ayahnya sibuk.
Joon Ha berkata tak usah karena mereka juga tengah membicarakan Dong
Joo, ia meminta adiknya duduk.
Dong Joo ingin tahu apa yang sedang
dibicarakan. “Kami sedang bercanda. Kenapa?” Ucap Joon Ha sambil memukul
kaki adiknya. Dong Joo membalas. Presdri Choi menatap keakraban
keduanya.
Setelah keluar dari ruangan Presdir,
Dong Joo berkata kalau ia tak menyangka Kakaknya berada di kantor
setelah pergi begitu saja.
Joon Ha : “Apa maksudmu pergi begitu saja?”
Dong
Joo tak memperhatikan apa yang diucapkan Joon Ha. Ia meminta kakaknya
mengulang apa yang barusan dikatakan. Joon Ha kesal, apa lihat-lihat
Dong Joo memperlihatkan muka menangisnya Joon Ha ketika di rumah, “Kenapa kau begini, Kak?”
Dong Joo berbisik di telinga Joon Ha, ada apa itu?
“Aku tak mau bilang!” ucap Joon Ha.
“Dong Joo!” tiba-tiba ada yang
memanggil. Joon Ha langsung berbalik mencari sumber suara. Sementara
Dong Joo sendiri tak tahu ada yang memanggilnya.
Joon Ha menyentuh tangan adiknya untuk
berbalik memandang orang yang memanggil. Ternyata Direktur Kang yang
memanggil, Dong Joo memberi hormat. Direktur Kang tanya apa kedatangan
Dong Joo ke kantor untuk bertemu dengan Presdir Choi. Dong Joo
membenarkan. Joon Ha langsung melanjutkan jalannya membiarkan Dong Joo
bicara dengan Direktur Kang. Dong joo memanggil Kakaknya tapi Joon Ha
terus saja pergi.
Direktur Kang menginginkan kapan-kapan ia ingin mengajak Dong Joo makan siang bersama. “Kau mirip aku ketika masih muda!”
Presdir Choi berada di ruangannya
bersama Direktur Kang. Ia menilai kalau Dong Joo memang tak
mengingatnya. Kalau dia ingat Direktur Kang tak akan berada dalam posisi
seperti sekarang ini. Menurut Direktur Kang walau bagaimanapun ini
merupakan hak Dong Joo.
Presdri marah kenapa Direktur Kang
bicara seperti itu. Perusahaan tak akan jadi seperti ini tanpa dirinya.
Uang perusahahan malah digunakan untuk membeli Taman Botani, “Apa kau
pikir kau diberi posisi ini untuk bicara seperti itu?”
Dir kang : “Semua orang tahu kalau ini hasil rekayasa Tae Yeon Suk!”
Presdir meninggikan suaranya, “Dia menginginkan Dong Joo sebagai pemilik Taman botani!”
Presdir
meminta Dir Kang jangan menganggap remeh mereka (Ny Tae dan
anak-anaknya) Sejak mereka pergi setelah kecelakaan itu istrinya
benar-benar berubah.
Dir Kang ; ‘Dengan semua kejadian bagaimana mungkin dia tidak berubah, saham perusahannya diambil orang!”
Presdri tahu Dir Kang menyindirnya, “Bukankah kau juga sudah mendapatkan bagian yang cukup!”
“Woo Kyung sukses karena darah dan
keringatku!” teriak Presdir Choi. “Siapa yang menyuruhmu menggunakan
uang perusahaan sesukamu. Aku dengar kau suka menghambur-hamburkan uang.
Berapa banyak uang yang di pakai olehmu!”
Presdir meminta Dir Kang mengawasi mereka. Taman Botani harus tetap di bawah kendalinya. Nama pemiliknya tak bisa berubah.
Presdir kemudian bertanya apa Dir Kang
sudah menyelidiki Jang Joon Ha. Dir Kang menjawab kalau ia tak bisa
melakukannya dengan menggunakan telepon perusahaan.
Presdir marah, “Apa sebenarnya yang kau lakukan? Setiap melihat anak itu aku jadi emosi. cepat selidiki dia!”
Direktur Kang mencari tahu melalui putrinya, Kang Min Soo (jadi dia anaknya Dir Kang)
Min
Soo menjelaskan kalau Joon Ha itu seorang pemuda yang jenius. Dia
terkenal di kampusnya. Dia lulus lebih cepat, dia seorang spesialis.
Lebih dari itu dia juga memenangkan kontes perdagangan saham.
“Apa dia tertarik dengan
bisnis?” tanya ayahnya. “Memangnya kenapa? Dia kan dokter!” ucap Min
soo. Dunia kedokteran tak akan melepasnya.
Dir Kang : “Bukankah dia dokter di rumah sakit? kalian pasti sudah saling kenal!’
Min Soo tak ingin mengatakan
lebih banyak lagi. Ia berteriak kalau ada keadaan darurat. Ia beralasan
memiliki pasien darurat (Min Soo dokter bukan ya?)
Min Soo ternyata tengah bersama Ny
Tae. Ia berkata ayahnya mengira kalau dia masih di Amerika. Ny Tae tanya
apa Min Soo tak merasa bersalah sudah mengabaikan ayahnya seperti itu.
Min Soo : “Tentu saja aku merasa bersalah, tapi harus bagaimana lagi! Aku aku bermimpi....”
Ny Tae tersenyum, “Aku berharap memiliki putri seperti dirimu!”
“Kalau begitu jadikan aku menantumu!” sahut Min Soo dengan pedenya.
Min Soo melihat irisan buah dan
mengundinya. Joon Ha Dong Joo Joon Ha Dong Joo. “Mereka bilang lebih
baik Dong Joo!” kata Min Soo mengambil buah terakhir undiannya.
Ny Tae : “Kenapa? Apa kau tak menyukai Joon Ha?”
Min Soo tak yakin, ketika di Amerika
Joon Ha tapi setelah pulang ia merasa Dong Joo lebih baik. Ny Tae ingin
tahu apa Min Soo kenal baik dengan Joon Ha. Min Soo menjawab tentu saja
mereka teman dekat, “Dia tampan, Cerdas, Supel dan suaranya seksi!”
Ny Tae mencoba sampel kosmetik dikulitnya.
Joon Ha datang dan terkejut melihat Min Soo ada bersama ibunya. Min Soo berkata kalau produk hasil test-nya sudah keluar.
Nya
Tae melihat dandanan Joon Ha dan marah, “Sekali kau diluar perhatianku
kau terlihat berantakan!” Ia meminta Joon Ha mengganti pakainanya.
Sambil naik ke kamar Ny Tae tanya apa tidur Joon Ha enak, apa Dong Joo mengganggunya.
Min Soo melihat Ny Tae sangat perhatian pada Joon Ha.
Joon Ha keluar dari kamar mandi ia
melihat ibunya tengah menyiapkan pakaian untuknya. Joon Ha memandang ibu
angkat yang sangat perhatian padanya.
Ia kemudian teringat ayahnya yang pagi tadi ia lihat di rumah Dong Joo, ternyata ayahnya paham betul bentuk wajahnya.
Ny Tae meminta Joon Ha bergegas menemui Min Soo, “Setelah itu pakai pakaian ini dan pergi bersamaku!”
Joon
Ha tanya mau kemana. Ny Tae menjwab bukankah ia sudah mengatakannya
akan membelikan hadiah untuk Joon Ha, “Ku-investasikan perusahaan
kepadamu. Kau akan menadatanganinya sendiri karena kau Presdirnya!”
Joon Ha heran kenapa harus ia yang mengelola perusahaan.
Ny
Tae : “Setelah kita mendapatkan kembali Woo Kyung, Dong Joo bisa
mengelolanya sendiri. Walapun aku tak menyukainya Dong Joo hanya akan
menjadi Presdir pajangan. Kau-lah yang sebenarnya pengelola Woo Kyung.
Untuk itu dari awal posisimu harus kuat!”
Ibunya tanya kenapa tadi Joon Ha
tak menjawab teleponnya, ia sudah meninggalkan pesan suara. Ny Tae
membantu mengeringkan rambut Joon Ha dengan handuk.
Joon Ha lupa mengatakannya ia tadi ke kantor Woo Kyung. Presdir Choi memintanya bicara tentang Dong Joo.
Ny Tae terkejut, “Lalu? jadi kau tak
menjawab teleponku dan pergi ke sana?” Joon Ha takut ibunya akan
khawatir. Ny Tae marah, bukankah Joon Ha harus melaporkan semua padanya.
Ia tak suka kalau ada yang disembunyikan.
“Orang itu, Choi Jin Chul. Kau
tahu apa yang dilakukannya di belakangku. Kau tahu itu terjadi pada Dong
Joo dan aku. Dia akan mencelakakanmu juga. Aku tak tahu harus bagaimana
kalau kau celaka!”
Ny Tae ketakutan, Joon Ha menenangkan ibunya.
“Joon Ha dia benar-benar menakutkan!” sahut Ny Tae. Joon Ha berjanji lain kali ia akan memeberi tahu ibunya.
Young Kyu membangunkan ibunya untuk
segera makan, “Ibu kau harus makan supaya bisa sebesar ini. Kami banyak
makan dan jadi besar. Tapi ibu kenapa tidak tumbuh dan hanya segini
saja!” (hahaha dasar)
Nenek tak mau makan dan meminta meninggalkannya sendiri.
Woo Ri masuk kamar Nenek membawakan makanan, “Nenek kenapa tak mau makan? Apa kau sakit?”
Young kyu cemas mendengarnya, “Ibu. Apa ibu sakit?”
Mendengar putranya mencemaskan dirinya Nenek langsung bangun, “Siapa bilang aku sakit? Aku tak sakit!”
Nenek
berkata pada Woo Ri kalau ia tak perlu ke rumah sakit lagi. “Kalian
urus urusan kalian, biarkan aku mengurus makananku sendiri!”
Young Kyu meminta ibunya cepat makan karena ia harus segera Taman Botani dan Woo Ri harus ke toko ayam Paman Lee.
Paman Lee masuk ke kamar Nenek
dan melihat Woo Ri masih di sana. Paman meminta Woo Ri cepat mengirim
ayam ke toko. Melihat kondisi Nenek, Woo Ri merasa ia tak bisa pergi
hari ini.
Paman Lee : “Bong Woo Ri haruskah kau seperti ini, aku harus menonton pertandingan sepak bola!”
Mendengar itu, Nenek ingin ikut nonton pertandingan bersama Paman Lee, “Pasti menyenangkan!” sahut Nenek.
Young Kyu ke taman malam-malam.
Langkahnya terhenti ia melihat Dong Joo akan melepas gambar yang ia
tempel di dinding. Ia meminta jangan di copot, kalau di copot Ma Roo tak
akan pulang.
Young Kyu mengarahkan senter ke wajah Dong Joo, “Kau kan anak yang mirip Ma Roo?”
Dong Joo berkata kalau gambar itu
jatuh jadi ia menempelkannya kembali. Young Kyu melihat Dong Joo membawa
plester dan plester itu menempelkan gambarnya. Ia mengucapkan terima
kasih. Dong Joo langsung pergi.
Young Kyu memanggil, “Anak yang
bukan Ma Roo. Anak yang bukan Ma Roo!” Dong Joo tak tahu kalau Young Kyu
memanggilnya. Young kyu lari mendekat.
“Anak yang bukan Ma Roo!” Young kyu mengarahkan senter ke wajahnya sendiri hahahaha. Kemudian keduanya jalan bersama.
Young Kyu mengamati bunga-bunga, ia menunjukan pada Dong Joo bunga apa saja yang ada di sana.
“Ini
kuku kaki bunga plum. Aku juga punya kuku kaki. “Ini kuku kaki Bong
Young Kyu, ini bunga plum jadi namanya kuku kaki bunga plum!”
Young Kyu heran bukankah kalau malam
hari petugas melarang orang luar masuk, “Kenapa sekarang bisa?” Dong Joo
berkata kalau ia hanya mau datang.
Young kyu memperlihatkan bunga yang ada di depannya yang terlihat sangt cantik kalau malam hari, “Kau beruntung datang!”
“Ya aku beruntung!” jawab Dong Joo.
Young kyu mengapit senter di
kepalanya. Ia membetulkan letak tanah pada bunga itu. Ia berkata kalau
bunga-bunga ini harus diberi selimut biar tidurnya nyenyak. “Bong Woo Ri
adalah putriku aku selalu menyelimutinya!”
Dong Joo tersenyum melihat Young
Kyu, ia mengambil senternya dan menyorotkan sinarnya ke bunga, “Apa
yang terjadi kalau seperti ini?” Young Kyu tersenyum senang.
Woo Ri lari-lari ke taman membawa
makanan untuk ayahnya. Ia melintasi rumah kediaman Dong Joo (tapi Woo Ri
belum tahu kalau itu rumah Dong Joo)
Langkah
Woo Ri terhenti ia mendengar alunan suara piano. Nada suara yang ia
kenal. Ya itu nada yana Dong Joo ajarkan padanya dulu.
“Apa aku tak salah dengar?” Woo Ri menatap rumah indah itu.
Kemudian
Ia kembali lari tapi langkahnya kembali terhenti alunan suara itu
muncul lagi. Woo Ri langsung mendekat ke arah rumah karena penasaran.
Suara piano itu berhenti. Woo Ri
sampai di jendela besar, ia mulai mengintip dan melihat ada piano di
sana tapi tak ada orang yang memainkannya.
Woo Ri merasa ini aneh, ia
segera melanjutkan jalannya. Tapi sesaat kemudian kembali terdengar
suara piano dengan nada yang sama. Woo Ri langsung berbalik ke jendela
untuk mengintip lagi dan melihat siapa yang memainkannya.
Ternyat Dong Joo bersembunyi di samping tembok, ia bisa melihat Woo Ri yang tengah mengintip. Dong Joo tersenyum melihatnya.
Di sebelah Woo Ri, ayahnya juga melakukan hal yang sama, mengintip. Hahaha.
Young Kyu berkata kalau ia mencium aroma makanan. Woo Ri terkejut melihat ayahnya sudah berada di sampingnya.
Woo Ri tanya siapa yang tinggal di rumah ini. Young kyu berfikir kemudian ia mengangkat kedua tangannya ‘tanyakan pada bintang’
Dong Joo tertawa melihat tingkah anak dan ayah ini.
Woo Ri berkata kalau ada suara piano yang mirip dengan lagunya dari rumah ini. “Piano apa itu?” tanya ayahnya.
“Yang dulu kumainkan waktu aku masih kcil!” jawab Woo Ri. La la la la la la la la la
Ayahnya masih belum ingat, kemudian Woo Ri memperagakan ketika ia bermain pianika.
Young Kyu ingat, tapi keduanya berdebat tentang suara nadanya. Keduanya segera pergi dari rumah Dong Joo.
Joon Ha memeriksa Proposal rencana pengembangan bisnis kosmetik Woo Kyung.
Woo Ri yang tengah membersihkan kolam
terkejut mendangar berita dari manajer penanggung jawab taman, “Kenapa
tak bilang padaku!” ucap Woo Ri.
Manajer heran kenapa ia harus memberitahukan ini pada Woo Ri, aku kan bosnya.
Woo Ri Kesal, “Kita tak akan bekerja disini kalau pemilik taman ini adalah Woo Kyung!”
Manajer kemudian mengingatakan jangan
pernah mendekati rumah itu. Istri Presdir Woo Kyung baru saja
membelinya, itu Guest House miliknya.
Woo Ri tanya, siapa tamu itu?
Manajer menjawab kalau dia itu
tamu VIP. “VIP tertulis di keningnya. Kau tak akan tahu kalau dia
datang. Tidak kau tak bisa bertemu dengannya!”
VIP manajer kembali mengeja sambil mendorong kepala Woo Ri.
Ponsel Woo Ri berdering, ada yang mengajaknya bertemu.
Woo Ri bertemu seorang pria yang ingin membeli lukisan ayahnya di sebuah restouran.
Di restouran itu Dong Joo dan Min Soo juga ada di sana. (apa orang yang bersama Woo Ri itu suruhannya Dong Joo)
Min Moo berkata kalau sertifikat
kelulusan test sudah didapatkan, tes pengaman sudah dilakukan. Sekarang
tinggal menyelesaikan design dan pembuatan kemasannya, “Bagaimana
kelanjutannya?”
Dong Joo tak memperhatikan apa
yang diucapkan Min Soo. Ia memandangi Woo Ri yang berada di lantai
bawah. Min Soo menatap Dong Joo.
Dong Joo malah tanya bagaimana pendaapat Min Soo apa semua sudah beres.
“Apanya yang beres? Bukankah aku
tanya bagaimana kelanjutannya? Bukankah kau pemimpinnya? dan kau yang
memutuskan semuannya!” Min Soo sewot.
Dong Joo meminta Min Soo memeriksa lagi semuanya.
Min
Soo : “Semua sudah kuperiksa dan kuteliti, semua berjalan sesuai dengan
rencana. Kelanjutannya bagaimana apa kau tak punya waktu?”
Dong Joo tak menjawab ia kembali
menatap Woo Ri dan tersenyum. Melihat itu Min Soo kesal, “Apa sekarang
waktunya tertawa?” Min Soo tak menyadari Woo Ri ada di restouran yang
sama.
Min Soo mengusulkan bagaimana
kalau mereka membantu Bong Woo Ri mencari saudaranya, “Jika Woo Kyung
ditugaskan mencari orang apakah bisa segera ketemu?”
Dong Joo tak menjawabnya. Min Soo makin kesal. Dong Joo kembali memperhatikan Woo Ri.
Woo Ri membaca berkas persetujuan hak paten design. Woo Ri tanya yang warna kuning ini apa merk-nya.
Pria di depan Woo Ri mengatakan kalau
perusahannya masih baru jadi namanya agak berbeda. Ia berani menjamin
kalau produknya akan meledak di pasaran. “Produk ini akan menjadi hebat
selama gambar ini menghiasi kemasannya!”
“Tapi ini bukan perusahaan Woo Kyung kan?” Tanya Woo Ri.
Pria itu menegaskan kalau nama perusahaannya adalah Energy Cell Colour Cosmetics
Woo
Ri masih merasa aneh, “Kenapa kau tiba-tiba muncul menawarkan hak paten
gambar itu? dan juga kalian berdua sama-sama perusahaan kosmetik!”
“Tapi anda memilih kami kan Nona Bong Woo Ri?”
“Nona?” Woo Ri ge er dirinya dipanggil nona hehe.
“Kami harus menghormati namamu karena kau mau menandatangani kontrak!” pria itu memberi hormat.
Woo Ri terus terang tapi bukan
bermaksud sombong. Walau bagaimana pun ayahnya seorang designer, “Gambar
ini apa kau bisa membayangkannya dengan menutup matamu?”
“Jadi ini gambar ayahmu, bukan gambar anda!”
Woo Ri mengangguk.
“Siapa nama ayah Anda?”
“Bong ja Young ja Kyu ja!”
Pria itu heran dengan 3 nama yang disebutan Woo Ri. “Nama ayahku adalah designer Bong Young Kyu!”
“Biar adil 300 tak masalah kan? Kalau terlalu kecil kami akan menambahkan!” Ucap Pria itu.
Woo Ri senang mendengarnya tapi ia
berkata kalau uang tidak penting. Jika ia berada diposisi ayahnya.
Ayahnya hanya mau mengambil 500 won.
Dong Joo yang berada di lantai 2 tersenyum melihatnya.
“Kenapa? Karena ayahku lebih mencintai bunga dari pada uang!” sambung Woo Ri.
“Jadi apakah 500 won?” tanya pria itu.
Woo Ri menggeleng, “Tidak kurang dari 3 juta won. Bisakah kau mentranfer segera ke rekeningku?”
Woo
Ri masih memliki satu permintaan lagi, “Ketika kosmetiknya sudah
diproduksi tolong kirimkan padaku aku 3 set. Untuk keluarga Seung Chul,
untuk keluargaku dan untuk Oppa-ku, bisakah kau mengirimkannya?”
Di luar restouran Woo Ri senang bukan
main, ia bisa mendaptakan uang hasil menjual gambar ayahnya. Ia langsung
menelepon ayahnya dan berkata kalau ia mendapatkan uang 3 juta won.
Pria tadi langsung menemui Dong Joo dan Min Soo.
“Kim Bi kapan kau sampai?” tanya Min Soo.
Kim Bi langsung menyerahkan berkas persetujuan hak paten pada Dong Joo, “Apa ini sudah cukup bagus?”
Min Soo penasaran apa itu. Dong Joo langsung memberikan berkas itu ke Min Soo, “Ini sudah cukup bagus kan?”
“Apa ini? Kau membeli gambar Bong Woo Ri? Bagaimana bisa?” Min Soo heran. “Katanya dia tak mau menjualnya ke Woo Kyung!”
“Aku sudah membantu menemukan Bong Ma
Roo!” sahut Dong Joo. Kemudian ia kembali menatap Woo Ri yang masih
loncat-loncat kegirangan mendapatkan uang.
Semuanya berada di halaman rumah, Young kyu asyik dengan kertas gambar dan crayon warnanya.
Paman Lee, Seung Chul dan Nenek menikmati daging panggang.
Nenek berkata kalau Woo Ri sangat beruntung, “Semua orang mendengar kalau dia mendapatkan 3 juta won!”
“Kalau tidak ada dia bagaimana kita bisa makan daging selezat ini!” Sahut Paman Lee.
Seung Chul menawari Nenek satu gelas minuman, tapi Nenek menolak.
“Dulu aku minum karena sedih, aku tak akan minum alkohol lagi!” ucap Nenek.
Bibi Lee tiba ia penasaran apa
benar Woo Ri menjual lukisan ayahnya. Nenek menjelaskan kalau Woo Ri
menjualnya di perusahaan kosmetik.
Young Kyu menggebrak meja, “Ya Tuhan
kalian berisik sekali aku tak bisa melukis, kalau terus seperti itu aku
tak bisa kerja. Setiap orang harus bekerja untuk hidup!”
“Ayahnya Woo Ri apa kau sedang menggambar sesuatu?” tanya Bibi Lee.
Nenek segera meralat ucapan Bibi Lee, “Ayahnya Woo Ri apa. Mulai sekarang kita harus panggil dia guru, Guru Young Kyu!” hahaha
Paman Lee tertawa, “Bukan guru Young Kyu tapi Profesor Designer!”
Young Kyu mengamati gambar bunganya, ia merasa warna merahnya terlalu merah.
Seung Chul tak melihat Woo Ri, “Dimana dia? banyak daging di sini!”
Young
Kyu mengatakan kalau Woo Ri ke rumah sakit membayar tagihan rumah sakit
Nenek. Seung Chul kesal harusnya Woo Ri bilang padanya, “Ini seharusnya
menjadi perayaan kami berdua!”
“Apa maksudmu berdua?” Tanya ibunya.
Paman Lee berkata kalau Woo Ri sudah mencarikan pekerjaan untuk Seung Chul.
“Apa Woo Ri sekarang tidak lari dari rumah?” tanya Bibi Lee curiga.
“Apa Woo Ri bilang akan lari dari rumah kapan?” Nenek balik bertanya.
Young
Kyu berkata kalau Paman Lee yang bilang begitu bukan Woo Ri yang
bilang. Nenek sudah tahu itu dan Woo Ri bilang akan mencari Ma Roo.
Mendengar nama Ma Roo disebut Young Kyu jadi sedih.
Seung Chul langsung mencairkan suasana, “Profesor designer kau mau melukis kan?”
“Ya Ma Roo akan kembali dan dia akan terkejut melihat ayahnya menjadi pelukis!” seru Paman Lee semangat.
Nenek meminta Young Kyu jangan menangis, mereka akan mencari Ma Roo. Lebih baik Young Kyu melukis saja.
“Ternyata dia memliki bakat yang luar bisa!” seru Bibi Lee. “Kenapa baru menyadarinya sekarang?”
“Kalau dari dulu mungkin sekarang kita sudah menjadi kaya!” sambung Paman Lee. Nenek menatap haru putranya.
Woo Ri lari-lari di rumah sakit, ia
langsung menuju reseptionis untuk membuat jadwal janji dengan dokter.
Petugas tanya siapa nama pasiennya.
“Hwang Soon Geum!” ucap Woo Ri.
Petugas berkata kalau si pasien harus menjalani MRI dan MRA.
Woo
Ri meminta dijadwalkan untuk keduanya. Petugas bilang ia harus
menyesuaikan dengan jadwal dokter terlebih dahulu. Woo Ri tanya mana
dokternya.
Semua dokter berkumpul dalam satu ruangan. Woo Ri membuka pintu melongokkan kepalanya.
Woo Ri melihat dokter Jang Joon Ha tengah memberikan presentasi di depan. Woo Ri tersenyum memandangnya.
Dong Joo menambahkan beberapa ikan ke
aquarium. Ia mengmati ikan-ikan dan mulai menyebutkan namanya. Ka Na Da
Ra Ma Ba Sa A Ja Ca Ka Ta Pa
Woo Ri masih menunggu dokter yang ia cari di depan ruang pertemuan. Ia mulai lelah dan mengantuk.
Joon Ha masih memberikan presentasi di depan para dokter.
Dong Joo terus menyebut nama-nama ikannya dengan huruf abjad.
Pertemuan para dokter selesai, Jang
Joon Ha mendapat banyak pujian. Joon Ha melihat di depan ruangan Woo Ri
jongkok tertidur. Ia memperhatikannya sebentar tapi kemudian ia pergi
dari sana tanpa membangunkan Woo Ri.
Woo Ri tebangun dan melihat para
dokter berjalan berlalu. Woo Ri bertemu dengan dokter yang memeriksa
Nenek kemarin dan berkata kalau ia sudah menunggu dari tadi. Dokter
tanya ada masalah apa.
Woo Ri mengatakan kalau ia sudah
membuat jadwal untuk pemeriksaan Nenek. Woo Ri memberikan ramuan obat
herbal dari Taman Botani untuk dokter, “Tolong rawat Nenekku dengan
baik!”
“Kau menunggu dari pagi hanya untuk memberikan ini?” tanya dokter.
“Benar. Ini kelihatannya seperti biasa-biasa saja tapi ini obat herbal yang bagus untuk penyakit apa saja!” jelas Woo Ri.
Dokter : “Bukankah ini lebih baik untuk Nenekmu?”
Woo Ri garuk-garuk kepala ia akan memberikan pada Neneknya nanti. Ia kemudian bertanya apa dokter Jang Joon Ha sudah pergi.
Woo Ri menitipkan satu bungkus
obat herbal untuk dokter Jang Joon Ha karena ia tak tahu kapan bisa
bertemu dengan dokter Jang lagi.
Woo Ri sadar sudah terlalu malam ia bergegas.
Woo Ri lari-lari mengejar bus tapi
tapi apa daya bus-nya sudah berangkat, “Ahjussi tunggu!” Woo Ri cemas
bagaimana ia harus pulang. Itu Bus terakhir.
suara klakson mobil mengagetkannya. Woo Ri kesal apa ini.
Jrenggg di dalam mobil itu ternyata
Joon Ha, “Masuklah!” perintah Joon Ha. Woo Ri melongo ke kaca mobil dan
senang bertemu Joon Ha.
Joon Ha menyuruh Woo Ri masuk ke mobilnya. Woo Ri menolak karena rumahnya sangat jauh.
Joon
Ha berkata kalau ia tak mengantar Woo Ri ke rumah. Ia akan mengantar
hanya untuk mengejar bus-nya. Woo Ri akhirnya masuk ke mobil Joon Ha.
Woo Ri melihat bus yang akan
dinaikinya. Ia bergumam kalau naik taksi pasti sangat mahal. Bus-nya
menjauh Woo Ri meminta Joon Ha mengendarai lebih cepat tapi Joon Ha
mengendarainya lambat.
Joon Ha tanya dimana halte selanjutnya. Woo Ri berterima kasih Joon Ha mau mengatar sampai ke halte selanjutnya.
Woo Ri mencemaskan keadaan rumah
pasti ayah dan Neneknya sudah menunggu di rumah. Ia meminta Joon Ha
lebih cepat lagi karena bus terakhir pati tidak mau menunggu terlalu
lama di halte.
Joon Ha ingin tahu kenapa Woo Ri datang ke rumah sakit hari ini.
Woo Ri berkata kalau ia minta jadwal
untuk MRI dan MRA Neneknya. Ia tiba-tiba punya uang, “Rasanya ibuku
membantuku dari surga. Menurutku ibuku tahu segalanya. ‘Bunga diatas
peta’ lukisan karya ayahku kujual 3 juta won di perusahaan kosmetik
Energy Cell!”
Joon Ha terkejut mendengar nama perusahaan yang akan ia bangun bersama Dong Joo, “Apa nama perusahannya?”
“Energy Cell!” jawab Woo Ri. “Sekarang belum terkenal tapi nanti akan terkenal!”
Woo Ri melihat bus-nya pergi, ia
memohon pada Joon Ha untuk mengendarai lebih cepat. Woo Ri merasa mobil
Joon Ha ini bisa berjalan sampai dengan 185 km/jam.
Joon Ha langsung tancap gas dan ngebut. “Busnya disana!” sahut Woo Ri.
Joon Ha : “Aku akan mengantarmu ke Bucheon!”
“Apa?” Woo Ri terkejut Joon Ha thau di mana rumahnya dan akan mengantar sampai ke rumahnya.
“Saudaraku
tinggal di sana aku akan menengoknya!” Joon Ha memberi alasan (Tapi
emang iya kawasan Taman botani rumah Dong Joo kan berada di wilayah
Bucheon)
Dong Joo menatap layar laptop sambil memainkan katungnya. Ia tengah menyiapkan bahan untuk presentasi di rapat nanti.
Dong Joo mengingat masa lalunya ketika ia meminta Mi Sook kecil menyebutkan nama dan Mi Sook kecil bilang belum memiliki nama.
Dong Joo memandang kantungnya dan tersenyum, “Bong Woo Ri!”
Woo Ri merasa perbuatannya dengan
muncul di TV adaah perbuatan bodoh dan Joon Ha pasti juga melihatnya.
“Seperti itu kan kau tahu kalau aku tinggal di Bucheon!”
Joon Ha diam saja.
Woo Ri : “Walau bagaimana pun semuanya tidak benar keluargaku tak memiliki tanah itu!”
Joon Ha tetap diam.
Woo Ri memandang jam tangan Ma Roo dan bergumam, “Aku jadi malu pada semua orang gara-gara Seung Chul!”
Woo Ri terus ngoceh kalau saat itu ia tak ada pilihan lain. Tapi ocehannya tak ditanggapi Joon Ha.
Wakakaka kesel juga kalau omongan kita di kacangin.
Merasa apa yang ia ucapkan tak
ditanggapi Woo Ri membenturkan kepalanya ke jendela mobil. Joon Ha
memperhatikannya, “Apa menurutmu Oppa-mu akan mengenalimu dan kembali?”
Joon Ha mulai menanggapi semua omongan Woo Ri.
Woo
Ri membenarkan, “Kata Seung Chul kita tak boleh menunjukkan kemiskinan
kita. Jadi aku meminjam pakaian. Gaun merah itu, gaun itu tidak jelek
kan?”
Joon Ha tersenyum. Woo Ri
memperhatikannya, ia merasa Joon Ha mirip seseorang. Kemudian Woo Ri
memberanikan diri bertanya, “Sejak kapan anda memutuskan untuk menjadi
dokter?”
Joon Ha : “Kenapa kau tanyakan?”
Woo Ri : “Oppa-ku juga ingin menjadi dokter sejak dia masuk SMP!”
Joon Ha berkata kalau ia ingin menjadi dokter sejak kecil karena ayahnya juga seorang dokter.
Woo Ri kembali memandang jam tangan Ma Roo, Joon Ha melihat sekilas.
Woo Ri kembali bertanya, “Setiap aku
melihat seseorang aku selalu mengira dia kakakku. Apa itu sebuah
penyakit? Kalau aku minta disembuhkan berapa biayanya? Karena kau dokter
bisakah kau menolongku?”
Joon Ha : “Kuberi tahu obatnya!”
Woo Ri penasaran, “Apa itu?”
Joon
Ha : “Lupakan saja. Aku ikut merasakan betapa menyakitkan mengingat
tentang dirinya. Solusi yang tepat adalah melupakan dia!”
Woo Ri lemas, “Kau benar. Itu mungkin
yang terbaik, tapi ada yang ingin kukatakan padanya. Kalau bertemu dia
ada yang ingin kukatakan!”
Joon Ha memberhentikan Woo Ri di
jalan. Ia tanya apa tak apa apa turun disini. Woo Ri berkata kalau
rumahnya sudah tak jauh dari sini dan berterimakasih karena sudah
mengantar.
Woo Ri keluar dari mobil, Joon Ha ikut keluar dan memanggilnya, “Bong Woo Ri-ssi!”
Joon Ha berkata ingin tahu apa yang
ingin Woo Ri sampaikan kalau bertemu kakaknya, “Kau akan gila kalau
menyimpannya dipikiranmu. Ungkapkanlah padaku!”
Woo Ri : “Tapi bagaimana bisa aku mengungkapkannya padamu?”
Joon Ha beralasan menganggap ini sebagai pengobatan karena ia seorang dokter.
Woo Ri memandang Joo Ha dan mulai
bicara serius, “Hey. Kau tak mau menjadi Oppaku? aku juga juga tak mau
menjadi adikmu. Apa kau itu kakakku? Kakak seperti apa kau? Kenapa kau
tak pulang? Kalau aku menyimpan ini (jam tangan). Kalau aku simpan ini
dan menunggu, kau bilang kau akan kembali.
Joon Ha melihat jam tangannya.
Mata Woo Ri mulai berkaca-kaca memandang Joon Ha, “Oppa aku menunggumu. Tapi kenapa kau tak pulang? Kenapa? kenapa?”
Woo Ri mulai menagis, “Ayah dan Nenek menunggumu setiap hari dan merindukanmu. Tahukah kau sakitnya mereka (karena menunggumu)?
Apa kau tahu berapa lama aku menunggumu? Apa kau tahu betapa sakitnya menunggumu?
Mata Joon Ha berkaca-kaca mendengarnya. Ia akhirnya tahu apa yang Woo Ri rasakan ketika menunggunya pulang.
“Apa yang kau ingin aku lakukan? Bong Ma Roo kau brengsek!”
Aku sudah banyak menangis bahkan air mataku sudah habis. Kau memang brengsek!
“Hey
Bong Ma Roo!” Woo Ri meninggikan suaranya, “Bong Ma Roo Bong Ma Roo Si
kaki ayam, kotoran anjing, kotoran kucing, kotoran semut!” Woo Ri
mengumpat.
“Aku sudah selesai!” sahut Woo
Ri selesai mengungkapkan semuanya. “Seperti yang kau bilang rasanya
melegakan, terimakasih sudah mengantarku pulang!” Woo Ri pamit.
“Woo Ri-ah!” Panggil Joon Ha menghentikan langkah Woo Ri.
“Maafkan aku!” ucap Joon Ha.
Woo Ri berbalik badan memandang Joon Ha.
“Maafkan aku Woo Ri!” Joon Ha hampir manangis.
Air mata Woo Ri semakin deras mendengar Joon Ha mengatakan ini.
re-posted and re-edited by : dianafitriwidiyani.blogspot.com
No comments:
Post a Comment