Sunday, April 21, 2013

I Miss You Episode 15



Handphone Jung Woo terjatuh, dan lampu layarnya seketika itu pula redup, sehingga Harry tak dapat melihat foto itu. Ia tak mempedulikan tatapan marah Jung Woo ataupun Zoe yang terjatuh. Matanya tertuju pada handphone itu.
Jung Woo ingin marah pada pada Harry yang tiba-tiba bersikap kasar padanya. Tapi ia mendengar erangan Soo Yeon, dan Jung Woo pun membantunya berdiri.
Soo Yeo kaget melihat tangan Jung Woo yang berdarah. Tanpa berani menatap Harry, Soo Yeon meminta Jung Woo tetap diam, dan ia pergi untuk mengambil kotak P3K.
Setelah Soo Yeon pergi, kedua pria itu saling menatap tajam. Harry berdiri terlebih dahulu dan dengan keras ia berkata, “Kenapa tak kau hentikan saja pertunjukkan cinta pertamamu  dan cepat keluar dari sini!” ia membungkuk, pura-pura mengambilkan handphone Jung Woo untuk melihat foto yang dikirim Ah Reum.
Tapi Jung Woo lebih cepat. Ia menyambar handphonenya dan segera bangkit. Mereka saling berhadapan, dan Jung Woo juga tak bersikap ramah lagi saat berbicara dengan Harry, “Kalau kau ingin menyalahkan kelakuanmu ini karena kau mabuk, maka hentikan saja sekarang. Atau jika kau ingin melanjutkan pertengkaran ini, suruh Soo Yeon untuk pergi terlebih dahulu.”
Harry tersenyum sinis, “Soo Yeon?”
“Benar, So Yeon,” jawab Jung Woo. “Cinta pertama? Ini bukan cinta pertama. Karena dulu aku melarikan diri seperti pengecut, cinta itu .. aku belum memulainya. Karena itulah aku mencarinya. Untuk mencintainya dengan benar.”
“Kau sudah terlambat,” jawab Harry tajam, “Jangan membuatku marah dan hentikanlah sekarang juga. Menyingkirlah kau dari Zoe”
Jung Woo menyambar sweater Harry, mencengkeramnya, “Aku dapat lebih dekat padanya,” jawabnya, yang malah membuat Harry tertawa. “Berhentilah membuat gara-gara!”
Harry mendengar suara pintu kamar terbuka, yang berarti sebentar lagi Soo Yeon akan datang. Maka ia tersenyum sinis dan melepaskan tongkatnya.
Sedetik kemudian, Soo Yeon muncul dan terbelalak melihat posisi Harry yang terancam oleh Jung Woo. Ia buru-buru memegang lengan Jung Woo, mencoba melepaskan cengkeramannya pada sweater Harry, “Jung Woo-ya.. kenapa kau seperti ini?” tanya Soo Yeon panik.
“Lee Soo Yeon!” sela Jung Woo marah.
“Zoe,” panggil Harry tenang, “Tolong katakan pada orang ini untuk meninggalkan rumah kita.”
Tapi Zoe tak bergeming, membuat Harry memanggil namanya sekali lagi. Tapi Soo Yeon tetap diam. Harry menoleh pada Soo Yeon yang pucat dan menatapnya tajam, “Zoe!”
“Tidak,” air mata kembali menggenang di mata Soo Yeon, “Sekarang, aku benci dengan Lee Soo Yeon ataupun Zoe!” dan ia pun meninggalkan kedua pria itu menuju lift.
Harry panik dan langsung melepas cengkeraman Jung Woo di sweaternya, memanggil-manggil Zoe. Tapi Zoe tak menghiraukannya, malah masuk ke dalam lift. Tanpa tongkat, tertatih-tatih Harry mengejar Zoe, “Jangan pergi! Kau tahu aku tak dapat mengejarmu! Zoe!’ namun pintu lift sudah tertutup.
Jung Woo pun mengambil mantelnya dan sebelum pergi, ia berkata pelan, “Tak peduli alasan apapun yang kau berikan padaku, aku akan mengambil Soo Yeon dari sisimu. Jadi, aku merasa menyesal, tapi hanya sampai saat ini saja. Jangan menungguinya. Aku tak akan membiarkannya kembali kemari.”
Dan Jung Woo pun masuk lift, meninggalkan Harry yang kali ini tampak terpukul akan kepergian Zoe.
Jung Woo mencari Soo Yeon ke tempat-tempat yang mungkin didatangi Soo Yeon. Tapi ia tak menemukannya. Bahkan di kedai minum tempat biasanya Soo Yeon minum.
Tak sengaja, ia melihat Soo Yeon berjalan di trotoar seberang jalan tempatnya berdiri, termenung dan melamun. Jung Woo menarik nafas lega dan segera menyeberang jalan, mengejarnya.
Ia segera melepaskan mantelnya dan memakaikannya pada Soo Yeon yang tak memakai mantel sama sekali, “Akhirnya aku menemukanmu,” kata Jung Woo lega. “Ayo kita pulang, Soo Yeon.”
“Sudah kukatakan kalau aku tak menyukai Lee Soo Yeon maupun Zoe,” Soo Yeon melepas mantel Jung Woo marah dan melemparkan pada Jung Woo, “Jadi hentikanlah sekarang juga!”
Jung Woo mengejar Soo Yeon dan menghentikannya lagi, “Hentikan apa? Apa yang telah aku lakukan untuk menghentikannya? Bukankah aku pernah berkata kalau aku akan membawamu pulang saat kau menangis sekali lagi, kan?” Jung Woo memakaikan mantel itu lagi pada Soo Yeon, “Ayo kita pulang!”
“Bukankah sudah kukatakan sebelumnya? Haruskah aku mengatakannya lagi?” sergah Soo Yeon marah.
“Lee Soo Yeon, jujurlah padaku,” pinta Jung Woo. Tapi nadanya semakin keras karena baginya keengganan Soo Yeon seperti tak masuk akal. Apakah alasan sebenarnya Soo Yeon tak bisa kembali menjadi Soo Yeon lagi?
“Apakah kau belum bisa memaafkanku? Kau menangis seperti ini karena kau ingin membuatku khawatir? “Han Jung Woo, berandalan itu! Matilah karena khawatir!” Apakah kau sengaja melakukannya? Dan saat aku sudah tak tahan dan hanya memperlihatkan punggungku seperti saat aku berumur 15 tahun, kau akan berkata “Aku tahu kau akan seperti ini”. Apakah kau ingin menertawaiku? Jangan diam saja. Katakan padaku.”
Jung Woo semakin kalap dan mengatakan dugaannya yang lainnya, “Ataukah alasan sebenarnya karena kau mencintai Harry? Itu tak benar. Tanggung jawab? Kalau begitu jangan pernah goyah. Kau juga menyukaiku!”
“HAN JUNG WOO!!” jerit Soo Yeon sehingga membuat Jung Woo diam. Ia yang sedari tadi sibuk dengan perasaannya dan tak melihat perasaan Soo Yeon, tertegun karena akhirnya melihat wajah Soo Yeon yang pucat dan menyedihkan dengan nafas yang pendek-pendek karena menahan isak tangisnya.
Soo Yeon terisak dan memukuli dada Jung Woo berkali-kali, “Jahat. Kau tahu apa? Kau tahu apa?! Saat kau tak ada di sana, rasanya aku ingin mati saja. Karena kau tak ada di sana, saat itu aku benar-benar ingin mati.”
Baru sekarang Soo Yeon mengatakan perasaannya. Dan baru sekarang Jung Woo memahami perasaan Soo Yeon. Melihat wajah yang sebelumnya tersenyum dan tersipu malu, sekarang histeris dan menangis, Jung Woo hanya bisa memeluk gadis itu.
“Apa yang harus aku lakukan?” jerit Soo Yeon bertanya, “Kau menyuruhku untuk melakukan apa?!”
“Aku yang salah.. Semuanya aku yang salah,” kata Jung Woo menyesal.
Tapi tangisan Soo Yeon tak mereda, malah semakin menjadi dan berkali-kali terucap kata ‘jahat’ dari mulut Soo Yeon. 
Jung Woo tak ingin membantahnya, “Kau benar. Aku benar-benar jahat. Karena itu janganlah menangis. Jangan menangis, ya?” bujuknya, “Kumohon janganlah menangis..”

Sementara itu Harry duduk di rumah sendirian, menunggu kedatangan Zoe. Tapi lift di depannya tak kunjung terbuka.

Dengan taksi, Soo Yeon pergi ke butik Bellez, dan Jung Woo mengikuti di belakangnya. Tapi Jung Woo menyuruh taksi untuk menunggu sebentar. Jelas ia tak menginginkan Soo Yeon untuk tidur di dalam butik dan menginginkannya pulang ke rumah ibunya.

Soo Yeon menyuruh Jung Woo untuk pergi karena ia tak bisa pulang ke rumah ibunya, “Aku bahkan tak dapat mengatakan maaf dan menyesal pada Eun Joo.  Aku akan menjaga diriku sendiri. Jadi pergilah sekarang.”



Jung Woo memegang tangan Soo Yeon, menahannya untuk tak masuk, “Kau tak boleh masuk ke sana padahal kau punya rumah. Berbeda denganku, aku tak punya rumah sama sekali. Aku telah diusir dari semua tempat,” dan ia pun memiliki ide bagus, “Kalau begitu, ke hotel saja.”



Soo Yeon terbelalak mendengar ide Jung Woo, dan ia buru-buru masuk ke dalam butik. Jung Woo pun tersadar akan arti tersirat dari kata-katanya. Padahal ia tak berniat seperti itu.



Ia langsung berteriak, “Bukan aku! Hanya kau saja! Aku akan tidur di kantor poli..”

Tapi Soo Yeon sudah masuk ke dalam butik, meninggalkan Jung Woo. LOL.



Soo Yeon sudah masuk ke ruang kerjanya. Tapi Jung Woo sepertinya tebal muka, dan ikut masuk ke dalam ruangan, mengeluhkan dinginnya suhu luar ruangan. Mencoba bersikap dingin, Soo Yeon berkata kalau ia sudah lelah dan ingin tidur. Ia menyuruh Jung Woo untuk segera pergi.



Tapi Jung Woo keras kepala, malah mendahului Soo Yeon masuk ke dalam ruangan, dan membaringkan tubuhnya di kursi panjang, “Aku akan tidur. Jangan bangunkan aku,” katanya dan langsung memejamkan mata.

Soo Yeon hanya menatap Jung Woo, diam.

Jung Woo melirik ke arah Soo Yeon yang tak bergeming dari tempatnya, dan ia memejamkan mata kembali.



Soo Yeon tetap menatap Jung Woo, diam.

Jung Woo kembali melirik Soo Yeon, dan ia pun mendesah keras dan memiringkan tubuhnya untuk tidur, “Aduh.. dinginnya,” ucapnya seakan meminta belas kasihan.



Soo Yeon masih tetap menatap Jung Woo, diam.

Akhirnya Jung Woo tak tahan lagi. Ia bangkit dan duduk dengan kesal, “Aishh.. Kau benar-benar pelit. Lee Soo Yeon, semakin aku melihatmu, kau itu semakin negatif. Kenapa kau berpikiran negatif terus?”

Dan dengan itu Jung Woo keluar dari kamar, walaupun sempat terlintas senyum kecil dan ia pun meninggalkan Soo Yeon sendiri.
Ha. Ternyata diam itu adalah emas. Si tebal muka saja kalah dengan emas itu.



Setelah sendiri, Soo Yeon tak segera tidur, malah duduk di tempat Jung Woo tadi berbaring. Terdengar bunyi SMS masuk, tapi Soo Yeon tak segera membukanya. Ia menenangkan diri dulu, baru membuka SMS itu.



Dari Harry : Jika kau meninggalkanku, kau akan dalam bahaya. Kembalilah, Zoe.”



Harry masih duduk di tempat yang sama, menunggu kedatangan Zoe.



Sedangkan Jung Woo ternyata tiduran di sofa di lantai satu, memandangi foto ‘tantenya’, dan bergumam, “Apakah kita memang mirip?”

Iapun menelepon Ibu Soo Yeon. Ibu yang sedang ada di kamar bersama Eun Joo, mendengar suara handphonenya berbunyi. Ia buru-buru men-silent dan pura-pura sakit perut, menggunakan alasan itu untuk pergi ke luar kamar. Eun Joo hanya terdiam mendengar akting Ibu.



Di dalam kamar lainnya, ibu bertanya apakah ada sesuatu yang terjadi dengan Jung Woo? Dimana Jung Woo sekarang? Tapi Jung Woo memang sengaja tak mau memberitahukan pada ibu. Ia senang mendengarkan suara ibu yang khawatir, melarangnya untuk tidur di kantor polisi dan menyuruhnya untuk segera pulang ke rumah, “Dulu, kau tak pernah melawan perintahku. Tapi kenapa kau sekarang seperti ini?”

Mendengar ibu khawatir, Jung Woo malah semakin menggoda ibu dengan mengatakan kalau ia sekarang kedinginan. Ibu yang semakin khawatir, berniat untuk membawakan selimut tambahan untuk Jung Woo. Jung Woo malah pura-pura batuk, sehingga Ibu memutuskan untuk pergi ke kantor polisi sekarang.

Akhirnya Jung Woo mengatakan kalau ia sedang tak berada di kantor polisi, karena ia sedang mengawasi seseorang. Ibu malah cemas karena ia tahu kalau Jung Woo terkena flu, pasti sembuhnya akan lama, “Kemarilah!”



Jung Woo terkejut mendengar kata-kata ibu karena berarti ibu sudah memperbolehkan ia pulang. Tapi ia tak mau pulang sekarang, “Aku akan membawa Soo Yeon bersamaku. Setidaknya ia harus menepati janjinya untuk pulang ke rumah.”

Ibu menyuruh Jung Wo untuk menutup telepon saja karena Jung Woo tak pernah mau mendengarkan kata-katanya. Ia juga sedih jika memikirkan mereka berdua. Bagaimana bisa Jung Woo dan Soo Yeon mengembalikan 14 tahun yang hilang itu?



Ternyata Eun Joo mencuri dengar apa yang ibu katakan pada Jung Woo di telepon.



Perlahan-lahan Jung Woo pergi ke ruang kerja Soo Yeon dan mengendap-endap masuk ke dalam. Ia membuka tirai ruang tidur, dan melihat Soo Yeon sudah tertidur pulas. Setelah menyelimuti Soo Yeon, ia tertarik pada penjepit yang digunakan Soo Yeon untuk menjepit kertas-kertas desainnya.



Jepit itu mirip dengan jepit jemuran yang dulu pernah ia selipkan di rambut Soo Yeon 14 tahun yang lalu. Dan sekarang pun ia juga ingin menyelipkan jepit itu ke rambut Soo Yeon lagi.

Ia melepaskan jepit itu dan perlahan-lahan  ia selipkan jepit itu ke rambut Soo Yeon. Tersenyum melihat jepit itu bertengger di rambut Soo Yeon, ia merapikan rambut Soo Yeon, membelainya, “Maafkan aku.”



Ia menatap Soo Yeon lembut dan menggenggam tangan Soo Yeon  yang lebam. “Soo Yeon ah.. tak akan pernah lagi, walaupun aku harus mati, aku tak akan melarikan diri sendiri.”



Seakan masih ingin menenangkan Soo Yeon, Jung Woo menepuk-nepuk bahu Soo Yeon perlahan dan berkata, “Soo Yeon yang berusia 29 tahun, tetaplah menjadi style-ku.”



Dan iapun ikut tertidur.



Namun Soo Yeon rupanya bangun dan menyelimuti Jung Woo tanpa membangunkannya. Ia juga menempelkan band aid ke tangannya yang terluka. Tersenyum melihat Jung Woo yang tertidur pulas, ia meraba jepit yang tadi belum ada di rambutnya, tahu siapa pelaku yang menyelipkan jepit itu.

Dengan Jung Woo yang tertidur di ruangan yang sama, Soo Yeon mulai bekerja, mendesain, memindahkan ide yang ada di benaknya dalam sebuah kertas.

Harry masih menunggu di tempat yang sama, menunggu kepulangan Zoe.



Keesokan paginya, Ah Reum datang ke ruang kerja Soo Yeon yang sudah kosong. Ia menemukan kertas-kertas desain Soo Yeon dan langsung menyukai salah satu desain itu. Ia pun mencari Soo Yeon ke ruang tidur.

Betapa kagetnya Ah Reum, bukanya menemukan Soo Yeon, ia malah melihat oppa-nya tertidur di samping tempat tidur.



Tapi karena Jung Woo masih tidur, ia yang dari dulu ingin bersama kakaknya, langsung menyandarkan kepalanya ke punggung Jung Woo.

Jung Woo pun tersenyum merasakan ada kepala  yang menyandar ke bahunya. Dan Oh My God! So pervert. Apakah Jung Woo berpikir yang ada di belakangnya adalah Soo Yeon? LOL. Dan ternyata memang benar karena Jung Woo bergumam gembira, “Soo Yeon-ah..”

Ah Reum mengerutkan kening mendengar oppa-nya menyebut nama yang bukan namanya. Ia semakin bingung mendengar Jung Woo berkata, “Aku hanya akan menghitung sampai tiga..”



Jung Woo pun meraih tubuh gadis di belakangnya dan berkata, “.. tiga!” dan ia membalikkan tubuh gadis itu.

.. dan matanya terbelalak, tak percaya. Adiknya sendiri. LOL. 

Apalagi Ah Reum melotot padanya, “Apa yang sedang kau lakukan?”
Bwahahaha… Jung Woo speechless, tak tahu jawaban apa yang harus ia berikan pada adiknya.



Belum sempat ia menjawab, ia melihat sepasang kaki di hadapannya, dan ia tersentak kaget. Soo Yeon ada di hadapannya dengan dua mug di tangan.



LOL.. LOL.. LOL..

Sontak Jung Woo langsung mendorong Ah Reum ke samping, membuat Ah Reum terjatuh. Jung Woo pun langsung melakukan pembelaan, “Dia adikku. Han Ah Reum.. Han Jung Woo..” kata Jung Woo gugup. Namun ia tersenyum sedikit lega, karena ia berhasil menjelaskan kesalahpahaman pada Soo Yeon.



Tapi Jung Woo tak bisa secepat itu merasa lega karena Ah Reum masih memborbardirnya dengan pertanyaan, “Oppa! Berikan alasan padaku. Kenapa kau tidur di sini?”

“Ohh?” Jung Woo segera memutar otak untuk memperpanjang waktu agar ia bisa berpikir, “Kau juga kenapa ada di sini?”
Ah Reum berkata kalau ia disuruh ibu untuk mengambil desain Zoe. Soo Yeon berkata kalau ia akan segera mengirimkannya lewat e-mail. Soo Yeon pun langsung mengambil kameranya dan memotret semua desain yang ia buat.


Jung Woo mengambil kesempatan ini untuk keluar dari kamar tidur dan mengambil sebuah desain yang ada meja, memuji hasil kerja Soo Yeon. 



Tapi Ah Reum tak semudah itu menyerah. Ia terus bertanya, mengapa Jung Woo tidur di kamar ini? Jung Woo melirik Soo Yeon yang pura-pura sibuk memotret dan menjawab kalau ia sedang menyelidiki sebuah kasus, “Itu kan sudah jelas. Kenapa kau menanyakan hal yang sudah jelas sekali?”



Pada Soo Yeon ia berkata dengan sopan, “Semuanya sudah terpecahkan, kan?” Haha.. #kode nya terlihat jelas sekali nih. Jung Woo melirik Ah Reum dan melanjutkan #kode-nya, “Jika sesuatu terjadi lagi, teleponlah aku pada saat itu juga. Jika kau mengulur-ulur kasusnya, pasti kasus itu akan semakin parah.”
Dan ia pun bersiap kabur.
Tapi adiknya jauh lebih cepat, karena Ah Reum langsung menahan bahu Jung Woo, “Lalu kenapa memanggil Soo Yeon? Siapa itu Soo Yeon?”



Jung Woo bengong, tak tahu akan menjawab apa. Soo Yeon langsung menundukkan kepala, tak mau ikut campur. Maka Jung Woo pun tertawa kaku dan menjawab kalau ia hanya bermimpi, “Kenapa kau kemari? Ceritakan padaku tentang Tante.”



Dan Jung Woo pun menyeret adiknya untuk keluar dari ruangan. Namun sebelumnya ia sempat mengedipkan mata pada Soo Yeon.



Aww.. dan Soo Yeon pun tersenyum kecil.


Jung Woo dan Ah Reum tiba di rumah. Ini pertama kalinya Jung Woo akan menginjakkan kakinya di rumahnya sendiri setelah 14 tahun dan Ah Reum dapat merasakan kegugupan kakaknya.

Jung Woo heran saat melihat Sekretaris Yoon dan dua orang lainnya yang hanya berdiri di depan gerbang dan tidak masuk ke dalam. Ah Reum mengatakan kalau penjagaan rumah ini sangat berlebihan karena bahkan ada penjaga yang ditempatkan di gerbang depan.
Dan kedua satpam berdasi itupun menghentikan Jung Woo yang akan masuk ke dalam, walau Ah Reum telah menjelaskan kalau Jung Woo adalah putra tertua di keluarga mereka. Mereka diperintahkan untuk melarang orang lain masuk kecuali Mi Ran dan Ah Reum.
Tapi Jung Woo menjawab pendek kalau ia adalah anak laki-laki di keluarga ini. Ia menepis tangan satpam itu dan langsusng masuk ke dalam bersama Ah Reum. Satpam itu tak berani berbuat macam-macam lagi.
Sekretaris Yoon yang sedari tadi diam, menoleh ke belakang.. Sepertinya ia pun juga termasuk orang yang dilarang masuk ke dalam rumah.
Di ruang kerjanya, Tae Joon sedang berbicara dengan seseorang, yang sepertinya terkena imbas akan peminjaman nama Park Sun Hee, berjanji untuk menghilangkan transaksi yang berkaitan dengan orang itu.
Tiba-tiba ia mendengar suara Mi Ran yang menghardik Jung Woo yang berani menginjakkan kaki ke rumah lagi.
Mi Ran yang memegangi Hyun Joo berkata kalau ayah Jung Woo sedang ada di rumah dan meminta Jung Woo untuk segera pergi. Tapi Jung Woo mengatakan kalau kedatangannya kemari adalah memang untuk menemui ayah.
Jung Woo pun menyapa Hyun Joo dengan memperkenalkan namanya, “Kudengar anda adalah Tante saya.” Tentu saja Mi Ran kaget saat mendengarnya. Buru-buru Mi Ran menarik Hyun Joo untuk masuk ke dalam kamar.
Tapi Hyun Joo malah mengulurkan tangannya pada Jung Woo untuk memberikan bunga plastik yang selalu ia pegang. Jung Woo terkejut, namun senang karena menyangka ‘tantenya’ itu memberikan bunga itu padanya.
Tapi ternyata Hyun Joo tak memberikan bunga itu, karena ia menarik bunga itu kembali sambil tersenyum pada Jung Woo.
Mi Ran pun buru-buru membawa Hyun Joo masuk ke dalam kamar, berbarengan dengan Tae Joon yang keluar dari kamar kerjanya. Tae Joon langsung membentak Jung Woo, menyuruhnya keluar.
Saat Jung Woo bertanya apakah ayahnya sudah bisa menghubungi Sekretaris Nam, tiba-tiba terdengar teriakan Mi Ran. Buru-buru Jung Woo masuk kamar, dan melihat Mi Ran meminta tolong padanya. 
Ternyata ada pria baju hitam yang sama dengan yang di rumah sakit, yang sedang merebut bunga plastik di tangan Hyun Joo. Melihat kedatangan Jung Woo, pria itu langsung menarik bunga itu kuat-kuat hingga lepas dari tangan Hyun Joo dan melarikan diri, membuat Hyun Joo menangisi bunga itu, “Bayi.. bayi..”
Jung Woo berhasil mengejarnya dan mereka berkelahi. Hampir saja pria itu dapat melarikan diri, namun Jung Woo mengambil batu dan melemparnya dan mengenai tengkuk pria itu hingga pria itu terjatuh dan bunga plastik itu terlepas dari tangannya.
Tak disangka, Ah Reum keluar dari dalam rumah karena mencemaskan Jung Woo. Pria itu langsung menarik Ah Reum dan menjadikannya sebagai sandera. Jung Woo mengeluarkan pistolnya, namun ia belum berani menembak karena Ah Reum.
Pria itu menggunakan keragu-raguan Jung Woo untuk melarikan diri. Hanya sepersekian detika, ia mendorong Ah Reum dan memungut bunga plastik itu, dan langsung melarikan diri.
Setelah memastikan kalau Ah Reum baik-baik saja, ia segera mengejar pria baju hitam itu hingga gerbang rumah. Tapi pria itu sudah menghilang. Hanya ada dua satpam yang pingsan di depan gerbang.
Dan pria itu muncul di hadapan Harry dan meletakkan bunga plastik itu di atas meja. Tapi Harry tak melirik bunga itu sedikitpun. Dengan muram ia berkata pada pria itu, “Zoe meninggalkanku. Bawa Zoe kembali padaku.”
Di butik, Soo Yeon mulai sibuk bekerja. Tapi perhatiannya terpecah saat mendengar suara langkah Harry. Ia menoleh ke arah suara itu, yang ternyata adalah suara kaki seorang pegawai yang sedang membawa tongkat. Ingatannya kembali pada Harry dan ia sudah membuka nomor telepon Harry untuk meneleponnya.
Tapi assisten manajer butik memanggilnya karena ada kiriman paket untuk Zoe. Soo Yeon meminta agar kiriman itu ditaruh saja di atas meja di ruang kerjanya. Belum sempat bertanya lebih lanjut lagi tentang pengirim barang itu, Soo Yeon melihat Eun Joo masuk.
Soo Yeon langsung menunduk dan menyapanya gugup, membuat Eun Joo heran dan bergumam, “Kenapa gugup?”
Soo Yeon membawa Eun Joo ke ruang kerjanya. Sambil melihat-lihat ruangan itu, Eun Joo bertanya darimana Zoe tahu tentang 280 langkah dari lampu jalan menuju rumahnya?  Soo Yeon menjawab pendek kalau ia pernah mendengarnya.
“Aku juga telah mendengar kalau kau hanya pernah mendengarnya. Karena aku berani bertaruh kalau Soo Yeon pun bahkan sudah melupakannya,” ujar Eun Joo sambil mengamati meja kerja Zoe, desain yang dibuatnya, dan coret-coretan lingkaran yang ada di buku Zoe.
Lingkaran yang juga digoreskan Soo Yeon di dinding tangga 14 tahun yang lalu.
Ia menatap curiga pada Zoe, yang walau gugup mencoba bersikap ramah padanya. Melihat Eun Joo melirik meja kerjanya, ia menawari Eun Joo untuk mencoba salah satu baju desainnya. Kalau Eun Joo suka, ia akan memberikannya sebagai hadiah. Kenapa? Karena Jung Woo telah bersikap baik padanya dan Eun Joo merupakan keluarga Jung Woo.
Eun Joo bertanya sekali lagi apakah Zoe bukan Soo Yeon? Saat Soo Yeon menjawab tidak, Eun Joo berkata kalau jawaban itu melegakannya. Karena jika Zoe adalah Soo Yeon, dan Soo Yeon ternyata hidup enak seperti ini, Eun Joo merasa sama sekali tidak adil. Ayahnya meninggal dunia saat mencari Soo Yeon.
“Soo Yeon, anak itu.. Memikirkan dirinya bernafas saja sudah membuatku marah. Apalagi jika ia hidup dengan baik. Kurasa aku akan semakin marah dan membuatnya lebih membencinya,” kata Eun Joo geram, membuat Soo Yeon menunduk diam, “Karena kau bukan dirinya, kurasa tak ada alasan lagi bagiku untuk menemuimu lagi.”
Eun Joo pun pergi meninggalkan Soo Yeon. Soo Yeon ingin mengejarnya, tapi ragu.
Hmm.. satu alasan lagi untuk tak menjadi Soo Yeon.
Setelah kehilangan pria berbaju hitam itu, Jung Woo menemui ayahnya. Ia memberitahu kalau ia tak menemukan jejak dari pria itu. Dan karena ia menduga kalau ayahnya tak akan melaporkan kejadian ini pada polisi, maka ia minta agar pengamanan dibuat lebih ketat lagi.
Ia pun menunjukkan gambar foto keluarga yang sempat ia simpan di handphone dan memberitahu kalau foto ini ia temukan dari mayat Sang Chul, “Aku pikir Ayah pasti sudah tahu akan kematian Sang Chul, kan? Kenapa pembunuh Sang Chul itu mengungkit sesuatu yang terjadi 14 tahun yang lalu? Aku merasa Ayah pasti juga sudah tahu alasannya. Aku ingin Ayah memberitahukanku rahasia yang Ayah simpan selama 14 tahun ini.”
Tae Joon menatap anaknya dengan pandangan meremehkan, tapi Jung Woo tetap melanjutkan, “Pelaku 14 tahun yang lalu, adalah sama dengan pembunuh Sang Chul dan itu berarti keluarga kita dalam bahaya. Ayah harus memberitahu rahasia itu agar aku dapat menangkapnya.”
“Menangkapnya? Siapa? Kau?” tanya Tae Joon sinis, “Setelah orang itu lepas tepat di depan matamu, kau masih punya nyali untuk mengatakan hal itu?” Tae Joon menelepon anak buahnya untuk menyeret Jung Woo keluar.
“Ayah! Dia akan datang untuk membunuh Ayah,” teriak Jung Woo khawatir.
“Membunuhku? Siapa yang berani menyentuhku?” bentak Tae Joon pada anaknya. “Aku ini Han Tae Joon!”
Jung Woo merasa frustasi melihat kesombongan ayahnya. Ia mencoba meyakinkan ayahnya kalau pelaku itu tak main-main karena pelaku itu melemparkan mayat Sang Chul persis di hadapannya. Bahkan ia sedikit mengancam ayahnya, kalau ayahnya tak memberitahukan rahasia itu, ia tak punya pilihan lain selain mencurigai ayahnya.
Bukan rahasia yang didapat, tapi malah tamparan di pipi dan sebutan orang gilalah yang didapatkan Jung Woo. Sia-sia saja Jung Woo mengatakan dugaannya kalau Sang Chul bukanlah orang terakhir yang akan kehilangan nyawanya. Ayahnya tetap keras kepala  dan menyuruh satpam untuk membawanya pergi.
Tapi Jung Woo masih belum mau pergi. Ia melepaskan diri dari cengkeraman para satpam itu dan berkata, “Ayah tak dapat merahasiakan hal ini selamanya, karena aku akan memastikan untuk mencari tahu apa sebenarnya yang Ayah sembunyikan.”
Soo Yeon mengamati jepit jemuran yang semalam Jung Woo sematkan di rambutnya. Ia teringat akan Detektif Kim yang merebut jepit rambutnya 14 tahun yang lalu kata-kata Eun Joo yang mengatakan kalau ayah Eun Joo meninggal karena mencari Soo Yeon. Ia pun menelepon Jung Woo.
Jung Woo yang hatinya kacau setelah pertengkaran dengan ayahnya, melihat telepon masuk dari Soo Yeon. Ia menarik nafas, menenangkan hatinya dulu sebelum menyapa Soo Yeon dengan riang.
Soo Yeon berkata kalau ia ingin membaca catatan kecelakaan detektif Kim dan bertanya apakah Jung Woo dapat memberikan catatan itu padanya? Sejak pagi tadi sebenarnya ia ingin menanyakan hal ini, tapi urung ia lakukan karena kehadiran Ah Reum.
Jung Woo meminta Soo Yeon untuk tak buru-buru mengingatnya. Tapi Soo Yeon berkata kalau ia teringat hal itu karena ia melihat jepit jemuran itu, “Saat aku mengingat kecelakaan itu dan saat kita dapat menangkap pembunuhnya, kupikir saat itu aku bisa pulang ke rumah.”
Hati Jung Woo yang mulanya kacau karena ayahnya, langsung berbunga-bunga mendengar kata-kata Soo Yeon, “Benarkah? Kau sudah berjanji, oke? Aku akan membawa semua catatan kecelakaan itu kepadamu,” Jung Woo tersenyum dan melanjutkan, “Dan aku juga akan membawakan ddukboki, sosis dan soda kesukaanmu.”
Soo Yeon terkejut mendengar rahasianya keluar dari mulut Jung Woo. Ia langsung menebak kalau Jung Woo pasti membaca buku hariannya dan hal ini membuatnya sangat malu, “Kembalikan padaku sekarang juga!” seru Soo Yeon merajuk.
“Itu tergantung dari sikapmu,” goda Jung Woo, “Aku akan menemuimu nanti. Tunggu aku, ya..”
Aishh .. cara Jung Woo mengatakan tunggu aku (kidalyeoooo…) membuat Soo Yeon tersenyum, karena nadanya benar-benar sok imut.
Jung Woo menutup telepon dengan perasaan yang jauh lebih baik. Namun mungkin hari ini sudah ditakdirkan sebagai hari jungkirbalik Jung Woo, karena sebelum ia masuk mobil, ada telepon dari Detektif Joo yang mengatakan kalau mereka menemukan mayat Sekdir Nam di tepi sungai Susom.
Jung Woo buru-buru menuju ke tempat yang diberitahukan. Dan di sana sudah banyak polisi yang mengamankan lokasi kejadian. Menurut bagian forensik, mobil Sekdir Nam sudah penuh air, tapi mayat Sekdir Nam kaku karena formalin (yang digunakan untuk mengawetkan mayat).
Detektif Joo menambahkan dugaannya kalau Sekdir Nam mati karena ditenggelamkan, tapi kemudian mayatnya dimasukkan dalam mobil. Ia juga setuju akan dugaan Jung Woo yang mengatakan kalau mayat Sekdir Nam dimasukkan ke dalam mobil karena takut mayatnya tak ditemukan oleh mereka.
Detektif Joo mendesah karena dengan tewasnya Sekdir Nam, uang Michelle Kim juga melayang pergi. Dan ia berani bertaruh kalau sekarang Harry pasti marah, karena polisi tak dapat menangkap Sekdir Nam (sebelum Sekdir Nam mati).
Namun jawaban Jung Woo tak diduga oleh Detektif Joo. Menurut Jung Woo, pembunuhan ini adalah pembunuhan berantai, “Tempat ini adalah tempat dimana Kang Sang Deuk memberi kesaksian palsu kalau ia telah membunuh Soo Yeon. Begitu pula dengan kematian Sang Chul. Orang itu meninggalkan mayat Sekdir Nam di sini agar aku bisa melihatnya.”
Detektif Joo bertanya apakah pelakunya adalah orang yang sama dengan orang yang tak berhasil mereka tangkap beberapa hari yang lalu? Detektif Joo semakin kaget, karena selain Jung Woo mengiyakan, Jung Woo bahkan memberitahukan kalau orang itu pergi ke rumah ayahnya namun ia  tak berhasil menangkap orang itu.
“Semuanya harus berakhir sampai di sini,” tegas Jung Woo. Ia meminta untuk memeriksa mayat Sekdir Nam dulu sebelum mayat itu dibawa ke dalam ambulans.
Hmm, jika ini menurut Jung Woo ini adalah pembunuhan berantai, maka mungkin ada bukti yang terdapat pada tubuh Sekdir Nam seperti foto keluarga yang terselip di tubuh Sang Chul.
Jung Woo dan seniornya pun mulai memeriksa tubuh Sekdir Nam. Mulanya mereka tak menemukan apapun, dan Detektif Joo berkata kalau ini pelaku pembunuhan ini bukanlah satu orang yang berarti bukan pembuhuan berantai. Tapi Jung Woo tetap yakin, karena ada perubahan kesaksian dari Bibi Choi.
Handuk basah itu bukanlah perbuatan Bibi Choi. Pembunuhnya menggunakan air untuk membunuh, “Handuk basah digunakan untuk membunuh Sang Deuk, air juga digunakan untuk menyiksa Sang Chul. Dan tenggelam adalah penyebab kematian ini. Kemungkinan ini pembunuhan berantai sangatlah tinggi. Aku yakin ada sesuatu di mayat ini.”
Dan benar saja karena Jung Woo melihat sekilas ada benda kecil yang ada di mulut Sekdir Nam. Menggunakan pinset, dengan hati-hati ia mengambil barang itu.
Dan ternyata benar. Ada memory card yang terbungkus plastik tersimpan di mulut Sekdir Nam. Bingo!
Di kantor, seluruh tim dan Jung Woo melihat apa isi memory card itu. Ternyata isi memory card itu adalah daftar transaksi gelap dari Bank Sangil.
Dan ada satu yang menarik perhatian mereka. Ada transaksi uang sebesar 70 juta won untuk Kepala polisi mereka, Yang Seung Pyo.
Jung Woo teringat akan dokumen kepolisian yang jatuh saat ayahnya menamparnya dengan amplop di lobi kantor dulu. Dokumen itu adalah dokumen yang dikeluarkan oleh kantor tempatnya bekerja. Dan ia pun tahu siapa kaki tangan yang ditempatkan ayahnya di kepolisian. Pantas saja waktu itu ayahnya mengatakan kalau Jung Woo tak akan pernah bisa menemukan Lee Soo Yeon.
Semua rekan kerja bingung menghadapi masalah pelik ini. Jika dokumen ini mereka ungkap, pekerjaan mereka yang akan menjadi taruhannya. Atasannya juga menyadari hal ini, dan ia mengajak Jung Woo keluar untuk bicara berdua saja.
Tapi Jung Woo tak mau. Ia tahu apa yang akan dibicarakan oleh atasannya, dan ia ingin bicara di sini saja. Jung Woo menyadari kalau ayahnya bisa akan ditahan karena foto keluarga dan memory card ini.
Kedua rekan sekerja Jung Woo kaget saat mereka akhirnya tahu kalau Jung Woo adalah anak pemilik Bank Sangil.  Atasannya mengkhawatirkan Jung Woo jika ayahnya nanti ditahan. Tapi menurut Jung Woo, ayahnya pasti sudah menghapus semua bukti yang ada sehingga akan susah menginterogasi ayahnya apalagi menangkapnya.
Tapi yang paling penting, sekarang mereka tahu apa yang sebenarnya diinginkan oleh si pelaku. Target sebenarnya dari pelaku itu adalah ayahnya, Han Tae Joon. Ia tahu kalau ia akan dibebastugaskan dari kasus ini, namun ia berharap agar tim mereka tetap menyelidiki kasus ini hingga selesai.
Tiba-tiba kaki tangan Tae Joon, yaitu Kepala Polisi, masuk ke dalam ruangan. Ia melihat namanya ada di daftar yang ada di proyektor dan ia bertanya apakah Jung Woo yang membujuk Bibi Choi mengubah pengakuannya? Ia sangat marah karena sekarang mereka harus melakukan investigasi ulang akan kasus ini.
Jung Woo menjelaskan kalau kasus kematian Kang Sang Deuk, Kang Sang Chul dan Sekdir Nam adalah kasus pembunuhan berantai yang dilakukan oleh satu orang. Maka ia meminta kepala polisi untuk menambahkan orang untuk mengusut kasus ini.
Bukannya menyetujui saran Jung Woo, kepala polisi malah akan mengalihkan tugas penyelidikan ini pada tim lain. Atasan Jung Woo kali ini yang buka suara, “Bagaimana mungkin kami menyerahkan kasus ini pada tim lain, sementara kamilah yang selama ini menyelidikinya?”
Kepala Polisi beralasan karena Jung Woo yang merupakan anak Tae Joonlah yang menyebabkan tim ini harus melepaskan kasus pembunuhan ini. Maka Jung Woo mengusulkan kalau hanya dia sendiri yang akan keluar dari tim penyidik. Tapi Kepala Polisi tetap menyuruh mereka mengalihkan kasus ini pada tim lain tanpa memberitahukan alasan yang lain.
Ia buru-buru keluar, tapi Jung Woo mengejarnya. Atasannya yang sudah tahu tabiat Jung Woo mencoba mencegahnya tapi ia kalah cepat karena Jung Woo sudah berhasil menghadang kepala polisi. Kericuhan ini pun menarik perhatian rekan polisi yang lainnya. 
Jung Woolah yang mengatakan alasan kepala polisi mengalihkan kasus ini, sebenarnya adalah untuk menyembunyikan kebusukan yang telah ia lakukan selama ini? Bukankah namanya juga muncul di daftar itu? Kepala polisi meminta Jung Woo untuk tak mengambil kesimpulan dari hal yang belum tentu kebenarannya.
Maka Jung Woo pun menantang kepala polisi, “Jadi haruskah saya memberitahukan sesuatu yang saya lihat dengan mata kepala sendiri? Kenapa Anda memberikan laporan investigasi Kang Sang Deuk pada Han Tae Joon?” Kepala polisi terkejut, begitu pula semua polisi yang mendengarkan pembicaraan mereka.
“Sudah berapa lama Anda memberikan laporan kepolisian pada Han Tae Joon? Apakah sejak 14 tahun yang lalu?”
“Kau!”
“Mayat Nam Ui Joong ditemukan di Susam Dong. Apakah Anda yakin Anda tak memikirkan sesuatu? 14 tahun yang lalu ada orang yang mati. Bukan. Anda membutakan mata saat Anda menjadikan Lee Soo Yeon menjadi orang yang mati!”
“Tutup mulutmu!” bentak kepala polisi marah, “Bukankah kau tahu jika kau menuduh atasanmu tanpa bukti yang kuat, maka kau bisa dipecat?”
Jung Woo sudah kebal akan ancaman itu dan ia balik mengancam, “Saya akan keluar dari kasus ini, jika Anda juga keluar dari kasus ini juga.”
Kepala polisi langsung memecat Jung Woo saat itu juga. Namun Jung Woo yang juga sudah geram hanya tertawa sinis, “Anjing menggonggong.. Kucing mengeong..,” katanya menirukan ucapan Detektif Kim dulu. Tapi lanjutannya berbeda dengan kata-kata alm. Detektif Kim, “Dan kepala polisi .. menggonggong. Aku sudah muak dan lelah mendengarkan ucapan sampahmu.”
Dan di hadapan para rekannya, ia mengeluarkan lencananya dan memukulkan lencana itu ke dada kepala polisi. Begitu pula borgol dan pistol yang menandakan ia sebagai polisi, juga ia keluarkan dan ia pukulkan ke dada kepala polisi.
Ia pun pergi meninggalkan kepala polisi yang sendiri dipandangi oleh anak buahnya, yang jelas berada di pihak Jung Woo, walau mereka tak berani mengatakan terang-terangan.
Soo Yeon sedang bersantai sambil teringat akan janji Jung Woo yang akan membawakan Ddukbogi, sosis dan soda. Ada SMS masuk ke handphone dan sepertinya SMS nyasar. Tapi karena ada SMS itu, Soo Yeon  jadi teringat akan kiriman paket yang tadi ditaruh oleh anak buah Mi Ran.
Ia membuka paket itu, yang ternyata adalah USB. Karena penasaran, Soo Yeon memasukkan USB itu ke laptopnya, ingin tahu apa isinya.
Belum sempat ia membukanya, terdengar bunyi barang jatuh. Karena butik sudah tutup, maka Soo Yeon turun ke bawah. Ternyata ada manekin yang jatuh. Maka Soo Yeon pun mendirikan manekin itu kembali dan membenahi baju yang dipakai manekin itu, sambil teringat akan janji Jung Woo yang akan membawakan ddukboki, sosis dan soda.
Dan sepertinya jatuhnya manekin itu adalah ulah seseorang, karena setelah itu ada orang yang bersarung tangan hitam yang mengambil handphone Soo Yeon.
Jung Woo mengemasi barang-barangnya. Detektif Joo dan atasannya mencoba mencegah kepergian Jung Woo dan memintanya untuk memohon pada kepala polisi agar tak diberhentikan. Tapi Jung Woo menenangkan mereka kalau ia memang sudah merencanakan hal ini.
Karena ia dikeluarkan tanpa sebab, ia dapat mengajukan keberatan selama 30 hari ke depan. Selama itulah maka ia akan mengusut kasus ini sendiri (karena toh ia juga tak bisa ikut menyelidiki kasus ini karena ada hubungan keluarga dengan Tae Joon). Dan setelah kasus terselesaikan, ia akan meminta peninjauan kembali atas pemecatannya dan ia pun bisa kembali bertugas lagi.
Tapi Detektif Joo khawatir kalau mereka tak dapat memecahkan kasus ini dalam waktu 30 hari. Tapi Jung Woo yakin bisa. Detektif Joo mulai merajuk, karena ia akan kehilangan Jung Woo selama ini. Jung Woo kembali menenangkan dan meminta seniornya untuk tak memberitahukan hal ini pada ibu Soo Yeon dan Eun Joo.
Jung Woo mendapat telepon dari Soo Yeon. Ia, yang tak tahu kalau handphone Soo Yeon telah dicuri, menerima telepon itu tanpa curiga. Tapi saat ia menyapa Soo Yeon, yang terdengar dari handphone Soo Yeon malah percakapan Tae Joon dan Dokter RS Jaekyung setelah mendengarkan telepon seseorang yang ingin menemui Kang Hyun Joo di kamar 302.
Jung Woo langsung mengenali suara ayahnya. Apalagi ayahnya mengungkit-ungkit sesuatu yang terjadi 14 tahun yang lalu.  Tak mempedulikan pertanyaan seniornya, ia langsung lari keluar untuk menemui Soo Yeon.
Sementara Soo Yeon yang belum menyadari handphonenya hilang, kembali ke laptopnya dan mulai membuka isi USB itu. Ternyata isinya adalah sebuah file mp3. Tanpa curiga, ia  pun langsung membukanya.
Di rekaman itu terdengar suara Sang Chul yang memohon ampun agar ia tak dibunuh, “Lee Soo Yeon.. aku tak membunuhnya. Kami hanya melakukan atas perintah Han Tae Joon. Yang saya lakukan memang salah. Tolong selamatkan saya. Tae Joon menyuruh saudara saya Sang Deuk untuk berkata kalau ialah yang membunuh Lee Soo Yeon. Kalau tidak, ia yang akan membunuh kami.”  
Sang Chul : “Selama 14 tahun ini, ia menyuruh saya untuk mengawasi Han Jung Woo. Ia menyuruh saya untuk menemukan Lee Soo Yeon sebelum Han Jung Woo menemukannya. Itulah yang sebenarnya terjadi. Tolong selamatkan saya. Han Tae Joon.. “
Soo Yeon gemetar. Ia ingat nama Han Tae Joon. Orang itu adalah orang yang pernah ia temui di pesta Harry. Orang itu adalah ayah Jung Woo. Soo Yeon kembali meneruskan mendengar rekaman itu.
Semakin ia mendengarkan, semakin ia mengingat masa lalunya. Ia ingat bagaimana Hye Mi mendorong dirinya saat ia mencoba menghubungi Jung Woo dan berkata pada Hyung Joon, “Gadis itu sedang berusaha menghubungi Han Jung Woo, anak dari Han Tae Joon. Gadis itu telah diberitakan mati. Kita tak dapat mati hanya karena dia!”
Ia teringat saat Hyung Joon menginginkannya untuk ikut pergi, tapi Hye Mi melarangnya. Tapi Hyung Joon meminta Hye Mi untuk menyelamatkan Soo Yeon juga.
Soo Yeon semakin gemetar, bingung akan ingatan yang datang padanya. Bukan karena ingat bagaimana usaha Hyung Joon untuk membawanya pergi, tapi karena mereka mengenal Han Jung Woo juga Han Tae Joon. Nama yang seharusnya asing bagi Hye Mi dan Hyung Joon.
Jung Woo mencoba menghubungi handphone Soo Yeon, tapi sia-sia, tak ada yang mengangkatnya.
Soo Yeon terus memutar rekaman itu. Sang Chul. Dan ingatan itu terus datang. Ia teringat kejadian saat tiba-tiba ia ikut diculik. Ia teringat kejadian di gudang di malam naas itu. Ia teringat bagaimana mobil Hye Mi menabraknya. Dan ia juga teringat di rumah itu, Hyung Joon menyuruh mereka diam karena ada seseorang yang datang ke tempat mereka.
Pada saat itulah, Soo Yeon tak gemetar lagi. Ingatan terakhir itu seakan menyadarkan dia dan ia bergumam, “Harry..”
Dan Harry pun melihat seseorang yang baru saja keluar dari lift dan menyapanya, “Harry..”
Harry yang dipanggil itu menunduk, menghormat pada Harry Hyung Joon. Seakan hafal akan tindakan Harry Hyung Joon, orang yang dipanggil Harry itu langsung mengambilkan tongkatnya sehingga Hyung Joon bisa langsung berdiri.
Dan ternyata Harry itu adalah Sekretaris Yoon. Hmm.. sepertinya nama Harry yang dipakai oleh Hyung Joon adalah nama sebenarnya dari Sekretaris Yoon.
Hyung Joon bertanya dimanakah Zoe sekarang. Sekretaris Yoon menenangkannya dan berkata kalau Zoe akan datang sebentar lagi.
Seakan masih ragu akan datangnya Zoe, Hyung Joon memberi perintah pada Harry, “Jika Zoe tak datang setelah semua yang kau lakukan, bawa Zoe padaku, bahkan jika kau harus membunuhnya dulu. Jika aku tak dapat memilikinya, tak ada orang yang bisa memilikinya.”
Jung Woo mencari Soo Yeon ke butik, tapi tak ada siapapun. Saat ia menelponnya, terdengar suara handphone Soo Yeon. Ternyata handphone itu terselip di bawah bantal di kamar tidur kecil Soo Yeon.
Jung Woo terhenyak kaget. Menatap handphone Soo Yeon, ia teringat suara yang ia dengarkan dari handphone Soo Yeon terakhir kalinya.
Harry duduk terpekur di lantai  dan hanya mendongak saat Soo Yeon keluar dari lift. Soo Yeon melihat betapa putus asanya Harry saat menatapnya.
Tak seperti biasanya Soo Yeon yang memanggilnya dengan Harry, kali ini Soo Yeon berkata padanya “Joon ah…, orang yang membuat kakimu terluka seperti itu, apakah kau tak tahu siapa orangnya?”
Tak menjawab, Harry malah beringsut mendekati Soo Yeon, memeluk kakinya dan menangis.
Soo Yeon mencoba tenang dan berlutut menghadap Hyung Joon untuk mengulang pertanyaannya kembali, “Kang Hyung Joon, apakah kau benar-benar tak tahu?
Harry tetap menangis dan malah memeluk Soo Yeon. Walau Soo Yeon mencoba melepaskan diri, Harry tetap memeluknya, “Aku tak tahu.. Aku tak tahu apa-apa.. Aku takut.”
Seperti biasanya, Soo Yeon membiarkan Hyung Joon memeluknya saat menangis . Tiba-tiba ia mendengar pintu lift terbuka dan suara Jung Woo yang memanggilnya. Refleks ia menoleh, ingin melihat Jung Woo.
Tapi Harry menariknya dan memeluknya. Bahkan ia memeluk semakin erat saat Soo Yeon memberontak ingin melepaskan diri.
Sambil memandang Jung Woo yang terpaku melihatnya memeluk Zoe, ia berkata, “Zoe, aku sudah tahu kau pasti kembali padaku.”
Jung Woo terkesiap kaget mendengarnya.
Begitu pula Soo Yeon. Ia mencoba melepaskan diri, tapi lagi-lagi Harry menahannya. Ia hanya bisa menggenggam USB yang sedari tadi ia pegang dengan erat, tak membalas pelukannya.
Dengan Zoe berada dalam pelukannya, Hyung Joon menatap Jung Woo. Wajahnya masih menyisakan air mata, tapi tanpa Zoe bisa melihatnya, ia tersenyum pada Jung Woo yang terpaku.



source : http://www.kutudrama.com/2012/12/sinopsis-i-miss-you-episode-15-1.html and http://www.kutudrama.com/2012/12/sinopsis-i-miss-you-episode-15-2.html
re-posted and re-edited by : dianafitriwidiyani.blogspot.com

No comments:

Post a Comment