Sunday, April 21, 2013

I Miss You Episode 18


Setelah berhasil melepaskan diri dari rekan-rekan polisinya, Jung Woo dan Soo Yeon pergi ke stasiun/terminal. Jung Woo menyimpan pistol yang tadi ia rebut dari seniornya ke dalam sebuah locker. Soo Yeon duduk tertunduk di kursinya, kedua tangannya menggenggam seakan berdoa.  
Jung Woo menelepon seniornya yang memberitahu kalau mereka telah menemukan Mi Ran dan untungnya Mi Ran masih bisa diselamatkan dan sekarang dibawa ke rumah sakit. 
Jung Woo memberitahu kalau ada kamar rahasia yang ada di dalam kamar tidur Harry yang letaknya ada di belakang pigura foto Harry dan Zoe, “Karena pigura foto itu sudah rusak, mungkin hyung bisa langsung melihat tombol itu.”
Tapi kamar tidur Harry sudah bersih. Dan Detektif Joo melihat kalau pigura foto itu telah diganti. Mendengar hal itu, kecurigaan Jung Woo timbul dan langsung menyuruh Detektif Joo untuk keluar dari kamar itu (agar tak ada yang menguping pembicaraan mereka).
Karena pigura itu telah diganti, Jung Woo menduga kalau Harry pasti telah membersihkan semua yang terjadi dan menduga kalau Harry pasti ada di dalam kamar rahasia itu.
Detektif Joo merasa semua ini benar-benar gila. Ia percaya pada Jung Woo, tapi jika boleh jujur, Detektif Joo tak mempercayai Soo Yeon,  dan mengatakan dugaannya, “Ia tak mungkin merencanakan ini semua dengan Harry, kan?”
Jung Woo menatap Soo Yeon yang masih terpekur dengan posisi yang sama. Ia sendiri juga tak yakin. Oleh karena itu, ia akan membawa Soo Yeon dan akan menyelidiki semuanya.
Detektif Joo berkata karena Jung Woo memiliki sangkaan seperti itu, maka ia meminta Jung Woo untuk memecahkan kasus ini. Jung Woo menenangkan seniornya, karena ada kemungkinan kalau Harry adalah pelakunya, “Mari kita lihat, seberapa banyak kita dibohongi.”
Saat Detektif Joo mengingatkan akan pistolnya, Jung Woo memberitahukan loker stasiun tempat ia menyimpan pistol itu dan passwordnya. Seakan curiga kalau mereka masih diintai, Jung Woo mengatakan passwordnya dengan nomor yang hanya diketahui oleh Detektif Hyung, yaitu tanggal ia masuk ditugaskan di kepolisian.
Detektif Joo menyuruh Jung Woo untuk bersembunyi di rumah ayahnya, agar tak terkena sanksi oleh kepolisian (sehingga Jung Woo tak dianggap melarikan diri, tapi mengamankan saksi). Jung Woo berterima kasih dan meminta Detektif Joo untuk tak mengungkapkan masalah kaleng soda yang menyebabkan kematian Detektif Kim karena hanya itulah satu-satunya bukti yang belum diketahui oleh Harry.
Setelah menelepon seniornya, ia menelepon Eun Joo dan meminta tolong padanya.
Kemudian Jung Woo menghampiri Soo Yeon dan berlutut di hadapan Soo Yeon. Jung Woo menggenggam tangannya, dan perlahan mengajaknya untuk mencuci tangannya. 
Walau masih pucat, Soo Yeon berkata kalau ia sudah lebih tenang dan siap untuk pergi ke kantor polisi. Tapi Jung Woo berkata kalau ia tak ingin membawa Soo Yeon ke kantor polisi sekarang karena ia ingin tahu alasan Soo Yeon karena pergi ke rumah Harry tanpa memberitahukan padanya. Jika mereka pergi ke kantor polisi sekarang, maka mereka tak akan pernah dapat berbicara.
Detektif Joo dan kedua rekannya, was-was saat mencopot pigura lukisan, karena seperti kata Jung Woo ada tombol di belakangnya. Dan saat menekan tombol itu, mereka lebih terkejut lagi karena mereka menemukan Harry yang tergeletak di bangku panjang. 
Ruangan itu beraroma alkohol yang menyengat, bersih dan layar monitor yang penuh grafik pergerakan bursa saham di seluru dunia.
Maka Harry pun dibangunkan dan dibawa ke kantor polisi. Atasan Jung Woo yang menginterogasi Harry, bertanya mengapa Harry tak mendengar apapun padahal ada orang yang sekarat di rumahnya. Harry menjawab kalau ia mabuk dan tidur semalaman sehingga memang tak mendengar apapun.
Sepertinya Harry sudah mempersiapkan semuanya. Karena ia sangat tenang saat dikonfrontasi tentang alasannya tak menunjukkan kamar rahasia saat pertama kali polisi menyelidiki kematian Michelle Kim, “Apakah anda tahu berapa banyak uang yang harus saya putar dalam satu hari? Apa saya juga harus menunjukkan kotak uang saya  pada polisi?”
Harry malah bertanya mengapa ia menjadi tersangka melakukan percobaan pembunuhan pada Mi Ran, “Saya tak memiliki alasan untuk membunuhnya. Begitu pula dengan Zoe.”
Atasannya mengkoreksi kalau bukan Zoe, melainkan Lee Soo Yeon. Harry kesal mendengar Zoe dipanggil Lee Soo Yeon. Bukankah kata polisi Lee Soo Yeon sudah mati? Dan Harry hanya terdiam saat mendengar walau polisi memang sudah memastikan hal itu, tapi ternyataJung Woo memiliki sidik jari Soo Yeon ketika remaja dan cocok dengan sidik jari Zoe.
Harry nampak sangat terkejut saat mendengar Jung Woo menghilang saat Zoe lari dari TKP dan bertanya apakah mereka berdua melarikan diri bersama? Atasan Jung Woo menjawab tak tahu. Wajah Harry nampak sangat terpukul saat ia mengatakan kalau ia tak tahu mengapa hal seperti ini terjadi pada mereka berdua, “Tolong temukanlah Zoe. Ada yang ingin kutanyakan padanya. Kumohon… Temukanlah dia dulu.”
Detektif Joo dan Kakek Choi mengawasi interogasi itu, dan Detektif Joo kagum akan penampilan Harry, “Jika dia memang benar berakting, seharusnya kita mengirimkannya ke Hollywood. Seperti yang sebenarnya. Bahkan aku saja mulai mempercayainya.”
Kakek Choi tak berkomentar, dan mengusulkan agar mempertemukan Hyung Joon dengan Sekretaris Yoon.  
Maka dihadapkanlah Sekretaris Yoon ke depan Harry dengan diawasi oleh atasan Jung Woo. Harry menatap Sekretaris Yoon yang menunduk, dan bertanya apa yang sebenarnya terjadi, “Kenapa kau seperti ini pada Zoe?”
Sekretaris Yoon mendongak dan menaruh tangan di meja saat menjawab, “Saya hanya menjalankan perintah Lee Soo Yeon.” Harry bertanya, “Lee Soo Yeon?” Dan Sekertaris Yoon menjelaskan, “Zoe.”
Mendengar hal ini, Harry nampak semakin terpukul. Atasan Jung Woo bertanya apakah mereka berdua saling mengenal? Sekretaris Yoon yang menjawab kalau ia pernah menemui Harry bersama Han Tae Joon untuk masalah bisnis.
Kakek Choi yang mengawasi dari ruang sebelah, kembali menyuruh Detektif Joo untuk meminta atasan Detektif Joo untuk keluar dan memberikan kedua saksi itu masing-masing segelas air. Walau merasa aneh, Detektif Joo tetap menurutinya.
Tinggal mereka berdua di ruang interogasi dengan dua gelas air di meja. Harry dan Sekretaris Yoon hanya bertatapan tanpa sepatah katapun. Akhirnya Harry mengalihkan pandangannya dan minum air yang diberikan. Beberapa saat kemudian Sekretaris Yoon mengikutinya.
Detektif Joo memuji Kakek Choi yang seperti hantu, yang tahu kalau Sekretaris Yoon akan minum persis seperti Harry. Kakek Choi menjelaskan kalau mata Yoon Young Jae bergerak seperti mata Harry Borison. Cara ia menggerakkan badannya di depan Harry dan cara ia meniru gerakan adalah sesuatu yang alami yang dilakukan pada orang yang ia kenal.
Kakek Choi menyuruh untuk memeriksa DNA Harry dan mencocokkannya dengan DNA yang ada di kaleng soda yang ada di mobil Detektif Kim. Sambil mengeluarkan foto Hyung Joon, Detektif Joo memberitahukan dugaan Jung Woo kalau Harry adalah Kang Hyung Joon dan ia menyimpulkan kalau Harry tak mengenal Soo Yeon adalah bohong belaka.
Dan detektif Joo baru teringat kalau ia lupa memberitahukan pada Jung Woo kalau di berkas catatan sipil/kepolisian tertulis kalau Kang Hyung Joon sudah meninggal. Sambil menatap Harry, atasannya bertanya, apakah Kang Hyung Joon sudah tahu kalau yang ada di rumah Jung Woo adalah ibunya?
Tak ada yang menjawab pertanyaan itu karena Harry seperti merasa kalau ia sedang diawasi, dan menatap kaca pembatas sambil berseru, “Sampai kapan kalian akan melakukan hal ini (membiarkannya terus duduk)?”
Di dalam bis, Jung Woo memberitahu tentang kondisi Mi Ran terkini agar Soo Yeon tak merasa cemas. Tapi yang dikhawatirkan Soo Yeon bukan itu. Ia merasa telah membuat Jung Woo tak bisa kembali pada profesinya sebagai polisi. Jung Woo menenangkan kalau ia pasti bisa menjadi polisi lagi dengan cara menangkap pelaku kasus ini dan mengajukan permintaan maaf yang sebesar-besarnya.
Mendengar hal itu, Soo Yeon semakin sedih, karena sejak Jung Woo bertemu dengannya, Jung Woo kelihatannya selalu menderita. Jung Woo tersenyum pada Soo Yeon, “Memang benar kalau hidupku jadi seperti ini karenamu. Tapi kau juga mengalami hidup yang tak seimbang setelah bertemu denganku.”
Diingatkan seperti itu, Soo Yeon tak kuat menahan tangisnya. Jung Woo merangkul Soo Yeon dalam pelukannya, lega melihat Soo Yeon menangis, “Aku sudah bertanya-tanya, mengapa kau belum menangis. Jika kau tetap diam seperti tadi, aku takut hatimu yang terbakar”
Jung Woo menarik Soo Yeon lebih dalam ke pelukannya, dan Soo Yeon pun terisak, menangis tersedu-sedu. Jung Woo hanya mengusap lengan Soo Yeon dengan sayang, “Menangislah. Kau bisa menangis hingga kita sampai ke tujuan.”
Sepertinya Jung Woo menelepon Eun Joo untuk memberitahu Ah Reum tentang kondisi Mi Ran. Tapi karena Ah Reum sedang menunggui Hyun Joo di Bellez, maka Ah Reum menitipkan Hyun Joo pada Eun Joo dengan pesan agar tak memberitahukan ayahnya kalau ia membawa lari wanita itu. Ia takut ayahnya akan membunuhnya jika tahu hal ini. 
Eun Joo menenangkan karena ia tak pernah bertemu dengan Tae Joon selama 14 tahun, maka kemungkinan bertemu adalah nol.
Tapi tak hanya itu yang dikhawatirkan Ah Reum. Ia juga mengkhawatirkan kakaknya. Eun Joo kembali menenangkan kalau Jung Woo baik-baik saja, “Kalau ada sesuatu terjadi pada si kelinci gila, aku mungkin sudah pingsan dan tak mungkin datang kemari. Orang itu masih harus mencari banyak orang, jadi dia tak gampang mati.”
Setelah Ah Reum pergi, Eun Joo pun hanya bisa menghela nafas menatap Hyun Joo yang masih tertidur dan bertanya kemana ia harus menyembunyikan wanita yang tak ia kenal itu.
Tae Joon yang baru saja siuman, diberitahu oleh dokter kalau Mi Ran ada di UGD dan memberitahu dugaan polisi kalau ada orang yang ingin membunuh Mi Ran. Sekarang Mi Ran sedang menjalani tes darah untuk mengetahui apa yang meracuni tubuhnya.
Ah Reum datang, mengira ayahnya ada di rumah sakit karena mengkhawatirkan ibunya. Yang pertama kali ditanyakan ayahnya adalah Hyun Joo, tapi ia pura-pura tak tahu. Dan betapa kagetnya melihat reaksi ayahnya saat diajak dokter untuk menengok Mi Ran, ia malah berlalu pergi karena menurutnya bukan masalah besar, selama istrinya masih hidup.
Ckckck.. Tak hanya Ah Reum yang kaget dengan reaksi Tae Joon, tapi juga dokter itu.
Ah Reum menghadang ayahnya. Ia menduga nyawa ibunya dalam bahaya karena terkait dengan wanita yang ada di rumahnya dan menanyakan identitas wanita itu. Apakah ia benar-benar tante Jung Woo? Kenapa saat Jung Woo kabur dari rumah, ayahnya tak mau mencarinya?
Tae Joon tak menjawab hingga Ah Reum tak dapat menahan kekesalan pada ayahnya yang tak pernah mementingkan keluarganya dan meminta ayahnya untu pergi. Ia pun meninggalkan ayahnya.
Dan betapa kecewanya Ah Reum melihat ayahnya meneruskan langkahnya meninggalkan rumah sakit, menoleh ke arahnya pun tidak.
Tentu saja Tae Joon lebih mengkhawatirkan Hyun Joo, satu-satunya sandera yang ia miliki. Ia terkejut melihat pintu terbuka kamar Hyun Joo terbuka dan Hyun Joo menghilang. Ia semakin kaget melihat ruang kerjanya berantakan dan safety box miliknya sudah terbuka, dengan isi yang terkuras habis.
Hanya ada kartu ucapan dan miniatur sepeda plastik yang sama seperti yang dikirimkan padanya dulu. Ia tertawa melihat kedua barang itu dan teringat pertemuan pertamanya dengan Harry dan ucapan Harry yang mengatakan kalau Tae Joonlah penyebab kakinya pincang seperti itu.
Namun saat tawanya terhenti, hanya kegeraman yang nampak di wajahnya mengingat adik tirinya itu.
Harry akhirnya dilepas karena tak cukup bukti untuk menangkapnya. Atasan Jung Woo bertanya pada Detektif Joo tentang pemeriksaan rumah Harry. Apakah ada kamera CCTV yang  diberitahukan oleh Soo Yeon?
Nihil. Tapi bagi Detektif Joo, tak menemukan petunjuk apapun malah menjadi semakin mencurigakan.
Pigura foto yang hancur itu ternyata Hyung Joon simpan di kotak yang ada di kamar mandi. Ia mengambil foto di samping tempat tidur Soo Yeon dan ikut memasukkannya ke dalam kotak.
Kembali di ruang rahasianya, Hyung Joon menatap komputer sambil menggenggam bandul kalung milik ibunya. Ia teringat akan kunci yang ia masukkan ke dalam bandul dan memberikan kalung berbandul kunci pada Soo Yeon.
Err.. jadi apakah Hyung Joon membuat duplilkatnya? Jika iya, apakah kunci yang diberikan pada Soo Yeon adalah kunci palsu?
Soo Yeon pun sepertinya memikirkan kalung itu pula. Namun beda dengan Hyung Joon yang menggenggam bandul itu, Soo Yeon malah melepaskan kalung itu. 
Rupanya Soo Yeon dan Jung Woo ada di rumah ayah Detektif Joo (berikutnya mari kita sebut Ayah Joo) yang hebohnya mirip dengan Detektif Joo. Ia mengira Jung Woo menginap di rumahnya karena ada misi rahasia. Ia bahkan berminat membantu Jung Woo dengan menambah korden di jendela, “Kau tak seharusnya terlihat dari luar, kan?”
Sepertinya Jung Woo memang sudah akrab dengan keluarga Detektif Joo. Bukannya menanggapi antiknya ayah seniornya itu, ia malah mengeluh akan jenis makanan yang dibawa ayah Joo, padahal ia lapar. Sepertinya ayah Joo yang mengirimkan ramuan herbal pada Detektif Joo, karena ayah Joo menjawab, “Jika ini misi rahasia, maka kau harus mengumpulkan tenaga.”
LOL. Saya malah berpikir yang nggak-nggak karena saat melihat Soo Yeon keluar dari kamar mandi, ayah Joo menebak kalau misi rahasia harus selalu ditemani oleh wanita cantik, seperti film James Bond.
Ayah Joo memperkenalkan diri pada Soo Yeon dan saat Soo Yeon memperkenalkan diri, ayah Joo langsung sok tahu dengan mengatakan kalau ia tahu tentang Soo Yeon yang menjadi polisi rahasia. Jung Woo yang tak ingin meneruskan pembicaraan tentang misi rahasia itu, bertanya pada ayah Joo, apakah ada tempat makan di daerah sini.
Ada. Banyak. Tapi sekitar 1 kilometer jauhnya. Boo… jauhnya. Dingin pula. Tapi ayah Joo sudah mempersiapkan segalanya. Ia memberikan kunci mobil, handphone dan kamera untuk Jung Woo dan menyuruh Jung Woo untuk tak segan-segan meminta jika ada sesuatu yang dibutuhkan, “Kau ini mirip aku semasa muda. Dari penampilanmu, orang akan mengira kalau kau adalah anakku.”
LOL. Jangan sampai Detektif Joo mendengar ayahnya. Bisa perang lebay, nantinya. 
Jung Woo berterima kasih dan meminta ayah Joo untuk tak minum terlalu banyak karena akan sakit perut. Mendengar perut, ayah Joo langsung bersiap membuka perutnya untuk menunjukkan perutnya yang ‘six pack’. LOL. 
Buru-buru Jung Woo menutup kembali sweater ayah Joo, karena Soo Yeon agak jengah melihatnya. Maka Jung Woo pun mengajak Soo Yeon untuk berjalan-jalan.
Di luar, Soo Yeon menanyakan rencana Jung Woo setelah ini. Jung Woo berencana untuk menangkap penjahatnya dan kembali ke rumah. Ia meminta Soo Yeon untuk beristirahat dan sembil bercanda ia berkata kalau besok ia akan menginterogasi Soo Yeon.
Tapi Soo Yeon rupanya ingin memberitahu apa yang ia ketahui pada Jung Woo sekarang, “Orang yang bertanggung jawab karena telah membuatku menjadi orang mati adalah ayahmu. Han Tae Joon.”
Jung Woo kaget mendengarnya. Soo Yeon memberitahu mulai dari saat ia menerima USB yang berisi rekaman ucapan Sang Chul yang mengatakan kalau Sang Chul disuruh Tae Joon untuk mengatakan kalau ia dan Sang Deuklah yang membunuh Soo Yeon. Ia tak memberitahu Jung Woo karena takut kenyataan ini akan melukainya. Namun ternyata, hal ini malah membuat semuanya bertambah parah.
Soo Yeon juga memberitahu pengakuan Harry yang mengatakan kalau Harry juga yang membunuh Kang Sang Deuk. Ucapan Soo Yeon mengingatkannya pada pengakuan Bibi Choi dan langkah kaki Harry yang pernah ia dengar.
Jung Woo semakin kaget saat mengetahui dari Soo Yeon kalau orang yang Jung Woo sebut tante itu adalah ibu Harry alias Hyun Joon. Ia hampir tak percaya, tapi Soo Yeon meminta Jung Woo untuk menyelidiki hubungan antara ibu Harry dengan ayahnya, Han Tae Joon, “Ayahmulah yang menyebabkan kaki Harry seperti itu.”
“Siapa yang mengatakan hal itu?” tanya Jung Woo kali ini benar-benar tak percaya. “Harry, kah? Memang benar ayahku terlibat dengan masalah ini. Tapi kaki Harry? Itu tak benar. Kejadian itu sudah 14 tahun yang lalu.”
Tapi Soo Yeon mendengar pembicaraan Harry dan Mi Ran yang menyebutkan kalau mereka pernah bertemu saat Harry kecil Michelle Kim adalah perawatnya. “Apakah kau tak mengerti? Hanya kau dan aku yang tak tahu apa yang mereka ketahui sejak 14 tahun yang lalu!”
Jung Woo shock mendengar banyaknya rahasia yang tak ia ketahui. Ayahnya, ibu tirinya, ibu Hyung Joon, Hyung Joon, semuanya saling berkaitan. Ia terjatuh dan Soo Yeon pun memeganginya, memintanya untuk menanyai ayahnya dulu. “Apa yang kudengar mungkin bukanlah kebenaran. Aku pun juga tak percaya kalau Harry membunuh, bahkan setelah aku melihatnya.”
Jung Woo benar-benar tak percaya kalau ayahnya bisa membuat ibu Harry menjadi gila dan melukai kaki Harry seperti itu, “Yang menyuruh orang untuk mengumumkan kematianmu .. juga adalah ayahku?”
Soo Yeon segera memeluk Jung Woo dan menenangkannya, berkata kalau semuanya ini bukanlah kesalahan Jung Woo.
Ternyata Eun Joo membawa Hyun Joo ke rumahnya sendiri dan ditemani oleh ibu Soo Yeon. Ibu Soo Yeon heran akan kemahiran Hyun Joo membuat benda dari plastik. Mendengar pujian ibu, Hyun Joo mengira kalau ibu menginginkan hasil karyanya. Ibu Soo Yeon segera menenangkan dan berkata kalau ia tak akan mengambilnya.
Menyamakan kegilaan Hyun Joo dengannya, ia juga sudah memiliki satu kegilaan. Ia menunjuk jepit jemuran yang terselip di rambutnya, “Saat orang melihatku dengan ini, orang mungkin mengira kalau aku sudah gila.”
Seakan menemukan tempat untuk curhat, ibu Soo Yeon mengatakan walau ia hidup seperti ini dan ia bersyukur karena ia masih waras. Suaminya suka menganiaya hingga ia memanggil polisi.
Dan Hyun Joo seakan memahami penderitaan ibu, ia mengulurkan bunga plastik yang ia pegang pada ibu Soo Yeon dan berkata, “Bayi.”
Ibu yang tak mengerti maksud Hyun Joo berkata kalau bayi Hyun Joo tak ada di sini. Tapi ia akan menunjukkan bayinya. Dan ia mengeluarkan foto keluarganya dan memamerkan foto Soo Yeon semasa kecil. Hyun Joo tersenyum melihat wajah anak-anak itu.
Dan ibu meneruskan membuka album foto dan menunjukkan foto Jung Woo saat ia remaja dan mengatakan kalau anak laki-laki itu adalah putranya, “Ia tampan, kan? Anak ini sekarang menjadi detektif dan dijuluki kelinci gila karena ia sangat cepat.” 
Ibu tersenyum bangga melihat foto Jung Woo remaja, “Walau ia bukan anakku, tapi ia adalah putraku, tak peduli bagaimana anehnya kami bertemu. Dialah putraku, Jung Woo. Han Jung Woo.”
Hyun Joo menatap wajah Jung Woo remaja dalam-dalam. Ibu Soo Yeon tak melihat perubahan ekspresi Hyun Joo dan tetap bercerita kalau ada orang jahat yang menculik Jung Woo saat remaja dan ia tak dapat bertemu dengan putrinya setelah itu. Namun karena Jung Woo-lah, putrinya hidup kembali. Ibu menatap sayang pada foto Han Jung Woo.
Ibu Soo Yeon baru menyadari perbedaan sikap Hyun Joo, saat Hyun Joo berulang kali mengatakan ‘tidak’. Ia malah senang karena Hyun Joo mulai berbicara. Namun ibu Soo Yeon terkejut setelah Hyun Joo melempar album foto itu, tak ingin melihatnya, dan sambil gemetar ia berkata ,”Tidak .. tidak.. tidak.. tidak! Aku akan memberikannya pada Hyung Joon. Hyung Joon! Hyung Joon!”
Ibu mencoba menenangkan Hyun Joo tapi Hyun Joo tetap berteriak hingga Eun Joo datang karena mendengar suara ribut-ribut. Ibu menjelaskan pada Eun Joo kalau wanita itu berteriak-teriak setelah ia menunjukkan foto Jung Woo.
Hyung Joon tetap berteriak-teriak, memegangi kepalanya dengan kalung kunci milik Ah Reum yang tergenggam ditangannya, “Hyung Joon! Aku akan memberikannya pada Hyung Joon!”


Sekarang Jung Woo sudah mulai tenang walau tatapannya menerawang, masih mencerna semua informasi mengejutkan yang baru saja didengarnya. 

Saat Soo Yeon datang, ia menatap Soo Yeon sedih, bertanya akan penderitaan yang dialami Soo Yeon. “Mengapa kau hidup seperti ini? Walau aku sendiri tak memiliki banyak ruang untuk berbicara, tapi jika melihat kehidupanmu, mengapa semuanya tampak sangat payah?”


Soo Yeon hanya tersenyum dan mengulurkan salah satu gelas pada Jung Woo, memintanya untuk minum. Tapi Jung Woo masih tak mau, seakan ingin merasakan dinginnya cuaca yang membuat tubuhnya lebih tersiksa.

Akhirnya Soo Yeon meletakkan gelasnya sendiri untuk kemudian meraih tangan Jung Woo,  dan menghangatkan tangan Jung Woo dengan meletakkan gelas panas yang ia pegang, “Aku semakin membaik setelah bertemu denganmu,” kata Soo Yeon mencoba meyakinkan. “ Jung Woo, bertemu denganmu sangatlah cukup untukku.”

Soo Yeon menyadari betapa sedihnya ia setelah ia menangis di bis tadi. Ia setuju dengan kata-kata Jung Woo yang merasa kehidupan ini sangatlah payah. Ia tak hanya dicap sebagai anak pembunuh, tapi sekarang ia juga harus hidup sebagai pembunuh. Semua itu menyebabkan kenangan buruk masa lalunya kembali lagi.

“Tapi..” Soo Yeon menoleh, menatap pada Jung Woo, “..kau sekarang berada di sampingku. Aku pasti sudah gila, karena semua yang kubutuhkan cukup hanyalah dirimu.”
Soo Yeon merasa tak dapat memahami ataupun memaafkan Harry, tapi perasaan itu malah membuatnya merasa tercekik seakan nafas berhenti di lehernya, “Aku berharap kau bisa menghentikan perasaan ini.”


Jung Woo menatap Soo Yeon ragu. (Karena ia membenci Harry), ia tak yakin bisa mengabulkan permintaan itu. Tapi Soo Yeon tersenyum, mengangguk menguatkan Jung Woo.


Jung Woo termenung, mengingat semua ucapan Soo Yeon sebelumnya.


“Kupikir ibu Hyung Joonlah yang menyuruh orang untuk menculikmu. Saat itu ibu tirimu  bertanya pada Harry apakah ia tahu kalau ibunyalah yang bertanggung jawab atas apa yang terjadi pada Lee Soo Yeon. Kau pasti dapat menebak alasannya, kan? Karena uang.


‘Tapi yang dilakukan Harry sekarang ini bukan karena uang. Ia ingin melukai semua orang yang pernah melukainya.  Ayahmu..  dirimu.. dan aku.”


Ibu sepertinya sudah mulai dekat dengan Hyun Joo, karena saat melihat Hyun Joo tertidur dengan posisi yang tak nyaman, ia membenahi bantal yang ditiduri Hyun Joo dan mengusap kepala Hyun Joo seperti pada anaknya.


Ia juga melihat kalau Hyun Joo memegang erat kalung kunci itu dan berniat melepasnya. Tapi dalam tidurnya pun Hyun Joo tak mau melepaskan kalung itu, dan ia menggumam kalau ia harus memberikannya pada Hyung Joon.

Ternyata tak hanya Ah Reum yang mengagumi wajah Hyun Joo, ibu pun juga memuji wajah Hyun Joo yang menurutnya sangat halus.


Hyung Joon keluar rumah dengan sepedanya, dan mengagetkan detektif yang bertugas mengawasinya dengan mengetuk jendela mobil detektif itu sambil berkata, “Sampaikan pesanku pada Detektif Han. Apakah tak cukup ia merebut Zoe denganku, dan sekarang mau menjadikanku sebagai tersangka?”


Detektif itu sesaat hanya bengong, apalagi saat Hyung Joon memberikan botol minuman untuknya. Tapi ia langsung menjalankan mobilnya saat Hyung Joon mengayuh sepedanya lagi dan pergi. Sayangnya ia tak bisa mengejar, karena ada mobil yang datang dari arah lain, membuat jalanan macet.

 
Ternyata Hyung Joon menemui Tae Joon. Tae Joon memberitahu kalau istrinya sudah sadar dan begitu Mi Ran membuka mulut, maka akan tamat riwayat Hyung Joon. Tapi Hyung Joon tak dapat diancam begitu saja. Ia balas mengancam kalau Tae Joon tak mau segala dosanya terungkap, maka Mi Ran pun harus menutup mulutnya.


Tae Joon tertawa sinis karena dosa yang ia lakukan hanya perlu ia bayar dengan mendekam beberapa tahun di penjara. Tapi berbeda dengan Hyung Joon yang akan membusuk di penjara akan semua kejahatan(pembunuhan)nya, dan Hyung Joon juga tak akan bisa bertemu dengan ibunya pula.


Hyung Joon juga tersenyum sinis, “Seorang ibu yang hanya menanyakan Han Tae Joon?” ia menggelengkan kepalanya, “Aku tak membutuhkannya.”
Tae Joon memuji keputusan Hyung Joon, karena Hyun Joo telah hilang saat ia tak ada di rumah. Tapi sepertinya Hyung Joon masih memperhatikan ibunya, karena senyumnya hilang saat mendengar berita itu. Tae Joon tak mempedulikan ekspresi Hyung Joon dan berkata kalau mulanya ia berpikir kalau Hyung Joon mengambil ibunya bersamaan dengan saat Hyung Joon mencuri informasi yang ada di ruangannya.


Hyung Joon tersenyum mendengar kata informasi dan mengatakan kalau Sekretaris Yoon pasti sudah menggunakan informasi itu untuk mengosongkan uang di semua rekeningnya. Dan dengan polos ia bertanya, apa yang diinginkan Tae Joon dengan mengundangnnya datang kemari?


Tentu saja Tae Joon ingin uangnya dikembalikan. Hyung Joon pun menyanggupi untuk mengembalikan, karena ia juga tak membutuhkan uang itu, dengan syarat, “Anakmu, Han Jung Woo. Buatlah dia persis seperti apa yang pernah kau lakukan padaku.”


Tae Joon melihat kaki Hyung Joon, berpikir membuat kakinya pincanglah  yang diminta Hyung Joon. Tapi bukan itu permintaan Hyung Joon, “Seperti kau mengambil ibu dariku, ambillah apa yang paling berharga bagi Jung Woo,” Hyung Joon menoleh dan tersenyum pada kakak tirinya. “Lee Soo Yeon. Bukan hal yang sulit, kan? 14 tahun yang lalu pun, kau sudah pernah membunuhnya sekali.”


Mereka tak menyadari  kalau Detektif Joo ternyata mengintai mereka sambil menelepon Jung Woo. Detektif Joo heran akan tepatnya dugaan dugaan Jung Woo yang memintanya untuk membuntuti Tae Joon, ternyata Tae Joon pergi untuk menemui Harry. Jung Woo mengatakan akan lebih mudah untuk membuntuti ayahnya daripada Hyung Joon yang tanggap akan hal yang paling kecil sekalipun.


Detektif Joo memberitahu kalau hasil pemeriksaan DNA Harry dengan Dna yang di kaleng akan memakan waktu satu minggu, dan akan lebih baik jika hasilnya positif. Jung Woo meminta seniornya untuk memeriksa bank milik ayahnya yang 14 tahun yang lalu dan  ia yakin kalau pasti ada kaitan dengan Kang Hyun Joo.

Note: Sepertinya Bank Sangil itu adalah Bank Perkreditan Rakyat, yang 14 tahun yang lalu masih hanya berupa perusahaan kecil (dengan bentuk usaha CV).


Detektif Joo menghela nafas, karena semuanya ini mungkin berakar pada masalah uang, “Mereka mengejar kalian dan bersembunyi selama 14 tahun karena uang?”


Jung Woo mengiyakan, namun terdengar malu saat mengakuinya. Tapi ia mengakui walau keadaannya seperti ini, ia merasa lebih damai dibandingkan saat ia masih mencari-cari Soo Yeon, “Aku hanya berharap dapat menghabiskan waktu setidaknya hari ini saja dengan Soo Yeon tanpa mengkhawatirkan apapun. Apakah kau pikir hal itu bisa kulakukan?”

Aisshh.. kenapa ngomong seperti itu, Jung Woo-ya? Cabut, ayo cabut kembali kata-kata setidaknya hari ini saja itu.


Soo Yeon pergi ke sungai, mencari Jung Woo. Soo Yeon yang mengkhawatirkan perasaan Jung Woo setelah semua yang ia beritahukan kemarin, heran melihat Jung Woo yang tertawa-tawa bersama Ayah Joo.  Jung Woo berteriak senang saat ia berhasil memancing seekor ikan walau ayah Joo mengatakan kalau mereka tak mungkin bisa menangkap ikan di tengah bekunya sungai.


Jung Woo bangga bisa memancing ikan untuk hospot nanti, tapi ayah Joo mengoloknya, karena ikan itu terlalu kecil, bahkan tak cukup untuk membuat bubur ikan.


Mereka akhirnya melihat kedatangan Soo Yeon, dan melihat betapa muramnya Soo Yeon, Jung Woo menyuruhnya untuk ceria dan membuka tangan untuk menyihir Soo Yeon, “Swaaaa… Untuk sesaat, lupakan semua kenangan buruk yang terjadi kemarin, dan marilah buat kenangan baik di hari ini.”


Soo Yeon tersenyum melihat sihir Jung Woo lagi, begitu pula dengan ayah Joo. Ia mengulang gerakan tangan Jung Woo dan langsung menyukainya. Jung Woo pun tersenyum dan meminta ayah Joo untuk memotret mereka berdua dengan ikan hasil tangkapannya.


“Kau ingin dipotret dengan ikan yang sebesar cacing itu? Memalukan!” kata Ayah Joo, tapi Jung Woo tetap bersikeras karena ia tak tahu lagi kapan bisa memancing seperti ini. Ayah Joo akhirnya menerima kamera itu untuk memotret mereka berdua.


“Tahukan betapa sibuknya si kelinci gila ini?” tanya Jung Woo pada ayah Joo. “Ini adalah foto bersama kami setelah bertemu lagi semenjak 14 tahun yang lalu.”
Ayah Joo pun memberi aba-aba, pada hitungan ketiga ia akan memotret. Tapi Jung Woo yang nampak bahagia, langsung melompat di hitungan ketiga, dan mendekatkan dirinya pada Soo Yeon, “Tiga!”


Tentu saja ayah yang merasa belum mahir, merasa foto tadi kurang oke, dan meminta mereka berpose sekali lagi. Kali ini ia mengganti hitungan ketiga dengan gerakan sihir ala Jung Woo, “Satu, dua..”

 “Swaaaa…”


Mereka pergi ke toko untuk membeli bahan-bahan untuk memasak. Jung Woo ingin makan masakan yang persis seperti yang pernah ibu buat untuknya dan khusus menelepon ibu untuk menanyakan bumbu masaknya. Ia senang sekali mendengar kalau ia hanya perlu ikan segar (sudah! Tiga ekor) dan membeli bumbu dasar saja.

Soo Yeon tersenyum dan menggelengkan kepala, menandakan kalau tak sesederhana itu.


Siapa yang ia percayai? Tentu ibu Soo Yeon. Tapi ia terkejut dengan bumbu yang katanya dasar itu ternyata banyaaaakkk.. sekali. Ia berkata pada Soo Yeon kalau mereka dalam masalah besar dan merasa mereka tak bisa membuatnya.


Soo Yeon menenangkan Jung Woo dan berkata kalau foto saja sudah cukup, dan mereka bisa membakar ikan itu saja. Tapi Jung Woo tak mau dan memberikan handphonenya pada Soo Yeon.
Yaelah.. kalo yang susah aja, dilempar ke Soo Yeon.


Soo Yeon menerima handphone itu, dan bukannya mendengar ibu menyebutkan bumbu dasar, tapi ia malah mendengar pertanyaan khawatir dari ibu, apakah telah terjadi sesuatu pada Jung Woo? Dari suaranya ibu merasa kalau telah terjadi sesuatu pada Jung Woo.

Ibu mengatakan kalau semalam Jung Woo meneleponnya dan mengatakan kalau ia merindukan kekasihnya (aein), sesuatu yang selalu ia katakan jika ia sedang memiliki masalah. Soo Yeon menjawab kalau ia sedikit membuat Jung Woo kesal dan berjanji akan membuat perasaan Jung Woo kembali baik dan akan membawanya pulang kembali.


Ibu berkata kalau sudah jarang pria seperti Jung Woo sekarang ini, yang rela lari kesana kemari untuk mencari Soo Yeon, “Jadi kau harus baik kepadanya, ya.”


Soo Yeon mengerti dan tahu sejak awal betapa anehnya Jung Woo itu, karena Jung Woo mau menjadi temannya saat itu, “Dan ia semakin hari semakin aneh,” kata Soo Yeon sambil tersenyum sayang pada Jung Woo, yang sedang menyombongkan hasil tangkapannya pada pemilik toko.


Membicarakan orang yang sama-sama mereka sayangi itu membuat ibu bertanya, “Hei.. saat kau melihatnya, apakah ia tak mengingatkanmu pada seseorang?”


Soo Yeon kembali menoleh pada Jung Woo yang tampak senang melihat gambar-gambar yang ada dikameranya, “Kupikir aku tahu,” dan ia kembali tersenyum saat Jung Woo mengambil botol soju dan mengajaknya minum di siang bolong.  


Ia pun berpamitan pada ibunya dan setelah menutup telepon, dengan nada riang Soo Yeon pun mengatakan kalau ia akan membakar ikannya saja, “Kurasa jika aku membuatmu cukup mabuk, aku akan dapat mendengarmu menyanyi, kan?”


Di jalan, Jung Woo memberi 4 pilihan jawaban : Yongchilbong, Munpilbong, Yonggapbong, Gaegolsan, dan menyuruh Soo Yeon menjawab yang benar. Pertanyaannya? Tak ada. Soo Yeon tertawa mendengar konyolnya pertanyaan itu. Ia asal menebak dan menjawab Gaegolsan, dan Jung  Woo pura-pura terkejut mengetahui kalau jawaban Soo Yeon benar dan menyuruh Soo Yeon untuk mengucapkan harapannya.

Yaelah.. mau minta Soo Yeon untuk mengatakan harapannya aja pake muter-muter.


Walau caranya konyol, tapi Soo Yeon tetap mengatakan harapannya, “Aku ngin kembali ke satu hari tertentu 14 tahun yang lalu, atau jika tak memungkinkan aku ingin hidup seperti di hari itu sepanjang sisa hidupku.”


Jung Woo ingin tahu hari apa itu. Ternyata hari yang dimaksud Soo Yeon adalah hari dimana mereka semua bermain memperebutkan jepit jemuran di luar rumah bersama Detektif Kim.


“Pada saat itulah, untuk pertama kalinya dalam hidupku aku melihat ibu tersenyum bahagia seperti itu. Dan untuk pertama kalinya, ibu memujiku bahkan mengatakan kalau aku lebih cantik daripada Eun Joo. Jika saja saat itu kita makan ayam bakar, pasti saat itu menjadi lebih sempurna.”


Ayam bakar? Jung Woo terkejut mendengar makanan yang tiba-tiba muncul dalam harapan Soo Yeon. Tapi kata Soo Yeon, makanan itu adalah bagian dari imajinasinya saja, karena kejadian itu tak pernah terjadi dalam hidupnya. Dan dengan bersemangat, ia menceritakan impiannya,

“Saat itu aku sedang tidur di kamar, dan tiba-tiba ayahku membangunkanku dan berkata, ‘Soo Yeon-ah..ayo kita makan ayam bakar’, Kemudian ibuku marah karena ayah telah membangunkanku. Tapi kemudian ayah memberikan amplop gaji pada ibuku dan ibu langsung berteriak, ‘Sayang, kau adalah yang terbaik’ dan kemudian memberinya sebuah pelukan, bahkan juga memberikan ciuman di pipi.”
Soo Yeon : “Aku kemudian tak bisa tidur karena terlalu kenyang makan ayam bakar. Jadi kami berjalan-jalan di halaman sebentar, dan kemudian kami berlari berkejaran seperti yang pernah kita lakukan pada malam itu.”
Aww… sesederhana itu.

Jung Woo tersenyum mendengar impian Soo Yeon dan berkata kalau Soo Yeon tak punya pilihan lain, “Kupikir kau harus hidup denganku.”


“Hah?”

“Karena begitulah caraku menjalani hidupku nanti,” kata Jung Woo sambil tersenyum, “Ayam bakar, bekerja untuk digaji, ciuman, dan setelah berjalan-jalan malam, aku ingin menambahkan sedikit. Istriku akan mengobati luka karena pekerjaan ketika aku berbaring di tempat tidur. Luka itu karena aku mengejar penjahat sepanjang hari. Ia juga mengganti perban yang menutupi luka lamaku, dan luka lama itu semuanya laaangsung sembuh.”


Soo Yeon tersenyum lebar mendengar impian Jung Woo. Tapi tidak saat mendengar lanjutannya, “Dan setelah itu aku ingin mengatakan ini pada istriku, 'Yongchilbong, Yongpilbong, Yonggapbong, Dotdaesan, Gaegolsan, Naesan...' semuanya adalah nama gunung yang berbeda. Ada 6 nama, dan sejumlah itulah nama untuk anak-anakku.”


Whaa… Jung Woo ingin memiliki 6 anak?  Soo Yeon merengut. Apa Jung Woo sedang menggodanya? Tapi Jung Woo bukan ingin menggoda Soo Yeon, “Tapi aku ingin melihatmu tersenyum dengan lebar.”

Soo Yeon tersenyum mendengarnya dan berkata kalau dia memiliki nama ‘No 27, Zoe Lou, Lee Soo Yeon’, “Tapi sekarang.. aku akan hidup dengan nama asliku. Lee Soo Yeon.”

Jung Woo mengucap nama Soo Yeon berkali-kali dan  mengatakan kalau nama itu sangatlah cantik. Dan ia pun mengajak Soo Yeon untuk berjalan-jalan.

Ahh.. apa ini bagian dari salah satu impian mereka?


Soo Yeon menceritakan kata-kata ibunya tentang Jung Woo yang mengingatkannya pada seseorang, yaitu Detektif Kim. Jung Woo tak membantah hal itu, karena ia memang mencoba meniru Detektif Kim.

“Saat aku remaja, di mataku ia terlihat sangat hebat,” dan Jung Woo pun memberi hormat ala Detektif Kim. “Untuk menjadi manusia yang baik, itulah impianku. Saat ia keluar dari kepolisian untuk mencarimu, saat itulah kurasa ia menyadari impian itu. Dan sekarang aku juga sedang mencobanya.”


Jung Woo menyuruh Soo Yeon menebak kapan pertama kali ia melihat Soo Yeon. Soo Yeon langsung menebak di taman bermain. Jung Woo langsung menggelang, tapi ia tak mau memberitahukannya, membuat Soo Yeon penasaran dan meminta Jung Woo untuk memberitahukannya.

Jung Woo tetap tak mau. Ia malah menarik Soo Yeon dalam pelukannya dan mencium Soo Yeon, hingga Soo Yeon lupa akan pertanyaan yang membuat penasaran.


Tapi dalam hati Jung Woo menjawab pertanyaan Soo Yeon,


Saat itu kau berdiri menundukkan kepala, walaupun kau sama sekali tak berdosa. Tapi aku tak akan pernah menundukkan kepala karena (dosa) ayahku. Soo Yeon-ah.. Marilah kita saling mencintai, lebih dari yang sebelumnya.”


Pada Mi Ran yang masih tergeletak sakit, Tae Joon memarahinya karena berani mencoba menipunya, bahkan malah melakukan hal itu bersama Kang Hyung Joon. Dan ia menyuruh Mi Ran untuk melakukan apa yang ia perintahkan. Karena jika ia tidak menghentikan Hyung Joon, Hyung Joon akan terus mengejar Mi Ran, “Kau tahu apa maksudku, kan?”

Eun Joo pergi ke rumah sakit untuk mengantarkan makanan dari ibu untuk Mi Ran, yang ia titipkan pada Ah Reum. Ah Reum bertanya tentang keadaan tante Jung Woo, dan Eun Joo menenangkan kalau wanita itu baik-baik saja, “Kau tahu kan bagaimana ibuku? Mereka sekarang malah menjadi sahabat.”


Mereka tak menyadari kalau mereka melewati Hyung Joon yang duduk di ruang tunggu, dan mendengarkan pembicaraan mereka.


Ketika pulang ke rumah, Ayah Joo sudah mencegat mereka dan langsung mencecar sepasang kekasih itu, “Kalian ini ternyata bukan sedang melakukan misi rahasia, ya? Tapi kencan rahasia?”


Soo Yeon malu dan diam-diam melepas genggaman tangan mereka. Tapi Jung Woo tak membantah malah memuji Ayah Joo yang sangat cerdik.


Ayah Joo bertanya apa saja yang mereka beli dari pasar, dan saat mengetahui kalau tak ada soju, maka Ayah Joo menarik Soo Yeon pergi untuk mencarinya. Tentu saja hal ini membuat Soo Yeon dan Jung Woo bingung.

Dengan pandangan matanya, Ayah Joo mengisyaratkan ada orang yang menunggu, dan ia menarik Soo Yeon dan berbicara panjang lebar padanya.


Jung Woo mencari-cari orang yang menungguinya. Dan ada tangan muncul di belakang batu, melambai-lambai padanya. Ternyata Detektif Joo.

 
Detektif Joo memberitahu kalau Mi Ran belum sadar namun sudah pindah ke kamar biasa dan sedang ditunggui terus menerus oleh ayahnya. Jung Woo langsung waspada dan meminta seniornya untuk mengirim detektif Ahn ke rumah sakit, “Masalah akan semakin rumit jika Harry, ayahku dan ibu tiriku saling bertemu.”

Jung Woo mengajak Detektif Joo untuk masuk, tapi seniornya itu menolak, karena kehadirannya pasti akan membuat Soo Yeon tak nyaman. Kedatangannya kemari karena perintah atasan mereka untuk mengajak Jung Woo kembali ke Seoul karena merasa akan ada masalah yang akan timbul. Tapi Jung Woo tak bisa melakukannya sekarang, karena itulah keinginan Harry.


Ia juga memberitahu tentang ibu Harry, Kang Hyun Joo, yang ada di rumah ibu Soo Yeon sekarang. Tentu saja Detektif Joo terkejut dan menyalahkan Jung Woo yang baru mengatakannya sekarang, “Kita akan mengambil rambutnya dan mencocokkannnya dengan DNA Harry, jadi kita bisa menangkap Harry akan kebohongan..”


“Kita tak punya bukti akan adanya pembunuhan,” sela Jung Woo. ”Tak ada gunanya menahannya dengan alasan lemah dan tanpa bukti yang kuat. Ia pasti bisa lolos dengan mengandalkan pengacaranya.”

Jung Woo meminta seniornya untuk memeriksa lagi akan dokumen adopsi yang mungkin bisa menunjukkan hubungan antara Harry dan Sekretaris Yoon. Seniornya mengatakan kalau dugaan Jung Woo sama dengan dugaan Kakek Choi yang mencurigai hubungan mereka berdua.


Sebelum pergi, Detektif Joo mencoba menenangkan Jung Woo,  kalau mereka bisa berharap pada kesaksian Mi Ran setelah Mi Ran pulih. Namun jika hal itu tak berhasil, maka mereka dapat mulai mengungkapkan hubungan ibu dan anak antara Hyun Joo dan Hyung Joon.

Sepertinya ibu benar-benar menganggap Hyun Joo sebagai temannya, karena ia dan Eun Joo membawa Hyun Joo untuk berjalan-jalan di pasar. Ia juga menyuruh Hyun Joo untuk memilih makanan yang ia mau, karena anaknya Eun Joo yang akan mentraktir mereka makan.


Saat ibu akan pergi sebentar, Hyun Joo yang sudah mulai tergantung pada ibu, mencoba mengikutinya. Tapi Eun Joo dengan sabar menahan Hyun Joo, dan menenangkannya karena ibu hanya pergi sebentar saja.


Mereka tak menyadari kalau Hyung Joon menguntit mereka, karena mereka pun juga tak mengenal siapa Hyung Joon. Eun Joo yang mengajak Hyun Joo makan terlebih dulu pun juga hanya menatap Hyung Joon sekilas, saat Hyung Joon duduk di sebelah Hyun Joo untuk ikut memesan mie.

Walaupun sedang makan, Hyun Joo tetap tak mau melepaskan bunga plastiknya, dan mengatakan kalau bunga itu untuk bayinya. Karena sudah lama Hyun Joo tak pernah menggunakan sumpit, maka ia sangatlah kikuk hingga menjatuhkan mie yang masih panas. Buru-buru Eun Joo mencarikan lap untuk Hyun Joo, meninggalkan mereka berdua.


Ditinggal berdua, Hyung Joon pun bisa menatap ibunya. Menunggu ibunya untuk menyapanya. Namun selama itu ibunya hanya menatapnya, tapi tak mengenalinya.


Maka Hyung Joon meraih kedua tangan ibunya dengan kasar, hingga bunga yang dipegang Hyun Joo terjatuh. Hyun Joo menjerit memanggil-manggil bayi pada bunganya yang terjatuh. Tapi Hyung Joon tak peduli. Ia menaruh bandul kalung hati ke tangan ibunya dan berkata, “Aku tak membutuhkan ini lagi.”


Ia pun berlalu pergi, meninggalkan Hyun Joo  yang tercenung menatap bandul itu. Eun Joo datang dan segera membersihkan mie dari pangkuan Hyun Joo, tapi Hyun Joo masih menatap bandul itu, seolah mulai mengingat sesuatu.


Dan ia memang mengingatnya karena ia mulai memanggil bayi pada Hyung Joon yang berlalu pergi.  Tapi Hyung Joon yang masih bisa mendengarnya tetap berjalan,  tak mempedulikan teriakan ibunya yang mengulurkan bandul kunci yang selalu ia pegang, “Hyung Joon..Aku akan memberikan ini untuk Hyung Joon.. Ini untuk Hyung Joon!”

Untung ibu Soo Yeon datang dan sempat menabrak Hyung Joon. Tapi perhatiannya hanya pada Hyun Joo, dan menenangkannya.


Hyung Joon langsung kembali ke rumah dan kembali ke kamar rahasianya. Tempat satu-satunya yang bisa menampung perasaannya.


Jung Woo dan Soo Yeon makan dan minum soju. Setelah gelas keempat, Soo Yeon mulai meminta Jung Woo untuk menyanyikan sebuah lagu. Dan Jung Woo pun menyanyikan lagu anak-anak. Tentang hewan dan bunyinya. Mulanya Jung Woo bercanda dengan menyanyikan suara semua hewan (ayam, angsa, kambing dan sapi) dengan suara kukuruyuk. Namun kemudian ia menyanyi dengan lebih serius, tapi Soo Yeon tetap cekikikan mendengarnya.


“Di dalam kandang ayam, ayam berbunyi.. petok-petok-petok
Di dekat pintu ada angsa berbunyi.. kwang-kwang-kwang
Di bawah pohon, domba berkata .. mbeek mbeek..
Di padang rumput, sapi berbunyi.. mmooo-mmoo..
Di jalan, polisi berbunyi..”


..BERHENTI DI SITU!!” teriak Jung Woo sambil mengacungkan tangannya, mengagetkan Soo Yeon.


Jung Woo pun menjelaskan arti dalam lagu anak-anak itu, “Itu berarti setiap orang harus menjalani hidupnya, melakukan apa yang harus mereka lakukan. Itulah yang dikatakan Detektif Kim padaku.”


Soo Yeon menggoda Jung Woo kalau sebenarnya Jung Woo menjadi detektif bukan karena Soo Yeon, tapi karena Detektif Kim. Jung Woo pun pura-pura terbelalak kaget karena ketahuan.

Tapi Soo Yeon melihat Jung Woo memang pantas menjadi seorang detektif, “Karena itu marilah kita kembali ke Seoul sekarang.”

Jung Woo mencoba menyela Soo Yeon. Tapi Soo Yeon tetap berkata kalau Jung Woo pasti sekarang merasa cemas setelah apa yang ia katakan kemarin, “Aku dapat sabar menunggu di kantor polisi. Ah.. saat itu aku akan merajut syal untukmu. Jadi, pergilah dan mulailah menyelidiki. Aku akan sabar menunggumu.”


Jung Woo meraih tangan Soo Yeon dan menggenggamnya. Ia tak mau membuat Soo Yeon lebih menderita lagi. Sebagai gantinya, ia akan meminta ibu Soo Yeon untuk datang kemari sehingga Soo Yeon dapat tinggal dengan aman.


“Bukankah lebih aman jika aku bersama denganmu?” tanya Soo Yeon. “Semua ini kan terjadi karenaku. Aku ingin mencoba menghentikan Harry, tapi ternyata aku tak mampu. Kau yang harus melakukan ini untukku.”


“Aku akan marah jika kau memihaknya,” kata Jung Woo. “Ia telah membunuh orang. Aku tak dapat bersimpati padanya.”

Soo Yeon membenarkan kalau Harry patut dihukum, “Tapi perlakukanlah dia sama seperti kau memperlakukanku,” pintanya.


Ia dulu sangat membenci Jung Woo. Dan karena ia tak punya cara untuk meluapkan kemarahannya, maka ia bersumpah untuk membalas dendam dan Jung Woo pun pasti merasakan bagaimana ia menyiksa Jung Woo, “Tapi.. karena kau begitu mencintaiku, semua kebencianku luntur saat itu. Begitu pula penderitaanku.”

Soo Yeon tak menyangka akan perasaan Harry padanya dan bahkan ia tak menyadari perasaan itu selama 14 tahun ini. Karena itulah ia merasa sedih.


“Tapi Harry telah berbohong,” kata Jung Woo mengingatkan.

“Ia juga adalah keluargaku,” kata Soo Yeon juga mengingatkan, “Sama seperti kau menyayangi ibuku dan Eun Joo. Dua pembunuhan. Itu memang hal yang mengejutkan. Tapi kenyataan kalau aku tak pernah menyadari sisi Harry yang itu.. ” Soo Yeon sesaat terdiam seakan menyalahkan diri sendiri,  “Apakah kau dapat memahaminya?”

Jung Woo termenung, memikirkan kata-kata Soo Yeon. Dan ia pun mengangguk. Ia memahami hal itu. Karena ia juga terkejut setelah mengetahui peran ayahnya dalam masalah ini.
Menghadapi kenyataan kalau Harry adalah keluarga Soo Yeon saat mereka terpisah, dan kenyataan kalau ia adalah anak ayahnya, “Apa sebaiknya kita minum satu gelas lagi? Ayo kita minum gelas kelima kita.”

Saat Jung Woo pergi, handphone Jung Woo berbunyi dan Soo Yeon langsung mengangkatnya. Ternyata Detektif Joo yang ingin berbicara dengan Jung Woo. Tapi Soo Yeon meminta detektif Joo untuk berbicara padanya.

Detektif Joo ragu untuk menyampaikan berita yang akan ia sampaikan, “Hwang Mi Ran telah sadar. Dan ia berkata kalau pelakunya adalah dirimu. Katanya kau yang meracuninya.”

Soo Yeon terkesiap mendengarnya. Jung Woo yang sedari tadi memperhatikan, langsung mengambil handphone itu dari tangan Soo Yeon dan mendengar ucapan seniornya yang tadi mengejutkan Soo Yeon. Tentu saja hal ini membuat Jung Woo shock dan marah.

Dengan lesu Soo Yeon berkata kalau ini adalah tindakan Harry yang menyuruh Mi Ran untuk melakukannya, “Ia pasti benar-benar membenciku.”

“Kalau ia membenci ayahku, seharusnya ia membidikku. Kenapa ia harus melakukan hal ini kepadamu?” tanya Jung Woo marah.

“Karena ia ingin melihatmu marah seperti yang sekarang kau lakukan saat ini,” kata Soo Yeon yang dapat menebak pikiran Harry. “Kita pun juga berencana akan kembali. Kau.. pasti akan menyelamatkanku, kan?”


Setelah pengakuan itu, Tae Joon menelepon Hyung Joon dan mengatakan kalau ia telah melakukan semuanya. Ia meminta Hyung Joon untuk mengembalikan semua uang yang dimiliki oleh bank-nya dan sebagai gantinya ia akan memberikan dimana keberadaan Soo Yeon sekarang.

Hyung Joon langsung bangkit, jelas tertarik dengan tawaran itu.


Soo Yeon keluar dari kamar mandi, melihat Jung Woo termenung. Tak mengatakan apa yang ia pikirkan, Jung Woo memperhatikan codet di kaki Soo Yeon. Ia menyentuh kaki Soo Yeon dan bertanya apakah luka itu masih sakit?

Soo Yeon menggeleng. Berkat Jung Woo, codet di kakinya tak lagi mengingatkannya pada saat ia melarikan diri dari ayahnya, tapi mengingatkannya pada Jung Woo yang menyentuh kakinya seperti yang baru saja Jung Woo lakukan. Mungkin hal itu terjadi karena tangan Jung Woo yang menyihirnya.

Jung Woo menatap Soo Yeon dan memintanya berjanji untuk menemuinya di hari pertama salju di musim dingin berikutnya, “Jangan membuat janji dengan yang lain, karena ada yang harus kau lakukan bersamaku.”

Tapi Jung Woo hanya tersenyum saat Soo Yeon yang penasaran akan apa yang harus mereka lakukan di hari itu.

Keesokan harinya, Jung Woo melihat kalau polisi sudah menunggunya. Tapi ia terkejut melihat Hyung Joon pun juga ada di sana. Saat Soo Yeon muncul, ia menyuruh Soo Yeon untuk memakai mantelnya terlebih dulu, untuk mencegah Soo Yeon melihat Hyung Joon.


Ia pun menemui Hyung Joon dan menyuruhnya, “Bocah, pergilah sebelum Soo Yeon keluar.”

Tapi Hyung Joon tersenyum dan malah menyuruh Jung Woo berlutut padanya karena ia mungkin akan mengaku, “Apa kau tahu apa artinya? Hanya aku yang dapat menyelamatkannya.”

Jung Woo menatap Hyung Joon, tak menggubris gertakan Hyung Joon, “Aku .. akan menangkapmu.”

Bersamaan dengan itu, Soo Yeon keluar dan Hyung Joon tersenyum menyambut Soo Yeon dengan mengulurkan tangannya, “Kemarilah, Zoe. Aku akan melakukan apapun yang ingin kau lakukan.”

Soo Yeon berkata pada Jung Woo kalau ia akan mengembalikan sesuatu padanya Harry terlebih dahulu. Jung Woo pun membiarkan Soo Yeon berjalan ke arah Hyung Joon.


Perlahan-lahan Soo Yeon meraih uluran tangan Hyung Joon, membuat Hyung Joon tersenyum senang. Tapi ternyata Soo Yeon hanya ingin mengembalikan kalung kunci yang pernah ia terima, tapi kalung itu terjatuh. Hyung Joon kaget, menatap Soo Yeon tak percaya.


Soo Yeon memegang tangan Hyung Joon, “Joon-ah.. dengan tangan yang pernah menyelamatkanku.. kenapa.. bagaimana mungkin .. kau bisa membunuh orang?” Soo Yeon terjatuh, masih tak dapat mempercayai. Ia menggenggam tangan Hyung Joon, “Kenapa kau melakukannya? Kenapa?”


Hyung Joon marah dan melepaskan tangan Soo Yeon, “Pergi! Jika kau seperti ini, lebih baik pergi saja!”


Hyung Joon membungkuk untuk mengambil kalung itu. Dan Jung Woo pun menunduk untuk meraih Soo Yeon dalam pelukannya.


“Kang Hyung Joon. Saat itu aku pernah iri padamu. Saat Soo Yeon mempercayaimu dan saat Soo Yeon membenciku, pada saat itu seharusnya kau membawanya pergi ke Paris. Soo Yeon telah memberikan semua kesempatan itu, tapi karena kebencianmu pada Han Tae Joon, kau melepaskan Soo Yeon,” Jung Woo mempererat pelukannya, “Sekarang Soo Yeon akan mendapat hukuman atas segala dosamu.”

Hyung Joon menatap Soo Yeon, menyadari kalau Soo Yeon tak akan kembali padanya dan memilih untuk menghadapi penjara.

“Larilah,” kata Jung Woo geram. “Karena jika kau tertangkap olehku, kau akan mati.”


Dan iapun mengajak Soo Yeon pergi untuk masuk ke mobil polisi. Hyung Joon pun hanya dapat melihat Soo Yeon yang masuk ke dalam mobil polisi bersama Jung Woo, meninggalkan Hyung Joon sendiri dengan kalung di tangan.
 


source : http://www.kutudrama.com/2013/01/sinopsis-i-miss-you-episode-18-1.html and http://www.kutudrama.com/2013/01/sinopsis-i-miss-you-episode-18-2.html
re-posted and re-edited by : dianafitriwidiyani.bblogspot.com

No comments:

Post a Comment