Handphone Jung Woo terjatuh, dan lampu layarnya seketika itu
pula redup, sehingga Harry tak dapat melihat foto itu. Ia tak mempedulikan
tatapan marah Jung Woo ataupun Zoe yang terjatuh. Matanya tertuju pada
handphone itu.
Jung Woo ingin marah pada pada Harry yang tiba-tiba bersikap
kasar padanya. Tapi ia mendengar erangan Soo Yeon, dan Jung Woo pun membantunya
berdiri.
Soo Yeo kaget melihat tangan Jung Woo yang berdarah. Tanpa
berani menatap Harry, Soo Yeon meminta Jung Woo tetap diam, dan ia pergi untuk
mengambil kotak P3K.
Setelah Soo Yeon pergi, kedua pria itu saling menatap tajam.
Harry berdiri terlebih dahulu dan dengan keras ia berkata, “Kenapa tak kau
hentikan saja pertunjukkan cinta pertamamu
dan cepat keluar dari sini!” ia membungkuk, pura-pura mengambilkan
handphone Jung Woo untuk melihat foto yang dikirim Ah Reum.
Tapi Jung Woo lebih cepat. Ia menyambar handphonenya dan segera
bangkit. Mereka saling berhadapan, dan Jung Woo juga tak bersikap ramah lagi
saat berbicara dengan Harry, “Kalau kau ingin menyalahkan kelakuanmu ini karena
kau mabuk, maka hentikan saja sekarang. Atau jika kau ingin melanjutkan
pertengkaran ini, suruh Soo Yeon untuk pergi terlebih dahulu.”
Harry tersenyum sinis, “Soo Yeon?”
“Benar, So Yeon,” jawab Jung Woo. “Cinta pertama? Ini bukan
cinta pertama. Karena dulu aku melarikan diri seperti pengecut, cinta itu ..
aku belum memulainya. Karena itulah aku mencarinya. Untuk mencintainya dengan
benar.”
“Kau sudah terlambat,” jawab Harry tajam, “Jangan membuatku
marah dan hentikanlah sekarang juga. Menyingkirlah kau dari Zoe”
Jung Woo menyambar sweater Harry, mencengkeramnya, “Aku dapat
lebih dekat padanya,” jawabnya, yang malah membuat Harry tertawa. “Berhentilah
membuat gara-gara!”
Harry mendengar suara pintu kamar terbuka, yang berarti
sebentar lagi Soo Yeon akan datang. Maka ia tersenyum sinis dan melepaskan
tongkatnya.
Sedetik kemudian, Soo Yeon muncul dan terbelalak melihat
posisi Harry yang terancam oleh Jung Woo. Ia buru-buru memegang lengan Jung
Woo, mencoba melepaskan cengkeramannya pada sweater Harry, “Jung Woo-ya..
kenapa kau seperti ini?” tanya Soo Yeon panik.
“Lee Soo Yeon!” sela Jung Woo marah.
“Zoe,” panggil Harry tenang, “Tolong katakan pada orang ini
untuk meninggalkan rumah kita.”
Tapi Zoe tak bergeming, membuat Harry memanggil namanya
sekali lagi. Tapi Soo Yeon tetap diam. Harry menoleh pada Soo Yeon yang pucat
dan menatapnya tajam, “Zoe!”
“Tidak,” air mata kembali menggenang di mata Soo Yeon,
“Sekarang, aku benci dengan Lee Soo Yeon ataupun Zoe!” dan ia pun meninggalkan
kedua pria itu menuju lift.
Harry panik dan langsung melepas cengkeraman Jung Woo di
sweaternya, memanggil-manggil Zoe. Tapi Zoe tak menghiraukannya, malah masuk ke
dalam lift. Tanpa tongkat, tertatih-tatih Harry mengejar Zoe, “Jangan pergi!
Kau tahu aku tak dapat mengejarmu! Zoe!’ namun pintu lift sudah tertutup.
Jung Woo pun mengambil mantelnya dan sebelum pergi, ia
berkata pelan, “Tak peduli alasan apapun yang kau berikan padaku, aku akan
mengambil Soo Yeon dari sisimu. Jadi, aku merasa menyesal, tapi hanya sampai
saat ini saja. Jangan menungguinya. Aku tak akan membiarkannya kembali kemari.”
Dan Jung Woo pun masuk lift, meninggalkan Harry yang kali
ini tampak terpukul akan kepergian Zoe.
Jung Woo mencari Soo Yeon ke tempat-tempat yang mungkin
didatangi Soo Yeon. Tapi ia tak menemukannya. Bahkan di kedai minum tempat
biasanya Soo Yeon minum.
Tak sengaja, ia melihat Soo Yeon berjalan di trotoar
seberang jalan tempatnya berdiri, termenung dan melamun. Jung Woo menarik nafas
lega dan segera menyeberang jalan, mengejarnya.
Ia segera melepaskan mantelnya dan memakaikannya pada Soo
Yeon yang tak memakai mantel sama sekali, “Akhirnya aku menemukanmu,” kata Jung
Woo lega. “Ayo kita pulang, Soo Yeon.”
“Sudah kukatakan kalau aku tak menyukai Lee Soo Yeon maupun
Zoe,” Soo Yeon melepas mantel Jung Woo marah dan melemparkan pada Jung Woo,
“Jadi hentikanlah sekarang juga!”
Jung Woo mengejar Soo Yeon dan menghentikannya lagi,
“Hentikan apa? Apa yang telah aku lakukan untuk menghentikannya? Bukankah aku
pernah berkata kalau aku akan membawamu pulang saat kau menangis sekali lagi,
kan?” Jung Woo memakaikan mantel itu lagi pada Soo Yeon, “Ayo kita pulang!”
“Bukankah sudah kukatakan sebelumnya? Haruskah aku
mengatakannya lagi?” sergah Soo Yeon marah.
“Lee Soo Yeon, jujurlah padaku,” pinta Jung Woo. Tapi
nadanya semakin keras karena baginya keengganan Soo Yeon seperti tak masuk
akal. Apakah alasan sebenarnya Soo Yeon tak bisa kembali menjadi Soo Yeon lagi?
Jung Woo semakin kalap dan mengatakan dugaannya yang
lainnya, “Ataukah alasan sebenarnya karena kau mencintai Harry? Itu tak benar.
Tanggung jawab? Kalau begitu jangan pernah goyah. Kau juga menyukaiku!”
“HAN JUNG WOO!!” jerit Soo Yeon sehingga membuat Jung Woo
diam. Ia yang sedari tadi sibuk dengan perasaannya dan tak melihat perasaan Soo
Yeon, tertegun karena akhirnya melihat wajah Soo Yeon yang pucat dan
menyedihkan dengan nafas yang pendek-pendek karena menahan isak tangisnya.
Soo Yeon terisak dan memukuli dada Jung Woo berkali-kali, “Jahat.
Kau tahu apa? Kau tahu apa?! Saat kau tak ada di sana, rasanya aku ingin mati
saja. Karena kau tak ada di sana, saat itu aku benar-benar ingin mati.”
Baru sekarang Soo Yeon mengatakan perasaannya. Dan baru
sekarang Jung Woo memahami perasaan Soo Yeon. Melihat wajah yang sebelumnya
tersenyum dan tersipu malu, sekarang histeris dan menangis, Jung Woo hanya bisa
memeluk gadis itu.
“Apa yang harus aku lakukan?” jerit Soo Yeon bertanya, “Kau
menyuruhku untuk melakukan apa?!”
“Aku yang salah.. Semuanya aku yang salah,” kata Jung Woo
menyesal.
Tapi tangisan Soo Yeon tak mereda, malah semakin menjadi dan
berkali-kali terucap kata ‘jahat’ dari mulut Soo Yeon.
Jung Woo tak ingin membantahnya,
“Kau benar. Aku benar-benar jahat. Karena itu janganlah menangis. Jangan
menangis, ya?” bujuknya, “Kumohon janganlah menangis..”
Sementara itu Harry duduk di rumah sendirian, menunggu
kedatangan Zoe. Tapi lift di depannya tak kunjung terbuka.
Dengan taksi, Soo Yeon pergi ke butik Bellez, dan Jung Woo
mengikuti di belakangnya. Tapi Jung Woo menyuruh taksi untuk menunggu sebentar.
Jelas ia tak menginginkan Soo Yeon untuk tidur di dalam butik dan
menginginkannya pulang ke rumah ibunya.
Soo Yeon menyuruh Jung Woo untuk pergi karena ia tak bisa
pulang ke rumah ibunya, “Aku bahkan tak dapat mengatakan maaf dan menyesal pada
Eun Joo. Aku akan menjaga diriku
sendiri. Jadi pergilah sekarang.”
Jung Woo memegang tangan Soo Yeon, menahannya untuk tak masuk, “Kau tak boleh masuk ke sana padahal kau punya rumah. Berbeda denganku, aku tak punya rumah sama sekali. Aku telah diusir dari semua tempat,” dan ia pun memiliki ide bagus, “Kalau begitu, ke hotel saja.”
Soo Yeon terbelalak mendengar ide Jung Woo, dan ia buru-buru masuk ke dalam butik. Jung Woo pun tersadar akan arti tersirat dari kata-katanya. Padahal ia tak berniat seperti itu.
Ia langsung berteriak, “Bukan aku! Hanya kau saja! Aku akan tidur di kantor poli..”
Tapi Soo Yeon sudah masuk ke dalam butik, meninggalkan Jung Woo. LOL.
Soo Yeon sudah masuk ke ruang kerjanya. Tapi Jung Woo sepertinya tebal muka, dan ikut masuk ke dalam ruangan, mengeluhkan dinginnya suhu luar ruangan. Mencoba bersikap dingin, Soo Yeon berkata kalau ia sudah lelah dan ingin tidur. Ia menyuruh Jung Woo untuk segera pergi.
Tapi Jung Woo keras kepala, malah mendahului Soo Yeon masuk ke dalam ruangan, dan membaringkan tubuhnya di kursi panjang, “Aku akan tidur. Jangan bangunkan aku,” katanya dan langsung memejamkan mata.
Jung Woo melirik ke arah Soo Yeon yang tak bergeming dari
tempatnya, dan ia memejamkan mata kembali.
Jung Woo kembali melirik Soo Yeon, dan ia pun mendesah keras
dan memiringkan tubuhnya untuk tidur, “Aduh.. dinginnya,” ucapnya seakan
meminta belas kasihan.
Akhirnya Jung Woo tak tahan lagi. Ia bangkit dan duduk
dengan kesal, “Aishh.. Kau benar-benar pelit. Lee Soo Yeon, semakin aku
melihatmu, kau itu semakin negatif. Kenapa kau berpikiran negatif terus?”
Dan dengan itu Jung Woo keluar dari kamar, walaupun sempat
terlintas senyum kecil dan ia pun meninggalkan Soo Yeon sendiri.
Ha. Ternyata diam itu adalah emas. Si tebal muka saja kalah
dengan emas itu.
Setelah sendiri, Soo Yeon tak segera tidur, malah duduk di tempat Jung Woo tadi berbaring. Terdengar bunyi SMS masuk, tapi Soo Yeon tak segera membukanya. Ia menenangkan diri dulu, baru membuka SMS itu.
Dari Harry : Jika kau meninggalkanku, kau akan dalam bahaya. Kembalilah, Zoe.”
Sedangkan Jung Woo ternyata tiduran di sofa di lantai satu, memandangi foto ‘tantenya’, dan bergumam, “Apakah kita memang mirip?”
Iapun menelepon Ibu Soo Yeon. Ibu yang sedang ada di kamar
bersama Eun Joo, mendengar suara handphonenya berbunyi. Ia buru-buru men-silent
dan pura-pura sakit perut, menggunakan alasan itu untuk pergi ke luar kamar.
Eun Joo hanya terdiam mendengar akting Ibu.
Di dalam kamar lainnya, ibu bertanya apakah ada sesuatu yang terjadi dengan Jung Woo? Dimana Jung Woo sekarang? Tapi Jung Woo memang sengaja tak mau memberitahukan pada ibu. Ia senang mendengarkan suara ibu yang khawatir, melarangnya untuk tidur di kantor polisi dan menyuruhnya untuk segera pulang ke rumah, “Dulu, kau tak pernah melawan perintahku. Tapi kenapa kau sekarang seperti ini?”
Mendengar ibu khawatir, Jung Woo malah semakin menggoda ibu
dengan mengatakan kalau ia sekarang kedinginan. Ibu yang semakin khawatir,
berniat untuk membawakan selimut tambahan untuk Jung Woo. Jung Woo malah
pura-pura batuk, sehingga Ibu memutuskan untuk pergi ke kantor polisi sekarang.
Akhirnya Jung Woo mengatakan kalau ia sedang tak berada di
kantor polisi, karena ia sedang mengawasi seseorang. Ibu malah cemas karena ia
tahu kalau Jung Woo terkena flu, pasti sembuhnya akan lama, “Kemarilah!”
Jung Woo terkejut mendengar kata-kata ibu karena berarti ibu sudah memperbolehkan ia pulang. Tapi ia tak mau pulang sekarang, “Aku akan membawa Soo Yeon bersamaku. Setidaknya ia harus menepati janjinya untuk pulang ke rumah.”
Ibu menyuruh Jung Wo untuk menutup telepon saja karena Jung
Woo tak pernah mau mendengarkan kata-katanya. Ia juga sedih jika memikirkan
mereka berdua. Bagaimana bisa Jung Woo dan Soo Yeon mengembalikan 14 tahun yang
hilang itu?
Perlahan-lahan Jung Woo pergi ke ruang kerja Soo Yeon dan mengendap-endap masuk ke dalam. Ia membuka tirai ruang tidur, dan melihat Soo Yeon sudah tertidur pulas. Setelah menyelimuti Soo Yeon, ia tertarik pada penjepit yang digunakan Soo Yeon untuk menjepit kertas-kertas desainnya.
Jepit itu mirip dengan jepit jemuran yang dulu pernah ia selipkan di rambut Soo Yeon 14 tahun yang lalu. Dan sekarang pun ia juga ingin menyelipkan jepit itu ke rambut Soo Yeon lagi.
Ia melepaskan jepit itu dan perlahan-lahan ia selipkan jepit itu ke rambut Soo Yeon.
Tersenyum melihat jepit itu bertengger di rambut Soo Yeon, ia merapikan rambut
Soo Yeon, membelainya, “Maafkan aku.”
Ia menatap Soo Yeon lembut dan menggenggam tangan Soo Yeon yang lebam. “Soo Yeon ah.. tak akan pernah lagi, walaupun aku harus mati, aku tak akan melarikan diri sendiri.”
Seakan masih ingin menenangkan Soo Yeon, Jung Woo menepuk-nepuk bahu Soo Yeon perlahan dan berkata, “Soo Yeon yang berusia 29 tahun, tetaplah menjadi style-ku.”
Namun Soo Yeon rupanya bangun dan menyelimuti Jung Woo tanpa membangunkannya. Ia juga menempelkan band aid ke tangannya yang terluka. Tersenyum melihat Jung Woo yang tertidur pulas, ia meraba jepit yang tadi belum ada di rambutnya, tahu siapa pelaku yang menyelipkan jepit itu.
Dengan Jung Woo yang tertidur di ruangan yang sama, Soo Yeon
mulai bekerja, mendesain, memindahkan ide yang ada di benaknya dalam sebuah
kertas.
Harry masih menunggu di tempat yang sama, menunggu
kepulangan Zoe.
Keesokan paginya, Ah Reum datang ke ruang kerja Soo Yeon yang sudah kosong. Ia menemukan kertas-kertas desain Soo Yeon dan langsung menyukai salah satu desain itu. Ia pun mencari Soo Yeon ke ruang tidur.
Betapa kagetnya Ah Reum, bukanya menemukan Soo Yeon, ia malah melihat oppa-nya tertidur di samping
tempat tidur.
Tapi karena Jung Woo masih tidur, ia yang dari dulu ingin bersama kakaknya, langsung menyandarkan kepalanya ke punggung Jung Woo.
Tapi karena Jung Woo masih tidur, ia yang dari dulu ingin bersama kakaknya, langsung menyandarkan kepalanya ke punggung Jung Woo.
Jung Woo pun tersenyum merasakan ada kepala yang menyandar ke bahunya. Dan Oh My God! So
pervert. Apakah Jung Woo berpikir yang ada di belakangnya adalah Soo Yeon? LOL.
Dan ternyata memang benar karena Jung Woo bergumam gembira, “Soo Yeon-ah..”
Ah Reum mengerutkan kening mendengar oppa-nya menyebut nama
yang bukan namanya. Ia semakin bingung mendengar Jung Woo berkata, “Aku hanya
akan menghitung sampai tiga..”
Jung Woo pun meraih tubuh gadis di belakangnya dan berkata, “.. tiga!” dan ia membalikkan tubuh gadis itu.
.. dan matanya terbelalak, tak percaya. Adiknya sendiri.
LOL.
Jung Woo pun meraih tubuh gadis di belakangnya dan berkata, “.. tiga!” dan ia membalikkan tubuh gadis itu.
Apalagi Ah Reum melotot padanya, “Apa yang sedang kau lakukan?”
Bwahahaha… Jung Woo speechless, tak tahu jawaban apa yang
harus ia berikan pada adiknya.
Belum sempat ia menjawab, ia melihat sepasang kaki di hadapannya, dan ia tersentak kaget. Soo Yeon ada di hadapannya dengan dua mug di tangan.
Sontak Jung Woo langsung mendorong Ah Reum ke samping,
membuat Ah Reum terjatuh. Jung Woo pun langsung melakukan pembelaan, “Dia
adikku. Han Ah Reum.. Han Jung Woo..” kata Jung Woo gugup. Namun ia tersenyum
sedikit lega, karena ia berhasil menjelaskan kesalahpahaman pada Soo Yeon.
Tapi Jung Woo tak bisa secepat itu merasa lega karena Ah Reum masih memborbardirnya dengan pertanyaan, “Oppa! Berikan alasan padaku. Kenapa kau tidur di sini?”
“Ohh?” Jung Woo segera memutar otak untuk memperpanjang
waktu agar ia bisa berpikir, “Kau juga kenapa ada di sini?”
Ah Reum berkata kalau ia disuruh ibu untuk mengambil desain
Zoe. Soo Yeon berkata kalau ia akan segera mengirimkannya lewat e-mail. Soo
Yeon pun langsung mengambil kameranya dan memotret semua desain yang ia buat.
Jung Woo mengambil kesempatan ini untuk keluar dari kamar tidur dan mengambil sebuah desain yang ada meja, memuji hasil kerja Soo Yeon.
Tapi Ah Reum tak semudah itu menyerah. Ia terus bertanya, mengapa Jung Woo tidur di kamar ini? Jung Woo melirik Soo Yeon yang pura-pura sibuk memotret dan menjawab kalau ia sedang menyelidiki sebuah kasus, “Itu kan sudah jelas. Kenapa kau menanyakan hal yang sudah jelas sekali?”
Pada Soo Yeon ia berkata dengan sopan, “Semuanya sudah terpecahkan, kan?” Haha.. #kode nya terlihat jelas sekali nih. Jung Woo melirik Ah Reum dan melanjutkan #kode-nya, “Jika sesuatu terjadi lagi, teleponlah aku pada saat itu juga. Jika kau mengulur-ulur kasusnya, pasti kasus itu akan semakin parah.”
Dan ia pun bersiap kabur.
Tapi adiknya jauh lebih cepat, karena Ah Reum langsung
menahan bahu Jung Woo, “Lalu kenapa memanggil Soo Yeon? Siapa itu Soo Yeon?”
Jung Woo bengong, tak tahu akan menjawab apa. Soo Yeon langsung menundukkan kepala, tak mau ikut campur. Maka Jung Woo pun tertawa kaku dan menjawab kalau ia hanya bermimpi, “Kenapa kau kemari? Ceritakan padaku tentang Tante.”
Dan Jung Woo pun menyeret adiknya untuk keluar dari ruangan. Namun sebelumnya ia sempat mengedipkan mata pada Soo Yeon.
Jung Woo dan Ah Reum tiba di rumah. Ini pertama kalinya Jung
Woo akan menginjakkan kakinya di rumahnya sendiri setelah 14 tahun dan Ah Reum dapat
merasakan kegugupan kakaknya.
Jung Woo heran saat melihat Sekretaris Yoon dan dua orang
lainnya yang hanya berdiri di depan gerbang dan tidak masuk ke dalam. Ah Reum
mengatakan kalau penjagaan rumah ini sangat berlebihan karena bahkan ada
penjaga yang ditempatkan di gerbang depan.
Dan kedua satpam berdasi itupun menghentikan Jung Woo yang
akan masuk ke dalam, walau Ah Reum telah menjelaskan kalau Jung Woo adalah
putra tertua di keluarga mereka. Mereka diperintahkan untuk melarang orang lain
masuk kecuali Mi Ran dan Ah Reum.
Tapi Jung Woo menjawab pendek kalau ia adalah anak laki-laki
di keluarga ini. Ia menepis tangan satpam itu dan langsusng masuk ke dalam
bersama Ah Reum. Satpam itu tak berani berbuat macam-macam lagi.
Sekretaris Yoon yang sedari tadi diam, menoleh ke belakang..
Sepertinya ia pun juga termasuk orang yang dilarang masuk ke dalam rumah.
Di ruang kerjanya, Tae Joon sedang berbicara dengan seseorang,
yang sepertinya terkena imbas akan peminjaman nama Park Sun Hee, berjanji untuk
menghilangkan transaksi yang berkaitan dengan orang itu.
Tiba-tiba ia mendengar suara Mi Ran yang menghardik Jung Woo
yang berani menginjakkan kaki ke rumah lagi.
Mi Ran yang memegangi Hyun Joo berkata kalau ayah Jung Woo
sedang ada di rumah dan meminta Jung Woo untuk segera pergi. Tapi Jung Woo
mengatakan kalau kedatangannya kemari adalah memang untuk menemui ayah.
Jung Woo pun menyapa Hyun Joo dengan memperkenalkan namanya,
“Kudengar anda adalah Tante saya.” Tentu saja Mi Ran kaget saat mendengarnya. Buru-buru
Mi Ran menarik Hyun Joo untuk masuk ke dalam kamar.
Tapi Hyun Joo malah mengulurkan tangannya pada Jung Woo
untuk memberikan bunga plastik yang selalu ia pegang. Jung Woo terkejut, namun
senang karena menyangka ‘tantenya’ itu memberikan bunga itu padanya.
Tapi ternyata Hyun Joo tak memberikan bunga itu, karena ia
menarik bunga itu kembali sambil tersenyum pada Jung Woo.
Mi Ran pun buru-buru membawa Hyun Joo masuk ke dalam kamar,
berbarengan dengan Tae Joon yang keluar dari kamar kerjanya. Tae Joon langsung
membentak Jung Woo, menyuruhnya keluar.
Saat Jung Woo bertanya apakah ayahnya sudah bisa menghubungi
Sekretaris Nam, tiba-tiba terdengar teriakan Mi Ran. Buru-buru Jung Woo masuk
kamar, dan melihat Mi Ran meminta tolong padanya.
Ternyata ada pria baju hitam yang sama dengan yang di rumah
sakit, yang sedang merebut bunga plastik di tangan Hyun Joo. Melihat kedatangan
Jung Woo, pria itu langsung menarik bunga itu kuat-kuat hingga lepas dari
tangan Hyun Joo dan melarikan diri, membuat Hyun Joo menangisi bunga itu,
“Bayi.. bayi..”
Jung Woo berhasil mengejarnya dan mereka berkelahi. Hampir
saja pria itu dapat melarikan diri, namun Jung Woo mengambil batu dan
melemparnya dan mengenai tengkuk pria itu hingga pria itu terjatuh dan bunga
plastik itu terlepas dari tangannya.
Tak disangka, Ah Reum keluar dari dalam rumah karena
mencemaskan Jung Woo. Pria itu langsung menarik Ah Reum dan menjadikannya
sebagai sandera. Jung Woo mengeluarkan pistolnya, namun ia belum berani
menembak karena Ah Reum.
Pria itu menggunakan keragu-raguan Jung Woo untuk melarikan
diri. Hanya sepersekian detika, ia mendorong Ah Reum dan memungut bunga plastik
itu, dan langsung melarikan diri.
Setelah memastikan kalau Ah Reum baik-baik saja, ia segera
mengejar pria baju hitam itu hingga gerbang rumah. Tapi pria itu sudah menghilang.
Hanya ada dua satpam yang pingsan di depan gerbang.
Dan pria itu muncul di hadapan Harry dan meletakkan bunga
plastik itu di atas meja. Tapi Harry tak melirik bunga itu sedikitpun. Dengan muram
ia berkata pada pria itu, “Zoe meninggalkanku. Bawa Zoe kembali padaku.”
Di butik, Soo Yeon mulai sibuk bekerja. Tapi perhatiannya
terpecah saat mendengar suara langkah Harry. Ia menoleh ke arah suara itu, yang
ternyata adalah suara kaki seorang pegawai yang sedang membawa tongkat.
Ingatannya kembali pada Harry dan ia sudah membuka nomor telepon Harry untuk
meneleponnya.
Tapi assisten manajer butik memanggilnya karena ada kiriman
paket untuk Zoe. Soo Yeon meminta agar kiriman itu ditaruh saja di atas meja di
ruang kerjanya. Belum sempat bertanya lebih lanjut lagi tentang pengirim barang
itu, Soo Yeon melihat Eun Joo masuk.
Soo Yeon langsung menunduk dan menyapanya gugup, membuat Eun
Joo heran dan bergumam, “Kenapa gugup?”
Soo Yeon membawa Eun Joo ke ruang kerjanya. Sambil
melihat-lihat ruangan itu, Eun Joo bertanya darimana Zoe tahu tentang 280
langkah dari lampu jalan menuju rumahnya?
Soo Yeon menjawab pendek kalau ia pernah mendengarnya.
“Aku juga telah mendengar kalau kau hanya pernah mendengarnya.
Karena aku berani bertaruh kalau Soo Yeon pun bahkan sudah melupakannya,” ujar Eun
Joo sambil mengamati meja kerja Zoe, desain yang dibuatnya, dan coret-coretan
lingkaran yang ada di buku Zoe.
Lingkaran yang juga digoreskan Soo Yeon di
dinding tangga 14 tahun yang lalu.
Ia menatap curiga pada Zoe, yang walau gugup mencoba
bersikap ramah padanya. Melihat Eun Joo melirik meja kerjanya, ia menawari Eun
Joo untuk mencoba salah satu baju desainnya. Kalau Eun Joo suka, ia akan
memberikannya sebagai hadiah. Kenapa? Karena Jung Woo telah bersikap baik
padanya dan Eun Joo merupakan keluarga Jung Woo.
Eun Joo bertanya sekali lagi apakah Zoe bukan Soo Yeon? Saat
Soo Yeon menjawab tidak, Eun Joo berkata kalau jawaban itu melegakannya. Karena
jika Zoe adalah Soo Yeon, dan Soo Yeon ternyata hidup enak seperti ini, Eun Joo
merasa sama sekali tidak adil. Ayahnya meninggal dunia saat mencari Soo Yeon.
“Soo Yeon, anak itu.. Memikirkan dirinya bernafas saja sudah
membuatku marah. Apalagi jika ia hidup dengan baik. Kurasa aku akan semakin
marah dan membuatnya lebih membencinya,” kata Eun Joo geram, membuat Soo Yeon
menunduk diam, “Karena kau bukan dirinya, kurasa tak ada alasan lagi bagiku
untuk menemuimu lagi.”
Eun Joo pun pergi meninggalkan Soo Yeon. Soo Yeon ingin
mengejarnya, tapi ragu.
Hmm.. satu alasan lagi untuk tak menjadi Soo Yeon.
Setelah kehilangan pria berbaju hitam itu, Jung Woo menemui
ayahnya. Ia memberitahu kalau ia tak menemukan jejak dari pria itu. Dan karena
ia menduga kalau ayahnya tak akan melaporkan kejadian ini pada polisi, maka ia
minta agar pengamanan dibuat lebih ketat lagi.
Ia pun menunjukkan gambar foto keluarga yang sempat ia
simpan di handphone dan memberitahu kalau foto ini ia temukan dari mayat Sang
Chul, “Aku pikir Ayah pasti sudah tahu akan kematian Sang Chul, kan? Kenapa
pembunuh Sang Chul itu mengungkit sesuatu yang terjadi 14 tahun yang lalu? Aku
merasa Ayah pasti juga sudah tahu alasannya. Aku ingin Ayah memberitahukanku
rahasia yang Ayah simpan selama 14 tahun ini.”
Tae Joon menatap anaknya dengan pandangan meremehkan, tapi
Jung Woo tetap melanjutkan, “Pelaku 14 tahun yang lalu, adalah sama dengan
pembunuh Sang Chul dan itu berarti keluarga kita dalam bahaya. Ayah harus
memberitahu rahasia itu agar aku dapat menangkapnya.”
“Menangkapnya? Siapa? Kau?” tanya Tae Joon sinis,
“Setelah orang itu lepas tepat di depan matamu, kau masih punya nyali untuk
mengatakan hal itu?” Tae Joon menelepon anak buahnya untuk menyeret Jung Woo
keluar.
“Ayah! Dia akan datang untuk membunuh Ayah,” teriak Jung Woo
khawatir.
“Membunuhku? Siapa yang berani menyentuhku?” bentak Tae Joon
pada anaknya. “Aku ini Han Tae Joon!”
Jung Woo merasa frustasi melihat kesombongan ayahnya. Ia
mencoba meyakinkan ayahnya kalau pelaku itu tak main-main karena pelaku itu
melemparkan mayat Sang Chul persis di hadapannya. Bahkan ia sedikit mengancam
ayahnya, kalau ayahnya tak memberitahukan rahasia itu, ia tak punya pilihan
lain selain mencurigai ayahnya.
Bukan rahasia yang didapat, tapi malah tamparan di pipi dan
sebutan orang gilalah yang didapatkan Jung Woo. Sia-sia saja Jung Woo
mengatakan dugaannya kalau Sang Chul bukanlah orang terakhir yang akan
kehilangan nyawanya. Ayahnya tetap keras kepala
dan menyuruh satpam untuk membawanya pergi.
Tapi Jung Woo masih belum mau pergi. Ia melepaskan diri dari
cengkeraman para satpam itu dan berkata, “Ayah tak dapat merahasiakan hal ini
selamanya, karena aku akan memastikan untuk mencari tahu apa sebenarnya yang
Ayah sembunyikan.”
Soo Yeon mengamati jepit jemuran yang semalam Jung Woo
sematkan di rambutnya. Ia teringat akan Detektif Kim yang merebut jepit
rambutnya 14 tahun yang lalu kata-kata Eun Joo yang mengatakan kalau ayah Eun
Joo meninggal karena mencari Soo Yeon. Ia pun menelepon Jung Woo.
Jung Woo yang hatinya kacau setelah pertengkaran dengan
ayahnya, melihat telepon masuk dari Soo Yeon. Ia menarik nafas, menenangkan
hatinya dulu sebelum menyapa Soo Yeon dengan riang.
Soo Yeon berkata kalau ia ingin membaca catatan kecelakaan
detektif Kim dan bertanya apakah Jung Woo dapat memberikan catatan itu padanya?
Sejak pagi tadi sebenarnya ia ingin menanyakan hal ini, tapi urung ia lakukan
karena kehadiran Ah Reum.
Jung Woo meminta Soo Yeon untuk tak buru-buru mengingatnya.
Tapi Soo Yeon berkata kalau ia teringat hal itu karena ia melihat jepit jemuran
itu, “Saat aku mengingat kecelakaan itu dan saat kita dapat menangkap pembunuhnya,
kupikir saat itu aku bisa pulang ke rumah.”
Hati Jung Woo yang mulanya kacau karena ayahnya, langsung
berbunga-bunga mendengar kata-kata Soo Yeon, “Benarkah? Kau sudah berjanji,
oke? Aku akan membawa semua catatan kecelakaan itu kepadamu,” Jung Woo
tersenyum dan melanjutkan, “Dan aku juga akan membawakan ddukboki, sosis dan
soda kesukaanmu.”
Soo Yeon terkejut mendengar rahasianya keluar dari mulut
Jung Woo. Ia langsung menebak kalau Jung Woo pasti membaca buku hariannya dan
hal ini membuatnya sangat malu, “Kembalikan padaku sekarang juga!” seru Soo
Yeon merajuk.
“Itu tergantung dari sikapmu,” goda Jung Woo, “Aku akan
menemuimu nanti. Tunggu aku, ya..”
Aishh .. cara Jung Woo mengatakan tunggu aku (kidalyeoooo…)
membuat Soo Yeon tersenyum, karena nadanya benar-benar sok imut.
Jung Woo menutup telepon dengan perasaan yang jauh lebih
baik. Namun mungkin hari ini sudah ditakdirkan sebagai hari jungkirbalik Jung
Woo, karena sebelum ia masuk mobil, ada telepon dari Detektif Joo yang
mengatakan kalau mereka menemukan mayat Sekdir Nam di tepi sungai Susom.
Jung Woo buru-buru menuju ke tempat yang diberitahukan. Dan
di sana sudah banyak polisi yang mengamankan lokasi kejadian. Menurut bagian
forensik, mobil Sekdir Nam sudah penuh air, tapi mayat Sekdir Nam kaku karena
formalin (yang digunakan untuk mengawetkan mayat).
Detektif Joo menambahkan dugaannya kalau Sekdir Nam mati
karena ditenggelamkan, tapi kemudian mayatnya dimasukkan dalam mobil. Ia juga
setuju akan dugaan Jung Woo yang mengatakan kalau mayat Sekdir Nam dimasukkan
ke dalam mobil karena takut mayatnya tak ditemukan oleh mereka.
Detektif Joo mendesah karena dengan tewasnya Sekdir Nam,
uang Michelle Kim juga melayang pergi. Dan ia berani bertaruh kalau sekarang
Harry pasti marah, karena polisi tak dapat menangkap Sekdir Nam (sebelum Sekdir
Nam mati).
Namun jawaban Jung Woo tak diduga oleh Detektif Joo. Menurut
Jung Woo, pembunuhan ini adalah pembunuhan berantai, “Tempat ini adalah tempat dimana
Kang Sang Deuk memberi kesaksian palsu kalau ia telah membunuh Soo Yeon. Begitu
pula dengan kematian Sang Chul. Orang itu meninggalkan mayat Sekdir Nam di sini
agar aku bisa melihatnya.”
Detektif Joo bertanya apakah pelakunya adalah orang yang
sama dengan orang yang tak berhasil mereka tangkap beberapa hari yang lalu?
Detektif Joo semakin kaget, karena selain Jung Woo mengiyakan, Jung Woo bahkan memberitahukan
kalau orang itu pergi ke rumah ayahnya namun ia tak berhasil menangkap orang itu.
“Semuanya harus berakhir sampai di sini,” tegas Jung Woo. Ia
meminta untuk memeriksa mayat Sekdir Nam dulu sebelum mayat itu dibawa ke dalam
ambulans.
Hmm, jika ini menurut Jung Woo ini adalah pembunuhan
berantai, maka mungkin ada bukti yang terdapat pada tubuh Sekdir Nam seperti
foto keluarga yang terselip di tubuh Sang Chul.
Jung Woo dan seniornya pun mulai memeriksa tubuh Sekdir Nam.
Mulanya mereka tak menemukan apapun, dan Detektif Joo berkata kalau ini pelaku
pembunuhan ini bukanlah satu orang yang berarti bukan pembuhuan berantai. Tapi
Jung Woo tetap yakin, karena ada perubahan kesaksian dari Bibi Choi.
Handuk basah itu bukanlah perbuatan Bibi Choi. Pembunuhnya
menggunakan air untuk membunuh, “Handuk basah digunakan untuk membunuh Sang
Deuk, air juga digunakan untuk menyiksa Sang Chul. Dan tenggelam adalah
penyebab kematian ini. Kemungkinan ini pembunuhan berantai sangatlah tinggi.
Aku yakin ada sesuatu di mayat ini.”
Dan benar saja karena Jung Woo melihat sekilas ada benda
kecil yang ada di mulut Sekdir Nam. Menggunakan pinset, dengan hati-hati ia
mengambil barang itu.
Dan ternyata benar. Ada memory card yang terbungkus plastik
tersimpan di mulut Sekdir Nam. Bingo!
Di kantor, seluruh tim dan Jung Woo melihat apa isi memory
card itu. Ternyata isi memory card itu adalah daftar transaksi gelap dari Bank
Sangil.
Dan ada satu yang menarik perhatian mereka. Ada transaksi
uang sebesar 70 juta won untuk Kepala polisi mereka, Yang Seung Pyo.
Jung Woo teringat akan dokumen kepolisian yang jatuh saat ayahnya
menamparnya dengan amplop di lobi kantor dulu. Dokumen itu adalah dokumen yang
dikeluarkan oleh kantor tempatnya bekerja. Dan ia pun tahu siapa kaki tangan
yang ditempatkan ayahnya di kepolisian. Pantas saja waktu itu ayahnya
mengatakan kalau Jung Woo tak akan pernah bisa menemukan Lee Soo Yeon.
Semua rekan kerja bingung menghadapi masalah pelik ini. Jika
dokumen ini mereka ungkap, pekerjaan mereka yang akan menjadi taruhannya.
Atasannya juga menyadari hal ini, dan ia mengajak Jung Woo keluar untuk bicara
berdua saja.
Tapi Jung Woo tak mau. Ia tahu apa yang akan dibicarakan
oleh atasannya, dan ia ingin bicara di sini saja. Jung Woo menyadari kalau
ayahnya bisa akan ditahan karena foto keluarga dan memory card ini.
Kedua rekan sekerja Jung Woo kaget saat mereka akhirnya tahu
kalau Jung Woo adalah anak pemilik Bank Sangil. Atasannya mengkhawatirkan Jung Woo jika
ayahnya nanti ditahan. Tapi menurut Jung Woo, ayahnya pasti sudah menghapus
semua bukti yang ada sehingga akan susah menginterogasi ayahnya apalagi
menangkapnya.
Tapi yang paling penting, sekarang mereka tahu apa yang
sebenarnya diinginkan oleh si pelaku. Target sebenarnya dari pelaku itu adalah
ayahnya, Han Tae Joon. Ia tahu kalau ia akan dibebastugaskan dari kasus ini,
namun ia berharap agar tim mereka tetap menyelidiki kasus ini hingga selesai.
Tiba-tiba kaki tangan Tae Joon, yaitu Kepala Polisi, masuk ke
dalam ruangan. Ia melihat namanya ada di daftar yang ada di proyektor dan ia
bertanya apakah Jung Woo yang membujuk Bibi Choi mengubah pengakuannya? Ia
sangat marah karena sekarang mereka harus melakukan investigasi ulang akan
kasus ini.
Jung Woo menjelaskan kalau kasus kematian Kang Sang Deuk,
Kang Sang Chul dan Sekdir Nam adalah kasus pembunuhan berantai yang dilakukan
oleh satu orang. Maka ia meminta kepala polisi untuk menambahkan orang untuk
mengusut kasus ini.
Bukannya menyetujui saran Jung Woo, kepala polisi malah akan
mengalihkan tugas penyelidikan ini pada tim lain. Atasan Jung Woo kali ini yang
buka suara, “Bagaimana mungkin kami menyerahkan kasus ini pada tim lain,
sementara kamilah yang selama ini menyelidikinya?”
Kepala Polisi beralasan karena Jung Woo yang merupakan anak
Tae Joonlah yang menyebabkan tim ini harus melepaskan kasus pembunuhan ini.
Maka Jung Woo mengusulkan kalau hanya dia sendiri yang akan keluar dari tim
penyidik. Tapi Kepala Polisi tetap menyuruh mereka mengalihkan kasus ini pada
tim lain tanpa memberitahukan alasan yang lain.
Ia buru-buru keluar, tapi Jung Woo mengejarnya. Atasannya
yang sudah tahu tabiat Jung Woo mencoba mencegahnya tapi ia kalah cepat
karena Jung Woo sudah berhasil menghadang kepala polisi. Kericuhan ini pun
menarik perhatian rekan polisi yang lainnya.
Jung Woolah yang mengatakan alasan kepala polisi mengalihkan
kasus ini, sebenarnya adalah untuk menyembunyikan kebusukan yang telah ia
lakukan selama ini? Bukankah namanya juga muncul di daftar itu? Kepala polisi
meminta Jung Woo untuk tak mengambil kesimpulan dari hal yang belum tentu
kebenarannya.
Maka Jung Woo pun menantang kepala polisi, “Jadi haruskah
saya memberitahukan sesuatu yang saya lihat dengan mata kepala sendiri? Kenapa
Anda memberikan laporan investigasi Kang Sang Deuk pada Han Tae Joon?” Kepala
polisi terkejut, begitu pula semua polisi yang mendengarkan pembicaraan mereka.
“Sudah berapa lama Anda memberikan laporan kepolisian pada Han Tae Joon? Apakah
sejak 14 tahun yang lalu?”
“Kau!”
“Mayat Nam Ui Joong ditemukan di Susam Dong. Apakah Anda
yakin Anda tak memikirkan sesuatu? 14 tahun yang lalu ada orang yang mati.
Bukan. Anda membutakan mata saat Anda menjadikan Lee Soo Yeon menjadi orang
yang mati!”
“Tutup mulutmu!” bentak kepala polisi marah, “Bukankah kau
tahu jika kau menuduh atasanmu tanpa bukti yang kuat, maka kau bisa dipecat?”
Jung Woo sudah kebal akan ancaman itu dan ia balik
mengancam, “Saya akan keluar dari kasus ini, jika Anda juga keluar dari kasus
ini juga.”
Kepala polisi langsung memecat Jung Woo saat itu juga. Namun
Jung Woo yang juga sudah geram hanya tertawa sinis, “Anjing menggonggong..
Kucing mengeong..,” katanya menirukan ucapan Detektif Kim dulu. Tapi
lanjutannya berbeda dengan kata-kata alm. Detektif Kim, “Dan kepala polisi .. menggonggong.
Aku sudah muak dan lelah mendengarkan ucapan sampahmu.”
Dan di hadapan para rekannya, ia mengeluarkan lencananya dan
memukulkan lencana itu ke dada kepala polisi. Begitu pula borgol dan pistol
yang menandakan ia sebagai polisi, juga ia keluarkan dan ia pukulkan ke dada kepala
polisi.
Ia pun pergi meninggalkan kepala polisi yang sendiri
dipandangi oleh anak buahnya, yang jelas berada di pihak Jung Woo, walau mereka
tak berani mengatakan terang-terangan.
Soo Yeon sedang bersantai sambil teringat akan janji Jung
Woo yang akan membawakan Ddukbogi, sosis dan soda. Ada SMS masuk ke handphone
dan sepertinya SMS nyasar. Tapi karena ada SMS itu, Soo Yeon jadi teringat akan kiriman paket yang tadi
ditaruh oleh anak buah Mi Ran.
Ia membuka paket itu, yang ternyata adalah USB. Karena
penasaran, Soo Yeon memasukkan USB itu ke laptopnya, ingin tahu apa isinya.
Belum sempat ia membukanya, terdengar bunyi barang jatuh.
Karena butik sudah tutup, maka Soo Yeon turun ke bawah. Ternyata ada manekin
yang jatuh. Maka Soo Yeon pun mendirikan manekin itu kembali dan membenahi baju
yang dipakai manekin itu, sambil teringat akan janji Jung Woo yang akan
membawakan ddukboki, sosis dan soda.
Dan sepertinya jatuhnya manekin itu adalah ulah seseorang,
karena setelah itu ada orang yang bersarung tangan hitam yang mengambil handphone
Soo Yeon.
Jung Woo mengemasi barang-barangnya. Detektif Joo dan
atasannya mencoba mencegah kepergian Jung Woo dan memintanya untuk memohon pada
kepala polisi agar tak diberhentikan. Tapi Jung Woo menenangkan mereka kalau ia
memang sudah merencanakan hal ini.
Karena ia dikeluarkan tanpa sebab, ia dapat mengajukan
keberatan selama 30 hari ke depan. Selama itulah maka ia akan mengusut kasus
ini sendiri (karena toh ia juga tak bisa ikut menyelidiki kasus ini karena ada
hubungan keluarga dengan Tae Joon). Dan setelah kasus terselesaikan, ia akan
meminta peninjauan kembali atas pemecatannya dan ia pun bisa kembali bertugas
lagi.
Tapi Detektif Joo khawatir kalau mereka tak dapat memecahkan
kasus ini dalam waktu 30 hari. Tapi Jung Woo yakin bisa. Detektif Joo mulai
merajuk, karena ia akan kehilangan Jung Woo selama ini. Jung Woo kembali
menenangkan dan meminta seniornya untuk tak memberitahukan hal ini pada ibu Soo
Yeon dan Eun Joo.
Jung Woo mendapat telepon dari Soo Yeon. Ia, yang tak tahu
kalau handphone Soo Yeon telah dicuri, menerima telepon itu tanpa curiga. Tapi
saat ia menyapa Soo Yeon, yang terdengar dari handphone Soo Yeon malah
percakapan Tae Joon dan Dokter RS Jaekyung setelah mendengarkan telepon seseorang
yang ingin menemui Kang Hyun Joo di kamar 302.
Jung Woo langsung mengenali suara ayahnya. Apalagi ayahnya
mengungkit-ungkit sesuatu yang terjadi 14 tahun yang lalu. Tak mempedulikan pertanyaan seniornya, ia
langsung lari keluar untuk menemui Soo Yeon.
Sementara Soo Yeon yang belum menyadari handphonenya hilang,
kembali ke laptopnya dan mulai membuka isi USB itu. Ternyata isinya adalah
sebuah file mp3. Tanpa curiga, ia pun langsung
membukanya.
Di rekaman itu terdengar suara Sang Chul yang memohon ampun
agar ia tak dibunuh,
“Lee Soo Yeon.. aku tak membunuhnya. Kami hanya melakukan
atas perintah Han Tae Joon. Yang saya lakukan memang salah. Tolong selamatkan saya.
Tae Joon menyuruh saudara saya Sang Deuk untuk berkata kalau ialah yang
membunuh Lee Soo Yeon. Kalau tidak, ia yang akan membunuh kami.”
Sang Chul : “Selama 14 tahun ini, ia menyuruh saya untuk mengawasi
Han Jung Woo. Ia menyuruh saya untuk menemukan Lee Soo Yeon sebelum Han Jung
Woo menemukannya. Itulah yang sebenarnya terjadi. Tolong selamatkan saya. Han
Tae Joon.. “
Soo Yeon gemetar. Ia ingat nama Han Tae Joon. Orang itu
adalah orang yang pernah ia temui di pesta Harry. Orang itu adalah ayah Jung
Woo. Soo Yeon kembali meneruskan mendengar rekaman itu.
Semakin ia mendengarkan, semakin ia mengingat masa lalunya.
Ia ingat bagaimana Hye Mi mendorong dirinya saat ia mencoba menghubungi Jung
Woo dan berkata pada Hyung Joon, “Gadis itu sedang berusaha menghubungi Han
Jung Woo, anak dari Han Tae Joon. Gadis itu telah diberitakan mati. Kita tak
dapat mati hanya karena dia!”
Ia teringat saat Hyung Joon menginginkannya untuk ikut
pergi, tapi Hye Mi melarangnya. Tapi Hyung Joon meminta Hye Mi untuk
menyelamatkan Soo Yeon juga.
Soo Yeon semakin gemetar, bingung akan ingatan yang datang
padanya. Bukan karena ingat bagaimana usaha Hyung Joon untuk membawanya pergi,
tapi karena mereka mengenal Han Jung Woo juga Han Tae Joon. Nama yang
seharusnya asing bagi Hye Mi dan Hyung Joon.
Jung Woo mencoba menghubungi handphone Soo Yeon, tapi
sia-sia, tak ada yang mengangkatnya.
Soo Yeon terus memutar rekaman itu. Sang Chul. Dan ingatan
itu terus datang. Ia teringat kejadian saat tiba-tiba ia ikut diculik. Ia
teringat kejadian di gudang di malam naas itu. Ia teringat bagaimana mobil Hye
Mi menabraknya. Dan ia juga teringat di rumah itu, Hyung Joon menyuruh mereka
diam karena ada seseorang yang datang ke tempat mereka.
Pada saat itulah, Soo Yeon tak gemetar lagi. Ingatan
terakhir itu seakan menyadarkan dia dan ia bergumam, “Harry..”
Dan Harry pun melihat seseorang yang baru saja keluar dari
lift dan menyapanya, “Harry..”
Harry yang dipanggil itu menunduk, menghormat pada Harry
Hyung Joon. Seakan hafal akan tindakan Harry Hyung Joon, orang yang dipanggil Harry
itu langsung mengambilkan tongkatnya sehingga Hyung Joon bisa langsung berdiri.
Dan ternyata Harry itu adalah Sekretaris Yoon. Hmm..
sepertinya nama Harry yang dipakai oleh Hyung Joon adalah nama sebenarnya dari
Sekretaris Yoon.
Hyung Joon bertanya dimanakah Zoe sekarang. Sekretaris Yoon
menenangkannya dan berkata kalau Zoe akan datang sebentar lagi.
Seakan masih ragu akan datangnya Zoe, Hyung Joon memberi
perintah pada Harry, “Jika Zoe tak datang setelah semua yang kau lakukan, bawa
Zoe padaku, bahkan jika kau harus membunuhnya dulu. Jika aku tak dapat
memilikinya, tak ada orang yang bisa memilikinya.”
Jung Woo mencari Soo Yeon ke butik, tapi tak ada siapapun.
Saat ia menelponnya, terdengar suara handphone Soo Yeon. Ternyata handphone itu
terselip di bawah bantal di kamar tidur kecil Soo Yeon.
Jung Woo terhenyak kaget. Menatap handphone Soo Yeon, ia teringat
suara yang ia dengarkan dari handphone Soo Yeon terakhir kalinya.
Harry duduk terpekur di lantai dan hanya mendongak saat Soo Yeon keluar dari
lift. Soo Yeon melihat betapa putus asanya Harry saat menatapnya.
Tak seperti biasanya Soo Yeon yang memanggilnya dengan Harry,
kali ini Soo Yeon berkata padanya “Joon ah…, orang yang membuat kakimu terluka
seperti itu, apakah kau tak tahu siapa orangnya?”
Tak menjawab, Harry malah beringsut mendekati Soo Yeon,
memeluk kakinya dan menangis.
Soo Yeon mencoba tenang dan berlutut menghadap Hyung Joon untuk
mengulang pertanyaannya kembali, “Kang Hyung Joon, apakah kau benar-benar tak
tahu?
Harry tetap menangis dan malah memeluk Soo Yeon. Walau Soo Yeon
mencoba melepaskan diri, Harry tetap memeluknya, “Aku tak tahu.. Aku tak tahu
apa-apa.. Aku takut.”
Seperti biasanya, Soo Yeon membiarkan Hyung Joon memeluknya saat
menangis . Tiba-tiba ia mendengar pintu lift terbuka dan suara Jung Woo
yang
memanggilnya. Refleks ia menoleh, ingin melihat Jung Woo.
Tapi Harry menariknya dan memeluknya. Bahkan ia memeluk
semakin erat saat Soo Yeon memberontak ingin melepaskan diri.
Sambil memandang
Jung Woo yang terpaku melihatnya memeluk Zoe, ia berkata, “Zoe, aku sudah tahu
kau pasti kembali padaku.”
Jung Woo terkesiap kaget mendengarnya.
Begitu pula Soo Yeon. Ia mencoba melepaskan diri, tapi
lagi-lagi Harry menahannya. Ia hanya bisa menggenggam USB yang sedari tadi ia
pegang dengan erat, tak membalas pelukannya.
Dengan Zoe berada dalam pelukannya, Hyung Joon menatap Jung
Woo. Wajahnya masih menyisakan air mata, tapi tanpa Zoe bisa melihatnya, ia tersenyum
pada Jung Woo yang terpaku.
source : http://www.kutudrama.com/2012/12/sinopsis-i-miss-you-episode-15-1.html and http://www.kutudrama.com/2012/12/sinopsis-i-miss-you-episode-15-2.html
re-posted and re-edited by : dianafitriwidiyani.blogspot.com
No comments:
Post a Comment