Tae Joon mendatangi ruangan Hyun Joo (ibu Hyung Joon), tak mempedulikan tatapan Hyun Joo yang penuh
kegembiraan padanya. Anak buah yang menjaga Hyun Joo berkata kalau Hyun Joo
sudah tak sabar untuk bertemu dengannya.
Tae Joon mengatakan kalau itu pasti, karena ia telah
membiarkan dia hidup. Ia menyuruh anak buahnya untuk mendandani Hyun Joo
seperti orang normal, karena akan ada orang yang datang menemuinya.
Hyung Joon mendatangi kedai minum tempat Soo Yeon pernah minum,
tapi tak ada Soo Yeon di sana. Ia menghampiri meja tempat Soo Yeon dulu duduk,
dan menyadari di cuaca dingin seperti ini, meja ini adalah tempat yang paling
dingin. Tapi ia tetap saja duduk dan memesan sebotol soju.
Ia mengirim pesan pada Soo Yeon : Zoe, aku berada di tempat
yang kau sukai. Datanglah kemari setelah semua pekerjaanmu selesai. Ia tersenyum,
tapi tetap menggigil kedinginan
Masih dalam tidurnya, Jung Woo bergerak membuat kancing yang
ia pegang akan jatuh. Soo Yeon menadah ke bawah tangan Jung Woo, mencegah
kancing itu jatuh, tapi ternyata Jung Woo malah menggenggamnya.
Dan ia juga membuka mata. Soo Yeon terkejut, tapi Jung Woo
lebih terkejut lagi. Ia memanggil namanya sehingga Soo Yeon buru-buru bangkit.
Tapi Jung Woo menarik ujung roknya, “Kenapa kau ada di sini?”
Pertanyaan yang sama saat Jung Woo remaja sadar dari pingsan
saat ia diculik. Dan ia yang remaja saat itu menjawab ‘untuk menyelamatkanmu’ namun ia sekarang menjawab dalam hati,
“Karena aku merindukanmu. (Aku ingin menemuimu)”
Terdengar suara Mi Ran masuk ke dalam ruangan, sehingga Soo
Yeon buru-buru berdiri dan dengan cepat menutup tirai kamar, menyembunyikan
Jung Woo yang hendak menyusulnya berdiri di belakang tirai.
Soo Yeon mengomentari ruangan yang baru saja ia masuki, yang
merupakan tempat Mi Ran tidur saat ia capek setelah bekerja. Mi Ran mengiyakan
dan Soo Yeon menjauhi ruangan itu agar Mi Ran tak mendekati ruangan yang masih
ada Jung Woo di dalamnya, dan memandangi gaun putih yang ada di manekin.
Mi Ran tersenyum dan bertanya apakah Soo Yeon masih ingat
dengan gaun itu? “ Ini adalah karya pertama Zoe, bukan?”
Soo Yeon mengiyakan. Ini adalah karya pertamanya, walau ia
masih belum pintar, kemampuan menjahitnya masih kurang dan ia sering tertusuk
jarum, “Tapi sangat menyenangkan melihatnya lagi. Aku tak dapat melupakannya,”
Soo Yeon menatap gaun itu dan menyentuhnya, “Satu.. satu.. semuanya.”
Di dalam Jung Woo mendengar perkataan Soo Yeon, “Aku selau lelah,
hingga aku tak mau mengingatnya. Tapi setelah aku melihatnya lagi sekarang,
rasanya sangat menyenangkan melihatnya lagi.”
Soo Yeon bertanya pada Mi Ran, jika ia bekerja di butik ini,
apakah ia dapat melihatnya sesekali? Tentu saja Mi Ran sangat girang dan mengatakan
kalau tak hanya sesekali, Zoe dapat mengambil seluruh ruangan ini. Jika ia akan
bekerja dengan Zoe, ia akan berusaha semampunya.
Saat Soo Yeon meminta segelas air. Mi Ran yang masih senang,
langsung mengiyakan dan pergi mengambilkannya.
Jung Woo yang mendengar semua perkataan Soo Yeon, menatap
kancing yang sedari tadi ia genggam dan melihat bayangan Soo Yeon di balik tirai
tapi tak masuk.
Di balik tirai tanpa memandang Jung Woo, Soo Yeon berharap kalau
Jung Woo tak terluka lagi, “Aku.. sekarang.. baik-baik saja.”
Terdengar suara pintu terbuka, dan Jung Woo yang sudah ada
di belakang tirai langsung membukanya dan menarik Soo Yeon ke dalam, membawanya
untuk bersembunyi di balik dinding.
Dengan berbisik, Jung Woo berkata kalau besok
ia akan melupakan, “Hari ini saja. Hanya hari ini.”
Mi Ran heran dengan Soo Yeon yang sudah menghilang, dan
hendak mencarinya ke dalam ruang tidurnya.
Jung Woo dan Soo Yeon panik
mendengar langkah kaki Mi Ran, tapi untungnya Mi Ran menerima telepon, sehingga
ia langsung keluar kamar dan mematikan lampu.
Soo Yeon meminta Jung Woo untuk minggir, tapi Jung Woo
mengatakan kalau ia tak dapat melupakan dan meminta Soo Yeon untuk melakukan
sesuatu untuknya.
Dulu saat ia mengantarkan Soo Yeon pulang dengan bis dan
bertemu dengan keluarga Soo Yeon untuk pertama kalinya, Soo Yeon pasti tak tahu
kalau saat ia makan, rasanya seperti tercekik karena mendengar keluarga Soo
Yeon membicarakan ciuman pertama, “Karena di dalam bis.. denganmu.. kupikir itu
adalah pertama kalinya bibir kita bertemu. Kau pasti tak tahu, kan?”
Soo Yeon terpana, dan menatap Jung Woo. Tangannya terulur,
ingin menyentuh pipi Jung Woo, tapi Jung Woo menangkap tangannya,
menggenggamnya dan berkata, “Jadi.. jangan terkejut. Karena ini adalah bukan
yang pertama kalinya di antara kita.”
Dan Jung Woo pun menciumnya. Tak seperti saat ciuman pertama
mereka di bis, karena kali ini Soo Yeon tidak tidur dan membalas ciumannya.
Jung Woo memandangi Soo Yeon dan berbisik memanggilnya, “Soo
Yeon-ah..”. Dan kata-kata yang hanya pernah Soo Yeon tulis di buku harian
terngiang lagi di benak Soo Yeon , “Aku menyukai Jung Woo. Jung Woo ya..
bagaimana denganmu? Jung Woo ya.. saat salju turun, apa yang akan kau lakukan?”
Jung Woo remaja: “Aku akan menemuimu. Aku hanya memiliki seorang teman. Lee Soo Yeon.” |
Hyung Joon meminum soju dan mengernyit merasakan pahitnya
soju yang mengalir di tenggorokannya dan mengeluh, “Apa manisnya soju ini?”
Ia mendapat telepon dari Mi Ran yang menanyakan keberadaan
Zoe. Ia langsung bangkit mendengar Zoe yang hilang, namun karena buru-buru, tak
sengaja ia menyenggol tongkatnya hingga terjatuh.
Ia buru-buru mengambil
tongkat itu. Dan ia mendengar Mi Ran memanggil Zoe. Hyung Joon langsung
mendekatkan handphonenya ke telinga. Betapa kagetnya karena mendengar Mi Ran
juga memanggil Jung Woo dan bertanya apa yang sedang mereka lakukan.
Jung Woo berterima kasih pada Mi Ran yang tak menerima teleponnya (sehingga
ia dapat datang kemari dan bertemu dengan Soo Yeon –dee) namun besok ia minta
Mi Ran untuk mengangkat teleponnya, karena besok ia akan kembali.
Mi Ran memanggil-manggil Zoe, dan pegawainya mengingatkan
kalau Mi Ran belum memutus pembicaraan dengan Harry. Mi Ran kaget dan buru-buru
berbicara di handphone lagi. Tapi ia bingung, bagaimana menutupi hal ini.
Tapi Harry berkata kalau Mi Ran pasti kaget, karena
sebenarnya ia, Zoe dan Jung Woo saling berteman, “Bahkan mereka berjanji untuk
minum bersamaku.”
Mi Ran kaget mendengar kalau mereka bertiga saling mengenal.
Dengan ramah, Harry bertanya apakah Jung Woo dan Zoe sudah keluar? Kalau
begitu, mereka berdua pasti sedang menuju kemari untuk menemuinya. Hyung Joon
pun langsung mengakhiri pembicaraan.
Setelah tak berbicara lagi, terlihat kalau Hyung Joon sangat
geram.
Jung Woo mendapat telepon dari Harry dan Soo Yeon yang
melihatnya, meminta Jung Woo agar ia saja yang bicara dengan Harry. Tapi Jung
Woo menolak dan mengatakan karena ini handphonenya, maka ia yang akan
menjawabnya.
Harry tahu kalau Jung Woo sekarang sedang menyetir yang
berarti ia tak mabuk dan mengajak Jung Woo untuk minum bersama. Tapi Jung Woo
menolaknya karena ia sekarang sedang bersama dengan Soo Yeon, “Aku telah
menemukannya.”
Harry tersenyum dan menyelamatinya, namun meminta Jung Woo
untuk memberikan handphone itu pada Zoe. Jung Woo berkata kalau ia tak tahu
dimana Zoe dan memintanya mencari Zoe. Ia akan menelepon Harry lagi besok.
Dan ia mematikan handphonenya, menatap Soo Yeon dan
melanjutkan perjalanannya.
Hyung Joon tertawa kecil, namun matanya tak tertawa dan
berkata, “Menarik..”
Sepanjang perjalanan, Jung Woo menggenggam tangan Soo Yeon.
Soo Yeon mendengar alarm Jung Woo berbunyi namun Jung Woo tak mematikan, malah
memanggil Soo Yeon berulang kali, hingga Soo Yeon harus memanggil namanya untuk
menghentikannya, “Han Jung Woo..”
“Chajatta (Aku menemukanmu.. ),” kata Jung Woo tersenyum dan
menatapnya. Ia pun kembali memanggil nama Soo Yeon berulang-ulang hingga Soo
Yeon tersenyum. Namun kali ini Soo Yeon membiarkannya.
Mereka telah sampai di taman bermain yang dulu selalu mereka
datangi. Jung Woo seakan terpesona menatap wajah Soo Yeon yang tersenyum saat memandangi
taman bermain.
“Soo Yeon ah..”
“Hmm..”
Tatapan mereka bertemu dan Jung Woo tak dapat menutupi
kecanggungan yang tiba-tiba muncul karena Soo Yeon menjawab panggilannya dengan
kalem. Ia buru-buru keluar dan berkata, “Ayo kita keluar.”
Tapi ia tak menyadari kalau ia masih menggenggam Soo Yeon,
hingga Soo Yeon pun tertarik ke arahnya, menyenggol tuas wiper, sehingga wiper
langsung menghapus air hujan yang tidak turun.
Jung Woo buru-buru menunduk hingga kepalanya membentur
kepala Soo Yeon yang masih ada di dekatnya.
Aihh…
Keduanya sama-sama mengusap kepalanya dan tertawa geli.
Soo Yeon sudah duduk di ayunan dan terkejut saat merasakan Jung
Woo menyelimutinya dengan selimut yang ia ambil dari mobil. Dan Jung Woo pun
tersenyum menggodanya, “Ahh… jadi seperti ini wajahmu sekarang.”
Soo Yeon teringat kalau itulah yang diucapkan Jung Woo saat
remaja saat ia tak pernah menyembunyikan wajahnya. Namun kata-kata itu sekarang
juga mewakili kalau wajah Soo Yeon sekarang sudah berubah dari yang dulu.
Duduk
di ayunan itu, ia bertanya, “Apakah ayunan ini bertambah kecil? Atau karena
kita sudah bertambah besar.”
“Aku juga tak dapat berayun lebih tinggi lagi, karena kakiku
selalu terseret di tanah,” jawab Jung Woo.
Soo Yeon memandangi Jung Woo dan berkata kalau Jung Woo tak
pernah berubah dari saat mereka remaja dulu. Sedangkan Jung Woo merasa Soo Yeon
sangatlah cantik saat mereka bertemu pertama kali.
Soo Yeon kaget mendengar pujian Jung Woo. Dengan nada
bercanda, Jung Woo berkata “Saat kau memberikan payung itu kepadaku, kau
benar-benar sangat cantik. Benar. Benar-benar cantik,” Soo Yeon tersipu
mendengarnya. Dengan nada lebih serius, Jung Woo melanjutkan, “Juga sekarang.
Kau tak pernah berubah. Kalau seperti ini caramu bersembunyi dariku, apakah kau
pikir aku tak langsung mengenalimu?”
Soo Yeon menunduk dan mengayunkan ayunannya perlahan.
Ayunannya terhenti saat Jung Woo berkata, “Aku menyesal, maafkan aku.”
Soo Yeon menoleh dan memandang Jung Woo yang berkata kalau saat
ini ia tak akan mengatakan kata-kata itu. Karena saat ini, kata-kata yang ingin
ia keluarkan adalah jawaban yang pernah Soo Yeon tanyakan di buku hariannya, “’Aku
menyukai Han Jung Woo’, ‘aku benar-benar menyukainya’, ‘Jung Woo ya.. bagaimana
denganmu?’ Apa yang kau tuliskan di buku harian itu, aku ingin menjawabnya
sekarang.”
Jung Woo menatap Soo Yeon dan berkata, “Aku menyukaimu. Lee
Soo Yeon, aku menyukaimu.” Ia mendesah lega dan berkat kalau ia sekarang merasa
waktu akhirnya bisa berjalan kembali. “Lima belas, dan sedetik, dua detik, tiga
detik..”
Soo Yeon menatap Jung Woo dan berterima kasih karena masih
menyukainya, “Masa laluku yang penuh dengan kenangan buruk, juga kejadian malam
itu. Dan kau masih menyukaiku, terima kasih,” ia menunduk dan berterima kasih
karena Jung Woo tak melarikan diri karena benci padanya. Semuanya ini masih
cukup berat ia terima, “Jung Woo ya.. hingga akhir kau membuat kenangan manis,
terima kasih.”
Tapi Soo Yeon melanjutkan, “Harry, selama 14 tahun ini,
adalah satu-satunya keluargaku dan juga satu satunya temanku. Dan suatu hari,
kita akan menikah. Han Jung Woo, Lee Soo Yeon yang kau sukai, tak dapat kembali
sendiri dengan meninggalkan Harry.”
Jung Woo terpana, menyadari kemana arah pembicaran Soo Yeon.
Ia memanggil namanya lagi, tapi Soo Yeon, tanpa menatap Jung Woo berkata, “Kita..
akhiri saja sampai di sini.”
Soo Yeon buru-buru berdiri dan berkata kalau Harry pasti
sudah menunggunya dan ia harus segera kembali.
Jung Woo melihat Soo Yeon berjalan meninggalkannya. Ia teringat
saat remaja ia mencari Soo Yeon dan menemukannya di taman, bersembunyi
ketakutan dan malu. Ia teringat saat itu ia mengajak Soo Yeon untuk menjadi
temannya.
Maka ia berteriak, “Jadilah temanku!”
Soo Yeon terkejut. Ia menghentikan langkahnya, dan mendengar Jung Woo
melanjutkan permintaanya, “Jika tak mungkin sebagi Lee Soo Yeon,” dan Soo Yeon
mendengar langkah Jung Woo yang mendekatinya dan sekarang berdiri di
hadapannya.
“Zoe Lou, jadilah temanku.” |
Jung Woo menggenggam kancing, seolah menjadi jimat, dan
berkata dalam hati, “Jika aku seperti ini, kau tak akan pergi, kan?”
Soo Yeon menatap Jung Woo dan memanggil namanya. Dan kali
ini Jung Woo menjawab panggilan itu dengan berkata, “Zoe.”
Soo Yeon mengendarai mobilnya dan sampai ke depan gerbang.
Tapi ia tak langsung masuk.
Hyung Joon menatap mobil Soo Yeon dari kamera CCTV, menunggu
Soo Yeon membuka gerbang.
Kata-kata Jung Woo yang mengatakan kalau Jung Woo
menyukainya, terngiang kembali di telinganya. Ia juga teringat permintaannya
untuk mengakhir hubungan mereka sekarang karena ia tak bisa meninggalkan Harry.
Dan Hyung Joon melihat Soo Yeon memundurkan mobilnya dan
pergi kembali. Sia-sia ia berteriak pada CCTV, memanggil Zoe untuk kembali
karena Zoe tak mendengarnya.
Soo Yeon ternyata kembali ke sekitar rumahnya, dan melihat
lampu jalan yang masih berkedip-kedip terang dan redup. Ia melompat, memukul
tudung lampu itu, dan seketika itu juga lampu itu menyala terang. Ia tersenyum
puas dan berkata memarahi lampu itu, “Sudah kukatakan kan kalau berkedip-kedip
itu lebih menakutkan daripada benar-benar gelap.”
Jung Woo sepertinya tertidur di kantor polisi dengan semua kenangan
pada Soo Yeon yang masih menempel dalam ingatannya. Tak sadar, ia menggigil
kedinginan.
Lima belas. Satu detik, dua detik, tiga detik..
Soo Yeon mulai menghitung langkah dari lampu jalan, dan
berjalan menuju rumahnya. Dan saat hitungannya sampai 213, ia sudah sampai di
depan rumahnya, “Sekarang hanya butuh 213 langkah untuk sampai ke rumah.” Ia
tersenyum sedih dan berkata, “Hari ini, semuanya akan berakhir.”
Ia berbalik untuk kembali, tapi ada sesuatu yang menarik
perhatiannya.
Tulisan tangannya yang ada di dinding tangga. Tulisan yang
dulu ia tulis dengan menggunakan bata merah.
Namun tulisan itu tak memudar, malah semakin jelas dengan
setiap goresan yang sudah tercetak di dinding, seperti digurat ribuan kali
dengan bata merah.
Ia menangis, menyentuh guratan di dinding. Dalam hatinya
bertanya pada Jung Woo, apakah Jung Woo tahu? Ia tak menangis karena ia sedih,
tapi karena angin yang bertiup.
Dari kejauhan Soo Yeon mendengar suara wanita yang sedang
menelepon seseorang. Eun Joo. Eun Joo mengeluh kalau Jung Woo tak pernah
menelepon mereka lagi setelah Jung Woo keluar dari rumah ini.
Soo Yeon langsung bersembunyi, tapi ia mendengar kata-kata
Eun Joo yang ternyata sedang berbicara dengan Detektif Joon. Eun Joo tak tahu
bagaimana dengan kelanjutan penyelidikan pembunuhan ayahnya, Detektif Kim. Eun
Joo juga mengajak Detektif Joon untuk mengunjungi makam ayahnya di tebing akhir
minggu ini.
Soo Yeon terpana mendengar kata-kata Eun Joo, dan menyadari apa
yang terjadi pada Detektif Kim.
Soo Yeon menatap lampu jalan yang sekarang terang benderang.
Ia tak menyadari kalau Hyung Joon sedang memandanginya di dalam mobil.
Hyung Joon melihat kalau Soo Yeon mengambil handphonenya. Ia
bersiap-siap menerima telepon dari Soo Yeon, tapi handphonenya tak kunjung
berbunyi.
Ternyata Soo Yeon sedang menelepon Jung Woo, tapi tak
berhasil menghubunginya.
Hyung Joon melihat kalau Soo Yeon menelepon lagi, dan kali
ini ia menatap handphonenya, menunggu
handphone itu berbunyi, tapi handphonenya tetap gelap tak ada panggilan masuk.
Ia geram melihat handphonenya tak berbunyi dan menatap Soo
Yeon yang masih menempelkan handphone di telinga, jelas menunjukkan kalau ia
menghubungi seseorang, “Bodoh! Aku .. hanya membutuhkan satu. Dirimu.”
Jung Woo mencuci muka di toilet dan menatap kaca, memuji
dirinya sendiri, “Han Jung Woo, kerja yang bagus. Apa salahnya hanya menjadi
teman? Jangan serakah. Sudah cukup kalau kau menemukan gadis itu.”
Seniornya muncul dan Jung Woo mencoba bersikap normal dan
bertanya tentang rekening yang dipinjam untuk Sekdir Nam gunakan. Apakah
Detektif Joon menemukannya?
Detektif Joon malah menggerutu pada Jung Woo yang tak
menyalakan handphone semalaman, “Kupikir kau telah diculik oleh wanita lain,
makanya..” ia berhenti dan menatap Jung Woo serius, “Kenapa kau saat itu menelepon
Zoe dan bukannya aku?”
Jung Woo pura-pura polos dan seolah juga bingung mengapa ia
melakukan itu, mengaku kalau saat itu ia dalam pengaruh obat, “Jadi aku tak
ingat.”
LOL. Dan Jung Woo pun buru-buru kabur dari kamar mandi,
membuat Detektif Joon mengejarnya dan berteriak, “Bohong-bohong-bohong..”
Jung Woo menyalakan handphonenya yang mati dan betapa
shocknya dia melihat rentetan miscalled baik dari Zoe maupun dari Harry. Tapi
dari Zoe lah yang ia pikirkan. Ia berteriak, membuat Detektif Joon ingin tahu
mengapa Jung Woo berteriak hanya dengan melihat handphonenya saja. Seniornya
itu langsung menebak kalau teriakan Jung Woo pasti ada hubungannya dengan Zoe.
Tapi Jung Woo langsung menutupinya dengan pura-pura cool,
walau bergumam heran, “Kenapa dia telepon, ya?”
Detektif Joon langsung mencolek semua bagian tubuh Jung Woo
untuk memberitahukan apa hubungannya dengan Zoe, “Ayo cerita-cerita-cerita!”
Untung saja atasan mereka datang dan memarahi detekif Joon yang
selalu mengganggu Jung Woo. Ia menyuruh
mereka mengusut perampokan di toko perhiasan di Daechi. Jung Woo mengatakan
kalau ia akan mengusut kasus kematian Michelle Kim terlebih dahulu. Tapi
menurut atasan Jung Woo, kematian Michelle Kim bukanlah karena pembunuhan.
Maka Detektif Joon pun menjelaskan kalau menurut Harry,
kematian tantenya itu sedikit mencurigakan. Ada dokumen yang menyatakan kalau Michelle Kim meminjamkan
sebesar 3 milyar won yang belum ia terima saat ia mati.
Detektif Joon memberitahu kalau mereka belum berhasil
menghubungi si kreditur itu yaitu Sekdir dari Bank Sangil, yang mungkin sudah
melarikan diri. Tapi Sekdir itu menerima uang dengan menggunakan nama yang
berbeda, “Bank Sangil.. Sepertinya ada yang mencurigakan tentang bank itu.”
Sang atasan melirik Jung Woo yang sedikit tak nyaman
mendengar kalimat terakhir Detektif Joon, dan ia meminta Jung Woo untuk
berbicara hanya berdua saja. Detektif Joon pun langsung tersadar betapa lancang
mulutnya tadi, dan menatap Jung Woo dengan penuh rasa sesal, “Jung Woo, aku
lupa..”
Jung Woo hanya berkomentar pendek, “Robek saja mulutmu
itu.”
“Aku sedang berusaha merobeknya,” kata Detektif Joon
mematuhi saran Jung Woo dan menarik mulutnya lebar-lebar berkali-kali.
LOL. Awas, benar-benar robek tuh mulut.
Atasan Jung Woo menanyakan apakah Jung Woo baik-baik saja,
mengingat bank ayahnya sekarang sedang mendapat masalah, dan Jung Woo harus
menyelidiki masalah ini juga.
Jung Woo mengatakan kalau ia sebenarnya mengenal si debitur itu, bahkan
si debitur itu sempat mengirim SMS terakhir kalinya. Hal itu malah
membuatnya khawatir, karena menurut SMS-nya, jika ia menemukan Soo Yeon
maka ia
akan terluka karenanya, “Jadi, saya harus menemukan orang itu.”
Hyung Joo yang sekarang memakai baju formal, menangkap udara
dan seolah mengagumi barang yang tak kasat mata yang ada di telapak tangannya.
Kemudian muncul seorang photografer yang langsung mengambil gambarnya.
Dan setelah itu, gambar itu muncul di dalam koran halaman
depan, dengan tulisan “Orang hilang : hubungi 010 – 62… Jelas ini adalah usaha
Tae Joon untuk menarik Hyung Joon, yang ia duga adalah pengirim miniatur sepeda
itu, untuk muncul.
Mi Ran muncul dan Tae Joon memberitahukan istrinya kalau
Kang Hyung Joon telah muncul. Mulanya Mi Ran tak ingat nama itu, tapi ia segera
sadar nama itu adalah adik tiri Tae Joon. Tae Joon memperingatkan agar Mi Ran
dan Ah Reum berhati-hati, karena ia tak ingin ada kasus kejadian Jung Woo di
masa lalu terjadi lagi. Kali ini ia akan menangkap Hyung Joon, jadi ia minta Mi
Ran untuk berhati-hati.
Hyung Joon duduk di ruang rahasianya ditemani sebotol
alkohol. Teman chattingnya mengirimkan sebuah foto dengan pesan : Han Tae Joon sudah memulai aksinya. Apakah
kau sudah membaca koran?
Hyung Joon terbelalak melihat foto ibunya dan sangat geram
karena Tae Joon mencoba menipunya dengan menariknya keluar menggunakan ibunya
yang sudah mati. Teman chatting Hyung Joon merasa kalau foto itu seperti foto
baru dan bertanya bukankah ibu Hyung Joon sudah mati?
Hyung Joon menulis kalau Tae Joon masih menganggap dirinya
berusia 12 tahun dan meminta temannya untuk tak tertipu dengan permainan
anak-anak ini. Ibunya sudah mati.
Teman itu memberitahukan kalau Tae Joon memasukkan nama Kang
Hyung Joo di sebuah rumah sakit jiwa. Apakah itu pesan yang meminta Hyung Joon
untuk keluar? Hyung Joon tertawa sinis. Ia tahu kalau Tae Joon ingin sekali
menangkapnya, tapi tak seharusnya Tae Joon menggunakan nama ibunya yang sudah
meninggal.
Apa yang harus
kulakukan? Han Tae Joon, Hwang Mi Ran, Sekdir Nam, Kang Sang Chul, Kang Sang
Deuk, Michelle Kim. Bantulah aku, agar Jung Woo bisa menangkap Han Tae Joon dengan benar.
Teman chatting Hyung Joon menyanggupinya.
Soo Yeon menelepon, mencari-cari Hyung Joon. Tapi handphone
Hyung Joon tak aktif. Ia juga tak
menemukan Hyung Joon di kamarnya. Ia masuk kamar dan melihat foto mereka berdua,
dan kali ini berhenti untuk memandanginya lebih dalam.
Hyung Joon tahu kalau Soo Yeon mencarinya, karena ia bisa
melihat Soo Yeon dari CCTV menatap foto mereka lama.
Ia melihat kalau handphone
Soo Yeon berbunyi dan tersenyum melihat layar handphone itu, sebelum
menjawabnya, “Ohh.. Jung Woo-ya..”
Hyung Joon tertawa mendengarnya. Bukan tertawa bahagia, atau
tertawa geli. Apalagi setelah ia mendengarkan lagi apa yang dikatakan oleh Soo
Yeon.
“Aku meneleponmu karena ada sesuatu yang ingin aku tanyakan.
Mengapa suaramu seperti itu?” tanya Soo Yeon cemas. “Apakah kau terkena demam?”
Hyung Joon menatap kamera CCTV-nya tak percaya, apalagi Soo
Yeon malah meninggalkan kamar tidurnya.
Jung Woo ternyata ada di toko kue dan menjawab, seakan
merajuk, “Iya, temanmu ini sedang sakit. Memang apa yang kau lakukan setelah
mendengarnya?”
“Aku akan menemuimu nanti. Aku ingin bertanya sesuatu,”
jawab Soo Yeon yang membuat Jung Woo terlonjak kaget dan bertanya apa itu. Tapi
Soo Yeon mengatakan, nanti saja.
Jung Woo pun berlagak kalem dan berkata kalau ia sedang
sibuk dan langsung menutup telepon. Seakan bangga kalau ia bisa tenang, Jung
Woo memuji dirinya sendiri (lagi), “Benar seperti itu. Senang juga menjadi
teman.”
Ia dikagetkan oleh sesuatu yang hangat yang melingkari
lehernya. Ternyata Detektif Joon mengalungkan syal di lehernya.
Aww… Detektif Joon.. so cuteee…. Syalnya lucu bangett!!
“Michelle Kim, Kang Sang Deuk, Nam Il Jeon. Sudah ada 3
kasus,” Detektif Joon mengambil pesanan kue yang dibeli Jung Woo, “Kau membeli
kue ini?”
Dengan mata berbinar, Jung Woo mengatakan kalau Zoe telah
menyelamatkan nyawanya, “Lampu jalan yang mati, 15 langkah.” Aihh.. kue itu
untuk Soo Yeon? Detektif Joon memesan 3 kue yang sama, dan Jung Woo pun
menyuruh seniornya untuk membayar pesanannya dan segera keluar.
Eihh.. yang nggak mau rugi.
Soo Yeon kaget melihat kedatangan Jung Woo. Dan kali ini,
Jung Woo berbicara dengan banmal (informal) pada Soo Yeon, “Kau pasti terkejut,
kan?”
“.. yo,” tambah seniornya, agar membuat ucapan Jung Woo
menjadi kalimat formal (ex: gomawo = informal/banmal, gomawayo =
formal/jeonmal. CMIIW), “Apakah Harry ada di rumah? Handphonenya mati, apakah ia
ada di rumah?”
“Aku juga tak dapat menghubunginya,” jawab Soo Yeon,
sehingga Jung Woo terkejut.
“Apakah telah terjadi sesuatu?” tanya Jung Woo khawatir.
“..yo. Kau meninggalkan –yo. Yo. Kau kelupaan –yo, ” tambah
Detektif Joon sambil menendang pantat Jung Woo membuat Jung Woo salah tingkat,
“Kalimat Jung Woo ini selalu pendek. Ia juga selalu berkata seperti itu pada
para ahjumma. Tapi para ahjumma itu menyukainya.”
Tapi Soo Yeon malah tersenyum geli dan berkata kalau ia akan
mengambilkan minum untuk mereka. Jung Woo dan Detektif Joon mengikuti langkah
Soo Yeon, tapi Jung Woo langsung mendorong seniornya untuk tak mengikutinya.
Detektif Joon pun tahu diri, dan memilih duduk di sofa.. dan
menonton percakapan Jung Woo dengan SooYeon dengan mata berbinar-binar.
LOL,
kenapa nggak sekalian bawa popcorn dan coca cola aja sekalian?
Jung Woo melihat Soo Yeon yang lesu dan bertanya apakah Soo
Yeon sedang sakit atau bertengkar dengan Harry? Soo Yeon membantah dugaan Jung
Woo, tapi Jung Woo tak semudah itu percaya. Jung Woo mengajarkan pada Soo Yeon
agar memarahi Harry kembali jika Harry marah padanya, “Kau kan punya aku. Jika
ia membuatmu sedih, katakan padaku dan aku akan..” Jung Woo mengacungkan
bogemnya.
“Akan apa?” tanya Soo Yeon geli.
“Apa yang harus kulakukan padanya? Aku akan melakukan apapun
yang kau minta. Jadi jangan terlalu khawatir padanya. Mengapa harus khawatir
kalau ada aku?” tanya Jung Woo pede.
“Ihh.. Apa kau pikir dirimu (jagi) itu adalah Superman?” Soo
Yeon balik bertanya.
Namun Jung Woo malah terbelalak mendengar panggilan jagi
yang bisa berarti dirimu tapi juga panggilan sayang antar sepasang kekasih. Soo
Yeon pun akhirnya menyadari dan ia terbelalak karenanya. Jung Woo bercanda
menggodanya, “Jagi? Boleh juga. Apa kita harus menjadi kekasih daripada teman?”
Soo Yeon tersenyum geli mendengar gurauan Jung Woo. Tapi ia
pun kembali serius karena ia ingin menanyakan sesuatu yang pribadi. Jung Woo
jadi penasaran. Namun karena ada satu orang yang sedang menonton mereka, Soo
Yeon pun berjalan ke dapur dan Jung Woo pun mengikutinya.
Kwa kwa kwaaa.. penonton kecewa..
Soo Yeon tahu kalau Detektif Kim telah meninggal dan ia
bertanya mengapa Jung Woo tak pernah memberitahukannya? Soo Yeon meminta Jung
Woo menceritakan yang sebenarnya.
Sebelum memulai, Jung Woo meminta Soo Yeon untuk tak sedih
saat mendengarkan ceritanya, “Setelah kau hilang, kau pun tahu kalau Kang Sang
Deuk memberi kesaksian palsu kalau kau sudah mati. Saat itu aku menerima
telepon darimu. Sebelumnya, aku sudah berpikir kalau kau masih hidup. Tapi
setelah telepon itu, aku menjadi yakin dan aku pergi menemui Paman untuk
meminta bantuan.”
Jung Woo menceritakan kejadian saat itu. Walaupun ia belum
berkata apapun untuk meyakinkan Detektif Kim kalau Soo Yeon masih hidup, tapi
Detektif Kim sudah tahu kalau Soo Yeon sebenarnya masih hidup, “Kemudian ia
pergi untuk menemukan putrinya. Saat itu ia berkata kalau ia menemukanmu dan ia
pasti akan membawamu pulang. Tapi itu adalah kata-kata terakhirnya.”
Soo Yeon tercengang mendengarnya dan wajahnya memucat, “Jadi
apakah ia mati karenaku?”
Jung Woo menggenggam tangan Soo Yeon, menenangkannya kalau
kematian Detektif Kim bukan karena kesalahannya dan ia akan menemukan penjahat
yang membuunuh Detektif Kim, “Kau juga harus menolongku. Memang sulit untuk
mengingatnya, tapi kau dapat melakukannya perlahan-lahan. Kau mau melakukannya
untukku, kan?”
Soo Yeon mengangguk. Namun percakapan mereka terhenti karena
ada suara Detektif Joon yang memecah keheningan, “Ah.. halo, Harry-ssi.”
Jung Woo dan Soo Yeon menoleh, kaget melihat Hyung Joon
sudah berdiri menatap mereka, menatap tangan mereka yang saling menggenggam.
Soo Yeon buru-buru melepaskan genggamannya dan menghapus air
matanya, menghampiri Hyung Joon dan bertanya kemana saja ia selama ini karena
ia tak dapat ditemukan, bahkan di kamarnya.
Tapi Hyung Joon tak menjawab pertanyaan Soo Yeon, malah
berkata pada Jung Woo, “Sekarang di matamu, kau tak memandangku.” Jelas Hyung
Joon marah pada Jung Woo yang berani menggenggam tangan Soo Yeon di rumahnya
dan tak menganggap dirinya lagi. Tapi Hyung Joon langsung menambahkan dengan
senyum, “Bukannya aku marah padamu, Detektif Han.”
“Tak masalah jika kau marah padaku,” jawab Jung Woo tenang.
Tapi ia merasa kalau sekarang bukan saat yang tepat. Ia akan menunggu Hyung
Joon untuk meneleponnya untuk masalah ini.
Hyung Joon mengiyakan tawaran Jung Woo, bahkan ia juga
menyuruh Jung Woo untuk menunggu untuk kasus tantenya dan meminta Jung Woo
untuk pergi.
Kali ini Detektif Joon yang tak terima dengan usiran
Hyung Joon, karena mereka ke sini bukan untuk bersenang-senang. Mereka
menjelaskan kalau pemilik sebenarnya rekening yang digunakan untuk meminjam
uang adalah Park Sun Hee yang pernah dirawat di Rumah Sakit Jiwa Jaekyung.
Apakah Harry pernah mendengar nama itu? Park Sun Hee pernah dirawat sementara
di rumah sakit itu
Dengan ketus Hyung Joon menjawab kalau ia tak pernah
mendengar nama itu dan menyuruh polisi untuk menyelidiki ke rumah sakit jiwa
itu saja. Ia tetap meninggalkan mereka walaupun Detektif Joon mencoba memberi
pertanyaan lagi. Jung Woo yang akhirnya menyela seniornya untuk tak bertanya
lagi.
Detektif Joon yang masih kesal, menggerutu saat mereka sudah
di lift untuk pulang. Ia merasa mereka diperlakukan seperti detektif swasta
yang bisa disuruh-suruh. Ia juga separuh mengomeli Jung Woo yang tertangkap
basah saat memegang tangannya, “Tatapannya seperti ia ingin membunuhmu.
Sebenarnya kalian berdua itu memiliki hubungan apa? Sepertinya aku harus
menyelidikimu dulu.”
Jung Woo tak menjawab, malah meminta seniornya untuk pergi mencari
tahu ke RS. Jaekyung. Ia akan pergi ke sana setelah mampir ke butik Mi Ran,
Belluz.
Soo Yeon menemui Hyung Joon yang sedang membaca dan memakai
headphone. Ia tahu kalau Hyung Joon bisa mendengarnya dan ingin mengajaknya
bicara. Ia mencoba melepas headphone Hyung Joon, tapi Hyung Joon menepisnya dan
memintanya keluar.
Tetap tenang, Soo Yeon meminta Hyung Joon untuk mengeluarkan
kemarahan padanya. Ia mengerti kalau Hyung Joon marah padanya akhir-akhir. Tapi
ia juga meminta agar Hyung Joon sedikit mengerti akan situasi dan masalah yang ia
alami.
“Lee Soo Yeon!” bentak Hyung Joon sambil membanting
headphone yang sedang ia pakai. “Aku menyuruhmu pergi karena aku tak ingin mendengarkan
hal-hal itu. Orang-orang itu menunggu dan mempertaruhkan nyawanya untuk kita.
Apakah itu mengejutkan? Apakah kau menyesalinya sekarang? Lalu bagaimana
denganku? Yang terus melihatmu dan menjagamu? Jadi apakah aku tak diharapkan
lagi olehmu?!”
Soo Yeon terhenyak kaget. Ia langsung berlutut dan meraih
kedua tangan Hyung Joon, menggenggamnya, “Kenapa kau sangat marah? Jika aku
menemukan keluargaku dan mengetahui perasaan mereka yang sebenarnya, kita dapat
bahagia bersama. Orang tak dapat mengendalikan hatinya untuk bertemu orang
lain.”
Hyung Joon menepis tangan Soo Yeon. “Bahagia bersama?” tanya
Hyung Joon tak percaya. “Dengan siapa? Dengan Han Jung Woo?!”
Walau kaget mendengar Harry yang murka. Kali ini ia tak
memegang tangan Hyung Joon, melainkan kakinya, Soo Yeon memanggil nama Hyung
Joon yang sebenarnya, menenangkannya, “Joon, aku ada di sini. Aku akan selalu
ada di dekatmu. Aku juga merasa seperti mau gila juga.”
“Kau merasa seperti gila? Haruskah aku membantumu sehingga
kau tak akan goyah?!” tanya Hyung Joon menangis frustasi. “Tak hanya Han Jung
Woo yang menunggumu selama 14 tahun ini. Aku juga menunggumu. Kau tak boleh
bersama Han Jung Woo. Lupakanlah dia.”
Soo Yeon termenung di kamar dan memandangi fotonya bersama
Hyung Joo. Terdengar suara Hyung Joon yang keluar kamar. Soo Yeon buru-buru
keluar dan menemuinya. Hyung Joon sudah memakai baju pergi. Dengan ceria, Soo
Yeon mengajak Hyung Joon untuk pergi bersama. Ia juga minta maaf pada Hyung
Joon dan memintanya agar tak marah lagi padanya.
Hyung Joon diam, tapi Soo Yeon belum menyerah. Ia tahu kalau
ia sudah bersikap egois. Tapi apakah Hyung Joon akan tetap seperti ini? “Kau
tak makan dengan benar. Kau mau makan apa? Biar aku yang memasak sesuatu yang
enak untukmu.”
Hyung Joon berjalan melewati SooYeon, masuk ke dalam lift, tak
mempedulikan kata-kata Soo Yeon yang mengatakan kalau ini adalah pertengkaran
mereka yang pertama kali, sehingga ia tak tahu harus bagaimana.
Mi Ran kaget mendengar Sekdir Nam meminjam uang sebesar 3
milyar won dengan menggunakan namanya dan agunan bangungan butik ini. Jung Woo
mengatakan kalau sewaktu-waktu Harry bisa
saja menyita bangunan butik ini. Mi Ran tentu saja tak rela dan akan menuntut
Sekdir Nam.
Karena Sekdir Nam sudah kabur, maka Mi Ran meminta tolong
pada Jung Woo yang polisi.
Mendadak ia menggenggam tangan Jung Woo dan memohon
agar Jung Woo tak memberitahukan masalah ini pada ayahnya karena sekarang
ayahnya sedang stres akan masalah yang terjadi di bank-nya apalagi Sekdir Nam
juga membawa lari uang ayahnya, “Tangkaplah Sekdir Nam. Ini adalah masalah
keluarga kita. Kau adalah satu-satunya putra. Jika kau tak menyelesaikannya,
siapa lagi yang bisa?”
Yaelah.. kalau sudah banyak aja masalah aja, panggil-panggil
dia sebagai putra.
Tiba-tiba Hyung Joon masuk dan Mi Ran langsung membela diri
kalau ia tak pernah menerimanya, “Bahkan melihatnya pun tak pernah. Tiga
milyar? Tak mungkin.”
Hyung Joon tersenyum dan tak ingin membahas masalah ini. Ia
bertanya pada Jung Woo apakah polisi sudah menemukan Sekdir Nam? Jung Woo
berkata kalau ia sudah melaporkan orang hilang dan mencekalnya agar ia tak
dapat pergi ke negara lain. Tapi karena seluruh keluarganya sudah ada di luar
negeri dan belum ada bukti kuat, jadi agak sulit.
“Kau sibuk tapi kau masih juga bekerja,” sindir Hyung Joon
akan ‘kesibukan’ Jung Woo.
Jung Woo tertawa mendengar sindiran yang terbuka itu, “Panggilanku
adalah kelinci gila. Aku sangat cepat, sehingga jangan khawatirkan aku.”
Hyung Joon mengangguk dan tiba-tiba bertanya pada Mi Ran
apakah Mi Ran tahu Rumah Sakit Jiwa Jaekyung? Mi Ran yang dari tadi diam, kaget
mendapat pertanyaan itu. Ia berpura-pura tak tahu, tapi Jung Woo bisa merasakan
dari reaksi Mi Ran kalau Mi Ran tahu akan rumah sakit itu.
Merasa tujuannya (agar Jung Woo mencurigai Mi Ran) sudah
tercapai, Hyung Joon meminta Mi Ran untuk meninggalkan mereka berdua karena ia
ingin bicara berdua dengan Jung Woo.
Setelah hanya berdua, Hyung Joon bertanya apa yang akan Jung
Woo lakukan, karena ia merasa Bank Sangil dan RS Jaekyung memiliki kaitan, “Kupikir
ini bukan hanya masalah rekening yang salah nama.”
Jung Woo meminta Hyung Joon untuk tak menduga-duga. Ia akan
segera memeriksa hal ini. Ia akan meninggalkan Hyung Joon, tapi Hyung Joon menghentikannya
dan mengajak Jung Woo untuk minum bertiga, termasuk Soo Yeon, bersama setelah
kasus ini selesai.
Bukannya bertiga, tapi Jung Woo mengajak hanya minum berdua
saja, karena ia penasaran mengapa Hyung Joon menyembunyikan Soo Yeon sampai
sekarang. Hyung Joon berkata kalau bersembunyi itu adalah keinginan Soo Yeon
sendiri, “Aku hanya menuruti keinginan Soo Yeon.”
“Kalau begitu, mulai sekarang, lakukanlah hal yang sama,
apapun itu. Walau jika ia ingin menemui teman lama untuk minum atau menonton
film. Jangan marah padanya seperti yang tadi kau lakukan.”
Hyung Joon tersenyum hambar dan berkata kalau yang harus mereka
lakukan adalah menyelesaikan kasus ini, “Jika Soo Yeon mau, kita bertiga dapat
minum bersama.”
Mendengar kata ‘bersama
bertiga’ membuat Jung Woo menggumam menggerutu, “Mau gila, rasanya.” Ia pun
meninggalkan Hyung Joon pergi.
Jung Woo menelepon Detektif Joon kalau ia akan pergi ke RS
Jaekyung sekarang dan akan menjemput seniornya itu di kantor polisi. Hyung Joon
yang mengawasi Jung Woo dari lantai 2, menelepon seseorang dan mengatakan kalau
Han Jung Woo sudah mulai beraksi.
Tae Joon berada di RS. Jaekyung mendengarkan rekaman
pembicaraan seorang penelepon yang ingin menemui pasien Kang Hyun Joo di kamar
302 dan dijanjikan oleh pihak rumah sakit untuk datang pada pukul 5 sore.
Tae Joon memeriksa jamnya yang sekarang sudah menunjukkan
pukul lima lebih. Tapi penelepon itu belum datang juga. Tae Joon merasa suara
penelepon itu seperti suara anak-anak, dan mengetahui kamar Hyun Joo dahulu.
Dokter itu ternyata adalah dokter yang bekerja sama dengan Tae
Joon 14 tahun yang lalu. Tae Joon memberikan amplop uang dan mengatakan kalau
sebentar lagi penelepon itu akan datang dan meminta agar tetap mengawasi
ruangan 302.
Soo Yeon pergi ke tebing tempat abu Detektif Kim ditebarkan.
Ia teringat betapa Detektif Kim tak membeda-bedakannya dengan Eun Soo dan
berkata, “Paman, aku sudah datang. Soo Yeon.. sudah datang.”
Jung Woo dan detektif Joon datang ke RS Jaekyung dan Jung
Woo melihat mobil ayahnya keluar dari rumah sakit.Kecurigaannya semakin besar.
Di rumah sakit, dokter yang tadi bertemu Tae Joon, berlagak
tak tahu apa-apa saat ditanya tentang rekening yang salah nama dan memintanya
untuk bertanya pada pasien yang bersangkutan.
Jung Woo langsung bertanya apakah dokter itu mengenal Han Tae
Joon, karena ia baru saja melihat Han Tae Joon keluar dari rumah sakit ini.
Dokter itu tergagap, menjawab kalau ia tak pernah megnenalnya. Hal ini cukup
bagi Jung Woo dan ia pun mengjak Detektif Joon untuk pergi.
Di luar ia menjelaskan kalau ia tahu dokter itu berbohong.
Jika mereka terus memaksa, dokter itu mungkin akan menghapus bukti yang
berguna. Lebih baik mereka membuat surat penggeledahan dan menyelesaikannya
saat itu juga.
Detektif Joon melihat ada daftar nama di meja dokter itu,
dan menduga kalau dokter itu menjual nama-nama pasien yang sudah ditinggalkan
keluarganya. Jung Woo setuju dan berkata kalau ia ingin memukuli dokter itu
untuk memberinya pelajaran.
“Kenapa? Apa kau lebih baik memukuli dokter itu daripada
Harry?” mendadak seniornya bertanya, membuat Jung Woo kaget. “Matamu seperti
mengeluarkan laser saat kau melihat Harry bersama Zoe. Dan kau juga harus
mengakui kalau wajah Harry sangatlah tampan. Wajahnya.. alis matanya..”
Tiba-tiba terdengar suara tembakan dan teriakan. Mereka
berdua buru-buru berlari ke arah suara itu, tak menyadari kalau ada Hyung Joon
yang mengawasi mereka dari dalam salah satu ruang di rumah sakit.
Jung Woo kaget karena ada mayat yang tergeletak di jalan,
dan mayat itu adalah Kang Sang Chul. Jung Woo memeriksa nadi Sang Chul yang
ternyata sudah tak ada dan melihat sesuatu yang terselip di balik jas Sang
Chul. Foto lama keluarganya.
Hyung Joon memperhatikan Jung Woo dari atas gedung rumah
sakit. Dalam hatinya ia berkata, “Jangan membenciku. Kau, aku dan Soo Yeon.
Kita bertiga seperti ini karena ayahmu, Han Tae Joon. Penyebab aslinya adalah
Han Tae Joon.”
Hyung Joon : “Han Jung Woo, katamu kau cepat, kan? Larilah… Pergi dan tangkap Han Tae Joon! Aku tak dapat pergi karena kakiku seperti ini.” |
Jung Woo termenung melihat foto lama itu, dan tiba-tiba ia
menyadari kalau penembak itu mungkin masih berada di sekitar mereka. Ia
langsung mendongak ke atas, tapi Hyung Joon sudah menghilang. Ia malah melihat
kalau ada seseorang memakai masker di ujung gedung yang lain.
Buru-buru ia mengejar dan Detektif Joon yang akhirnya juga
melihatnya, mengikutinya. Mereka akhirnya berpencar. Jung Woo berhasil
berhadapan dengan orang itu, tapi orang itu buru-buru lari naik ke atas gedung.
Soo Yeon menutup mata, mencoba mengingat kejadian saat ia
melewati tebing itu. Lamat-lamat ia teringat kalau ia pernah menoleh ke
belakang dan melihat wajah Detektif Kim walaupun samar.
Tapi ia akan berusaha, “Jika dengan mengingat kenangan buruk
yang telah aku hapus, aku dapat menangkap pembunuh paman, maka aku akan melakukannya.”
Sepertinya orang itu digunakan sebagai umpan agar Jung Woo
dan Detektif Joon mengejarnya, sehingga Hyung Joon bisa turun dan keluar dengan
tenang dari rumah sakit dengan mobilnya.
Soo Yeon membuka mata, dengan pandangan berbeda.
Dan Jung Woo pun sampai di atap gedung, tak menemukan satu
orang pun di atas sana.
source : http://www.kutudrama.com/2012/12/sinopsis-i-miss-you-episode-13-1.html and http://www.kutudrama.com/2012/12/sinopsis-i-miss-you-episode-13-2.html
re-poisted and re-edited by : dianafitriwidiyani.blogspot.com
No comments:
Post a Comment